PEMBAHASAN Pengukuran Saliva Menggunakan Saliva-Check Buffer Kit dan Pengalaman Karies pada Siswa SLB-A di Tanjung Morawa, Medan

BAB 5 PEMBAHASAN

Hasil penelitian pengalaman karies DMF-T menunjukkan bahwa siswa tunanetra di SLB-A Tanjung Morawa tidak ada siswa yang bebas karies dan rerata karies gigi cukup tinggi dimana D Decayed 4,20±1,6, Mi Missing indicated 0,4±1,26, Me Missing extracted 0,34±0,09, F Filling 0,09±0,37. Rerata DMFT adalah 5,03±2,06. Hasil pemeriksaan berdasarkan kategori pengalaman karies WHO dapat dilihat bahwa paling tinggi 6,5 14,3, tinggi 4,5-6,5 45,7, sedang 2,7-4,4 37,1, rendah 1,2-2,6 2,9 dan tidak ada yang memiliki pengalaman karies sangat rendah 1,2. Hasil ini lebih tinggi dari penelitian Jain dkk, yang melakukan pengukuran DMFT pada 25 siswa tunanetra diperoleh rerata DMFT 1,48±1,29. 24 Hal ini mungkin disebabkan karena perilaku orang tuawali kurang memperhatikan tentang kesehatan gigi dan mulut siswa ini sehingga membiarkan oral higine mereka menjadi buruk, tidak pernah diberi penyuluhan tentang cara menyikat gigi yang benar dan kurangnya motivasi yang kuat untuk menjaga kesehatan gigi dan mulut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rerata pengalaman karies berdasarkan hidrasi saliva adalah rendah yaitu 5,11±2,66. Hasil rerata pengalaman karies berdasarkan viskositas saliva sedang adalah 5,36±1,21. Rata-rata pengalaman karies berdasarkan kuantitas saliva mL sangat rendah yaitu 5,30±2,36. Hasil menunjukkan bahwa siswa dengan kuantitas saliva sangat rendah, hidrasi saliva rendah dan viskositas saliva sedang memiliki pengalaman karies yang tinggi. Hal ini mungkin dipengaruhi level kebutaan siswa tunanetra di SLB-A Tanjung Morawa yang kebanyakan buta total. Kondisi saliva ini terpengaruh oleh siklus circadian yang juga disebut sebagai siklus siang malam dimana sekresi saliva pada waktu gelap lebih rendah daripada waktu terang. Tunanetra buta total tidak menerima rangsang cahaya akibat kegelapan yang dialaminya sehingga terjadinya penurunan sekresi saliva dan berkurangnya kuantitas saliva dan memperlambat pula hidrasi saliva. Hali ini juga Universitas Sumatera Utara menyebabkan keseimbangan elektrolit dalam saliva berubah sehingga menyebabkan viskositas saliva menjadi lebih kental, oleh karena itu siswa lebih rentan terhadap karies. Berdasarkan kategori derajat keasaman saliva pH saliva, siswa dengan pH saliva normal memiliki rerata pengalaman karies yang paling tinggi yaitu 5,78±2,90. Hasil ini lebih tinggi dari penelitian Merinda dkk, yang memperoleh hasil rerata pH saliva normal dengan rerata pengalaman karies tunanetra yaitu 3,1. 6 Hal ini mungkin disebabkan karena siswa SLB-A ini kurang baik dalam hal pola makan, dimana konsumsi karbohidrat secara berulang-ulang dapat menurunkan pH saliva sehingga menyebabkan keadaan rongga mulut bersifat asam sehingga lebih rentan terhadap karies. Berdasarkan buffer saliva, menunjukkan bahwa siswa dengan buffer saliva rendah memiliki rerata pengalaman karies yang tinggi 5,13±2,05. Hasil ini lebih tinggi dari penelitian Merinda dkk, dimana hasil rerata buffer saliva rendah dengan rerata pengalaman karies yaitu 3,1. 6 Kapasitas buffer saliva distimulasi bergantung pada konsentrasi bikarbonat yang tinggi. Hal ini mungkin disebabkan karena sekresi saliva yang rendah menyebabkan konsentrasi bikarbonat yang rendah dan secara langsung berlakunya penurunan buffer saliva. Penurunan buffer ini akan menyebabkan keadaan rongga mulut menjadi asam sehingga lebih mudah terjadinya karies. Universitas Sumatera Utara

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN