Fungsi Busana Batik Motif Truntum Fungsi Busana Batik Motif Sidoluhur

109 mengais tanah dalam hal mencari makanan. Motif nitik cakar digunakan pada upacara adat perkawinan dimaksudkan agar pasangan yang menikah dapat mencari nafkah dengan halal sepandai ayam mencari makan dengan cakarnya.

3. Fungsi Busana Batik Motif Truntum

Menurut cerita sejarah, motif batik Truntum diciptakan oleh Kanjeng Ratu Beruk, anak dari seorang abdi dalem Kraton bernama Mbok Wirareja. Kanjeng Ratu Beruk ini merupakan istri dari Paku Buwono III bertahta 1749-1788, namun status dalam perkawinan mereka adalah garwa ampil selir, bukan permaisuri kerajaan. Dalam kesedihannya karena tidak pernah lagi mendapat cinta kasih Sri Baginda, perhatian Kanjeng Ratu Beruk tertuju pada indahnya bunga tanjung yang telah jatuh berguguran di halaman Kraton. Melihat hal tersebut, beliau langsung menciptakan suatu pola batik dengan disertai doa dan permohonan kepada Sang Pencipta agar Sri Baginda kembali mencintainya seperti dahulu. Akhirnya doa Kanjeng Ratu Beruk terkabul. Pada suatu hari Sri Susuhan hadir di tempat Kanjeng Ratu membatik. Kehadirannya tersebut berlangsung setiap hari, karena Sang Raja ingin melihat perkembangan dari batik yang dibuat oleh Kanjeng Ratu tersebut. Seiring waktu berjalan, rasa cinta Sri Susuhan kembali tumbuh dan berkembang atau tumaruntum kembali. Setelah melihat hasil batik Kanjeng Ratu Beruk yang sederhana namun presisi sudut nampak sama dan rapi, Sri Susuhan memanggil Kanjeng Ratu kembali ke istana. Oleh karena itu, terciptalah motif batik 110 Truntum yang artinya tumbuh yaitu kembali tumbuhnya cinta Sri Baginda. Motif Truntum merupakan simbol dari cinta yang bersemi kembali. Busana ini dipakai pada saat malam midodareni . Motif Truntum yang dipakai tidak boleh bermotif binatang. Hal ini dimaksudkan agar anak- anaknya kelak tidak meniru sifat binatang Bratawidjaja, 1995:30. Truntum artinya menuntun dan menyatukan serta menumbuhkan rasa kasih sayang.

4. Fungsi Busana Batik Motif Sidoluhur

Banyak ragam motif batik yang menggunakan kata sida bahasa Jawa, yang dibaca sido . Kata sido berarti jadi, menjadi, atau terlaksana. Motif batik yang berawalan sido memiliki filosofi agar apa yang menjadi harapan bisa tercapai. Pada penciptaan motif batik Sidoluhur ini, terdapat mitos yang banyak diyakini oleh kalangan masyarakat pada masa lampau yaitu pencipta awal motif batik ini dituntut untuk menahan nafas berlama- lama. Di mana motif ini diciptakan oleh Ki Ageng Henis, beliau adalah kakek dari Panembahan Senopati pendiri Mataram Jawa serta cucu dari Ki Ageng Selo. Menurut cerita yang berkembang di masyarakat, Ki Ageng Henis menciptakan motif Sidoluhur untuk anak keturunannya. Harapannya agar si pemakai memiliki hati dan pikiran yang luhur sehingga dapat berguna bagi masyarakat luas. Dalam penciptaannya, Ki Ageng Henis memberikan perintah kepada Nyi Ageng Henis untuk mencantingkan motif tersebut. Nyi Ageng Henis merupakan seorang wanita yang memiliki kesaktian dan dalam proses 111 mencanting, beliau selalu menahan nafas sampai habisnya malam lilin dalam cantingnya tersebut. Hal tersebut dimaksudkan agar dapat berkonsentrasi secara penuh saat proses mencanting. Selain itu agar segala doa dan harapan kepada Yang Maha Kuasa dapat tercurahkan dalam setiap goresan malam pada motif tersebut. Batik motif Sidoluhur memiliki filosofi keluhuran. Bagi orang Jawa, hidup memang untuk mencari keluhuran materi artinya bisa tercukupi segala kebutuhan ragawi dengan bekerja keras sesuai dengan jabatan, pangkat, derajat, maupun profesinya. Sementara keluhuran budi, ucapan, dan tindakan adalah bentuk keluhuran non materi. Hal serupa dikatakan oleh Sari 2013:10 bahwa: Motif batik sidoluhur membawa harapan agar seseorang mencapai keluhuran dalam hidup, baik secara materi yang bersifat jasmani ataupun duniawi seperti jabatan, pangkat, dan derajat maupun hal non materi yang bersifat rohani yang melengkapi hidup manusia.

5. Fungsi Busana Batik Motif Sidoasih