56 secara berulang jika terdapat catatan atau informasi yang kurang jelas
sehingga peneliti mendapatkan data yang benar.
2. Pembuatan Catatan
Dalam penelitian kualitatif, pembuatan catatan memang perlu untuk dilakukan guna sebagai bahan dalam membuat analisis data. Pembuatan
catatan ini bisa dilakukan saat melakukan wawancara ataupun saat masih melakukan wawancara atau pengamatan. Jika ditinjau dari cara atau metode
pengumpulannya, Mustafa
2009:93 membagi
beberapa metode
pengumpulan data, yaitu :
a. Metode Observasi
Observasi adalah suatu metode pengukuran data untuk mendapatkan data primer, yaitu dengan cara melakukan suatu pengamatan langsung
secara seksama dan sistematis dengan menggunakan panca indra indra mata, telinga, hidung, tangan, dan pikiran. Pendapat yang hampir sama
juga dijelaskan oleh Herdiansyah 2013:131 bahwa : Observasi didefinisikan sebagai suatu proses melihat, mengamati, dan
mencermati serta “merekam” perilaku secara sistematis untuk suatu tujuan tertentu. Observasi ialah suatu kegiatan mencari data yang
dapat digunakan untuk memberikan suatu kesimpulan atau diagnosis.
Dari pernyataan tersebut jelas dipahami bahwa observasi merupakan
gambaran secara sistematis terhadap pengamatan di lingkungan terhadap tingkah laku, kejadian peristiwa, benda, maupun budaya dengan
menggunakan panca indra guna sebagai alat pengamatan. Menurut
57 Mustafa 2009:94 beberapa prinsip yang harus dipenuhi dalam observasi
adalah : 1
Data dapat diukur melalui pengamatan tanpa berinteraksi langsung dengan subyek penelitian
2 Peristiwa atau kejadian hanya terjadi pada periode tertentu dan dapat
diamati berulang-ulang 3
Kapan dan bagaimana pengamatan dilakukan 4
Berapa lama pengamatan harus dilakukan Dalam penelitian ini, peneliti melakukan observasi di Kraton
Yogyakarta, Museum Batik Yogyakarta, dan di Museum Ulen Sentalu, dimana di Kraton Yogyakarta peneliti melakukan observasi yang berkaitan
dengan motif batik busana pengantin adat Yogyakarta yang terletak di kawasan tamanan Kraton, selanjutnya observasi dilanjutkan di KHP.
Widya Budaya guna memperoleh data dan dokumen lainnya yang berkaitan dengan topik permasalahan tersebut.
b. Metode Wawancara
Wawancara adalah percakapan yang dilakukan dua orang atau lebih dengan maksud dan tujuan tertentu untuk menemukan informasi. Menurut
Moleong 2014:186 percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu
pewawancara
yang mengajukan pertanyaan dan dan yang
terwawancara
yang memberikan jawaban atas pertanyaan tersebut. Pendapat yang hampir sama juga dijelaskan oleh Herdiansyah 2013:31 bahwa
58 Wawancara adalah sebuah proses interaksi komunikasi yang
dilakukan oleh setidaknya dua orang, atas dasar ketersediaan dan dalam setting alamiah, di mana arah pembicaraan mengacu kepada
tujuan yang telah ditetapkan dengan mengedepankan trust sebagai landasan utama dalam proses memahami.
Pelaksanaan wawancara menyangkut dengan pewawancara dan yang diwawancara. Keduanya saling berhubungan dalam hal berwawancara
guna menemukan informasi yang dibutuhkan oleh si pewawancara. Oleh karena itu hendaknya pewawancara mengikuti tata aturan dan kesopanan
yang dilakukan oleh si terwawancara. Pewawancara hendaknya memperhatikan penampilannya sebelum memulai wawancara dengan
menyesuaikan tempat dimana wawancara tersebut dilaksanakan. Selain itu, hendaknya pewawancara selalu menepati janji, terutama
dalam hal waktu. Namun seandainya dalam keadaan tertentu, si pewawancara terlambat hendaknya memberikan kabar terlebih dahulu.
Langkah selanjutnya dalam bewawancara yaitu jika sudah bertemu dengan terwawancara hendaknya memperkenalkan diri terlebih dahulu, serta
menjelaskan maksud dan tujuan kegiatan wawancara. Selanjutnya pengaturan tempat wawancara perlu diperhatikan. Pilih
tempat yang nyaman dan tidak terlalu ramai. Pertanyaan pertama biasanya akan diajukan oleh terwawancara, dan terkadang menanyakan persiapan
wawancara, pekerjaan, atau mungkin langsung menanyakan maksud dan tujuan penelitian.
Dalam hal ini, pewawancara hendaknya bertindak sebagai seorang yang netral, artinya tidak memihak pada suatu konflik pendapat, peristiwa,
59 dan yang semacam itu Moleong, 2014:202. Selain itu hendaknya
pewawancara telah mengembangkan kemampuan mendengar yang baik, akurat, dan tepat agar apa yang didengarnya secara tepat dapat
dimanfaatkan sebagai informasi yang menunjang pemecahan masalah penelitian.
Menurut Mustafa 2009:96, wawancara dapat dilakukan dalam beberapa teknik, yaitu :
1 Wawancara Tidak Terstruktur
Wawancara dikatakan tidak terstruktur jika pewawancara tidak menggunakan panduan pertanyaan, sehingga tidak ada urutan yang
terencana jelas atas pelaksanaan wawancara tersebut. Bungin 2007:156 berpendapat bahwa “wawancara tak terstruktur merupakan
wawancara yang pertanyaannya tidak tersusun terlebih dahulu atau dengan kata lain sangat tergantung dengan keadaan subyek”.
2 Wawancara Semi Terstruktur
Wawancara semi terstruktur merupakan wawancara dimana peneliti memiliki kebebasan dalam mengajukan suatu pertanyaan dan
juga memiliki kebebasan dalam mengatur alur dan setting wawancara. Wawancara ini lebih tepat diterapkan dalam penelitian kualitatif
Herdiansyah, 2013: 66. 3
Wawancara Terstruktur Wawancara terstruktur dilakukan secara terencana, runtut dan dari
awal sudah diketahui informasi apa yang akan digali. Dalam
60 wawancara terstruktur ini, pewawancara biasanya telah menyiapkan
sederetan pertanyaan yang mana pertanyaan-pertanyaan tersebut digunakan sebagi panduan dalam menggali suatu informasi. Bungin
2007:156 menyatakan bahwa “wawancara terstruktur adalah wawancara yang pewawancaranya menerapkan sendiri masalah dan
pertanyaan yang akan d iajukan”.
Dalam penelitian ini, pewawancara melakukan wawancara dengan Bapak Rintaiswara abdi dalem Kraton Ngayogyakarta, Ibu
Rusiati Perias Pengantin, Ibu Surajiyem, dan Ibu Harsiyem pembatik tamanan Kraton Ngayogyakarta, Didik Wibowo
guide
Museum Batik Yogyakarta dengan topik wawancara yang berkaitan dengan upacara pengantin adat Kraton Yogyakarta dan motif batik
yang dikenakan saat upacara tersebut.
c. Metode Dokumentasi