Pengaturan Alat Bukti dalam KUHAP

perluasan alat bukti sebagai solusi dari penegakan hukum di bidang teknologi informasi. 64 Bila upaya perluasan alat bukti ini dilakukan, tentunya yang menjadi harapan dari perluasan alat bukti dalam pembuktian tindak pidana di bidang teknologi informasi ini adalah penggunaan alat bukti elektronik dalam penanganannya. Pengaturan alat bukti elektronik harus didasarkan pada sistem dan prinsip pembuktian pada hukum acara yang berlaku di Indonesia. Oleh karena itu, pembahasan mengenai alat bukti elektronik ini diawali dengan pembahasan mengenai pembuktian yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana KUHAP dan kemudian dilanjutkan dengan pembahasan mengenai pengaturan alat bukti elektronik dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia. Sehingga dapat dilihat bagaimana keberlakuan alat bukti elektronik dalam sistem pembuktian di Indonesia.

A. Pengaturan Alat Bukti dalam KUHAP

Dalam sistem hukum di Indonesia, terdapat beberapa doktrin pengelompokan alat bukti, yang membagi alat-alat bukti ke dalam kategori oral evidence, documentary evidence, material evidence, dan electronic evidence.. berikut pembagian pada masing-masing kategori : 65 1. Oral Evidenve a. Perdata keterangan saksi, pengakuan, dan sumpah b. Pidana Keterangan saksi, keterangan ahli, dan keterangan terdakwa 64 Dikdik M. Arief Mansur dan Elisatris Gultom, Op. Cit., hlm 100 65 Ibid. Universitas Sumatera Utara 2. Documentary Evidence a. Perdata surat dan persangkaan b. Pidana surat dan petunjuk 3. Material Evidence a. Perdata tidak dikenal b. Pidana barang yang digunakan untuk melakukan tindak pidana, barang yang digunakan untuk membantu terjadinya tindak pidana, barang hasi tindak pidana, barang yang diperoleh dari tindak pidana, dan informasi dalam arti khusus 4. Electronic Evidence a. Konsep pengelompokan alat bukti tertulis dan elektronik. tidak dikenal di Indonesia b. Konsep tersebut terutama berkembang di negara-negara anglo saxon c. Pengaturannya tidak melahirkan alat bukti baru, tetapi memperluas cakupan alat bukti yang termasuk dalam kategori documentary evidence. Sejak tahun 1981 Indonesia telah memiliki pengaturan sistem pembuktian yang dikodifikasikan ke dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana KUHAP termasuk didalamnya terdapat alat-alat bukti apa saja yang berlaku dalam membuktikan kebenaran materil dari suatu tindak pidana. Di dalam KUHAP diatur secara limitatif mengenai alat bukti, yaitu Keterangan Saksi, Keterangan Ahli, Surat, Petunjuk, dan Keterangan Terdakwa. 66 Sebagaimana bila dilihat secara seksama KUHAP dalam pembuktiannya menganut sistem pembuktian secara negatif. Dimana dalam sistem ini merupakan keseimbangan dari antara kedua sistem yang lainnya yang berlawanan. Dari keseimbangan ini, pembuktian menurut undang-undang secara negatif “menggabungkan” ke dalam dirinya secara terpadu sistem pembuktian menurut 66 Pasal 184 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana KUHAP Universitas Sumatera Utara keyakinan hakim dengan sistem pembuktian menurut undang-undang secara positif. 67 Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya bahwa dalam pasal 184 KUHAP telah disebutkan secara limitatif terdapat lima alat bukti yang sah dan dapat dipergunakan dalam pengadilan. Maka berdasarkan sistem pembuktian yang dianut oleh KUHAP alat-alat bukti lain diluar yang telah diatur dalam KUHAP tidaklah dapat dipergunakan dalam persidangan. Semua alat bukti yang diajukan dalam persidangan tentunya baru dapat dipergunakan apabila telah memnuhi persyaratan formil maupun ketentuan materil. Kekuatan pembuktian dari semua alat bukti tersebut bersifat bebas volledig bewijskracht ~ maksudnya alat-alat bukti tersebut bersifat tidak sempurna ~ dan bersifat tidak mengikat atau menentukan beslissende bwijskracht. Sedangkan nilai pembuktian dari seluruh alat bukti didasarkan pada penilaian hakim. Oleh karena itu, pada bagian ini akan dibahas mengenai kelima jenis alat bukti menurut KUHAP tersebut. 1. Keterangan Saksi Syarat formal keterangan saksi yang diatur dalam KUHAP ialah, dinyatakan di persidangan dan mengucapkan sumpah atau janji sebelum saksi memberikan keterangan. Sedangkan syarat materil saksi adalah, 1 keterangan yang diberikan saksi ialah mengenai peristiwa yang ia dengar, lihat, dan alami sendiri dengan menyebutkan alasan pengetahuannya; 2 bukan pendapat, rekaan, ataupun keterangan ahli; 3 ada lebih dari satu orang saksi yang 67 M. Yahya Harahap, Op. Cit., hlm., 278 Universitas Sumatera Utara sesuai dengan asas unus testis nullus testis; 4 bukan keterangan yang diperoleh dari orang lain testimonium de auditu; dan 5 adanya persesuaian antara keterangan saksi yang satu dengan saksi yang lain. 68 2. Keterangan Ahli Pasal 186 KUHAP menyatakan bahwa keterangan seorang ahli ialah apa yang seorang ahli nyatakan dalam sidang pengadilan. Selanjutnya pasal 186 KUHAP juga memberikan penjelasan bahwa keterangan ahli ini juga dapat diberikan pada waktu jalannya proses pemeriksaan oleh penyidik atau penuntut umum yang dituangkan ke dalam suatu bentuk laporan dan dibuat dengan mengingat sumpah di waktu ia menerima jabatan atau pekerjaan. KUHAP juga membedakan keterangan ahli di persidangan sebaga alat bukti “Keterangan Ahli” dan keterangan seorang ahli secara tertulis di luar pengadilan sebagai alat bukti “surat” pasal 187 butir c KUHAP. Menurut teori hukum pidana yang dimaksud dengan keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan seseorang berdasarkan ilmu dan pengetahuan yang dikuasainya. 69 Dengan kata lain, syarat dari seorang ahli adalah memiliki keahlian khusus yang diperlukan dalam penangan suatu tindak pidana. 70 68 Josua Sitompul, Op. Cit., hlm., 266. 69 Dikdik M. Arief Mansur dan Elisatris Gultom, Op. Cit., hlm 102 70 Josua Sitompul, Op. Cit., hlm., 267 Universitas Sumatera Utara 3. Surat 71 Alat bukti surat diatur dalam pasal 187 KUHAP. Jenis surat yang diakui sebagai alat bukti yang sah adalah surat yang dibuat atas sumpah jabatan atau dikuatkan dengan sumpah, yaitu: a. Berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh atau dihadapan pejabat umum yang memuat keterangan tentang kejadian atau keadaan yang didengar, dilihat, atau dialamu sendiri seperti yang diatur dalam Pasal 175 KUHAP; b. Surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang-undangan atau surat bersifat administratif yang dibuat pejabat yang berwenang untuk tujuan pembuktian, misalnya izin mendirikan bangunan, atau surat keputusan yang dikeluarkan instansi pemerintah; c. Surat keterangan ahli mengenai pendapatnya atas suatu hal keadaan; d. Surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya dengan isi adari alat pembuktian yang lain; Syarat formil surat sebagai alat bukti ialah sebagaimana datur oleh peraturan perundang-undangan yang mengatur jenis surat sebagaimana dimaksud dalam pasal 187 huruf a, huruf b, dan 71 Ibid, hlm., 267-268 Universitas Sumatera Utara huruf c. syarat formil alat bukti surat yang lain adalah bahwa isi surat berisi tentang 1 keterangan mengenai kejadian atau keadaan yang didengar, dilihat, atau dialami sendiri; 2 hal administratif yang diatur peraturan perundang-undangan; 3 pendapat ahli atas suatu hal atau kedaan; dan 4 hal yang berhubungan dengan isi dari alat pembuktian yang lain. 4. Petunjuk Pasal 188 ayat 1 KUHAP member definisi petunjuk sebagai perbuatan, kejadian, atau keadaan yang karena penyesuaiannya, baik antara yang satu dengan yang lain, maupun dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya. Selanjutnya pada ayat 3 dinyatakan bahwa penilaian atas kekuatan pembuktian dari suatu petunjuk dalam setiap keadaan tertentu dilakukan oleh hakim dengan arif lagi bijaksana, setelah ia mengadakan pemeriksaan dengan penuh kecermatan dan keseksamaan berdasarkan hati nuraninya. 72 Kuhap juga mengatur secara limitatif mengenai sumber petunjuk, yaitu bahwa petunjuk hanya dapat diperoleh dari keterangan saksi, surat, dan keterangan terdakwa. Untuk dapat dijadikan sumber petunjuk, ketiga lat bukti tersebut harus sah, dan oleh karena itu petunjuk yang dihasilkan juga menjadi sah. 73 Andi Hamzah juga berpendapat bahwa pada akhirnya persoalannya 72 Dikdik M. Arief Mansur dan Elisatris Gultom, Op. Cit., hlm 103 73 Josua Sitompul, Op. Cit., hlm., 268 Universitas Sumatera Utara diserahkan kepada hakim. Dengan demikian menjadi sama menjadi sama dengan pengamatan hakim menjadi alat bukti. Apa yang disebut dengan pengamatan oleh hakim eigen warrneming van de rechter harus dilakukan selama siding, apa yang telah dialami atau diketahui oleh hakim sebelumnya tidak dapat dijadikan dasar pembuktian, kecuali kalau perbuatan atau peristiwa tersebut telah diketahui oleh umum. 74 5. Keterangan Terdakwa 75 Keterangan terdakwa adalah apa yang terdakwa nyatakan di persidangan tentang perbatan yang ia lakukan atau atau yang ia ketahui sendiri atau alami sendiri. Agar keterangan terdakwa dapat dinyatakan sah, syarat formil ~ yaitu dinyatakan di dalam persidangan ~ dan syarat materil ~ keterangan tersebut tentang perbuatan yang terdakwa lakukan atau yang ia ketahui atau alami sendiri ~ harus dipenuhi. Selain itu, keterangan tersebut harus disertai dengan alat bukti yang lain. Dalam keterangan terdakwa terkandung makna pengakuan dan pengingkaran oleh karena itu, keterangan terdakwa di luar persidangan tidak termasuk sebagai alat bukti keterangan terdakwa, namun dalam pasal 189 ayat 2 KUHAP mengatur bahwa keterangan terdakwa di luar persidangan 74 Dikdik M. Arief Mansur dan Elisatris Gultom, Op. Cit., hlm 104 75 Josua Sitompul, Op. Cit., hlm., 269 Universitas Sumatera Utara tersebut masih berguna untuk membantu menemukan alat bukti di siding dengan syarat keterangan tersebut didukung oleh suatu alat bukti yang sah mengenai hal yang didakwakan kepadanya. Ketentuan dan persyaratan mengenai alat bukti yang diatur dalam KUHAP seperti yang telah dijelaskan dimaksudkan agar alat bukti yang diajukan di persidangan adalah alat bukti yang sah sehingga dapat digunakan di persidangan. Dengan memenuhi ketentuan dan persyaratan tersebut, alat bukti yang diajukan telah diuji terlebih dahulu baik dari segi keautentikan, relevansinya dengan tindak pidana terdakwa, maupun kualitas alat bukti tersebut. Akan tetapi, terpenuhinya seluruh syarat tersebut hanyalah salah satu kunci dalam menentukan kesalahan terdakwa. Kunci lainnya adalah keyakinan hakim. Sebab tanpa keyakinan hakim, hukuman tidak dapat dijatuhkan. Dengan kata lain, alat bukti yang sah dan keyakinan hakim adalah dua unsur yang membentuk check and balance mechanism dalam menentukan tindak pidana yang didakwakan dan kesalah terdakwa, keduanya saling bergantung dan tidak dapat dipisahkan.

B. Pengaturan Alat Bukti Elektronik

Dokumen yang terkait

Pencemaran Nama Baik Melalui Situs Jejaring Sosial Dikaitkan Dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik

1 37 128

Pencemaran Nama Baik Melalui Situs Jejaring Sosial Dikaitkan Dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik

0 35 128

ANALISIS YURIDIS KEABSAHAN ALAT BUKTI ELEKTRONIK DALAM MENGUNGKAP TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKT

0 6 20

ANALISIS YURIDIS KEABSAHAN ALAT BUKTI ELEKTRONIK DALAM MENGUNGKAP TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKT

0 8 66

EKSISTENSI PASAL 27 AYAT (3) UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 DALAM PERKARA PENCEMARAN NAMA BAIK.

0 4 17

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA PENCEMARAN NAMA BAIK MELALUI MEDIA ELEKTRONIK DALAM UNDANG -UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK.

4 5 20

TINDAK PIDANA PENCEMARAN NAMA BAIK DI MEDIA SOSIAL DALAM PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK.

0 1 12

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Keabsahan Informasi pada Media Sosial sebagai Alat Bukti dalam Pembuktian Tindak Pidana Pencemaran Nama Baik Berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008

0 0 19

PENERAPAN HUKUM DALAM MEMBERIKAN SANKSI PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA PENCEMARAN NAMA BAIK MELALUI MEDIA ELEKTRONIK DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI TRANSAKSI ELEKTRONIK. (STUDI KASUS PUTUSAN NOMOR: 390Pid.B2014PN.Mks.)

0 0 14

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG - Penerapan Hukum Dalam Memberikan Pidana Terhadap Tindak Pidana Pencemaran Nama Baik Melalui Media Sosial Elektronik Dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Transaksi Elektronik (Putusan Nomor 390/Pi

0 0 15