16 Perilaku ini ditunjukkan dengan kesulitan dalam memproses
informasi sensoris, ketakutan pada sumber dari stimulus sensoris, sulit merubah respon pada stimulus yang diubah dengan cepat, serta
sulit memahami kondisi sosial yang tidak terduga. Anak autis menunjukkan perbaikan dalam hubungan sosial dan
kemampuan berbahasa seiring dengan meningkatnya usia, akan tetapi tetap meninggalkan ketidakmampuan yang menetap, mayoritas mereka
tidak dapat hidup mandiri dan membutuhkan pendampingan. Berdasarkan hasil penelitian Yosfan Azwandi 2005: 39 prediksi kemandirian mereka
dapat diklasifikasikan sebagai berikut: a. Duasepertiga dari anak autis mempunyai prognosis yang buruk,
tidak dapat mandiri. b. Sepertiga dari anak autis mempunyai prognosis sedang, terdapat
kemajuan di bidang sosial dan pendidikan walaupun problem perilaku tetap ada.
c. Sepersepuluh dari
anak autis
mempunyai prognosis
baik, mempunyai kehidupan sosial yang normal atau hamper normal dan
berfungsi dengan baik di sekolah ataupun di tempat kerja. Sebagian besar anak autis juga mengalami keterbelakangan mental.
Hal ini berdasarkan tingkat kecerdasan Rapin dalam Yosfan Azwandi, 2005: 41 yang mengatakan “A small percentage score in the normal
range on tests of cognitive abilities, but 75-80 function in the mild to severe range of mental retardation”
. Dari pendapat di atas dapat
17 dipahami bahwa hanya sebagian kecil saja anak autis yang mempunyai
inteligensi seperti anak pada umumnya dan mampu dikembangkan bidang akademiknya. Sedangkan bagi anak autis yang tidak dapat dikembangkan
akademiknya, pengembangan sesuai potensi lebih ditekankan selain itu kemandirian anak juga akan lebih fungsional jika dikembangkan agar
meminimalisasi ketergantungan anak autis dengan orang lain. Deteksi dini perlu dilakukan agar stimulasi bisa segera diberikan untuk mengatasi
kekurangan sekaligus untuk mengembangkan potensi yang dimiliki, maka hasilnya akan lain. Nyatanya, dengan penanganan sedini mungkin, tidak
sedikit anak autis yang berhasil mengatasi masalah dan mengembangkan bakatnya.
3. Klasifikasi Anak Autis
Klasifikasi anak autis dapat dibagi menjadi 3 level, yaitu anak autis memerlukan
bantuan, memerlukan
banyak bantuan
dan sangat
memerlukan banyak bantuan. Klasifikasi ini sesuai dengan Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder
DSM-5. Adapun klasifikasi anak autis Autism Spectrum Disorder dalam Diagnostic and Statistical
Manual of Mental Disorder DSM-5 menurut American Psychiatric
Association 2013: 52 adalah sebagai berikut:
18 Tabel 1. Klasifikasi Anak Autis Berdasar Tingkat Hambatan
Tingkat Level Hambatan
Komunikasi Sosial Perhatian yang
Terbatas Perilaku Berulang
Level 3 ‘
Sangat memerlukan
banyak bantuan’ Mengalami banyak kekurangan
dalam keterampilan komunikasi sosial yang menyebabkan sangat
terbatasnya inisiatif melakukan interaksi sosial dan kurang
merespon lingkungan sosial sekitar.
Memiliki keasyikan sendiri, melakukan
kegiatan danatau perilaku yang berulang,
sangat tertarik pada benda bulat, sulit diubah
rutinitasnya.
Level 2 ‘
Memerlukan banyak bantuan’
Ditandai dengan kurangnya keterampilan komunikasi sosial
verbal dan nonverbal; hambatan sosial nampak membutuhkan
bantuan; kurangnya inisiatif melakukan interaksi sosial dan
menunjukkan keanehan dalam merespon orang lain.
Kekakuan perilaku yang sulit diubah atau
perilaku yang berulang nampak jelas pada
pengamatan dan mengganggu beberapa
fungsi yang berhubungan. Fokus atau
perilaku sulit diubah.
Level 1 ‘
Memerlukan bantuan’
Kurangnya keterampilan komunikasi sosial akan nampak
jelas tanpa adanya bantuan. Sulit memulai interaksi sosial dan
menampakan respon yang aneh atau tidak sesuai kepada orang lain.
Kemungkinan menampakan penurunan perhatian dalam
interaksi sosial. Kebiasaan dan perilaku
berulang menyebabkan hambatan yang
signifikan dengan salah satu atau lebih fungsi
yang berhubungan. Menolak adanya
perubahan rutinitas dan perhatian.
Berdasarkan beberapa teori di atas, maka dapat ditegaskan bahwa yang dimaksud dengan anak autis Autism Spectrum Disorder adalah
seorang anak yang mengalami gangguan dalam perkembangannya. Gangguan perkembangan yang dialami menyebabkan seorang anak
memiliki beberapa hambatan, yaitu pada pola perilaku, emosi, pola kegiatan yang berulang, serta kemampuan berbahasa yang berdampak
pada hambatan komunikasi dan interaksi sosial. Adapun karakteristik yang dimiliki anak autis antara lain: 1
mengalami hambatan dalam komunikasi dan interaksi sosial yaitu kurang
19 atau tidak ada kontak mata, ekolalia meniru atau mengulang bicara,
ekspresi wajah serta gesture yang kurang sesuai saat berbicara; 2 mengalami hambatan perilaku berupa ketertarikan dengan benda tertentu,
hand flapping , berjalan menjinjit, suka memutar badan maupun benda,
tertarik pada benda berputar, keanehan dalam merespon stimulus sensoris; 3 mengalami gangguan perhatian dan respon terhadap stimulus yaitu
sangat sulit atau sangat mudah mengalihkan perhatian, salah dalam menerima dan merespon stimulus dari lingkungan, hiposensitif maupun
hipersensitif terhadap rangsang sensoris taktil, visual, dan penciuman. Berdasarkan teori yang terdapat dalam Diagnostic and Statistical
Manual of Mental Disorder DSM-5, anak autis diklasifikasikan
berdasarkan ciri-ciri yang nampak pada anak dan berdasar pada tingkat keautistikan. Klasifikasi berdasar tingkat keautistikan dibagi menjadi tiga
level dengan meninjau kemampuan komunikasi sosial dan pola perilaku.
B. Kajian tentang Pembelajaran Bina Diri Mandi
1. Konsep Pembelajaran
UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas Pasal 1 Ayat 20 menyebutkan bahwa pembelajaran merupakan proses interaksi peserta
didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Selain itu pengertian pembelajaran diungkapkan oleh Warsita 2008: 85,
bahwa pembelajaran adalah suatu usaha untuk membuat peserta didik belajar
atau suatu
kegiatan untuk
membelajarkan peserta
didik.
20 Pembelajaran dapat diartikan sebagai setiap upaya yang sistematik dan
sengaja untuk menciptakan agar terjadi kegiatan interaksi edukatif antara dua pihak yaitu antara peserta didik warga belajar dan pendidik sumber
belajar yang melakukan kegiatan membelajarkan. Deni Darmawan dan Permasih 2011: 133 menyebutkan proses belajar meliputi kegiatan awal
hingga akhir pembelajaran yang meliputi: 1 kegiatan awal berupa apersepsi, penyampaian tujuan pembelajaran maupun pretest; 2 kegiatan
inti merupakan aktivitas pemberian materi melalui berbagai strategi dan metode; 3 kegiatan akhir yaitu menyimpulkan pembelajaran.
Berdasarkan pengertian dari para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran merupakan suatu proses interaksi yang terjadi antara
peserta didik dan pendidik yang dilakukan dengan sengaja, di dalamnya berisi penyampaian pesan atau informasi dan pengetahuan yang
berlangsung dalam suasana belajar tertentu serta melibatkan komponen- komponen
pembelajaran. Kegiatan
yang terdapat
dalam proses
pembelajaran antara lain kegiatan awal, kegiatan inti, dan kegiatan akhir.
2. Komponen-Komponen dalam Pembelajaran
Komponen merupakan bagian dari suatu sistem yang memiliki peran dalam keseluruhan berlangsungnya suatu proses untuk mencapai
tujuan sistem. Komponen pembelajaran adalah kumpulan dari beberapa item yang saling berhubungan satu sama lain yang merupakan hal penting
dalam proses belajar mengajar. Menurut Djamarah 2010: 41-52,
21 pembelajaran merupakan suatu sistem yang terdiri atas komponen-
komponen yang berpengaruh terhadap kualitas pembelajaran. Adapun komponen-komponen dalam pembelajaran tersebut meliputi:
a. Tujuan, merupakan
cita-cita yang
ingin dicapai
dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran. Tujuan dalam proses
belajar mengajar merupakan komponen pertama yang harus ditetapkan karena berfungsi sebagai indikator keberhasilan
pembelajaran. b. Bahan pelajaran, merupakan substansi yang disampaikan dalam
proses belajar mengajar. Bahan pelajaran merupakan unsur inti yang ada dalam kegiatan belajar mengajar, karena memang
bahan pelajaran itu yang akan dikuasai siswa. c. Kegiatan belajar mengajar, merupakan segala sesuatu yang
diprogramkan dan dilaksanakan dalam proses belajar mengajar. d. Metode, yaitu cara yang digunakan untuk mencapai suatu
tujuan. Dalam
kegiatan pembelajaran
guru sebaiknya
menggunakann metode yang bervariasi disesuaikan dengan materi pelajaran.
e. Alat, merupakan segala sesuatu yang digunakan dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran. Fungsi dari alat tersebut antara
lain meningkatkan kemampuan persepsi, pengertian, transfer, penguatan reinforcement dan ingatan.