29
II.B. Tugas-tugas Perkembangan Dewasa Dini
Menurut Havighrust dalam Hurlock, 1999, dewasa dini memiliki tugas perkembangan sebagai berikut:
Mulai bekerja Memilih pasangan
Belajar hidup dengan tunangan Mulai membina keluarga
Mengasuh anak Mengelola rumah tangga
Mengambil tanggung jawab sebagai warga negara Mencari kelompok sosial yang menyenangkan
II. C. Tugas Psikososial Dewasa Dini
Erikson mengatakan bahwa tahap perkembangan psikososial dewasa dini adalah intimacy versus isolation, sebagai salah satu tugas yang penting bagi
dewasa dini dalam Papalia, 2004. Intimacy akan muncul saat seseorang sudah mencapai atau menemukan cara untuk membentuk dan mempertahankan identitas
secara menetap, yang dilakukan dalam masa remaja. Intimacy merupakan kemampuan seseorang untuk menyatukan identitas diri yang sudah ditemukan di
masa remaja dengan identitas diri orang lain Feist Feist, 2002, Erikson menggambarkan intimacy sebagai sebuah proses menemukan identitas diri dan
juga kehilangan identitas diri pada orang lain dalam Santrock,1998. Intimacy pada dewasa dini dapat ditemukan melalui hubungan intim yang dibentuk dengan
30 pasangan romantisnya pacar, suami atau istri dan juga dengan
sahabat Papalia,2004. Individu dewasa dini yang tidak berhasil melaksanakan tugas psikosialnya,
dalam menyatukan identitas diri sendiri dengan identitas diri orang lain melalui intimacy akan mengalami isolasi. Isolasi merupakan keadaan individu yang tidak
memiliki kemampuan untuk menyatukan identitas diri sendiri dengan identitas diri orang lain melalui intimacy yang sebenarnya Erikson dalam Feist Feist,
2002. Pada saat individu dewasa dini berhasil membentuk hubungan intim yang
sehat dengan orang lain, intimacy akan tercapai, jika tidak akan mengasilkan isolasi Santrock, 1998.
III. GAY
Istilah gay digunakan secara umum untuk menggambarkan seorang pria yang tertarik secara seksual dengan pria lain dan menunjukkan komunitas yang
berkembang diantara orang-orang yang memiliki orientasi seksual yang sama. Caroll 2005 mengatakan bahwa orientasi seksual merupakan ketertarikan
seseorang pada jenis kelamin tertentu secara emosional, fisik, seksual dan cinta. Orientasi seksual menjadi tiga bagian, yaitu :
1. Heteroseksual, yaitu ketertarikan secara seksual pada jenis kelamin yang berbeda, wanita tertarik pada pria, dan pria tertarik pada wanita.
31 2. Homoseksual, yaitu ketertarikan secara seksual pada jenis kelamin yang
sama, wanita tertarik pada wanita yang disebut sebagai lesbian, dan pria yang tertarik pada pria disebut sebagai gay.
3. Biseksual, ketertarik secara seksual pada wanita dan pria sekaligus.
III.A. Teori Penyebab Seseorang Menjadi Gay III.A.1. Teori Biologis : Perbedaan adalah sesuatu yang dibawa lahir
Banyak gay yang menyatakan bahwa orientasi seksual yang dimiliki adalah hasil yang muncul dari faktor biologis, sehingga mereka tidak memiliki
kendali ataupun pilihan terhadap orientasi seksualnya. Menurut pandangan biologis penyebab seorang pria menjadi gay adalah:
a. Faktor Genetik Kallman dalam Maters, 1992, melaporkan bahwa kondisi
homoseksualitas adalah kondisi genetik. Kesimpulan ini diambil dari penelitian yang dilakukan terhadap kembar yang identik dan kembar fraternal. Penelitian
menemukan jika salah satu saudara kembar adalah seorang gay, kemungkinan saudara kembarnya juga adalah seorang gay. Penelitian lainnya menemukan
bahwa gay dapat diturunkan, jika dalam sebuah keluarga ada seorang gay, gay tersebut juga memiliki cenderung memiliki saudara laki-laki, paman atau sepupu
yang juga gay. b. Faktor Hormonal
Menurut teori ini, hormon seks berperan dalam menentukan orientasi seksual seseorang Savin-Williams Cohen, 1996. Hormon testosteron
32 ditemukan lebih rendah dan hormon estrogen lebih tinggi pada seorang gay
Meyer et al, dalam Maters,1992. Hasil penelitian lain menemukan gay memiliki tingkat androgen yang lebih rendah dibandingkan pria straight.
c. Urutan Kelahiran Berdasarkan penelitian hubungan urutan kelahiran dengan kecenderungan
pria menjadi gay ditemukan seorang gay cenderung lahir pada urutan terakhir dengan
memiliki saudara
laki-laki tetapi
tidak memiliki
saudara perempuan Caroll,2005.
III.A.2. Teori Perkembangan
a. Pandangan Freud Freud yakin bahwa homoseksualitas merupakan hasil dari kelanjutan
predisposisi mengenai manusia yang terlahir dengan keadaan biseksual. Dibawah lingkungan biasa, psikoseksual berkembang pada masa kanak-kanak yang
berhadapan dengan kehidupan heteroseksual, tetapi pada kondisi lingkungan tertentu, perkembangan yang normal mengalami gangguan dalam tahap
ketidakmatangan , dan menghasilkan homoseksualitas dalam masa dewasa Masters, 1992. Freud yakin ada satu tahap dalam perkembangan manusia yang
tertarik kepada jenis kelamin yang sama, dan kebanyakan kaum homoseksual melewati masa tersebut beberapa tahun sebelum masuk ke dalam masa pubertas
Savin-Williams Cohen,1996. Pada homoseksual, perkembangan tersebut dialami lebih lambat bila dibandingkan dengan orang normal pada umumnya, dan
mengalami fixasi dalam tahap ketertarikan kepada jenis kelamin yang sama.
33 Fixasi tersebut terjadi karena keadaan ibu yang terlalu dominan, juga karena ayah
yang terlalu dominan. Homoseksualitas juga dapat disebabkan trauma pada masa kanak-kanak, dimana selama masa kanak-kanak awal mendapatkan penyiksaan
dari saudara kandung, teman bermain ataupun orang dewasa Cameron dalam Savin-Williams, 1996.
b. Bieber s Model Bene dalam Masters, 1996 menyatakan seorang gay memiliki hubungan
yang kurang dengan ayahnya dibandingkan dengan pria straight. Greenbal dalam Masters, 1992 menemukan ayah dari seorang gay bersifat dominan, tidak
protektif, sementara ibu seorang gay memberikan perlindungan dan dominansi yang berlebih-lebihan. Pendapat Marmor dalam Masters,1992 mengenai gay,
gay bisa juga muncul dari keluarga dengan kondisi jauh dari ibu, atau ibu yang pemarah, terlalu dekat dengan ayah, tidak memiliki ayah atau ibu yang ideal, dan
ketidakberadaan figur ayah atau ibu. c. Teori Behavioral
Teori behavioral menekankan pada homoseksualitas yang muncul karena proses belajar McGuire et al dalam Masters, 1992. Homoseksual muncul karena
adanya penguatan positif atau reward terhadap pengalaman homoseksualitas dan hukuman atau penguatan negatif terhadap pengalaman heteroseksualitas.
Masters 1992 menyatakan teori behavioral juga menduga pada masa dewasa dini seorang heteroseksual bisa berubah menjadi homoseksual. Menurut Feldmen
dan MacCulloch dalam Masters, 1992, jika seseorang mengalami pengalaman heteroseksual yang tidak menyenangkan kemudian mendapatkan penguatan dalam
34 pengalaman homoseksualitas, ada kemungkinan heteroseksual tersebut akan
menjadi homoseksual.
III.B. Tahap Pembentukan Identitas Diri Menjadi Seorang Gay
Cass dalam Kelly, 2001 menyatakan, seseorang menjadi gay dapat melalui 5 tahapan, yaitu:
1. Tahap I : Identity Confusion Tahap ini terjadi saat seorang gay merasakan informasi mengenai
hubungan sesama jenis berhubungan dengan dirinya. Kebingungan mengenai identitas mungkin terjadi yang diikuti dengan usaha
menghindari aktivitas seksual sesama jenis, bahkan di dalam mimpi ataupun fantasi.
2. Tahap II : Identity Comparasion Individu mulai mencari tahu informasi tentang gay, dan merasa berbeda
dengan anggota keluarga lain yang dibimbing berdasarkan pandangan heteroseksual. Saat hubungan sesama jenis semakin berkembang, dasar
bimbingan yang berdasarkan pandangan heteroseksual tersebut mulai menghilang.
3. Tahap III : Identity Tolerance Setelah menerima orientasi seksual sebagai gay, individu mulai mengenali
seksualitas mereka, mencari dukungan sosial dan memenuhi kebutuhan emosional sebagai seorang gay. Pada tahap ini muncul komitmen terhadap
35 penerimaan diri sebagai gay, dan pikiran untuk melakukan coming-out
atau terbuka terhadap lingkungan mengenai orientasi seksual. 4. Tahap IV : Identity Acceptance
Tahap ini terjadi saat seseorang bukan saja menerima diri sebagai gay, tetapi juga menerima self-image dirinya sebagai seorang gay. Dilanjutkan
dengan meningkatkan hubungan dengan gay lain. Sikap dari orang lain akan mempengaruhi kenyamanan seorang gay dalam mengekspresikan
identitas diri sebagai gay. 5. Tahap V : Identity Pride
Tahap ini ditandai dengan memberitahu lingkungan mengenai orientasi seksualnya, pada keluarga atau orang-orang di sekitar. Gay pada tahap ini
sudah tidak menggunakan batasan-batasan heteroseksualitas lagi dalam kehidupannya. Saat penerimaan lingkungan bersifat negatif terhadap diri
seorang gay, gay cenderung untuk menutupi orientasi seksualnya, tetapi jika positif, gay akan masuk ke dalam perkembangan selanjutnya.
6. Tahap VI : Indetity Synthesis Tahap ini ditandai dengan adanya pemikiran bahwa tidak ada pembedaan
manusia berdasarkan orientasi seksual. Tidak semua heteroseksual memandang gay adalah hal negatif dan tidak semua gay memandang gay
sebagai hal yang positif.
36
III.C. Jenis-jenis Gay
Bell dan Weinberg dalam Masters, 1992 mengelompokkan homoseksual ke dalam 5 kelompok, yaitu:
Close-couple Homoseksual yang hidup dengan pasangannya, dan melakukan aktivitas
yang hampir sama dengan pernikahan yang dilakukan oleh kaum heteroseksual. Homoseksual jenis ini memiliki masalah yang lebih sedikit,
pasangan seksual yang lebih sedikit, dan frekuensi yang lebih rendah dalam mencari pasangan seks dibandingkan jenis homoseksual yang lain.
Open-couple Homoseksual jenis ini memiliki pasangan dan tinggal bersama, tetapi
memiliki pasangan seksual yang banyak, dan menghabiskan waktu yang lebih banyak untuk mencari pasangan seks. Homoseksual ini memiliki
permasalahan seksual yang lebih banyak dibandingkan close-couple homoseksual.
Functional Homoseksual jenis ini tidak memiliki pasangan, dan memiliki pasangan
seks yang banyak, tetapi dengan sedikit masalah seksualitas. Individu homoseksual ini kebanyakan individu muda, yang belum menerima
orientasi seksualnya, dan memiliki ketertarikan yang tinggi terhadap seksualitas.
37 Dysfunctional
Tidak memiliki pasangan menetap, memiliki jumlah pasangan seksual yang banyak, dan jumlah permasalahan seksual yang banyak.
Asexual Ketertarikan terhadap aktivitas seksual rendah pada kelompok ini, dan
cenderung untuk menutup-nutupi orientasi seksualnya.
IV. PACARAN IV.A. Pengertian Pacaran