c. Faktor-faktor Penguat reinforcing factors
Faktor-faktor  ini  meliputi  faktor  sikap  dan  perilaku  tokoh  masyarakat  toma, tokoh agama toga, sikap dan perilaku para petugas termasuk petugas kesehatan. Di
samping  itu undang-undang  juga diperlukan untuk  memperkuat perilaku  masyarakat tersebut. Seperti perilaku menawarkan kondom terhadap pelanggan, serta kemudahan
memperoleh  kondom,  juga  diperlukan  peraturan  atau  perundang-undangan  yang mengharuskan  waria  menawarkan  kondom  kepada  pelanggan,  serta  kemudahan
memperoleh  kondom,  juga  diperlukan  peraturan  atau  perundang-undangan  yang mengharuskan  Waria  menawarkan  kondom  kepada  pelanggannya  dan  tidak  boleh
melayani jika tidak mau memakai kondom. Perilaku seseorang menurut
World Health Organization
WHO 1984  adalah karena  adanya  alasan  pemikiran  dan  perasaan  dalam  bentuk  pengetahuan,  persepsi,
sikap,  kepercayaan-kepercayaan  dan  penilaian-penilaian  seseorang  terhadap  objek. Pengetahuan  dapat  membuat  keyakinan  tertentu  sehingga  seseorang  berperilaku
sesuai  dengan  keyakinan  tersebut  yaitu  dapat  diperoleh  dari  pengalaman  bemacam- macam sumber misalnya media massa, media cetak, media elektronik, buku petunjuk,
petugas kesehatan, media, poster, brosur, teman dan sebagainya.
2.3 Perilaku Seksual
Seksualitas  merupakan  suatu  yang  lebih  luas  dari  pada  hanya  sekedar  kata seks yang merupakan kegiatan hubungan fisik seksual. Kondisi seksualitas yang sehat
juga  menunjukan  gambaran  kualitas  kehidupan  manusia,  terkait  dengan  perasaan
Universitas Sumatera Utara
paling dalam, akrab dan intim yang berasal dari lubuk hati yang paling dalam, dapat berupa pengalaman, penerimaan dan ekspresi diri manusia Salbiah, 2003.
Dalam  kehidupan  bisa  terjadi  perilaku  seksual  yang  meyimpang  seperti homoseks,  sodomi,  dan  pemaksaan  seksual.  Mereka  berperilaku  seperti  itu  karena
situasi dan kondisi yang mereka rasakan sebagai akibat kerasnya hidup. Perilaku seks tersebut dipengaruhi oleh kekurangmampuan untuk mengontrol
dorongan  seksnya  sehingga  timbul  keinginan  untuk  mencoba.  Pada  masa  remaja dorongan  seksualitas  muncul  sangat  tinggi  untuk  mencoba  hubungan  seks.
Kesederhanaan  pola  pikir  seiring  dengan  rendahnya  tingkat  pendidikan  yang dimilikinya menyebabkan dia menuruti saja apa kata hatinya Dharmo, 1999.
2.4  HIVAIDS 2.4.1
Cara Penularan HIVAIDS
Pada  manusia,  virus HIV paling  banyak ditemukan pada darah, cairan  sperma dan cairan  vagina. Virus  ini  juga  bisa terdapat pada cairan tubuh  lain, seperti cairan
ASI  tetapi  jumlahnya  sangat  sedikit.  Sejumlah  75-85  penularan  terjadi  melalui hubungan  seks  5-10  diantaranya  melalui  hubungan  homoseksual,  5-19  akibat
alat  suntik  yang  tercemar    terutama  pada  pemakai  narkotika  suntik,  3-5  melalui transfuse darah  yang tercemar. Global Summary of the  AIDS  Evidemic, December
2006.
Universitas Sumatera Utara
2.4.2  Perjalanan Infeksi HIV sampai AIDS
Pada saat seseorang terkena infeksi virus AIDS  maka diperlukan waktu 5 – 10
tahun  untuk  sampai  ke  tahap  AIDS.  Setelah  virus  masuk  ke  dalam  tubuh  manusia, maka  selama  2  -  4  bulan  keberadaan  virus  tersebut  belum  bisa  terdeteksi  dengan
pemeriksaan darah meskipun virusnya sendiri sudah ada dalam tubuh manusia. Maka dalam kondisi  ini  yang bersangkutan sudah aktif  menularkan  virusnya ke orang  lain
jika dia mengadakan hubungan seks atau menjadi donor darah. Sejak masuknya virus dalam tubuh manusia maka virus ini akan menggerogoti
sel  darah  putih  dan  setelah  5 –  10  tahun  maka  kekebalan  tubuh  akan  hancur  dan
penderita  masuk  dalam  tahap  AIDS  dimana  terjadi  infeksi  seperti  misalnya  infeksi jamur,  virus-virus  lain,  kanker  dan  sebagainya.  Penderita  akan  meninggal  dalam
waktu 1 – 2 tahun kemudian karena infeksi tersebut.
2.4.3 Kelompok Masyarakat Yang Berisiko Tinggi Tertular HIV
Ada  beberapa kelompok masyarakat yang  memiliki resiko tinggi tertular dan menularkan  Virus  HIV  baik  yang  berkaitan  dengan  perilaku  maupun  pekerjaannya.
Kelompok  itu  adalah  wanita  pekerja  seks  WPS  maupun  pria  pekerja  seks  PPS serta pelanggan dan pasangan pelanggannya, waria yang bekerja sebagai pekerja seks
serta  pelanggannya  dan  pasangan  pelanggannya,  pengguna  narkotik  suntik  dan pasangannya, janin yang dilahirkan dari ibu pengidap HIV, penerima transfuse darah
dan  para  petugas  kesehatan  yang  tidak  menerapkan  perlindungan  perorangan  secara umum  Universal  Precaution=UP  dalam  melaksanakan  tugasnya.  Kelompok  resiko
tinggi  inilah  yang  menjadi  kelompok  sasaran  untuk  dideteksi  keberadaan  virus  HIV
Universitas Sumatera Utara
dalam  darahnya.  Apabila  ditemukan  virus  HIV  setelah  melalui  prosedur  konseling, diupayakan  agar  tidak  berkembang  menjadi  AIDS  dan  dihimbau  untuk  tidak
menularkan  kepada  pasangan  seksualnya.  Namun  apabila  belum  ditemukan  virus HIV, maka upaya yang dilakukan adalah pencegahan agar tidak tertular.
2.4.4  Pencegahan AIDS
Pada  prinsipnya,  pencegahan  dapat  dilakukan  dengan  cara  mencegah penularan  virus  AIDS,  karena  penularan  AIDS  terbanyak  adalah  melalui  hubungan
seksual. Penularan AIDS bisa dicegah dengan tidak berganti-ganti pasangan seksual, atau  jika  terpaksa  harus  melakukan  hubungan  seksual  dengan  orang  yang  beresiko
tinggi diharuskan memakai kondom.
Secara  ringkas,  pencegahan  dapat  dilakukan  dengan  formula  A-B-C-D-E,  A
adalah
abstinensia
,  artinya  tidak  melakukan  hubungan  seks  sebelum  menikah.  B
adalah
be  faithful
,  artinya  jika  sudah  menikah  hanya  berhubungan  seks  dengan
pasangannya  saja.  C  adalah
Condom
,  artinya  jika  memang  cara  A  dan  B  tidak  bisa
dipatuhi  maka  harus  digunakan  alat  pencegahan  dengan  menggunakan  kondom,  D
atau
no  drugs
,  artinya  tidak  menggunakan  narkoba  dan  E  untuk
educative
yang berarti selalu mensterilkan peralatan yang dipakai.
2.4.5  Upaya Penanggulangan HIVAIDS
Menurut  Sasongko  2006,  di  dalam  menyusun  kebijaksanaan  menghadapi masalah AIDS perlu dipertimbangkan beberapa hal antara lain :
- Indonesia  merupakan  Negara  terbuka  sehinnga  masuknya  AIDS  tidak  bisa
dihindarkan.
Universitas Sumatera Utara
- AIDS  telah  melanda  sebagian  besar  Negara  di  dunia  yang  menjadi  masalah
internasional -
Penanggulangan  AIDS  terpadu  yang  disebut
Global  Program  on  AIDS
GPA yang  dicanangkan  oleh  WHO  yang  dibantu  oleh  badan-badan  internasional
lainnya. -
Infeksi HIV mempunyai konsekuensi penting bagi perorangan keluarga sehingga tidak memandang tingkat sosial, ekonomi dari suku bangsa.
- Dampak yang merugikan yang disebabkan oleh infeksi HIV
- Belum ada obatvaksin yang efektif untuk melawan AIDS
- Masalah AIDS harus dilihat dalam kaitannya dengan prioritas masalah kesehatan
lainnya. Agar  penanggulangan  dan  menurunkan  tingkat  penularan  HIVAIDS,
diperlukan  upaya  perubahan  perilaku  yang  dapat  menjangkau  sebagian  besar kelompok  beresiko.  Diharapkan  agar  upaya  penanggulangan  di  masa  datang  dapat
secara  serius  didukung  oleh  semua  komponen  bangsa  agar  dampak  buruk  epidemik HIVAIDS dapat dicegah KPAN, 2002.
Berkerja  sama  dengan  berbagai  pihak,  baik  organisasi  donor,  lembaga swadaya  masyarakat,  serta  pihak-pihak  yang  peduli  dengan  masalah  epidemik
HIVAIDS.  Orang  dengan  HIVAIDS  ODHA  tidak  perlu  diperlakukan  secara diskriminatif,  mereka  masih  dapat  bekerja  secara  produktif  dan  juga  terlibat  secara
aktif dalam kegiatan penanggulangan HIVAIDS KPAN, 2002.
Universitas Sumatera Utara
Secara  umum,  sasaran  program  penanggulangan  HIVAIDS  adalah  sebagai berikut :
a. Masyarakat umum
b. Petugas kesehatan
c. Perorangan  dan Lembaga
– lembaga d.
Waria, WTS, Dan lain-lain e.
Para pengidap HIVAIDS
2.5   Waria
Sejarah  belum  pernah  mencatat  dengan  pasti  kapan  dan  dimana  kebudayaan Waria  mulai  muncul.  Mungkin  kaum  waria  belum  masuk  ke  dalam  lingkungan
peradaban  manusia  normal.  Budaya  waria  sendiri  tidak  lahir  begitu  saja  akibat modernisasi  dimana  banyak  mengakibatkan  kelainan-kelainan  seksual,  seperti
homoseks  yang  dianggap  sebagai  modernisasi  dan  sebagainya.  Al- Qur’an
menyebutkan  adanya  kaum  nabi  Luth  yang  disebut  ”Liwath”  yang    artinya ”senggama melalui dubur” Puspitosari dan Pujileksono, 2005 : 17.
Sejarah bangsa Yunani tercacat adanya kaum waria pada abad ke XVII yaitu munculnya  beberapa  waria  kelas  elite  seperti  Raja  Henry  III  dari  Prancis,  Abbe  de
Choicy  Duta  Besar  Prancis  di  Siam,  serta  Gubernur  New  York  tahun  1702,  Lord Cornbury Nadia, 2005 : 51.
Dukun  pria  di  Turco-Mongol  di  Gurun  Siberia  pada  umumnya  berpakaian perempuan.  Mereka  biasanya  memiliki  kesaktian  dan  ditakuti  orang.  Dukun-dukun
Universitas Sumatera Utara
semacam ini dapat juga dijumpai di negara Malaysia, kepulauan Sulawesi, Patagona, kepulauan  Aleut  dan  beberapa  suku  Indian  di  Amerika  Serikat.  Oman  terkenal
dengan  Xanith.    Konon,  Xanith  diperbolehkan  untuk  melindungi  kaum  perempuan dari berbagai bahaya dan pekerjaan sehari-hari. Menurut sejarah, di Oman pelacuran
perempuan  sangat  jarang  dan  seandainya  ada  harganya  sangat  mahal,  Xanith kemudian  beralih  fungsi  sebagai  pelacur  dengan  harga  yang  terjangkau  oleh  kelas
ekonomi bawah sekalipun. Busana yang dipakai Xanith mengandung dua fungsi yaitu sebagai  budaya  dan  sebagai  daya  tarik  seksual  ketika  mereka  berfungsi  sebagai
pelacur. Berbagai catatan tersebut, tidak jelas apakah mereka benar-benar kaum waria yang  fenomena  psikologisnya  sebagaimana  gejala  transsexual  atau  sekedar  gejala
transvestet. Di  Indonesia,  budaya  waria  memang  tidak  secara  khusus  seperti  di  Oman,
Turco-Mongol, atau tempat-tempat lain Nadia, 2005 : 53. Meskipun demikian, kita dapat  menemukannya,  misalnya  pada  masyarakat  Ponorogo  Jawa  Timur  yang
berkecimpung  dalam  dunia  seni  Warok.  Para  Warok  di  daerah  ini  terkenal  sangat sakti yang menjadikan mereka kebal terhadap senjata tajam. Agar dapat menjalankan
ilmunya  dengan  sempurna  maka  ada  berbagai  pengorbanan  dan  persyaratan  yang harus dijalaninya.
Setiap Warok Ponorogo dapat dipastikan memiliki  gemblakan laki-laki usia 9-17  yang  bertugas  untuk  membantu  pekerjaan  rumah  hingga  memberikan
kebutuhan seksual kepada sang Warok.  Kebutuhan seksual ini membuat para Warok selalu  memilih    gemblakan  laki-laki  muda  yang  berwajah  cantik  dan  berkulit  halus.
Universitas Sumatera Utara
Hal tersebut dilakukan karena adanya larangan untuk menggauli perempuan sebelum ilmu  yang  dipelajari  dapat  dikuasai,  dan  setelah  ilmu  mereka  mencapai  tingkat
kematangan  mereka  pun  diperbolehkan  berhubungan  seks  dengan  perempuan  yang dinikahinya.  Perlakuan  warok  terhadap  para  gemblak  inilah  yang  dapat
menjerumuskan  perilaku  seksual  remaja  tersebut  menjadi  seorang  waria  karena warok  seringkali  memperlakukan  gemblak-nya  sebagai  seorang  perempuan  baik
dalam perilaku, berpakaian dan dandanannya.
2.5.1  Jenis-Jenis Waria
Kemala  Atmojo  Nadia,  2005  :  40  menyebutkan  jenis-jenis  waria  sebagai berikut :
a. Transsexual  yang  aseksual,  yaitu  seorang  transsexual  yang  tidak  berhasrat  atau
tidak mempunyai gairah seksual yang kuat. b.
Transsexual homoseksual,
yaitu seorang
transsexual yang
memiliki kecenderungan tertarik pada jenis kelamin yang sama sebelum ia sampai ke tahap
transsexual murni. c.
Transsexual yang heteroseksual, yaitu seorang transsexual yang pernah menjalani kehidupan heteroseksual sebelumnya. Misalnya pernah menikah.
Adapun  penyebab  dari  waria  transsexual  ini  masih  menjadi  perdebatan; apakah  disebabkan  oleh  kelainan  secara  biologis  dimana  didalamnya  terdapat
kelainan  secara  hormonal dan kromosom  atau disebabkan oleh  lingkungan nurture seperti trauma  masa kecil,  atau sering diperlakukan  sebagai  seorang perempuan dan
lain sebagainya.
Universitas Sumatera Utara
Beberapa teori
tentang abnormalitas
seksual menyatakan
bahwa keabnormalan  itu timbul karena sugesti  masa kecil. Seseorang akan  mengalami atau
terjangkit  abnormalitas  seksual  karena  pengaruh  luar,  misalnya  dorongan  kelompok tempat  ia  tinggal,  pendidikan  orangtua  yang  menjurus  pada  benih-benih  timbulnya
penyimpangan  seksual,  dan  pengaruh  budaya  yang  diakibatkan  oleh  komunikasi intens dalam lingkungan abnormalitas seksual.
Di  dalam  penelitian  ini  ketiga  subyek  penelitian  termasuk  transsexual homoseksual, hal ini disebabkan karena waria transsexual sebagai subyek penelitian
memiliki  kecenderungan  tertarik  pada  jenis  kelamin  yang  sama  sebelum  mereka sampai ke tahap  transsexual murni. Pada saat usia Sekolah Dasar SD mereka mulai
tertarik  dengan  jenis  kelamin  yang  sama,  namun  mereka  belum  berani mengaktualisasikan  dirinya  sebagai  seorang  waria.  Dan  setelah  lulus  Sekolah
Menengah  Pertama  SMP  mereka  mulai  berani  berdandan,  bersosialisasi  dan mengaktualisasikan diri sebagai waria di tempat
“cebongan” tempat pelacuran tanpa sepengetahuan orangtua atau keluarga.
2.5.2.  Ciri-Ciri Waria
Menurut Maslim 2003 : 111, ciri-ciri transsexual adalah : a.
Identitas  transsexual  harus  sudah  menetap  selama  minimal  dua  tahun,  dan  harus bukan merupakan gejala dari gangguan jiwa lain seperti skizofrenia, atau berkaitan
dengan kelainan interseks, genetik atau kromosom.
Universitas Sumatera Utara
b. Adanya  hasrat  untuk  hidup  dan  diterima  sebagai  anggota  dari  kelompok  lawan
jenisnya,  biasanya  disertai  perasaan  risih  atau  tidak  serasi  dengan  anatomi seksualnya.
c. Adanya  keinginan  untuk  mendapatkan  terapi  hormonal  dan  pembedahan  untuk
membuat tubuhnya semirip mungkin dengan jenis kelamin yang diinginkan. Tanda-tanda  untuk  mengetahui  adanya  masalah  identitas  dan  peran  jenis
menurut Tjahjono 1995 : 98, yaitu : a.
Individu menampilkan identitas lawan jenisnya secara kontinyu. b.
Memiliki keinginan yang kuat berpakaian sesuai dengan lawan jenisnya. c.
Minat dan perilaku yang berlawanan dengan lawan jenisnya. d.
Penampilan fisik hampir menyerupai lawan jenis kelaminnya. e.
Perilaku  individu  yang  terganggu  peran  jenisnya  seringkali  menyebabkan  ditolak di lingkungannya.
f. Bahasa tubuh dan nada suara seperti lawan jenisnya.
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri transsexual adalah : 1 individu menampilkan identitas lawan jenisnya secara kontinyu minimal
dua  tahun,  2  memiliki  keinginan  yang  kuat  untuk  hidup  dan  diterima  sebagai anggota  dari  lawan  jenisnya,  3  mempunyai  keinginan  yang  kuat  untuk  berpakaian
dan berperilaku menyerupai lawan jenis kelaminnya.
2.5.3  Faktor Pendukung Terjadinya Waria
Puspitosari 2005 : 12 mengatakan bahwa faktor-faktor terjadinya transsexual adalah :
Universitas Sumatera Utara
a. Disebabkan  oleh  faktor  biologis  yang  dipengaruhi  oleh  hormon  seksual  dan
genetik seseorang. Hermaya Nadia, 2005 : 29 berpendapat bahwa peta kelainan seksual dari lensa  biologi dapat dibagi ke dalam dua penggolongan besar yaitu :
1 Kelainan  seksual  akibat  kromosom.  Dari  kelompok  ini,  seseorang  ada  yang
berfenotip  pria  dan  yang  berfenotip  wanita.  Dimana  pria  dapat  kelebihan kromosom X. bisa XXY,  atau XXYY. Diduga, penyebab kelainan ini karena
tidak  berpisahnya  kromosom  seks  pada  saat  meiosis  pembelahan  sel  yang pertama  dan  kedua.  Hal  ini  dikarenakan  usia  seorang  ibu  yang  berpengaruh
terhadap  proses  reproduksi.  Artinya  bahwa  semakin  tua  seorang  ibu,  maka akan  semakin  tidak  baik  proses  pembelahan  sel  tersebut  dan,  sebagai
akibatnya,  semakin  besar  kemungkinan  menimbulkan  kelainan  seks  pada anaknya.
2 Kelainan  seksual  yang  bukan  karena  kromosom.  Menurut  Moertiko  Nadia,
2005  :  31  mengatakan  bahwa  dalam  tinjauan  medis,  secara  garis  besar kelainan  perkembangan  seksual  telah  dimulai  sejak  dalam  kandungan  ibu.
Kelompok ini dibagi menjadi empat jenis : a
Pseudomale
atau disebut sebagai pria tersamar. Ia mempunyai sel wanita tetapi  secara  fisik  ia  adalah  pria.  Testisnya  mengandung  sedikit  sperma
atau  sama  sekali  mandul.  Menginjak  dewasa,  payudaranya  membesar sedangkan kumis dan jenggotnya berkurang.
b
Pseudofemale
atau  disebut  juga  sebagai  wanita  tersamar.    Tubuhnya mengandung  sel  pria.  Tetapi,  pada  pemeriksaan
gonad
alat  yang
Universitas Sumatera Utara
mengeluarkan  hormon  dalam  embrio  alat  seks  yang  dimiliki  adalah wanita. Ketika menginjak dewasa, kemaluan dan payudaranya tetap kecil
dan sering tidak bisa mengalami haid. c
Female-pseudohermaprodite,
penderita  ini  pada  dasarnya  memiliki kromosom sebagai wanita XX tetapi perkembangan fisiknya cenderung
menjadi pria. d
Male-pseudohermaprodite,
penderita  ini  pada  dasarnya  memiliki kromosom pria XY namun perkembangan fisiknya cenderung wanita.
b. Disebabkan oleh faktor psikologis, sosial budaya yang termasuk didalamnya pola
asuh  lingkungan  yang  membesarkannya.  Mempunyai  pengalaman  yang  sangat hebat  dengan  lawan  jenis  sehingga  mereka  berkhayal  dan  memuja  lawan  jenis
sebagai  idola  dan  ingin  menjadi  seperti  lawan  jenis.  Ibis  Nadia,  2005  :  27 mengatakan  bahwa  faktor-faktor  terjadinya  abnormalitas  seksual  dapat
digolongkan ke dalam dua bagian yaitu : 1
Faktor internal, abnormalitas seksual yang disebabkan oleh dorongan seksual yang  abnormal  dan  abnormalitas  seksual  yang  dilakukan  dengan  cara-cara
abnormal dalam pemuasaan dorongan seksual. 2
Faktor  eksternal  sosial,  abnormalitas  seksual  yang  disebabkan  oleh  adanya pasangan seks yang abnormal. Kartono 1989 : 263 mengatakan bahwa sebab
utama pola tingkah laku relasi seksual yang abnormal yaitu adanya rasa tidak puas dalam relasi heteroseksual.
Universitas Sumatera Utara
2.6  Kondom dan Cara Pemakaian Kondom
Ahli  anatomi  Italia  bernama  Fallopius  pada  1664  memperkenalkan pelindung  sejenis  kondom  yang  terbuat  dari  kain  linen.  Kemudian  pelindung  dari
usus binatang mulai dipopulerkan pada abad 18 dan dinamakan “kondom”. Pada saat itu  kondom  dimasyarakatkan  sebagai  alat  untuk  mencegah  penyakit  kelamin  dan
mencegah  bertambahnya  anak  haram.  Dengan  ditemukannya  karet  vulkanis  pada tahun  1844  produksi  masal  kondom  dari  latekspun  dimulai  Hatcher,  Stewart,
Trussel, et all 1990 dalam Lembar Informasi IPM 1998. Rajapitayakorn  1993  menyatakan  ada  orang  yang  merasa  bahwa  kondom
tidak  efektif,    30-60  pria  mengaku  selalu  menggunakan  kondom,  tetapi  diantara mereka  yang  menggunakan  kondom  belum  tentu  memakainya  secara  benar.
Pemakaian  kondom  yang  salah  bisa  mengakibatkan  kondom  itu  lepas  atau  robek. Begitulah  bila  kita  tidak  memakainya  secara  konsisten,  tentu  saja  kondom  itu  tidak
akan efektif. Hasil  dari  penelitian  kondom  yang  terus  menerus  oleh  LARFP  Counsil
memperkirakan  adanya  hubungan  yang  kuat  antar  lingkar  penis  dan  terlepasnya kondom, regangan kondom dan tip pemakainnya. Selanjutnya dikatakan pula ukuran
penis  yang  diukur  oleh  pasangannya  yang  menggunakan  kit  special  termasuk didalamnya  cara-cara  menggunakan  kondom,  dan  adanya  dua  garis  merah  pada
kertas,  dimana  garis  pertama  mengukur  panjang  penis  dan  garis  yang  satunya  lagi untuk lingkaran penis Setiner, M, 1998.
Universitas Sumatera Utara
Kegagalan pemakaian kondom tergantung pada karakteristik pemakai seperti sejarah  kegagalan  dalam  pemakaian  kondom  seperti  robek  atau  terlepas,  kurangnya
pengalaman  pemakaian  kondom,  usia  yang  muda,  pendidikan  yang  rendah, pendapatan yang rendah dan ukuran penis  yang besar Spruyt, Steiner, Joanis et all,
1998. Dalam  mempromosikan  kondom,  kondom  harus  tersedia  dengan  baik,  dan
untuk  meningkatkan  penggunaan
kondom
adalah  dengan  meningkatkan  kualitas kondom yang membuat hubungan menjadi lebih nikmat dan nyaman.
Selanjutnya  ditemukan  bahwa  pasangan  yang  tidak  menggunakan  kondom dalam  melakukan  hubungan  seksual  didapati  jumlah  kasus  baru  HIV  dengan
pasangan yang  menggunakan kondom. Penelitian pada 343 pasangan tetap pria yang terinfeksi  HIV,  insiden  HIV  rata-rata  7,2100  orangtahun  yang  tidak  menggunakan
kondom,  dibandingkan  dengan  yang  selalu  menggunakan  kondom  rata-rata  1,1100 orangtahun Finger, W,R. 1996
Pada  penelitian  Lubis,  dkk  1992,  pemakaian  kondom  pada  waria  selama lima  kali  hubungan  seks  yang  terakhir,  sebanyak  65,9  tidak  pernah  memakai
kondom,  memakai  sekali  7,8,  memakai  kondom  dua  kali  14,8,  memakai kondom tiga kali 1,4 dan  memakai kondom 4-5 kali  9,9. Perubahan perilaku
di kalangan waria sangat sulit karena diketahui masih rendahnya pemakaian kondom di kalangan waria 9,9.
Universitas Sumatera Utara
2.6.1.  Pencegahan HIVAIDS dengan pengunaan Kondom
.  Kegiatan  penanggulangan  HIV  adalah  mengupayakan  peningkatan penggunaan  kondom  pada  setiap  kegiatan  seks  beresiko.  Pengalaman  dibanyak
Negara  menunjukkan  dengan    semakin  tinggi  penggunaan  kondom  pada  kegiatan seks  beresiko  mampu  mencegah  penularan  HIV,  terlihat  dengan  semakin  rendah
kasus  penularan  infeksi  yang  ditularkan  secara  seksual,  termasuk  HIV.  Pengalaman Negara Muangthai dan juga  Kamboja menunjukkan bahwa keberhasilan penggunaan
kondom
100
perlu  dilakukan  dengan  dukungan  semua  pihak.  Bila  peningkatan pengunaan  kondom  tidak  dapat  dipertahan  kan  akan  terjadi  peningkatan  laju
penularan HIV.  Pengunaan kondom  ini dipengaruhi  juga terhadap tiga  faktor, yaitu kualitas,  cara  memakai  dan  melepaskanya  karena  ini  tidak  diikuti  efektevitas
perlindungan tidak terjadi. httpwww.teryata orghivreport_on_hivHIVInd.
2.7.  Faktor – Faktor yang Memengaruhi Pemakaian Kondom
Anderson  1974  menggambarkan  model  system  kesehatan  health  system model  yang  berupa  kepercayaan  kesehatan  terdapat  3  kategori  utama  dalam
pelayanan  kesehatan,  yakni  karakteristik  predisposisi,  karakteristik  pendukung  dan karakteristik kebutuhan.
1. Karakteristik Predisposisi, digolongkan dalam 3 kelompok
a Ciri-ciri demografi, seperti jenis kelamin dan umur
b Struktur sosial seperti : tingkat pendidikan, pekerjaan, kesukuan atau ras, dsb
Universitas Sumatera Utara
c Manfaat  kesehatan  seperti  keyakinan  bahwa  pelayanan  kesehatan  dapat
menolong proses kesembuhan penyakit. 2.
Karakteristik pendukung
Enabling Characteristics
Mencerminkan  bahwa  meskipun  punya  predisposisi  untuk  menggunakannya  ia tak akan bertindak menggunakannya, kecuali ia mampu menggunakannya.
3. Karakteristik Kebutuhan
need Characteristics
Kebutuhan  merupakan  dasar  dan  stimulus  langsung  untuk  menggunakan pelayanan kesehatan, bilamana predisposisi dan enabling itu ada.
2.7.1  Faktor Pemudah 2.7.1.1 Umur
Sutrisna,  B  1986  menyatakan  bahwa  umur  adalah  variable  yang  selalu diperhatikan  dalam  penyidikan-penyidikan  epidemologi.  Angka-angka  kesakitan
maupun  kematian  didalam  semua  keadaan  menunjukan  umur.  Sedangkan  beberapa penelitian mengatakan bahwa usia mempengaruhi tingkat keaktifan seksual seseorang
Patriani,  1998.  Selanjutnya  dikatakan  bahwa  usia  mempengaruhi  hubungan  seks dan umur termasuk dalam  kelompok aktif seksual dimana  frekuensinya  lebih  sering
daripada umur di atas 40 tahun. Sedangkan menurut Astawa 1985 umur merupakan salah satu variable yang penting dalam mempengaruhi aktivitas seksualnya. Semakin
bertambah  umur  seseorang  maka  akan  semakin  matang  dalam  mengambil  sikap sehingga  nantinya  dapat  mempengaruhi  seseorang  dalam  berperilaku.  Selanjutnya
sesuai  dengan  penelitian  yang  dilakukan  pada  pelaut  di  Bali  variable  umur diperkirakan  mempunyai  peranan  yang  cukup  besar  dalam  hubungannya  dengan
Universitas Sumatera Utara
tingkat  pengetahuan.  Dimana  semakin  dewasa  umur  seseorang  berarti  semakin banyak pengalaman dan semakin matang dalam menanggapi suatu masalah dalam hal
ini  kaitannya  dengan  AIDS,  dimana  pelaut  yang  rata-rata  pengetahuan  paling  tinggi adalah umur 20
– 39 tahun dan pengetahuan yang paling rendah adalah umur dibawah 20 tahun.
Umur  termasuk  variabel  yang  penting  dalam  mempelajari  dalam  masalah kesehatan karena ada kaitannya dengan kebiasaan hidup, misalnya : kebiasaan hidup
orang yang sudah dewasa dalam hal ini pola perilaku hubungan seks berbeda dengan remaja  Azwar, 1988
Ditinjau dari umur dan distribusi umur penderita AIDS di Amerika Serikat, Eropa  Dan  Afrika  jauh  berbeda,  kelompok  terbesar  umur  30
–  39  tahun,  menurun pada  kelompok  yang  lebih  besar  dan  lebih  kecil.  Ini  membuktikan  bahwa  trasmisi
utama. Dan infeksi terbesar terjadi pada kelompok seksual yang paling aktif yaitu 20 -30 tahun.
Hal  tersebut  sesuai  dengan  penelitan  yang  dilakukan  oleh  Utami,  Dwi  dan Leibo  1998  pada  gelandangan  Yogyakarta  bahwa  frekuensi  melakukan  hubungan
seksual  pada  umur  25 –  45  tahun  sebesar  76,2  dan  menurun  frekuensinya  pada
umur yang lebih besar 46 – 56 tahun sebesar 12,69 dan umur yang lebih kecil 13
– 24 tahun sebesar 11,11.
2.7.1.2 .Pendidikan
Pendidikan  merupakan  kebutuhan  dasar  manusia  yang  sangat  diperlukan untuk  mengembangkan  diri.  Semakin  tinggi  pendidikan  semakin  mudah  menerima
Universitas Sumatera Utara
serta  mengembangkan  pengetahuan  dan  teknologi,  sedangkan  semakin  meningkat produktivitas,  semakin  meningkat  kesejahteraan  keluarga.  Selanjutnya  dikatakan
bahwa  tingkat  pendidikan  merupakan  salah  satu  factor  yang  dapat  mempengaruhi derajat  kesehatan  masyarakat.  Semakin  tinggi  pendidikan  seseorang  secara  teoritis
semakin positif dalam perilaku kesehatan  mereka,  termasuk  juga dalam  hal perilaku seksualnya dalam hubungannya dalam penularan AIDS Astawa, 1995.
Penelitian  yang  dilakukan  oleh  Olenik  1998  yang  melakukan  penelitian pada  pria  di  Mexico,  Philipina  dan  Republik  Dominica  menganalisa  bahwa
karakteristik  peserta  ditemukan  bahwa  tingkat  pendidikan  pria  berhubungan  dengan kegagalan kondom. Dari penelitan-penelitian diketahui bahwa tingkat pendidikan pria
berhubungan dengan kegagalan kondom. Dari penelitian
– penelitian diketahui bahwa tingkat pendidikan formal para PSK pada umumnya rendah 40 tidak lulus SD bahkan 13nya tergolong buta huruf,
yang merupakan kendala apabila hendak melakukan penyuluhan pada PSK.
2.7.1.3 Pendapatan dan Pekerjaan
Sutrisna 1986, yang sering dilakukan ialah melihat hubungan antara tingkat penghasilan  dengan  tingkat  pemanfaatan  pelayanan  kesehatan  maupun  pencegahan
secara  popular  keadaan  keluarga  baik  perorangan  maupun  keluarga  lebih  dikenal dengan  sebutan  status  ekonomi  keluarga  yang  berperan  di  dalam  pengambilan
keputusan  bertindak  utama  terhadap  tindakan  yang  berkaitan  dengan  keuangan keluarga.  Karena  status ekonomi  yang rendah di  desa kebanyakan penduduk pindah
kekota  untuk  mencari  nafkah.  Para  pendatang  ini  seringkali  menetap  di  daerah
Universitas Sumatera Utara
perkotaan untuk jangka waktu yang lama dan secara pelan-pelan manjadi bagian dari penghuni lingkungan kumuh perkotaan.
Status  pekerjaan  sebagian  penduduk  perkotaan  dapat  dikategorikan  sebagai “sector formal:”, seperti : pegawai kantoran, pegawai negeri, dsb. Dan sebagian lagi
yang  lebih  besar  bekerja  disektor  informal  pedagang  asongan,  pencari  kerja, gelandangan,  petani,  nelayan,  pengrajin,  pelacur  dsb  yang  sifatnya  tidak  tetap  dan
berpindah-pindah dari satu lokasi ke lokasi lainnya. Iskandar, M, dkk, 1996 Tingginya  angka  Pelacuran  di  Indramayu,  menemukan  bahwa  factor
kemiskinan  merupakan penyebab utama 46, kemudian tingkat pendidikan 28 Wibowo,  dkk,  1989  dalam  Hull,  T,  dkk,  1997,  pelacur  adalah  sekelompok
perempuan yang melakukan aktivitas hubungan seksual secara berulang-ulang diluar perkawinan  yang  sah  untuk  mendapatkan  uang,  materi  atau  jasa  bagi  kalangsungan
hidup.  Kebanyakan  mereka  menawarkan  pelayanan  seksual  kepada  laki-laki,  hanya sedikit yang melakukannya kepada perempuan.
Selanjutnya  Emma  Goldman,  dalam  Husein  1997  bahwa  seorang  aktivis abad 19 yang mengatakan mengapa anda buang-buang waktu untuk beberapa shilling
dengan  menjadi  tukang  cuci  piring,  bekerja  seminggu,  delapan  belas  jam  sehari, sementara  wanita  bisa  mendapat  bayaran  yang  lebih  tinggi  dengan  menjual  tubuh
mereka.  Jika  dilihat  dari  definisinya  maka  Pekerja  Seks  komersial  adalah  seorang yang  bekerja  menjaul  jasa  melayani  nafsu  seksual  dari  pasangannnya  pelanggan
dengan imbalan bayaran Roberts,N, 1992
dalam
Husein, A, 1997.
Universitas Sumatera Utara
Menurut  Browfield,  1992
dalam
Iskandar,  M,  1996  menyatakan  bahwa setiap  laki-laki  di  Surabaya  yang  seksual  aktif  bisa  dicurigai  menjadi  klien  industry
seks  sebagian  besar  klien  adalah  orang  Indonesia,  baik  yang  datang  maupun  yang menetap di Surabaya, walaupun sejumlah pendatang asing turut ambil  bagian dalam
pelayanan industri seks ini. Sedangkan  klien  waria  bisa  dijumpai  di  berbagai  sosio  ekonomi,  tetapi
mempunyai cirri-ciri yang berbeda. Banyak remaja pria memakai pekerja seks waria dikarenakan :
a. Karena  larangan  agama  untuk  melakukan  hubungan  seksual  di  luar  pernikahan
membuat waria menarik bagi mereka yang tidak mau menggunakan industri seks. b.
Karena  klien  pendapatan  yang  rendah  hanya  berminat  pada  harga  yang  murah, dan waria sering memberikan pelayanan secara Cuma-Cuma terhadap klien yang
dianggap menarik. c.
Untuk  klien  yang  heteroseksual,  waria  menyediakan  pelayanan  seks  oralanal sambil
berperilaku seperti
wanita kepad
pasangannya. Serta
untuk mendapatkannya  murah  karena  tidak  perlu  mengeluarkan  uang  ekstra  untuk
menyewa penginapan. Sanjay  1996    Elifsa  1994
dalam
Cathy    Emilia  1997  menyatakan bahwa  adanya  hubungan  diskriminasi  jender,  akses  legal  dan  social,  diskrominasi
pekerjaan  dengan  menjadi  pekerja  seks,  sebanyak  37  dari  sempel  melaporkan beberapa  diskriminasi  pekerjaan  seperti  tidak  diterima  pekerjaan  atau  kehilangan
Universitas Sumatera Utara
pekerjaan  karena  jender  yang  dimilikinya  sekarang.  Karena  hal  tersebut  sehingga memaksa untuk tidak mempunyai pilihan dan akhirnya menjadi pekerja seks
2.7.1.4 Tingkat Pengetahuan
Sumantri  1984  menyatakan  bahwa  pengetahuan  adalah  segenap  apa  ayng diketahui manusia tentang objek tertentu. Termasuk ilmu pengetahuan yang ada pada
manusia,  bertujuan  menjawab  permasalahan  yang  dihadapi  sehari-hari  untuk mempermudah  manusia  itu  sendiri.  Pengetahuan  diibaratkan  merupakan  suatu  alat
yang  dapat  digunakan  untuk  memecahkan  masalah  yang  dihadapi,  tatapi penggunaannya tergantung manusia itu sendiri.
Dalam  kaitannya  dengan  berbagai  penelitian  kesehatan  Reproduksi, khususnya  tentang  PMS,  HIVAIDS  maka  studi  Lubis  19911992  menyatakan
bahwa  pada  waria  di  Jakarta  adanya  kecendrungan  yang  cukup  membaik  dalam persepsi  bahwa  AIDS  merupakan  penyakit  yang  mematikan  yaitu  pada  tahun  1991
64,5 waria menyatakan tidak tahu ada resiko tertular pada dirinya, sedangkan pada tahun  1992  telah  menurunkan  banyak  menjadi  18,0  dan  resiko  pada  temennya
menurun 70,4 menjadi 20,1. Sehingga sebaliknya persepsi akan adanya tertular AIDS menjadi meningkat
dari  hanya  29,1  menjadi  49,3  pada  dirinya  dan  23,8  menjadi  36,6  pada temennya. Yang masih mengganggap tidak ada resiko tertular AIDS ternyata menjadi
naik  menjadi 6,4  menjadi 32,5  menjadi 43,7 untuk temannya. Hal terakhir  ini mungkin  dijawab  oleh  waria  berusia  atau  waria  yang  mempunyai  partner  seks  satu
orang.
Universitas Sumatera Utara
2.7.1.5 Sikap
Menurut  Suyatinah  2000  yang  mengutip  pendapat  Soemadi  Suryobroto bahwa  perilaku  dipengaruhi  oleh  lingkungan,
elementaristik,
peranan  reaksi, mekanisme  terbentuknya  hasil  belajar,  sehingga  sikap  seseorang  tergantung  pada
lingkungan dan hasil belajar orang tersebut. Makin banyak seseorang belajar tentang kondom maka makin banyak pengetahuan tentang kondom dan hal ini membuat sikap
positif tentang menawarkan kondom akan terbentuk.
2.7.2 Faktor Penguat 2.7.2.1 Petugas Kesehatan
Hasil  penelitian  yang dilakukan oleh  Kenderwis 2008  menunjukkan  bahwa andil petugas kesehatan tidak  memberikan kontribusi dalam peningkatan  nilai tawar
kondom  oleh  PSK.  Hal  ini  bertentangan  dengan  pendapat  Green  2004,  bahwa perilaku dipengaruhi oleh factor yang berasal dari kelompok atau individu yang dekat
dengan seseorang termasuk petugas kesehatan.
2.7.2.2 LSM
Lembaga Swadaya Masyarakat LSM dapat  memberikan pengaruh terhadap kemampuan  tawar  PSK  dalam  penggunaan  kondom  kepada  pelanggannya.  Hal  ini
sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Djauzi 2006 yang menyatakan bahwa LSM sangat besar perannya dalam penanggulangan HIVAIDS di Indonesia terutama
dalam  memberikan  penyuluhan  kepada  PSK  dan  pelanggannya  agar  mau menggunakan kondom setiap melakukan transaksi seksual.
Universitas Sumatera Utara
2.7.2.3
Stakeholder
Notoatmodjo 2003 mengatakan bahwa untuk berperilaku sehat, masyarakat kadang-kadang  bukan  hanya  perlu  pengetahuan  dan  sikap  positif  dan  dikungan
fasilitas  saja.  Melainkan  diperlukan  perilaku  acuan  dari  para  tokoh  masyarakat  dan tokoh agama.
2.8  Komunikasi
Manusia  adalah  makhluk  sosial  yang  hidup  dan  menjalankan  seluruh kehidupannya  sebagai  individu  dalam  kelompok    sosial,  komunitas,  organisasi,
maupun masyarakat.
Dalam kehidupan
sehari-hari, setiap
manusia berinteraksi,membangun  relasi  dan  transaksi  social  dengan  orang  lain.  Oleh  karena
itu  manusia  tak  dapat  menghindari  komunikasi  antar  personal,  komunikasi  dalam kelompok, komunikasi dalam organisasi dan public, dan komunikasi massa.
Menurut Hybel  dan Weafer II  dalam Liliweri 2007 komunikasi merupakan setiap  proses  pertukaran  informasi,  gagasan  dan  perasaan  .  Proses  ini  meliputi
informasi  yang  disampaikan  baik  secara  lisan    maupun  tertulis  dengan  kata-kata verbal, atau yang disampaikan dengan bahasa tubuh, gaya maupun penampilan diri,
mengunakan alat bantu disekeling kita sehingga sebuah pesan menjadi lebih kaya. Secara fungsinya komunikasi mempunyai lima kategori yakni:
1. Sumber  atau  pengirim  menyebarluaskan  informasi  agar  dapat  diketahui
penerima. 2.
Sumber menyebarluaskan  informasi dalam rangka mendidik penerima.
Universitas Sumatera Utara
3. Sumber memberikan intruksi agar dilaksanakan penerima.
4. Sumber  mempengaruhi  konsumen  dengan  informasi  yang  persuasive  untuk
mengubah persepsi, sikap dan perilaku penerima. 5.
Sumber  menyebarluaskan  informasi  untuk  menghibur  sambil  mempengarui penerima .
Dalam  buku  Silent  Messages  1971,  Aibert  Mehrabian  mengemukakan bahwa  manusia  berkomunikasi  secara  verbal  dan  non  verbal.  Bila  kita
membandingkan   prosentase pengunaan pesan, maka total  7,
verbal feeling
+ 38,
vocal  feeling
+  55,
facial  feeling
.  Ini  berarti  bahwa  93  dari  prilaku  komunikasi kita, dalam hal ini pengalihan pesan, mrnggunakan pesan symbol non verbal, sisanya
7 mengunakan pesan verbal. Komunikasi  verbal  merupakan  pengertian  pesan-pesan  verbal  atau  pesan
berupa kata-kata yang diucapkan
vocal
, ditulis
visual
. Konsep komunikasi verbal ini  tidak  bisa  dilepaskan  dari  ilmu  bahasa  atau  linguistic.  Dalam  praktiknya,  cara
manusia berkomunikasi melalui bahasa yang secara formal dilakukan melalui bahasa lisan dan tulisan.
Morris  1977  dalam  Liiweri  2004  membagi  pesan  non  verbal  sebagai berikut:
1. Kinesik  adalah  pesan  non  verbal  yang  implementasikan  dalam  bentuk  bahasa
isyarat tubuh atau anggota tubuh. Untuk itu ada beberapa isyarat tubuh lainnya : a.
Gestures merupakan bahasa isyarat yyang ditampilkan oleh gerakan tubuh misalkan, V artinya dia berhasil dan jempol kebawah artinya gagal
Universitas Sumatera Utara
b. Experesi  Wajah   merupakan pernyataan atau suatu makna  misalkan, suatu
senyuman  bisa berarti senang bisa juga sinis. c.
Bersalaman merupakan sesuatu yasng lazim dilakukan ketika kita bertemu seseorang.
d. Kontak  mata  merupakan  symbol  non  verbal  yang  penting  karena  akan
dapat memancarkan  kita senang maupun tidak. 2.
Proksemik  yaitu bahasa nonverbal yang ditunjuk  oleh ruang dan jarak  antara individu dengan orang  lain waktu ber komunikasi  atau antara individu dengan
objek. 3.
Haptik  disebut  juga
zero  proxemics,
artinya  tidak  ada  jarak  lagi  diantara  dua orang waktu komunikasi . Atas dasar itu maka ada ahli komunikasi non verbal
yang  mengatakan  haptik  itu  sama  dengan  menepuk-nepuk,meraba-raba, memegang, mengelus dan mencubit.
4. Paralinguistik  meliputi  setiap  penggunaan  suara  sehingga  dia  bermanfaat  jika
kita hendak menginterpretasi symbol herbal. 5.
Arifak dalam komunikasi  non  verbal dengan pelbagai  benda  material disekitar kita.
6. Logo dan warna, kreasi perancang untuk  menciptakan  logo dalam penyuluhan
merupakan karya komunikasi  bisnis,namun  model kerja  ini  dapat ditiru dalam komunikasi  kesehatan.  Biasanya  logo  dirancang  untuk  dijadikan  symbol  dari
suatu  organisasi.  Bentuk  logo  biasanya  berukuran  kecil  dan  berwarna  warni.
Universitas Sumatera Utara
Warna berkaitan dengan budaya
audiens
. Oleh karena itu pemilihan warna yang salah dapat mempengaruhi penerimaan pesan yang salah oleh audiens.
7. Tampilan  fisik  tubuh,  acapkali  anda  mempunyai  kesan  tertentu  terhadap
penampilan  fisik  tubuh  lawan  bicara  anda.kita  sering  menilai  seseorang  mulai dari warna kulitnya,tipe tubuhnya kurus,gendut dll. Tipe tubuh itu merupakan
cap atau warna yang kita berikan kepada orang itu.
2.9  Landasan Teori