Penetapan Kadar Vitamin C dari Jus Buah Apel (Malus domestica Borkh.) yang Berwarna Merah dan Hijau secara Titrasi dengan 2,6-Diklorofenol Indofenol pada Beberapa Interval Waktu

(1)

PENETAPAN KADAR VITAMIN C DARI JUS BUAH APEL

(Malus domestica Borkh.) YANG BERWARNA MERAH DAN

HIJAU SECARA TITRASI DENGAN 2,6-DIKLOROFENOL

INDOFENOL PADA BEBERAPA INTERVAL WAKTU

SKRIPSI

OLEH:

NOVARIA SARI DEWI P

NIM 111501063

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

PENETAPAN KADAR VITAMIN C DARI JUS BUAH APEL

(Malus domestica Borkh.) YANG BERWARNA MERAH DAN

HIJAU SECARA TITRASI DENGAN 2,6-DIKLOROFENOL

INDOFENOL PADA BEBERAPA INTERVAL WAKTU

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH:

NOVARIA SARI DEWI P

NIM 111501063

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

PENGESAHAN SKRIPSI

PENETAPAN KADAR VITAMIN C DARI JUS BUAH APEL

(Malus domestica Borkh.) YANG BERWARNA MERAH DAN

HIJAU SECARA TITRASI DENGAN 2,6-DIKLOROFENOL

INDOFENOL PADA BEBERAPA INTERVAL WAKTU

OLEH:

NOVARIA SARI DEWI P NIM 111501063

Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Pada Tanggal: 28 Juli 2015

Disetujui Oleh:

Pembimbing I, Panitia Penguji,

Dra. Siti Nurbaya, M.Si., Apt. Dr. Masfria, M.S., Apt.

NIP 195008261974122001 NIP 195707231986012001

Pembimbing II, Dra. Siti Nurbaya, M.Si., Apt.

NIP 195008261974122001

Dra. Tuty Roida Pardede, M.Si., Apt. Dra. Sudarmi, M.Si., Apt.

NIP 195401101980032001 NIP 195409101983032001

Drs. Maralaut Batubara, M.Phill., Apt. NIP 105101311976031003

Medan, Agustus 2015 Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara Wakil Dekan I,

Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si., Apt. NIP 195807101986012001


(4)

KATA PENGANTAR

Salam kasih dan damai sejahtera,

Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan kasih, rahmat, dan anugerahNya, sehingga bersamaNya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini.

Skripsi ini disusun untuk melengkapi salah satu syarat mencapai gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, dengan judul

“Penetapan Kadar Vitamin C dari Jus Buah Apel (Malus domestica Borkh.) yang Berwarna Merah dan Hijau secara Titrasi dengan 2,6-Diklorofenol Indofenol pada Beberapa Interval Waktu”.

Pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan dan Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si., Apt., selaku Wakil Dekan I Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara beserta seluruh staf pengajar dan staf administrasi Fakultas Farmasi yang telah mendidik penulis selama masa perkuliahan dan membantu kemudahan administrasi hingga selesai. Ibu Dra. Siti Nurbaya, M.Si., Apt., selaku Pembimbing I dan Ibu Dra. Tuty Roida Pardede, M.Si., Apt., selaku Pembimbing II, yang telah membimbing dan memberi petunjuk serta saran-saran selama penelitian hingga selesainya skripsi ini. Ibu Dr. Masfria, M.S., Apt., Ibu Dra. Sudarmi, M.Si., Apt., dan Bapak Drs. Maralaut, M.Phill., Apt., selaku tim Penguji yang telah memberikan petunjuk serta saran-saran dalam menyempurnakan skripsi ini. Ibu Dra. Erly Sitompul, M.Si., Apt., selaku penasihat akademik yang telah memberikan bimbingan kepada


(5)

selaku Kepala Laboratorium Kimia Organik, dan Bapak Drs. Nahitma Ginting, M.Si., Apt., selaku Kepala Laboratorium Sintesa Obat yang telah membimbing penulis, khususnya selama menjadi asisten di kedua Laboratorium tersebut.

Penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Alm. Ayahanda B. Panjaitan dan Ibunda G. Saragih, S.Pd yang telah memberikan kasih sayang, perhatian, dan semangat yang tak terhingga kepada penulis, Adik-adik ku terkasih Bella, Jonni, dan Raja, serta seluruh keluarga yang selalu mendoakan dan memberikan semangat, sahabat-sahabat ku Vanny, Merna dan Asrika, rekan asisten laboratorium Sandhy, Lisah, Daud dan seluruh teman-teman Farmasi, terima kasih untuk perhatian, semangat, doa, dan kebersamaannya selama ini, serta seluruh pihak yang telah ikut membantu penulis namun tidak tercantum namanya, yang telah memberikan cinta dan kasih sayang yang tidak ternilai dengan apapun, doa yang tulus serta pengorbanan baik materi maupun non-materi.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu dengan segala kerendahan hati, penulis menerima kritik dan saran demi kesempurnaan skripsi ini. Akhirnya, penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberi manfaat bagi kita semua.

Medan, Juli 2015 Penulis,


(6)

PENETAPAN KADAR VITAMIN C DARI JUS BUAH APEL

(Malus domestica Borkh.) YANG BERWARNA MERAH DAN

HIJAU SECARA TITRASI DENGAN 2,6-DIKLOROFENOL

INDOFENOL PADA BEBERAPA INTERVAL WAKTU

ABSTRAK

Buah apel (Malus domestica Borkh.) merupakan salah satu buah yang sangat populer dan banyak dikonsumsi oleh masyarakat dalam bentuk minuman dengan cara diblender atau dibuat jus. Disamping warnanya yang menarik, buah apel bermanfaat untuk kesehatan karena memiliki kadar zat gizi yang tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kadar vitamin C yang terkandung dalam jus buah apel merah dan hijau dan penurunan kadar vitamin C dalam jus apel merah dan jus apel hijau pada beberapa interval waktu yaitu 0 hingga 5 jam.

Sampel buah apel merah dan hijau yang digunakan, diperoleh dari Supermarket buah Palangkaraya. Penetapan kadar vitamin C yang terdapat dalam jus buah apel merah dan hijau dilakukan dengan metode volumetri dengan 2,6-diklorofenol indofenol, metode ini merupakan cara yang paling banyak digunakan untuk menentukan kadar vitamin C dalam bahan pangan karena larutan 2,6 -diklorofenol indofenol selektif terhadap vitamin C.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar vitamin C pada jus buah apel merah pada titik waktu 0 hingga 5 jam adalah 12,76 mg/100 g menjadi 1,35 mg/100 g. Sedangkan kadar vitamin C pada jus buah apel hijau pada titik waktu 0 hingga 5 jam adalah 16,49 mg/100 g menjadi 2,97 mg/100 g.

Hasil uji statistik SPSS (statistical package for the social science) menunjukkan adanya perbedaan kadar vitamin C pada jus buah apel merah dan hijau. Diperoleh perbedaan yang signifikan rata-rata penurunan kadar vitamin C dari jus buah apel dan hijau pada titik waktu 0 hingga 5 jam. Pada uji validasi metode diperoleh persen recovery pada jus buah apel merah sebesar 98,36% dengan simpangan baku relatif sebesar 0,80%, sedangkan persen recovery pada jus buah apel hijau sebesar 97,35% dengan simpangan baku relatif sebesar 0,01%.


(7)

DETERMINATION OF VITAMIN C FROM JUICE OF RED

AND GREEN APPLE (Malus domestica Borkh.) BY

VOLUMETRIC METHOD USING 2,6-DICLOROPHENOL

INDOPHENOL ON SEVERAL TIME INTERVALS

ABSTRACT

Apple (Malus domestica Borkh.) is one of the most popular fruit and most consumed by the society for drinking by blended or juiced. Beside of its interesting colour, apple also has good function for health because it contents high levels of nutrition. This research was intended to find out about the content of vitamin C in red and green apple juice and to find out about the decreasing of vitamin C level in red and green apple juice on several time intervals, which is 0 to 5 hours.

Red and greed apple samples were used, obtained from Palagkaraya Fruit Supermarket, Medan. The vitamin C content determination in juice of red and green apple (Malus domestica Borkh.) was done with volumetri method with 2,6-dichlorophenol indophenols. This method is the most used method in determining vitamin C content in food because the 2,6-dichlorophenol indophenols solution is selective to vitamin C.

The result of the research shows that the vitamin C content in red apple juice on 0 to 5 hours are 12.76 mg/100 g to 1.35 mg/100 g. Whereas the vitamin C content in green apple juice on 0 to 5 hours are 16.49 mg/100 g to 2.97 mg/100 g.

The results of statistical tests SPSS (statistical package for the social sciences) shows the differences in the levels of vitamin C in red and green apple juice. It is obtained the significant difference on average decreasing the levels of vitamin C in red and green apple juice on 0 to 5 hours. In the validation test method, the percent recovery of red apple juice was obtained 98.36% and relative standard deviation of 0.80%, whereas the percent recovery of green apple juice was obtained 97.35% and relative standard deviation of 0.01%.

Keywords: The Determination of Vitamin C, Apple, 2,6-diclorophenol indophenol


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

PENGESAHAN SKRIPSI ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Hipotesis ... 3

1.4 Tujuan Penelitian ... 3

1.5 Manfaat Penelitian ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1 Apel ... 4

2.2 Ekologi dan Syarat Tumbuh Apel ... 5

2.3 Vitamin ... 7

2.3.1 Vitamin C ... 8


(9)

2.5 Analisis Kembali Kadar Vitamin C yang Ditambahkan pada

Sampel (Analisis Recovery) ... 16

2.6 Analisis Data Secara Statistik ... 17

2.6.1 Penolakan Hasil Pengamatan (Rejection of Measure ment) ... 17

2.6.2 Uji Ketelitian (Presisi) Metode Analisis ... 17

2.6.3 Pengujian Beda Nilai Rata-rata ... 18

BAB III METODE PENELITIAN ... 19

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 19

3.2 Alat dan Bahan ... 19

3.2.1 Alat-alat ... 19

3.2.2 Bahan-bahan ... 19

3.3 Pengambilan Sampel ... 20

3.4 Prosedur Penelitian ... 20

3.4.1 Pembuatan Pereaksi ... 20

3.4.1.1 Larutan 2,6-diklorofenol indofenol 0,025% b/v 20

3.4.1.2 Larutan asam metafostfat 3% b/v ... 20

3.4.1.3 Larutan NaHCO3 0,084% b/v ... 20

3.4.2 Perhitungan Kesetaraan Larutan Pentiter 2,6-Dikloro fenol Indofenol ... 21

3.4.3 Penyiapan Larutan Sampel ... 21

3.4.4 Penetapan Kadar Vitamin C dari Larutan Sampel ... 22

3.4.5 Validasi ... 23

3.4.5.1 Uji Perolehan Kembali (Recovery) ... 23

3.4.5.2 Uji Ketelitian (Presisi) Metode Analisis ... 24


(10)

3.4.6.1 Penolakan Hasil Pengamatan ... 24

3.4.6.2 Pengujian Beda Nilai Rata-rata ... 26

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 27

4.1 Hasil Identifikasi Tumbuhan ... 27

4.2 Hasil Penetapan Kadar Vitamin C dari Jus Buah Apel Merah dan Jus Buah Apel Hijau pada Beberapa Interval Waktu ... 27

4.3 Profil Penurunan Kadar Vitamin C pada Jus Buah Apel yang Berwarna Merah dan Hijau pada Berberapa Interval Waktu (0 hingga 5 jam) ... 30

4.4 Hasil Uji Statistik ... 33

4.5 Hasil Uji Perolehan Kembali (Recovery) ... 35

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 36

5.1 Kesimpulan ... 36

5.2 Saran ... 36

DAFTAR PUSTAKA ... 38


(11)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

4.1 Hasil penetapan kadar vitamin C dari jus buah apel merah dan jus buah apel hijau pada interval waktu 0 hingga 5 jam ... 28 4.2 Hasil uji F kadar vitamin C jus buah apel (Malus domestica

(Borkh.) yang berwarna merah dan hijau ... 29 4.3 Hasil uji analisis Duncan terhadap kadar vitamin C dari jus buah

apel merah dan jus buah apel hijau pada interval waktu 0 hingga 5 jam ... 33

4.4 Hasil uji perolehan kembali (recovery) vitamin C dari jus buah

apel merah ... 34 4.5 Hasil uji perolehan kembali (recovery) vitamin C dari jus buah


(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Rumus bangun vitamin C ... 9 2.2 Reaksi perubahan vitamin C ... 10 2.3 Reaksi antara vitamin C dan iodin ... 14 2.4 Reaksi antara asam askorbat dengan 2,6-diklorofenol indofenol 15 4.1 Profil penurunan kadar vitamin C dari jus buah apel merah dan

jus buah apel hijau pada interval waktu 0 hingga 5 jam ... 30 4.2 Grafik regresi penurunan kadar vitamin C pada jus apel merah . 31 4.3 Grafik regresi penurunan kadar vitamin C pada jus apel merah . 31


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Sertifikat identifikasi tumbuhan ... 41 2. Sertifikat baku pembanding ... 42 3. Gambar buah apel merah dan apel hijau (Malus domestica

Borkh.) ... 43 4. Gambar jus buah apel merah dan jus buah apel hijau ... 44 5. Bagan alir penetapan kadar dari jus buah apel merah ... 45

6. Bagan alir penetapan kadar dari jus buah apel hijau ... 46 7. Data perhitungan kesetaraan larutan 2,6- diklorofenol indo

fenol ... 47

8. Perhitungan kadar vitamin C dari jus buah apel merah ... 48 9. Data hasil penetapan kadar vitamin C dari jus buah apel merah 51 10. Perhitungan statistik kadar vitamin C dari jus buah apel merah 53 11. Contoh perhitungan analisis perolehan kembali (recovery)

vitamin C dari jus buah apel merah (Malus domestica Borkh.) 61 12. Data hasil analisis perolehan kembali (recovery) vitamin C dari

jus buah apel merah (Malus domestica Borkh.) ... 63 13. Perhitungan kadar vitamin C dari jus buah apel hijau ... 65

14. Data hasil penetapan kadar vitamin C dari jus buah apel hijau 66 15. Perhitungan statistik kadar vitamin C dari jus buah apel hijau . 68 16. Contoh perhitungan analisis perolehan kembali (recovery)

vitamin C dari jus buah apel hijau ... 76

17. Data hasil analisis perolehan kembali (recovery) vitamin C dari

jus buah apel merah (Malus domestica Borkh.)... 78 18. Tabel distribusi t ... 80


(14)

(15)

PENETAPAN KADAR VITAMIN C DARI JUS BUAH APEL

(Malus domestica Borkh.) YANG BERWARNA MERAH DAN

HIJAU SECARA TITRASI DENGAN 2,6-DIKLOROFENOL

INDOFENOL PADA BEBERAPA INTERVAL WAKTU

ABSTRAK

Buah apel (Malus domestica Borkh.) merupakan salah satu buah yang sangat populer dan banyak dikonsumsi oleh masyarakat dalam bentuk minuman dengan cara diblender atau dibuat jus. Disamping warnanya yang menarik, buah apel bermanfaat untuk kesehatan karena memiliki kadar zat gizi yang tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kadar vitamin C yang terkandung dalam jus buah apel merah dan hijau dan penurunan kadar vitamin C dalam jus apel merah dan jus apel hijau pada beberapa interval waktu yaitu 0 hingga 5 jam.

Sampel buah apel merah dan hijau yang digunakan, diperoleh dari Supermarket buah Palangkaraya. Penetapan kadar vitamin C yang terdapat dalam jus buah apel merah dan hijau dilakukan dengan metode volumetri dengan 2,6-diklorofenol indofenol, metode ini merupakan cara yang paling banyak digunakan untuk menentukan kadar vitamin C dalam bahan pangan karena larutan 2,6 -diklorofenol indofenol selektif terhadap vitamin C.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar vitamin C pada jus buah apel merah pada titik waktu 0 hingga 5 jam adalah 12,76 mg/100 g menjadi 1,35 mg/100 g. Sedangkan kadar vitamin C pada jus buah apel hijau pada titik waktu 0 hingga 5 jam adalah 16,49 mg/100 g menjadi 2,97 mg/100 g.

Hasil uji statistik SPSS (statistical package for the social science) menunjukkan adanya perbedaan kadar vitamin C pada jus buah apel merah dan hijau. Diperoleh perbedaan yang signifikan rata-rata penurunan kadar vitamin C dari jus buah apel dan hijau pada titik waktu 0 hingga 5 jam. Pada uji validasi metode diperoleh persen recovery pada jus buah apel merah sebesar 98,36% dengan simpangan baku relatif sebesar 0,80%, sedangkan persen recovery pada jus buah apel hijau sebesar 97,35% dengan simpangan baku relatif sebesar 0,01%.


(16)

DETERMINATION OF VITAMIN C FROM JUICE OF RED

AND GREEN APPLE (Malus domestica Borkh.) BY

VOLUMETRIC METHOD USING 2,6-DICLOROPHENOL

INDOPHENOL ON SEVERAL TIME INTERVALS

ABSTRACT

Apple (Malus domestica Borkh.) is one of the most popular fruit and most consumed by the society for drinking by blended or juiced. Beside of its interesting colour, apple also has good function for health because it contents high levels of nutrition. This research was intended to find out about the content of vitamin C in red and green apple juice and to find out about the decreasing of vitamin C level in red and green apple juice on several time intervals, which is 0 to 5 hours.

Red and greed apple samples were used, obtained from Palagkaraya Fruit Supermarket, Medan. The vitamin C content determination in juice of red and green apple (Malus domestica Borkh.) was done with volumetri method with 2,6-dichlorophenol indophenols. This method is the most used method in determining vitamin C content in food because the 2,6-dichlorophenol indophenols solution is selective to vitamin C.

The result of the research shows that the vitamin C content in red apple juice on 0 to 5 hours are 12.76 mg/100 g to 1.35 mg/100 g. Whereas the vitamin C content in green apple juice on 0 to 5 hours are 16.49 mg/100 g to 2.97 mg/100 g.

The results of statistical tests SPSS (statistical package for the social sciences) shows the differences in the levels of vitamin C in red and green apple juice. It is obtained the significant difference on average decreasing the levels of vitamin C in red and green apple juice on 0 to 5 hours. In the validation test method, the percent recovery of red apple juice was obtained 98.36% and relative standard deviation of 0.80%, whereas the percent recovery of green apple juice was obtained 97.35% and relative standard deviation of 0.01%.

Keywords: The Determination of Vitamin C, Apple, 2,6-diclorophenol indophenol


(17)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Buah apel (Malus domestica Borkh.) merupakan salah satu buah yang sangat populer dan banyak dikonsumsi oleh masyarakat dalam bentuk minuman dengan cara diblender dan dibuat jus. Secara umum telah diketahui bahwa buah apel bermanfaat untuk kesehatan karena memiliki kadar zat gizi yang tinggi (Untung, 1996).

Berbagai jenis warna buah apel yang beredar di pasaran kota Medan antara lain warna merah tua, merah jambu, dan hijau. Buah apel yang berwarna merah memiliki rasa manis, sedangkan buah apel yang berwarna hijau memiliki rasa yang lebih asam.

Kandungan gizi yang terdapat dalam 100 gram buah apel adalah hidrat arang 14,9 gram, lemak 0,4 gram, protein 0,3 gram, kalsium 6 mg, fosfor 10 mg, besi 0,3 mg, vitamin A 90 SI, vitamin B1 0,04 mg, vitamin C 5 mg dan kandungan airnya 84% (Arisandi dan Andriani, 2008).

Vitamin C bersifat mereduksi dan mudah terurai. Vitamin C mudah teroksidasi menjadi asam dehidroaskorbat sehingga kadar vitamin C menjadi berkurang (Andarwulan dan Koswara, 1992).

Masyarakat umumnya gemar meminum jus buah apel dan jus buah apel banyak dijual dalam bentuk siap saji, sehingga masyarakat meminum jus buah apel tersebut selang beberapa waktu setelah jus tersebut diproses. Selama selang


(18)

waktu tersebut, ada kemungkinan vitamin C yang terkandung dalam jus apel mengalami perubahan terutama karena oksidasi.

Kadar vitamin C dapat ditentukan dengan beberapa metode seperti titrasi iodimetri, titrasi 2,6-diklorofenol indofenol (Andarwulan dan Koswara, 1992; Horwitz, 2002; Ditjen POM, 1995; Kumar, et. al., 2013) dan secara spektrofotometri ultraviolet (Andarwulan dan Koswara, 1992).

Menurut Andarwulan dan Koswara (1992), metode iodimetri tidak efektif untuk mengukur kandungan vitamin C dalam bahan pangan, karena adanya komponen lain selain vitamin C yang juga bersifat pereduksi. Senyawa-senyawa tersebut mempunyai warna titik akhir yang sama dengan warna titik akhir titrasi vitamin C dengan iodin. Penelitian ini tidak dapat dilakukan dengan metode spektrofotometri UV karena vitamin C tidak terdapat sebagai senyawa tunggal dalam jus buah apel.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti ingin mengetahui profil perubahan kadar vitamin C setelah beberapa interval waktu pada pembuatan jus buah apel merah dan jus buah apel hijau. Dalam penelitian ini digunakan metode volumetri yaitu titrasi dengan larutan diklorofenol indofenol karena selain larutan 2,6-diklorofenol indofenol lebih selektif terhadap vitamin C, metode ini merupakan cara yang paling banyak digunakan untuk menentukan kadar vitamin C dalam bahan pangan (Andarwulan dan Koswara, 1992).

1.2 Perumusan Masalah

a. Berapakah kadar vitamin C yang terdapat pada jus buah apel (Malus domestica Borkh.) yang berwarna merah dan hijau?


(19)

b. Apakah terdapat penurunan kadar vitamin C pada jus buah apel merah dan pada jus buah apel hijau pada beberapa interval waktu.

c. Apakah ada perbedaan penurunan kadar vitamin C pada jus buah apel merah dibanding pada jus buah apel hijau pada beberapa interval waktu.

1.3 Hipotesis

a. Terdapat kadar vitamin C dalam jumlah tertentu pada jus buah apel(Malus domestica Borkh.) yang berwarna merah dan hijau.

b. Terdapat penurunan kadar vitamin C pada jus buah apel merah dan pada jus buah apel hijau pada beberapa interval waktu.

c. Ada perbedaan penurunan kadar vitamin C pada jus buah apel merah dibanding pada jus buah apel hijau pada beberapa interval waktu.

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

a. Untuk mengetahui kadar vitamin C jus buah apel (Malus domestica

Borkh.) yang berwarna merah dan hijau.

b. Untuk mengetahui adanya penurunan kadar vitamin C pada jus buah apel

merah dan pada jus buah apel hijau pada beberapa interval waktu.

c. Untuk mengetahui perbedaan penurunan kadar vitamin C pada jus buah apel merah dibanding pada jus buah apel hijau pada beberapa interval waktu.

1.5.1 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini dapat dijadikan sebagai sumber informasi tentang penurunan kadar vitamin C dari jus buah apel merah dan jus buah apel hijau pada beberapa interval waktu.


(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Apel

Apel (Malus domestica Borkh.) termasuk rajanya buah komersial karena konsumennya luar biasa banyaknya. Di Indonesia, apel diperkenalkan oleh orang Belanda dan dikembangkan oleh orang Indonesia. Sayangnya daerah di Indonesia yang cocok ditanami apel masih sangat terbatas. Daerah Batu, Malang, merupakan sentra apel di Indonesia karena tanaman ini banyak diusahakan sebagai suatu usaha tani. Oleh penduduk di Malang tanaman ini ditanam di pekarangan maupun di kebun (Untung, 1996).

Menurut Untung (1996), dalam tatanama atau sistemik (taksonomi) tumbuhan buah apel, diklasifikasikan sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Sub-divisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledonae

Ordo : Rosales

Family : Rosaceae

Genus : Malus

Spesies : Malus domestica

Apel diketahui mengandung beberapa vitamin dan mineral yang bermanfaat bagi manusia. Sebutir apel berdiameter 5-7 cm mengandung vitamin A 900 IU/100 g, tiamin 7 mg, riboflavin 3 mg, niasin 2 mg, vitamin C 5 mg,


(21)

protein 3 g, energi 58 kalori, lemak 4 g, karbohidrat 14,9 g, kalsium 6 mg, besi 3 mg, fosfor 10 mg, dan kalium 130 mg (Untung, 1996).

Dengan kandungan seperti itu ada orang berpendapat bahwa tingkat keasaman yang rendah pada apel meningkatkan produksi air liur yang baik untuk kesehatan gigi. Penelitian menunjukkan bahwa memakan apel sebutir sehari memperkecil risiko terkena asma, arthritis, dan penyakit kulit (Untung, 1996).

Selain dimakan segar, apel bisa diolah menjadi jam (selai), jeli, dan sari buah. Meski namanya olahan, tetapi bukan berarti yang dipakai apel busuk atau cacat. Biasanya yang diolah apel berukuran kecil atau buah apel hasil penjarangan. Kandungan pektin pada apel sekitar 24%. Pektin yang dapat membentuk gel bila ditambah gula pada pH tertentu, memegang peranan penting dalam industri jeli, sari buah, dan selai (Untung, 1996).

2.2 Ekologi dan Syarat Tumbuh Apel

Apel termasuk tanaman yang selalu berganti daun dan tumbuh di daerah dingin. Kendati demikian, karena sudah lama dibudidayakan ada kultivar-kultivar apel yang mampu tumbuh dan beradaptasi dengan baik di daerah bersuhu sedang dan panas. Oleh karena kemampuannya beradaptasi di berbagai kondisi iklim, apel tumbuh di berbagai penjuru dunia. Di Eropa, Amerika Utara dan Selatan, New Zealand, Australia, dan Asia, tanaman ini dapat dijumpai (Untung, 1996).

Meskipun variasi kultivar apel membuat tanaman buah ini bisa ditanam di berbagai penjuru dunia, tapi tempat tumbuh yang paling baik ialah di daerah yang mempunyai dua musim, yakni musim dingin dan musim panas. Temperatur yang cocok di malam hari dibarengi intensitas sinar matahari selama periode masaknya


(22)

buah akan membantu pembentukan pigmen antosianin. Pigmen antosianin adalah pigmen yang membuat apel berwarna merah (Untung, 1996).

Di Indonesia apel tumbuh di dataran tinggi yang kering dan curah hujan yang tidak terlalu tinggi. Curah hujan yang terlalu tinggi dapat menimbulkan berbagai macam problem, terutama serangan jamur. Tanah, suhu, dan kelembaban pun perlu mendapat perhatian agar apel dapat tumbuh dengan baik (Untung, 1996).

Kriteria tempat tumbuh pohon apel yang baik, antara lain:

1. Ketinggian tempat

Pada ketinggian 700 - 1.200 meter di atas permukaan laut memang tidak banyak jenis tanaman buah yang dapat tumbuh dengan baik. Lebih-lebih jika dataran tinggi itu tipe iklimnya kering. Namun, di daerah seperti itulah apel dapat tumbuh dengan baik (Untung, 1996).

2. Suhu

Suhu maksimum yang dikehendaki apel ialah 270C dan suhu minimum sekitar 160C. Kelembaban udara yang dikehendaki tanaman ini berkisar antara 75 - 85%. Selain suhu dan kelembaban, tempat tumbuh apel pun harus terbuka agar sekitar 50 - 80% sinar matahari dapat menyinari pohon buah ini. Sinar matahari sangat berperan dalam pertumbuhan apel. Tanpa sinar matahari yang cukup kulit buah apel tidak akan berwarna merah sehingga daya tarik penampilannya berkurang (Untung, 1996).

3. Curah hujan

Curah hujan yang diperlukan bagi pertumbuhan apel berkisar antara 1.000 - 2.600 mm per tahun dengan 3 - 4 bulan kering dan 6 - 7 bulan basah. Bulan


(23)

kering ialah bulan-bulan yang curah hujannya kurang dari 60 mm per bulan (Untung, 1996).

4. Tanah

Tanah ber-pH 7 dan berpengairan bagus merupakan tempat tumbuh paling ideal bagi tanaman apel. Kendatipun demikian apel bisa beradaptasi di tempat-tempat yang agak menyimpang dari persyaratan ideal tersebut. Pertumbuhan apel akan baik sekali pada tanah dengan struktur bagus. Perbaikan struktur tanah dapat dilakukan dengan pemberian bahan organik seperti kompos/pupuk kandang. Semakin baik struktur tanah semakin bagus pula aerasi udara di antara rongga partikel tanah sehingga semakin subur pula pertumbuhan tanaman. Pada aerasi tanah yang jelek pengambilan unsur hara akan terhambat. Bahkan lebih fatal lagi, akar-akar rambut bisa berhenti berkembang (Untung, 1996).

2.3 Vitamin

Vitamin merupakan suatu senyawa organik yang sangat diperlukan tubuh untuk proses metabolisme dan pertumbuhan yang normal. Vitamin-vitamin tidak dapat dibuat oleh tubuh manusia dalam jumlah yang cukup, oleh karena itu harus diperoleh dari bahan pangan yang dikonsumsi. Sebagai perkecualian adalah vitamin D, yang dapat dibuat dalam kulit asalkan kulit mendapat cukup kesempatan kena sinar matahari (Winarno, 1980; Andarwulan dan Koswara, 1992).

Vitamin adalah senyawa-senyawa organik yang dibutuhkan untuk pertumbuhan normal dan mempertahankan hidup hewan, termasuk manusia yang secara alami tidak mampu untuk mensintesis senyawa-senyawa tersebut melalui


(24)

proses anabolisme. Senyawa-senyawa tersebut diperlukan dan efektif dalam jumlah sedikit, tidak menghasilkan energi dan tidak digunakan sebagai unit pembangun struktur tubuh organisme, tetapi sangat penting untuk tranformasi energi dan pengaturan metabolisme tubuh (Andarwulan dan Koswara, 1992).

Vitamin dapat dibedakan menjadi dua golongan yaitu vitamin yang dapat larut dalam air dan vitamin yang dapat larut dalam lemak. Jenis vitamin yang larut dalam air adalah vitamin B kompleks dan vitamin C. Vitamin yang dapat larut dalam lemak adalah vitamin A, D, E, dan K, serta provitamin A yaitu ß-karoten. Bahan makanan yang kaya akan vitamin adalah sayur-sayuran dan buah-buahan (Sudarmadji., dkk, 1989).

2.3.1 Vitamin C

Vitamin C atau asam askorbat mempunyai berat molekul 176,13 dengan rumus molekul C6H8O6. Vitamin C dalam bentuk murni merupakan kristal putih,

tidak berwarna, tidak berbau dan mencair pada suhu 190 - 192°C. Senyawa ini bersifat reduktor kuat dan mempunyai rasa asam. Sifat-sifat tersebut terutama disebabkan adanya struktur enediol yang berkonyugasi dengan gugus karbonil dalam cincin lakton. Bentuk vitamin C yang ada di alam terutama adalah L-asam askorbat. Biasanya D-asam askorbat ditambah ke dalam bahan pangan sebagai antioksidan, bukan sebagai sumber vitamin C (Andarwulan dan Koswara, 1992; Tjokonegoro, 1985).

Vitamin C mudah larut dalam air (1g dapat larut sempurna dalam 3 ml air), sedikit larut dalam alkohol (1 g larut dalam 50 ml alkohol absolut atau 100 ml gliserin) dan tidak larut dalam benzena, eter, kloroform, minyak dan sejenisnya. Vitamin C tidak stabil dalam bentuk larutan, terutama jika terdapat


(25)

udara, logam-logam seperti Cu, Fe, dan cahaya (Andarwulan dan Koswara, 1992; Tjokonegoro, 1985).

Rumus bangun vitamin C dapat dilihat pada gambar di bawah ini (Ditjen POM, 1995):

Gambar 2.1 Rumus bangun vitamin C

Vitamin C, suatu zat gizi yang luar biasa, telah dikenal sebagai suatu senyawa utama tubuh yang dibutuhkan dalam berbagai proses penting, mulai dari pembuatan kolagen, karnitin pengangkut lemak, hormon adrenalin dan kortison, pengangkut elektron dalam berbagai reaksi enzimatik, pelindung integritas pembuluh darah, pemacu gusi yang sehat, pelindung radiasi, pengatur tingkat kolesterol, pendetoksifikasi radikal bebas, senyawa antibakteria dan antivirus, serta pemacu imunitas (Goodman, 2000; Khomsan, 2002).

Vitamin C juga dikenal sebagai senyawa ampuh untuk menangkal radikal bebas. Beberapa di antara radikal bebas itu bersifat toksik dan sangat reaktif. Untuk mengganti elektron yang hilang, radikal bebas melakukan serangkaian reaksi kimia yang menyebabkan kerusakan pada membran sel, mutasi DNA, mempercepat penuaan, dan penyebab penumpukan lemak. Pemakaian vitamin C sebagai salah satu antioksidan alami secara luas dianjurkan dalam mengobati dan mendetoksifikasi (mengurangi sifat racun) keadaan tersebut (Khomsan, 2002).


(26)

Vitamin C (asam askorbat) bersifat sangat sensitif terhadap pengaruh- pengaruh luar yang menyebabkan kerusakan seperti suhu, oksigen, enzim, kadar air, dan katalisator logam. Asam askorbat sangat mudah teroksidasi menjadi asam dehidroaskorbat yang masih mempunyai keaktifan sebagai vitamin C. Asam dehidroaskorbat secara kimia sangat labil dan dapat mengalami perubahan lebih lanjut menjadi asam diketogulonat yang tidak memiliki keaktifan vitamin C lagi (Andarwulan dan Koswara, 1992).

Asam askorbat Asam dehidro Asam diketogulonat Asam

askorbat oksalat

Gambar 2.2 Reaksi Perubahan Vitamin C (Silalahi, 1985).

Asam askorbat bersifat sangat larut dalam air, akibatnya sangat mudah hilang akibat luka di permukaan atau pada waktu pemotongan bahan pangan. Dalam processed food, kehilangan terbanyak terjadi akibat degredasi kimiawi. Dalam bahan pangan yang kaya akan vitamin C seperti produk buah-buahan, kehilangan vitamin C ada kaitannya dengan reaksi kecokelatan non-enzimatik (Andarwulan dan Koswara, 1992).

Stabilitas asam askorbat biasanya meningkat dengan penurunan suhu penyimpanan akan tetapi selama pembekuan terjadi kerusakan yang cukup besar. Kerusakan ini bervariasi untuk setiap jenis bahan pangan, tetapi suhu


(27)

penyimpanan dibawah -180C dapat menyebabkan kerusakan yang cukup berarti (Andarwulan dan Koswara, 1992).

Vitamin C dapat ditemukan di alam hampir pada semua tumbuhan terutama sayuran dan buah-buahan, terutama buah-buahan segar. Karena itu sering disebut Fresh Food Vitamin (Budiyanto, 2004; Goodman, 2000).

Jumlah vitamin C yang terkandung dalam tanaman tergantung pada varietas dari tanaman, pengolahan, suhu, masa pemanenan dan tempat tumbuh (Counsell dan Hornig, 1981).

2.3.2 Fungsi Vitamin C

Fungsi vitamin C di dalam tubuh bersangkutan dengan dengan sifat alamiahnya sebagai antioksidan yang berperan serta di dalam banyak proses metabolisme yang berlangsung di dalam jaringan tubuh, antioksidan adalah senyawa yang mempunyai struktur molekul yang dapat memberikan elektronnya dengan cuma-cuma kepada molekul radikal bebas tanpa terganggu sama sekali dan dapat memutus reaksi berantai dan radikal bebas (Sediaoetama, 2008).

Salah satu fungsi utama vitamin C berkaitan dengan sintesis kolagen. Kolagen adalah sejenis protein yang merupakan salah satu komponen utama dari jaringan ikat, tulang, gigi, pembuluh darah dan mempercepat proses penyembuhan (Sediaoetama, 2008).

Kekurangan asupan vitamin C dapat menyebabkan penyakit sariawan atau skorbut. Bila terjadi pada anak (6 - 12 bulan), gejala-gejala penyakit skorbut ialah terjadinya pelembekan tenunan kolagen, infeksi, dan demam. Pada anak yang giginya telah keluar, gusi membengkak, empuk dan terjadi pendarahan. Pada orang dewasa skorbut terjadi setelah beberapa bulan menderita kekurangan


(28)

vitamin C dalam makanannya. Gejalanya ialah pembengkakan dan perdarahan pada gusi, luka lambat sembuh sehingga mudah berdarah dan mengalami infeksi berulang. Akibat yang parah dari keadaan ini ialah gigi menjadi goyah dan dapat lepas (Winarno, 2002).

Vitamin C dapat terserap sangat cepat dari alat pencernaan masuk ke dalam saluran darah dan dibagikan ke seluruh jaringan tubuh. Pada umumnya tubuh menahan vitamin C sangat sedikit. Kelebihan vitamin C dibuang melalui air kemih. Karena itu bila seseorang mengkonsumsi vitamin C dalam jumlah besar (megadose), sebagian besar akan dibuang keluar, terutama bila orang tersebut biasa mengkonsumsi makanan yang bergizi tinggi (Winarno, 2002).

Menurut Silalahi (2006), apabila akan mengkonsumsi suplemen vitamin C maka tidak boleh lebih dari 2000 mg per hari, meskipun vitamin C akan dibuang melalui urin, vitamin C dalam dosis tinggi dapat menyebabkan sakit kepala, peningkatan jumlah urin, diare dan mual. Bagi seseorang dengan kecenderungan pembetukan batu ginjal, diharapkan untuk tidak mengkonsumsi vitamin C dalam dosis tinggi.

Kebutuhan harian vitamin C bagi orang dewasa adalah sekitar 60 mg, untuk wanita hamil 95 mg, anak-anak 45 mg, dan bayi 35 mg, namun karena banyaknya polusi di lingkungan antara lain oleh adanya asap-asap kendaraan bermotor dan asap rokok maka penggunaan vitamin C perlu ditingkatkan hingga dua kali lipatnya yaitu 120 mg (Silalahi, 2006).


(29)

2.4 Metode Penetapan Kadar Vitamin C

Ada beberapa metode dalam penentuan kadar vitamin C yaitu: a. Metode titrasi iodimetri

Iodium akan mengoksidasi senyawa-senyawa yang mempunyai potensial reduksi yang lebih kecil dibandingkan iodium, dimana dalam hal ini potesial reduksi iodum +0,535 volt, karena vitamin C mempunyai potensial reduksi yang lebih kecil (+0,116 volt) dibandingkan iodium sehingga dapat dilakukan titrasi langsung dengan iodium (Andarwulan dan Koswara, 1992; Sudjadi dan Rohman, 2008).

Deteksi titik akhir titrasi pada iodimetri ini dilakukan dengan menggunakan indikator amilum yang akan memberikan warna biru kehitaman pada saat tercapainya titik akhir titrasi (Sudjadi dan Rohman, 2008).

Metode ini dapat juga digunakan untuk pemeriksaan harian terhadap sediaan vitamin C yang tidak mengandung senyawa mereduksi lainnya (Watson, 2010). Larutan baku lain yang dapat digunakan berdasarkan sifat mereduksi asam askorbat adalah serium (IV) ammonium sulfat atau kalium iodat (Sudjadi dan Rohman, 2008).

Kandungan vitamin C dalam larutan murni dapat ditentukan secara titrasi menggunakan larutan 0,01 N iodin. Menurut Andarwulan dan Koswara (1992), metode iodimetri tidak efektif untuk mengukur kandungan vitamin C dalam bahan pangan, karena adanya komponen lain selain vitamin C yang juga bersifat pereduksi. Senyawa-senyawa tersebut mempunyai titik akhir yang sama dengan warna titik akhir titrasi vitamin C dengan iodin.


(30)

Gambar 2.3 Reaksi antara vitamin C dan iodin (Sudjadi dan Rohman, 2008). b. Metode titrasi 2,6-diklorofenol indofenol

Metode 2,6-diklorofenol indofenol (DCIP) ini berdasarkan atas sifat mereduksi asam askorbat terhadap zat warna 2,6-diklorofenol indofenol. Asam askorbat akan mereduksi indikator warna 2,6-diklorofenol indofenol membentuk larutan yang tidak berwarna. Pada titik akhir titrasi, kelebihan zat warna yang tidak tereduksi akan berwarna merah muda dalam larutan asam (Sudjadi dan Rohman, 2008).

Larutan 2,6-diklorofenol indofenol dalam suasana netral atau basa akan berwarna biru sedangkan dalam suasana asam akan berwarna merah muda. Apabila 2,6-diklorofenol indofenol direduksi oleh asam askorbat maka akan menjadi tidak berwarna, dan bila semua asam askorbat sudah mereduksi 2,6 -diklorofenol indofenol maka kelebihan larutan 2,6--diklorofenol indofenol sedikit saja sudah akan terlihat terjadinya warna merah muda (Sudarmadji., dkk, 1989).

Titrasi vitamin C harus dilakukan dengan cepat karena banyak faktor yang menyebabkan oksidasi vitamin C misalnya pada saat penyiapan sampel atau penggilingan. Oksidasi ini dapat dicegah dengan menggunakan asam metafosfat, asam asetat, asam trikloroasetat, dan asam oksalat. Penggunaan asam-asam di atas juga berguna untuk mengurangi oksidasi vitamin C oleh enzim-enzim oksidasi


(31)

yang terdapat dalam jaringan tanaman. Selain itu, larutan asam metafosfat–asetat juga berguna untuk pangan yang mengandung protein karena asam metafosfat dapat memisahkan vitamin C yang terikat dengan protein. Suasana larutan yang asam akan memberikan hasil yang lebih akurat dibandingkan dalam suasana netral atau basa (Andarwulan dan Koswara, 1992; Counsell dan Hornig, 1981).

Metode ini pada saat sekarang merupakan cara yang paling banyak digunakan untuk menentukan kadar vitamin C dalam bahan pangan. Metode ini lebih baik dibandingkan metode iodimetri karena zat pereduksi lain tidak mengganggu penetapan kadar vitamin C. Reaksinya berjalan kuantitatif dan praktis spesifik untuk larutan asam askorbat pada pH 1 - 3,5. Untuk perhitungan maka perlu dilakukan standarisasi larutan 2,6-diklorofenol indofenol dengan vitamin C standar (Andarwulan dan Koswara, 1992; Sudarmadji., dkk, 1989).

Dye (pink) Ascorbic acid dye(colourless) Dehyroascorbic acid

Gambar 2.4 Reaksi asam askorbat dengan 2,6-diklorofenol indofenol c. Metode Spektrofotometri Ultraviolet

` Metode ini berdasarkan kemampuan vitamin C yang terlarut dalam air


(32)

265 nm dan A11= 556a. Oleh karena vitamin C dalam larutan mudah sekali

mengalami kerusakan, maka pengukuran dengan cara ini harus dilakukan secepat mungkin. Untuk memperbaiki hasil pengukuran, sebaiknya ditambahkan senyawa pereduksi yang lebih kuat daripada vitamin C. Hasil terbaik diperoleh dengan menambahkan larutan KCN (sebagai stabilisator) ke dalam larutan vitamin (Andarwulan dan Koswara, 1992).

2.5 Analisis Kembali Kadar Vitamin C yang Ditambahkan pada Sampel (Analisis Recovery)

Akurasi adalah ukuran yang menunjukkan kedekatan hasil analisis dengan kadar analit yang sebenarnya. Akurasi dinyatakan sebagai persen perolehan kembali (% recovery) analit yang ditambahkan (Harmita, 2004).

Kecermatan (recovery) ditentukan dengan dua cara yaitu metode simulasi (Spiked – placebo recovery) dan metode penambahan baku (Standard addition method). Dalam metode simulasi, sejumlah analit bahan murni ditambahkan ke dalam campuran bahan pembawa sediaan farmasi (plasebo) lalu campuran tersebut dianalisis dan hasilnya dibandingkan dengan kadar analit yang ditambahkan (kadar analit sebenarnya). Dalam metode penambahan baku dilakukan dengan menambahkan sejumlah analit dengan konsentrasi tertentu pada sampel yang diperiksa, lalu dianalisis dengan metode tersebut. Persen perolehan kembali ditentukan dengan menentukan berapa persen analit yang ditambahkan tadi dapat ditemukan (Harmita, 2004).

Menurut Harmita 92004), rumus perhitungan persen recovery:

% Recovery =

C B A


(33)

Keterangan: A = Kadar vitamin C sebelum penambahan baku vitamin C B = Kadar vitamin C setelah penambahan baku vitamin C C = Kadar vitamin C baku yang ditambahkan

2.6 Analisis Data Secara Statistik

2.6.1 Penolakan Hasil Pengamatan (Rejection of Measurement)

Di antara hasil yang diperoleh dari satu seri penetapan kadar terhadap satu macam sampel, adakalanya terdapat hasil yang sangat menyimpang bila dibandingkan dengan yang lain tanpa diketahui kesalahannya secara pasti sehingga timbul kecenderungan untuk menolak hasil yang sangat menyimpang (Sudjadi dan Rohman, 2008).

Untuk memastikan hasil yang sangat menyimpang ditolak atau diterima, perlu dilakukan analisis data secara statistika. Pada taraf kepercayaan 95% (α = 0,05), hasil analisis ditolak jika Qhitung > Qtabel (Sudjadi dan Rohman, 2008).

2.6.2 Uji Ketelitian (Presisi) Metode Analisis

Uji presisi (keseksamaan) adalah ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian antara hasil uji individual yang diterapkan secara berulang pada sampel. Keseksamaan diukur sebagai simpangan baku relatif (Relative Standard Deviation) atau koefisien variasi (Harmita, 2004).

Menurut Harmita (2004), rumus perhitungan persen RSD:

% RSD =

X SD

x 100%

Keterangan: SD = standar deviasi

X = kadar rata-rata sampel

Data hasil perhitungan koefisien variasi (%RSD) dapat dilihat pada Lampiran 13, halaman 65.


(34)

2.6.3 Pengujian Beda Nilai Rata-Rata

Untuk mengetahui apakah kadar vitamin C berbeda pada tiap sampel, maka dilakukan uji beda rata-rata kadar sampel yang diuji dengan uji F menggunakan software SPSS. Data berbeda secara signifikan jika Fhitung > Ftabel

dan data tidak berbeda secara signifikan jika Fhitung < Ftabel. Jika data yang


(35)

BAB III

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penurunan kadar vitamin C dari jus buah apel merah dan jus buah apel hijau secara volumetric dengan 2,6-diklorofenol indofenol pada beberapa interval waktu.

3.1 Waktu dan tempat penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kualitatif Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara pada bulan November 2014 – Januari 2015.

3.2 Bahan dan Alat 3.2.1 Alat-alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah mikroburet 10 mL, neraca analitik, pisau (Stainless), juicer, kertas saring, statif dan klem, eksikator, maat pipet 10 mL, pipet volum 1 mL, pipet volum 2 mL, pipet volum 5 mL, botol timbang, dan alat-alat gelas laboratorium.

3.2.2 Bahan-bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini jika tidak dinyatakan lain adalah bahan yang berkualitas pro analisis dari E.Merck yaitu 2,6-diklorofenol indofenol, asam metafosfat, asam asetat glasial, natrium bikarbonat, akuades (PT. Rudang) dan asam askorbat Baku Pembanding Farmakope Indonesia (sertifikat bahan baku pembanding dapat dilihat pada Lampiran 2, halaman 42).


(36)

3.3 Pengambilan Sampel

Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah sampling purposif

yaitu sampel dipilih dengan pertimbangan sesuai dengan tujuan (purpose) penelitian, dimana sampel yang terambil dianggap dapat mewakili sampel yang tidak terambil. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah apel merah dan buah apel hijau yang diperoleh dari Supermarket Buah Palangkaraya (Palangkaraya Fruit) Medan, Sumatera Utara. Gambar sampel yang digunakan dapat dilihat pada Lampiran 1, halaman 41.

3.4 Prosedur Penelitian 3.4.1 Pembuatan Pereaksi

Pembuatan pereaksi berdasarkan Farmakope Indonesia Edisi IV:

3.4.1.1 Larutan 2,6-diklorofenol indofenol 0,025% b/v

Ditimbang seksama 50 mg natrium 2,6-diklorofenol indofenol P yang telah disimpan dalam eksikator, ditambahkan 50 mL larutan NaHCO3, dikocok

kuat, dan jika sudah terlarut, ditambahkan air hingga 200 mL. Disaring ke dalam botol bersumbat kaca berwarna coklat (Ditjen POM, 1995).

3.4.1.2Larutan asam metafosfat-asetat LP

Dilarutkan 15 g asam metafosfat P dalam 40 mL asam asetat glasial P dan diencerkan dengan air secukupnya hingga 500 mL. Disimpan di tempat dingin, hanya boleh digunakan dalam jangka waktu 2 hari (Ditjen POM, 1995).

3.4.1.3Larutan NaHCO3 0,084% b/v


(37)

3.4.2 Perhitungan Kesetaraan Larutan Pentiter 2,6-Diklorofenol Indofenol

Ditimbang seksama 50 mg asam askorbat BPFI, dipindahkan ke dalam labu tentukur 100 mL, kemudian dilarutkan dengan larutan asam metafosfat-asetat LP, dicukupkan sampai garis tanda. Dipipet 1 mL, dimasukkan kedalam erlenmeyer dan ditambahkan larutan asam metafosfat-asetat 6 mL. Dititrasi segera dengan larutan 2,6-diklorofenol indofenol hingga warna merah muda mantap tidak kurang dari 5 detik. Dilakukan titrasi blanko menggunakan 7 mL asam metafosfat-asetat dan dititrasi dengan larutan 2,6-diklorofenol indofenol hingga warna merah muda mantap. Kadar larutan baku 2,6-diklorofenol indofenol dinyatakan dengan kesetaraan dalam mg asam askorbat (Ditjen POM, 1995; Sudjadi dan Rohman, 2008).

Menurut Ditjen POM (1995), perhitungan kesetaraan dilakukan dengan rumus :

Kesetaraan (mg) = %

Keterangan:

Va = Volume aliquot (mL)

W = Berat vitamin C (mg)

Vt = Volume titrasi (mL)

Vb = Volume blanko (mL)

Vc = Volume labu tentukur (mL)

Contoh perhitungan dan hasil perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 7, halaman 47.

3.4.3 Penyiapan Larutan Sampel

Sampel dicuci dan dibersihkan, ditimbang sekitar 500 g lalu dipotong menjadi beberapa potongan dan dimasukkan ke dalam juicer, jus yang diperoleh kemudian ditimbang lebih kurang 10 g lalu dimasukkan ke dalam labu tentukur


(38)

100 mL, pada titik 0 jam, 1 jam, 2 jam, 3 jam, 4 jam, 5 jam masing-masing segera ditambahkan asam metafosfat-asetat sampai garis tanda, dihomogenkan, kemudian disaring, filtrat pertama dibuang ± 20 mL.

3.4.4 Penetapan Kadar Vitamin C dari Larutan Sampel

Dipipet 2 mL larutan sampel lalu dimasukkan ke dalam erlenmeyer kemudian ditambah 5 mL asam metafosfat-asetat. Dititrasi dengan larutan 2,6-diklorofenol indofenol sampai terbentuk warna merah muda yang mantap sebagai titik akhir titrasi. Dilakukan penetapan blanko (Ditjen POM, 1995; Sudjadi dan Rohman, 2008).

Dilakukan penetapan kadar vitamin C dalam jus buah apel merah dan jus buah apel hijau pada beberapa interval waktu setelah jus diproses, antara lain pada 0 jam, 1 jam, 2 jam, 3 jam, 4 jam, 5 jam, hingga diperoleh profil penurunan kadar vitamin C dari jus buah apel merah dan jus buah apel hijau. Kemudian dibandingkan profil penurunan kadar vitamin C pada jus buah apel merah dan jus buah apel hijau.

Menurut Horwitz (2002), kadar vitamin C dapat dihitung dengan rumus :

Kadar vitamin C (mg/g) = − K n

p

Keterangan:

Vt = Volume titrasi (mL)

Vb = Volume blanko (mL)

Vl = Volume labu tentukur (mL)

Vp = Volume pemipetan (mL)

Bs = Berat sampel (g)

Contoh perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 8, halaman 50 (untuk sampel jus apel merah) dan Lampiran 13, halaman 65 (untuk sampel jus apel hijau).


(39)

3.4.5 Validasi

3.4.5.1 Uji Perolehan Kembali (Recovery)

Akurasi adalah ukuran yang menunjukkan kedekatan hasil analisis dengan kadar analit yang sebenarnya. Akurasi dinyatakan sebagai persen perolehan kembali (% recovery) analit yang ditambahkan (Harmita, 2004).

Dalam hal ini digunakan metode standar adisi. Metode adisi dapat dilakukan dengan menambahkan sejumlah analit dengan konsentrasi tertentu pada sampel yang diperiksa, lalu dianalisis dengan metode tersebut. Persen perolehan kembali ditentukan dengan menentukan berapa persen analit yang ditambahkan tadi dapat ditemukan (Harmita, 2004).

Prosedur uji perolehan kembali (recovery) dengan metode adisi dilakukan sebagai berikut: Dikerjakan dengan prosedur yang sama seperti penetapan kadar vitamin C dalam sampel dengan penambahan vitamin C baku yaitu 2,0 mg dengan cara sebanyak 20 mg vitamin C baku dimasukkan kedalam labu tentukur 100 mL (konsentrasi 0,20 mg/mL), lalu dipipet sebanyak 10 mL yang ditambahkan pada sampel yang ditimbang seksama dan dilakukan enam kali perulangan.

Menurut Harmita (2004), rumus perhitungan persen recovery:

% Recovery = −

x 100%

Keterangan :

A = Kadar vitamin C sebelum penambahan baku vitamin C B = Kadar vitamin C setelah penambahan baku vitamin C C = Kadar vitamin C baku yang ditambahkan

Data hasil analisis perolehan kembali (persen recovery) dapat dilihat pada Lampiran 11, halaman 61 (untuk sampel jus apel merah) dan Lampiran 16, halaman 76 (untuk sampel jus apel hijau).


(40)

3.4.5.2 Uji Ketelitian (Presisi) Metode Analisis

Uji presisi adalah ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian antara hasil uji individual yang diterapkan secara berulang pada sampel. Ketelitian diukur sebagai simpangan baku relatif (Relative Standard Deviation) atau koefisien variasi (Harmita, 2004).

Rumus perhitungan persen simpangan baku relatif (RSD):

% RSD =

X SD

x 100%

Keterangan:

SD = standar deviasi

X = kadar rata-rata sampel

Sementara itu, nilai simpangan baku dihitung dengan menggunakan rumus:

SD =

1 -n

X

-Xi 2

Data hasil perhitungan koefisien variasi (%RSD) dapat dilihat pada Lampiran 12, halaman 63 (untuk sampel jus apel merah) dan Lampiran 17, halaman 78 (untuk sampel jus apel hijau).

3.4.6 Analisis Data Secara Statistik 3.4.6.1 Penolakan Hasil Pengamatan

Di antara hasil yang diperoleh dari satu seri penetapan kadar terhadap satu macam sampel, ada kalanya terdapat hasil yang sangat menyimpang bila dibandingkan dengan yang lain tanpa diketahui kesalahannya secara pasti sehingga timbul kecenderungan untuk menolak hasil yang sangat menyimpang (Sudjadi dan Rohman, 2008).


(41)

Untuk memastikan hasil yang sangat menyimpang ditolak atau diterima, perlu dilakukan analisis data secara statistika. Pada taraf kepercayaan 95%

(α=0,05), hasil analisis ditolak jika Qhitung > Qtabel (Sudjadi dan Rohman, 2008).

Untuk menghitung nilai Q digunakan rumus:

Qhitung =

N n −N n

N n −N n

Hasil pengujian atau nilai Q yang diperoleh ditinjau terhadap daftar harga Q pada Tabel 1, apabila Q hitung > Q kritis maka data tersebut ditolak.

Tabel 1. Nilai Qkritis pada taraf kepercayaan 95%

Banyak Data Nilai Q kritis

4 0,831

5 0,717

6 0,621

7 0,570

8 0,524

(Sudjadi dan Rohman,2008).

Wibisono (2005), untuk menentukan kadar vitamin C di dalam sampel

dengan taraf kepercayaan 95%, α = 0.05, dk = n-1, dapat digunakan rumus:

Keterangan:

µ = Interval kepercayaan

X = Kadar rata-rata sampel

t = Harga t tabel sesuai dengan dk = n-1

α = Tingkat kepercayaan

SD = Standar deviasi

n = Jumlah pengulangan

n

SD

x

t

X

(1 1/2)dk


(42)

3.4.6.2 Pengujian Beda Nilai Rata-rata

Untuk mengetahui apakah kadar vitamin C berbeda pada tiap sampel, maka dilakukan uji beda rata-rata sampel yang diuji dengan uji F menggunakan

software SPSS. Data berbeda secara signifikan jika Fhitung > Ftabel dan data tidak

berbeda secara signifikan jika Fhitung < Ftabel. Jika data yang diperoleh berbeda


(43)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Identifikasi Tumbuhan

Hasil identifikasi tumbuhan yang dilakukan oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Pusat Penelitian Biologi Bogor adalah buah apel merah (Malus domestica Borkh.) dan buah apel hijau (Malus domestica Borkh.). Hasil identifikasi tumbuhan dapat dilihat pada Lampiran 1, halaman 41.

4.2 Hasil Penetapan Kadar Vitamin C dari Jus Buah Apel Merah dan Jus Buah Apel Hijau pada Beberapa Interval Waktu

Pengerjaan sampel dilakukan dengan cara penyimpanan pada suhu ruang (270C) pada interval waktu 0 hingga 5 jam. Penetapan kadar vitamin C dilakukan secara titrasi volumetri dengan 2,6-diklorofenol indofenol.

Data volume titrasi pada penetapan kadar vitamin C dari jus buah apel merah pada interval waktu 0 hingga 5 jam dapat dilihat pada Lampiran 9, halaman 51. Sedangkan data volume titrasi pada penetapan kadar vitamin C dari jus buah apel hijau pada interval waktu 0 hingga 5 jam dapat dilihat pada Lampiran 15, halaman 66. Contoh perhitungan kadar vitamin C dari jus buah apel hijau dapat dilihat pada Lampiran 13, halaman 65.

Hasil penetapan kadar vitamin C dari jus buah apel merah dan jus buah apel hijau pada interval waktu 0 hingga 5 jam, dapat dilihat pada Tabel 4.1.


(44)

Tabel 4.1 Hasil penetapan kadar vitamin C dari jus buah apel merah dan jus buah apel hijau pada interval waktu 0 hingga 5 jam.

No Interval

waktu penetapan

kadar

Kadar Vitamin C (mg/100 g sampel)

Jus Buah Apel Hijau Jus Buah Apel Merah

Kadar Rata-rata

Kadar Sebenarnya

Kadar Rata-rata

Kadar Sebenarnya

1 0 jam 16,49 16,49 ± 1,44 12,76 12,76 ± 0,87

2 1 jam 11,49 13,38 ± 1,86 10,07 10,07 ± 0,83

3 2 jam 10,23 10,23 ±0,01 6,71 6,71 ± 1,20

4 3 jam 7,84 7,84 ±1,03 5,20 5,20 ± 0,51

5 4 jam 6,04 6,04 ±1,47 3,63 3,63 ± 0,53

6 5 jam 2,97 2,97 ±1,10 1,35 1,35 ± 0,63

Hasil penetapan kadar vitamin C dari jus buah apel merah dan jus buah apel hijau pada interval waktu 0 hingga 5 jam menunjukkan penurunan kadar kandungan vitamin C dari kedua jenis sampel yang dianalisis. Kandungan vitamin C terbesar terdapat pada jus buah apel hijau pada 0 jam yaitu 16,49 ± 1,44 mg/100 g. Dimana kadar kandungan vitamin C-nya mengalami penurunan signifikan hingga 2,97 ± 1,10 mg/100 g pada 5 jam. Sedangkan kadar kandungan vitamin C pada jus buah apel merah lebih sedikit dibandingkan pada jus buah apel hijau, yaitu 12,76 ± 0,87 mg/100 g pada 0 jam, dan juga mengalami penurunan yang signifikan hingga 1,35 ± 0,63 mg/100 g pada 5 jam.

Menurut Safaryani, dkk., (2007), kerusakan jaringan tersebut

menyebabkan jaringan-jaringan mudah terpengaruh oleh udara, sehingga memungkinkan vitamin C rusak karena teroksidasi menjadi asam dehidroaskorbat. Umumnya kehilangan vitamin C terjadi bila jaringan rusak dan terkena udara.

Dari data yang diperoleh terlihat bahwa bertambahnya selang waktu dari pembuatan jus maka bertambah juga penurunan kadar vitamin C, karena semakin lama jus terpapar dengan udara yang mengakibatkan vitamin C yang teroksidasi,


(45)

sehingga dapat dikatakan faktor lamanya jus terpapar dengan udara akan mempengaruhi penurunan kadar vitamin C.

Hasil analisis kemudian dilanjutkan dengan pengujian beda nilai rata-rata antar jus buah apel merah dan jus buah apel hijau, yaitu uji F dengan taraf kepercayaan 95% untuk mengetahui apakah variasi antar populasi sama atau berbeda menggunakan software SPSS.

Tabel 4.2 Hasil uji F kadar vitamin C jus buah apel (Malus domestica Borkh.) yang berwarna merah dan hijau

Jumlah Kuadrat

df Rata-rata

Kuadrat

F Sig.

Jus Buah apel Merah Antar Kelompok Dalam Kelompok Total 530.035 19.241 549.275 5 30 35 106.007 .641

165.287 .000

Jus Buah apel Hijau Antar Kelompok Dalam Kelompok Total 731.197 49.983 781.180 5 30 35 146.239 1.666

87.773 .000

Uji F yaitu uji untuk melihat bagaimana pengaruh semua variabel secara bersama-sama terhadap variabel berikutnya, atau untuk menguji apakah regresi yang diperoleh signifikan atau non signifikan. Uji F dapat dilakukan dengan membandingkan Fhitung dengan Ftabel, jika Fhitung > Ftabel, maka signifikan, jika

Fhitung < Ftabel maka non signifikan.

Dari Tabel 4.2 diperoleh Fhitung untuk jus buah apel merah sebesar

165,287 dan Fhitung untuk jus buah apel hijau sebesar 146,239, sedangkan Ftabel

sebesar 2,53 dimana Fhitung > Ftabel. Hal ini menunjukkan bahwa kadar vitamin C

antara jus buah apel merah dan hijau berbeda secara statistik, maka dilanjutkan dengan analisis Duncan.


(46)

4.3 Profil Penurunan Kadar Vitamin C pada Jus Buah Apel yang Berwarna Merah dan Hijau pada Berberapa Interval Waktu (0 hingga 5 jam)

Semua bahan pangan yang diolah akan mengalami derajat kehilangan vitamin tertentu (tergantung cara pengolahannya). Pengolahan pangan yang baik adalah pengolahan pangan yang dapat meminimumkan kehilangan zat gizi dan menghasilkan produk yang yang aman dikonsumsi. Disamping proses pengolahan, kondisi-kondisi sebelum pengolahan juga dapat mempengaruhi kandungan zat-zat gizi (Andarwulan dan Koswara, 1992). Pada penetapan kadar vitamin C dari jus buah apel merah dan jus buah apel hijau ini, penyiapan larutan sampel melewati beberapa tahap pengolahan seperti pemotongan dan proses pada

juicer yang memakan waktu kurang lebih 10 menit sehingga hal ini memungkinkan terjadinya penurunan kadar vitamin C dari sampel.

Gambar 4.1 Perbandingan penurunan kadar vitamin C dari jus buah apel merah dan hijau pada interval watu 0 hingga 5 jam

Keterangan:

: Jus buah apel merah : Jus buah apel hijau

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18

0 jam 1 jam 2 jam 3 jam 4 jam 5 jam

K a da r V it a m in C ( m g /1 0 0 g )


(47)

Grafik regresi untuk hasil penurunan kadar vitamin C dari jus apel merah dan jus apel hijau dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

Gambar 4.2 Grafik regresi penurunan kadar vitamin C pada jus apel merah

Gambar 4.3 Grafik regresi penurunan kadar vitamin C pada jus apel hijau

Dari Gambar 4.1 dapat dilihat bahwa profil penurunan kadar vitamin C pada kedua sampel cukup cepat. Hal ini dikarenakan pada penelitian ini, penetapan kadar vitamin C dari jus buah apel merah dan jus buah apel hijau dilakukan dengan penyimpanan pada suhu ruang. Menurut Mahlizar (2014) dan Oyetade, et. al (2012), kadar vitamin C pada sampel yang disimpan pada suhu ruang semakin cepat menurun seiring dengan semakin lamanya penyimpanan, hal

y = -2.225x + 12.18 r² = 0.980

0 2 4 6 8 10 12 14

0 1 2 3 4 5 6

K a d a r v it a m in C ( m g /1 0 0 g ) waktu (jam)

y = -2.466x + 15.34 r² = 0.967

0 5 10 15 20

0 1 2 3 4 5 6

K a d a r v it a m in C ( m g /1 0 0 g ) waktu (jam)


(48)

ini berbeda pada sampel yang disimpan pada suhu dingin, yang mana kadar vitamin C pada sampel tidak mengalami penurunan yang cepat.

Hal ini didukung oleh Juniasih (1997) dan Winarno (1980), penyimpanan buah pada suhu dingin (50C) dapat menghambat aktivitas enzim, reaksi-reaksi kimia dan menghambat atau menghentikan pertumbuhan mikroba sebagai penyebab busuk dan rusah pada buah. Proses pendinginan juga dapat memperlambat kecepatan reaksi-reaksi metabolisme. Oleh karena itu, dengan penyimpanan pada suhu dingin dapat memperpanjang masa hidup dari jaringan-jaringan di dalam bahan pangan tersebut. Hal ini membuktikkan bahwa suhu mempengaruhi penurunan kadar vitamin C pada sampel.

Dalam penelitian lain yang dilakukan oleh Rachmawati (2009), terhadap kandungan vitamin C pada cabai rawit putih (Capsicum frustescens) juga terdapat penurunan kadar vitamin C pada cabai rawit putih yang dipengaruhi oleh suhu dan lama penyimpanan. Cabai rawit putih yang diberi perlakuan penyimpanan pada suhu 100C dan 200C selama 15 hari, kandungan vitamin C mengalami penurunan masing-masing yaitu: dari 43,6 mg/100mL menjadi 35,2 mg/100mL dan dari 40,9 mg/100 mL menjadi 31,6 mg/100 mL.

Menurut Gaman dan Sherington (1992), faktor penyimpanan juga mempengaruhi kandungan vitamin C. Penyimpanan buah pada ruangan terbuka dan pada suhu ruang dapat menyebabkan teroksidasinya vitamin C oleh faktor udara, sinar matahari, dan suhu yang tinggi.

Kondisi penyimpanan juga mempengaruhi aktivitas reaksi enzimatik dalam jaringan buah. Pada sel yang tidak mengalami kerusakan, enzim askorbat oksidase tidak dibebaskan oleh sel, sehingga enzim tersebut tidak mampu


(49)

mengoksidasi vitamin C. Akan tetapi apabila sel mengalami kerusakan enzim askorbat oksidase akan dibebaskan dengan cara kontak langsung dengan asam askorbat sehingga vitamin C mengalami kerusakan. Pernyataan ini juga didukung oleh Noor, dkk., (1990), yang menyatakan penyimpanan buah-buahan pada kondisi pada suhu ruang akan menurunkan kandungan vitamin C dengan cepat karena adanya proses respirasi dan oksidasi.

4.4 Hasil Uji Statistik

Tabel 4.3 Hasil uji analisis Duncan terhadap kadar vitamin C dari jus buah apel merah dan jus buah apel hijau pada interval waktu 0 hingga 5 jam

Analisis Duncan bertujuan untuk mencari atau menguji kelompok mana yang memiliki perbedaan atau tidak memiliki perbedaan yang signifikan dengan kelompok lainnya. Dari Tabel 4.3 dapat dilihat bahwa hasil analisis Duncan terhadap semua kelompok, nilai rata-rata kadar vitamin C dari jus buah apel merah dan hijau, berada pada kolom berbeda. Sehingga dapat disimpulkan bahwa


(50)

terdapat perbedaan yang signifikan antara kadar vitamin C pada jus buah apel merah dan hijau pada interval waktu 0 hingga 5 jam.

4.5 Hasil Uji Perolehan Kembali (Recovery)

Hasil uji perolehan kembali (recovery) vitamin C dari jus buah apel merah dan hijau dapat dilihat pada Tabel 4.4 dan Tabel 4.5.

Tabel 4.4 Hasil uji perolehan kembali (recovery) vitamin C dari jus buah apel merah

No Penambahan

Vitamin C (mg)

Kadar Vitamin C Setelah Penambahan Baku

Rata-rata Perolehan Kembali

(%)

1 2,01 39,41

96,70

2 2,01 39,48

3 2,01 39,41

4 2,01 39,26

5 2,01 39,43

6 2,01 39,64

Rata-rata (% recovery)

Standard Deviation (SD)

Relative Standard Deviation (RSD) (%)

96,70 0,0967 0,24

Tabel 4.5 Hasil uji perolehan kembali (recovery) vitamin C dari jus buah apel hijau

No

Penambahan Vitamin C

(mg)

Kadar Vitamin C Setelah Penambahan Baku

Rata-rata Perolehan Kembali

(%)

1 2,04 40,41

96,64

2 2,04 40,28

3 2,04 40,38

4 2,04 40,44

5 2,04 39,92

6 2,04 40,31

Rata-rata (% recovery)

Standard Deviation (SD)

Relative Standard Deviation (RSD) (%)

96,64 0,1909 0,47


(51)

Dari Tabel 4.4 di atas, diperoleh persen perolehan kembali rata-rata untuk jus buah apel merah adalah 96,70% dan dari Tabel 4.5 di atas, diperoleh persen perolehan kembali rata-rata untuk jus buah apel hijau adalah 96,64%, yang keduanya masih memenuhi persyaratan akurasi yang diizinkan yaitu: 90%-107%. Hasil persen RSD rata-rata dari pengujian pada jus buah apel merah dan hijau berturut-turut adalah 0,24% dan 0,47% dengan nilai rata-rata hasil uji perolehan kembali yang diizinkan adalah 2% (Harmita, 2004). Dari hasil yang diperoleh tersebut maka dapat disimpulkan bahwa akurasi dan presisi metode analisis yang dilakukan cukup tinggi, contoh perhitungan dan hasil perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 11, halaman 61 (untuk sampel jus apel merah) dan Lampiran 16, halaman 76 (untuk sampel jus apel hijau).


(52)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa:

a. Kadar vitamin C jus buah apel merah yaitu 12,76 mg/100 g, sedangkan kadar

vitamin C jus buah apel hijau yaitu 16,49 mg/100 g.

b. Terdapat penurunan kadar vitamin C pada jus buah apel merah, yaitu pada 0 jam: 12,76 mg/100 g, pada 1 jam: 10,07 mg/100 g, pada 2 jam: 6,71 mg/100 g, pada 3 jam: 5,20 mg/100 g, pada 4 jam: 3,63 mg/100 g, pada 5 jam: 1,35 mg/100 g. Sedangkan kadar vitamin C jus buah apel hijau, pada 0 jam: 16,49 mg/100 g, pada 1 jam: 11,49 mg/100 g, pada 2 jam: 10,23 mg/100 g, pada 3 jam: 7,84 mg/100 g, pada 4 jam: 6,04 mg/100 g, dan pada 5 jam: 2,97 mg/100 g .

c. Berdasarkan hasil pengujian beda nilai rata-rata secara statistik dengan metode ANOVA dilanjutkan dengan uji DUNCAN dengan taraf kepercayaan 95% diperoleh perbedaan yang signifikan rata-rata penurunan kadar vitamin C antara kadar vitamin C pada jus buah apel merah dengan kadar vitamin C pada jus buah apel hijau.

5.2 Saran

Disarankan kepada peneliti selanjutnya untuk menetapkan kadar dan membandingkan penurunan kadar vitamin dan mineral lainnya pada jus buah apel merah dan hijau.


(53)

Disarankan juga kepada masyarakat untuk segera meminum jus apel yang telah dibuat agar mencegah rusaknya vitamin C dalam jus dan memaksimalkan konsumsi vitamin C dari jus.


(54)

DAFTAR PUSTAKA

Andarwulan, N., dan Koswara, S. (1992). Kimia Vitamin. Jakarta: Rajawali Press. Hal. 23-44.

Arisandi, Y., dan Andriani, Y. (2008). Khasiat Tanaman Obat. Jakarta: Pustaka Buku Murah. Hal. 16.

Budiyanto, A. K. (2004). Dasar-Dasar Ilmu Gizi. Edisi III. Malang: UMM-Press. Hal. 52.

Counsell, J. N., dan Hornig, D. H. (1981). Vitamin C (Ascorbic Acid). London: Applied Science Publishers. Hal. 123-124.

Ditjen POM. (1995). Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Departemen

Kesehatan RI. Hal. 1133, 1135, 1164, 1168, 1215-1216.

Gaman, P. M., dan Sherrington, K. B. (1981). The Science of Food, an Introduction to Food Science, Nutrition and Microbiology. Penerjemah: Mudijati, G., Sri, N., Agnes, M., dan Sadjono. (1992). Ilmu Pangan, Pengantar Ilmu Pangan, Nutrisi dan Mikrobiologi. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada. Hal. 137-138.

Goodman, S. (1991). Vitamin C: The Master Nutrient. Penerjemah: Muhilal dan Komari. (2000). Ester-C Vitamin C Generasi III. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama. Hal. 15.

Harmita. (2004). Petunjuk Pelaksanaan Validasi Metode dan Cara

Perhitungannya. Majalah Ilmu Kefarmasian. 1(3): 118, 119, 121-123. Horwitz, W. (2002). Official Methods of Analysis of Asscociation of Official

Analytical Chemist International Edisi XVII. AOAC International Suite. (500): 16-17.

Juniasih, I. A. K. (1997). Pengaruh Jenis Kemasan dan Lama Penyimpanan Terhadap Retensi Vitamin C, Total Asam, dan pH Buah Stroberi. Skripsi. Denpasar: Program Studi Teknologi Pertanian. Universitas Udayana. Khomsan, A. (2003). Pangan Dan Gizi Untuk Kesehatan. Jakarta: PT Raja

Grafindo Persada. Hal. 141–143.

Kumar, G. V., Kumar, A. K., Patel, G. R. R., dan Manjappa, S. (2013). Determination of Vitamin C in Some Fruits and Vegetables in Davanegere City, Karanataka India. International Journal of Pharmacy and Life Science. 4(3): 2489.


(55)

Mahlizar. (2014). Penetapan Kadar Vitamin C Dengan Metode Volumetri

Menggunakan 2,6-Diklorofenol Indofenol dari Buah Nanas (Ananas

comosus Merr.) yang Disimpan pada Suhu Ruang (270C) dan Suhu Dingin (50C). Skripsi. Medan: Farmasi. Universitas Sumatera Utara.

Noor, T., Wibowo, Z., Gardjito, D., Astuti, M., dan Maria. (1990). Kimia Nutrisi Pangan. Yogyakarta: Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi UGM. Hal. 132.

Oyetade, O.A., Oyeleke, G.O., Adegoke, B.M., dan Akintude, A.O. (2012). Stability Studies on Ascorbic Acid (Vitamin C) From Different Sources. Iree Nigeria. IOSR Journal of Applied Chemistry. 4(2): 20-24.

Rachmawati, R., Defiani, M.R., dan Suriani, N.L. (2009). Pengaruh Suhu dan Lama Penyimpanan Terhadap Kandungan Vitamin C pada Cabai Rawit Putih (Capsicum frustescens). Jurnal Biologi No. 2. Diakses pada tanggal 28 Mei 2015.

Safaryani, N., Haryanti, S., dan Hastuti, D.E. (2007). Pengaruh Suhu dan Lama

Penyimpanan Terhadap Penurunan Kadar Vitamin C Brokoli. Buletin

Anatomi dan Fisiologi. 15(2). Diakses pada tanggal 20 Mei 2015.

Sediaoetama, D. (2008). Ilmu Gizi Jilid I. Jakarta: Penerbit Dian Rakyat. Hal. 132. Silalahi, J. (2006). Makanan Fungsional. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Hal. 52,

53.

Silalahi, J. (1985). Some Aspects of Vitamin C Retention in Potato Crisps. Master Thesis. New South Wales: School of Food Science and Technology. The University of New South Wales.

Sitompul, K. (2010). Penetapan Kadar Fosfor Dalam Buah Apel (Malus

domestica Borkh.) Secara Spektrofotometri Sinar Tampak. Skripsi. Medan: Farmasi. Universitas Sumatera Utara.

Sudarmadji, S., Haryono, B., dan Suhardi. (1989). Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta: Liberty Press. Hal. 160, 166.

Sudjadi dan Rohman, A. (2008). Analisis Kuantitatif Obat. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Hal. 208-214.

Tjokronegoro, A. (1985). Vitamin C dan Penggunaannya Dewasa Ini. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Hal. 2.

Untung, O. (1996). Jenis dan Budidaya Apel. Cetakan II. Jakarta: Penebar Swadaya. Hal. 27-32.


(56)

Watson, D. G. (2005). Pharmaceutical Analysis: A Textbook for Pharmacy Students and Pharmaceutical Chemists. Penerjemah: Syarief, W. R.

(2010). Analisis Farmasi: Buku Ajar untuk Mahasiswa Farmasi dan

Praktisis Kimia Farmasi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal. 85.

Wibisono, Y. (2005). Metode Statistik. Cetakan I. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Hal. 399, 451-452.

Winarno, F. G. (1980). Fisiologi Lepas Panen. Bogor: Departemen Teknologi Pertanian IPB. Hal. 13.


(57)

(58)

(59)

Lampiran 3. Gambar buah apel merah dan apel hijau (Malus domestica Borkh.)

Gambar 1. Buah apel merah yang diperoleh dari Supermarket Buah Palangkaraya


(60)

Lampiran 4. Gambar jus buah apel merah dan jus buah apel hijau

Gambar 3. Jus buah apel merah


(61)

Lampiran 5. Bagan alir penetapan kadar dari jus buah apel merah

Apel Merah

Dicuci bersih lalu dibersihkan Ditimbang sekitar 500 g

Dipotong menjadi beberapa potongan

Ditimbang lebih kurang 10 g

Dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 mL

Hasil

Dipipet 2 mL

Dimasukkan kedalam erlenmeyer

Ditambahkan 5 mL larutan asam metafosfat 3% ke dalam masing-masing erlenmeyer

Dititrasi dengan 2,6-diklorofenol indofenol sampai terbentuk warna merah jambu mantap

Dimasukkan ke dalam juicer, lalu dijus

Jus buah apel merah

Ditambahkan larutan asam metafosfat 3% sampai garis tanda (pada masing-masing titik waktu: 0, 1, 2, 3, 4, dan 5 jam). Dihomogenkan

Disaring Filtrat


(62)

Lampiran 6. Bagan alir penetapan kadar dari jus buah apel hijau

Apel Hijau

Dicuci bersih lalu dibersihkan Ditimbang sekitar 500 g

Dipotong menjadi beberapa potongan

Ditimbang lebih kurang 10 g

Dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 mL

Hasil

Dipipet 2 mL

Dimasukkan kedalam erlenmeyer

Ditambahkan 5 mL larutan asam metafosfat 3% ke dalam masing-masing erlenmeyer

Dititrasi dengan 2,6-diklorofenol indofenol sampai terbentuk warna merah jambu mantap

Dimasukkan ke dalam juicer, lalu dijus

Jus buah apel hijau

Ditambahkan larutan asam metafosfat 3% sampai garis tanda (pada masing-masing titik waktu: 0, 1, 2, 3, 4, dan 5 jam). Dihomogenkan

Disaring Filtrat


(63)

Lampiran 7. Data perhitungan kesetaraan larutan 2,6-diklorofenol indofenol Berat Vitamin C (mg) Volume Aliquot (mL) Volume Larutan

2,6-Diklorofenol Indofenol Blanko

(mL) Kesetaraan Larutan 2,6-Diklorofenol Indofenol (mg)

V1 V2 V3 Ṽ

50,4 1 4,680 4,720 4,780 4,726 0,02 0,1069

50,0 1 4,800 4,840 4,780 4,806 0,02 0,1043

50,0 1 4,860 4,840 4,860 4,853 0,02 0,1041

Kesetaraan Larutan 2,6-diklorofenol Indofenol dapat dihitung dengan rumus:

Kesetaraan (mg) = Va x W x % kadar

Vc x (Vt-Vb) Keterangan :

Va = Volume aliquot (mL)

W = Berat vitamin C (mg)

Vt = Volume titrasi (mL)

Vb = Volume blanko (mL)

Vc = Volume labu tentukur (mL)

Contoh perhitungan kesetaraan :

a) Berat Vitamin C = 50,4 mg

Volume larutan Vitamin C yang dititrasi = 1 mL Rata-rata volume titrasi = 4,726 mL

K1 =

|

1 ml x 50,4 mg x 99,90/100

100 ml x (4,726 ml - 0,02 ml)

|

= 0,1069 mg Vitamin C/mL

b) Berat Vitamin C = 50,0 mg

Volume larutan Vitamin C yang dititrasi = 1 mL Rata-rata volume titrasi = 4,806 mL

K2 =

|

1 ml x 50,0 mg x 99,90/100


(64)

c) Berat Vitamin C = 50,4 mg

Volume larutan Vitamin C yang dititrasi = 1 mL Rata-rata volume titrasi = 4,853 ml

K3 =

|

1 ml x 50,4 mg x 99,90/100

100 ml x (4,853 mL - 0,02 mL)

|

= 0,1041 mg Vitamin C/mL Harga rata-rata dan deviasi

Kr1 =

|

K1 + K2

2

|

=

|

0,1069 + 0,1043

2

|

= 0,1056 mg Vitamin C/mL

d1 =

|

K1 + Kr2

Kr1

|

x 100%

= 1056 , 0 1056 , 0 1043 , 0  x 100% = 1,2310%

Kr2 =

|

K1 + K3

2

|

=

|

0,1069 + 0,1041

2

|

= 0,1055 mg Vitamin C/mL

d2 =

|

K1 + Kr2

Kr2

|

x 100%

= 1055 , 0 1055 , 0 1069 , 0  x 100% = 1,3270%

Kr3=

|

K2 + K3

2

|

=

|

0,1043 + 0,1041

2

|

= 0,1042 mg Vitamin C/mL

d3 =

|

K2 + Kr3

Kr3

|

x 100%

= 1042 , 0 1042 , 0 1043 , 0  x 100%


(65)

Kesetaraan Vitamin C dengan harga rata-rata d terkecil adalah d = 0,0959%, maka kesetaraan Vitamin C yang didapat untuk 1 mL 2,6-diklorofenol indofenol setara dengan 0,1042 mg Vitamin C.


(66)

Lampiran 8. Perhitungan kadar vitamin C dari jus buah apel merah

Kadar Vitamin C (mg/g sampel) = (Vt-Vb) x Kesetaraan x Vl

Vp x Bs

Keterangan:

Vt = Volume titrasi (mL)

Vb = Volume blanko (mL)

Vl = Volume labu tentukur (mL)

Vp = Volume pemipetan (mL)

Bs = Berat sampel (g)

Contoh penetapan kadar Vitamin C pada jus buah apel merah Pada titik waktu 0 jam:

Volume titran = 0,28 mL

Volume blanko = 0,02 mL

Kesetaraan = 0,1042 mg vitamin C untuk 1 ml 2,6-diklorofenol

indofenol

Volume labu tentukur = 100 mL

Berat sampel yang digunakan = 10,0076 g

Kadar vitamin C (mg/g sampel) = (0,28 mL - 0,02 mL) x 0,1042 mg x 100 mL

2 mL x 10,0076 g

= 0,1353 mg/g sampel = 13,53 mg/100 g sampel


(67)

Lampiran 9. Data hasil penetapan kadar vitamin C dari jus buah apel merah

Pada titik waktu 0 jam

No . Berat sampel (g) Volume blanko (mL) Volume titran (mL) Kesetaraan (mg) Kadar (mg/100 g) Kadar rata-rata

1 10,0076 0,02 0,28 0,1042 13.53

12,76 mg/100 g

sampel

2 10,0016 0,02 0,26 0,1042 12,28

3 10,0064 0,02 0,28 0,1042 13,30

4 10,0004 0,02 0,28 0,1042 13,54

5 10,0096 0,02 0,26 0,1042 12,49

6 10,0068 0,02 0,24 0,1042 11,45

Pada titik waktu 1 jam

No . Berat sampel (g) Volume blanko (mL) Volume titran (mL) Kesetaraan (mg) Kadar (mg/100 g) Kadar rata-rata

1 10,4401 0,02 0,23 0,1042 10,47

10,07 mg/100 g

sampel

2 10,4032 0,02 0,20 0,1042 9,01

3 10,2011 0,02 0,20 0,1042 9,19

4 10,0857 0,02 0,22 0,1042 10,33

5 10,0486 0,02 0,22 0,1042 10,36

6 10,3602 0,02 0,24 0,1042 11,06

Pada titik waktu 2 jam

No . Berat sampel (g) Volume blanko (mL) Volume titran (mL) Kesetaraan (mg) Kadar (mg/100 g) Kadar rata-rata

1 10,4013 0,02 0,16 0,1042 7,01

6,71 mg/100 g

sampel

2 10,2470 0,02 0,16 0,1042 7,11

3 10,0014 0,02 0,18 0,1042 8,33

4 10,4081 0,02 0,14 0,1042 6,00

5 10,5602 0,02 0,16 0,1042 6,90


(68)

Pada titik waktu 3 jam No . Berat sampel (g) Volume blanko (mL) Volume titran (mL) Kesetaraan (mg) Kadar (mg/100 g) Kadar rata-rata

1 10,3679 0,02 0,14 0,1042 6,03

5,20 mg/100 g

sampel

2 10,2008 0,02 0,12 0,1042 5,10

3 10,3653 0,02 0,12 0,1042 5,02

4 10,3240 0,02 0,12 0,1042 5,04

5 10,4028 0,02 0,14 0,1042 6,00

6 10,3252 0,02 0,10 0,1042 4,03

Pada titik waktu 4 jam

No . Berat sampel (g) Volume blanko (mL) Volume titran (mL) Kesetaraan (mg) Kadar (mg/100 g) Kadar rata-rata

1 10,4055 0,02 0,10 0,1042 4,00

3,63 mg/100 g

sampel

2 10,4879 0,02 0,08 0,1042 2,98

3 10,2416 0,02 0,08 0,1042 3,05

4 10,2018 0,02 0,10 0,1042 4,08

5 10,2052 0,02 0,10 0,1042 4,08

6 10,1327 0,02 0,09 0,1042 3,59

Pada titik waktu 5 jam

No . Berat sampel (g) Volume blanko (mL) Volume titran (mL) Kesetaraan (mg) Kadar (mg/100 g) Kadar rata-rata

1 10,0864 0,02 0,05 0,1042 1,54

1,35 mg/100 g

sampel

2 10,5283 0,02 0,06 0,1042 1,97

3 10,0831 0,02 0,06 0,1042 2,06

4 10,0894 0,02 0,04 0,1042 1,03

5 10,1065 0,02 0,04 0,1042 1,03


(69)

Lampiran 10. Perhitungan statistik kadar vitamin C dari jus buah apel merah

Pada titik waktu 0 jam

No. Xi

Kadar (mg/100g) (Xi-X ) (Xi-X )

2

1. 13,53 0,7650 0,5852

2. 12,28 -0,4850 0,2352

3. 13,30 0,5350 0,2862

4. 13,54 0,7750 0,6006

5. 12,49 -0,2750 0,0756

6. 11,45 -1,3150 1,7292

∑ 76,59

X = 12,7650

3,5120

Dari 6 data yang diperoleh, data ke-6 adalah data yang paling menyimpang maka dilakukan uji Q.

Qhitung =

| Nilai yang dicurigai - Nilai yang terdekat |

(Nilai tertinggi - Nilai terendah) = 11,45 - 12,28

13,53 - 11,45 = 0,83

2,08

= 0,3990

Nilai Qhitung tidak melebihi nilai Q0,95 yaitu 0,621 sehingga semua data diterima.

SD =

1 -n X -Xi 2

= 1 -6 5120 , 3 = 0,8380


(1)

Lampiran 16. Contoh perhitungan analisis perolehan kembali (recovery)

Kadar rata-rata vitamin C jus buah apel hijau pada titik 0 jam adalah 11,49 mg/100 g sampel.

Vitamin C baku yang ditambahkan adalah = 20,40 mg/100 g = 0,2040 mg/mL Dipipet 10 ml = 0,2040 mg/mL x 10 mL = 2,04 mg

Untuk perhitungan kadar vitamin C setelah ditambahkan vitamin C baku: Berat sampel = 10,0558 g

Volume titrasi = 0,80 mL Volume blanko = 0,02 mL

Penambahan sejumlah vitamin C baku dalam sampel dari data ke-1 dihitung dengan rumus:

Kadar vitamin C setelah = (Vt-Vb) x Kesetaraan x Vl ditambahkan Vitamin C baku Vp x Bs

= (0,80 mL - 0,02 mL) x 0,1042 x 100 mL 2 mL x 10,0558

= 0,4041 mg vitamin C/g sampel = 40,41 mg vitamin C/100 g sampel

Dengan cara perhitungan yang sama diperoleh kadar vitamin C (mg/100 g sampel) pada data ke-2 hingga ke-6 berturut-turut adalah 40,28 ; 40,38 ; 40,44 ; 39,92 ; 40,31 mg vitamin C/100 g sehingga diperoleh kadar rata-rata vitamin C jus buah apel merah (recovery) adalah 40,29 mg/100 g sampel.

Untuk penambahan 2,04 mg vitamin C baku kedalam 10,0558 g sampel, maka kadar teoritis vitamin C untuk setiap g sampel:

= 2,04 mg


(2)

= 0,2028 mg vitamin C/g sampel = 20,28 mg vitamin C/100 g sampel Maka % recovery:

=Kadar vitamin C setelah penambahan baku-kadar vitamin C sebelum penambahan baku

Kadar vitamin C baku yang ditambahkan ×100%

= 40,29 mg/100 g – 20,4 mg/100 g

20,28 mg/100g ×100% = 96,64%


(3)

Lampiran 17. Data hasil analisis perolehan kembali (recovery) vitamin C dari jus buah apel hijau (Malus domestica Borkh.)

No Penambahan Vitamin C baku (mg) Berat Sampel (g) Volume titran (mL) Kadar setelah Penambahan Vitamin C baku (mg/100g) Rata-rata Kadar (mg/100g) % Recovery

1. 2,04 10,0558 0,80 40,41

40,29 96,64%

2. 2,04 10,0881 0,80 40,28

3. 2,04 10,0632 0,80 40,38

4. 2,04 10,0473 0,80 40,44

5. 2,04 10,0478 0,79 39,92

6. 2,04 10,0803 0,80 40,31

Perhitungan koefisen variasi (%RSD) dari jus buah apel hijau (Malus domestica

Borkh.) untuk recovery

No. Kadar (mg/100 g) (Xi)

(Xi-X ) (Xi-X )2

1. 40,41 0,12 0,0144

2. 40,28 -0,01 0,0001

3. 40,38 -0,09 0,0081

4. 40,44 0,15 0,0255

5. 39,92 -0,37 0,1369

6. 40,31 0,02 0,0004

∑ 241,74

X = 40,29

0,1824

SD =

1 -n X -Xi 2

= 1 -6 1824 , 0

= ± 0,1909

% RSD = X SD x 100% = 29 , 40 1909 , 0 x 100%


(4)

(5)

(6)

Dokumen yang terkait

Penetapan Kadar Vitamin C dari Buah Kedondong (Spondias dulcis Parkinson) Secara Volumetri Dengan 2,6-Diklorofenol Indofenol

17 163 69

Penetapan Kadar Kadar Vitamin C dari Buah Melon Secara Volumetri dengan 2,6 – Diklorofenol Indofenol.

26 181 72

Penetapan Kadar Vitamin C Dari Bawang Putih (Allium sativum L.) Secara Titrasi 2,6-Diklorofenol Indofenol

37 206 67

Penetapan Kadar Vitamin C dari Daging Buah Sirsak (Annona muricata L.) secara Titrasi dengan 2,6-Diklorofenol Indofenol

1 12 68

Penetapan Kadar Vitamin C dari Jus Buah Apel (Malus domestica Borkh.) yang Berwarna Merah dan Hijau secara Titrasi dengan 2,6-Diklorofenol Indofenol pada Beberapa Interval Waktu

1 2 14

Penetapan Kadar Vitamin C dari Jus Buah Apel (Malus domestica Borkh.) yang Berwarna Merah dan Hijau secara Titrasi dengan 2,6-Diklorofenol Indofenol pada Beberapa Interval Waktu

0 0 2

Penetapan Kadar Vitamin C dari Jus Buah Apel (Malus domestica Borkh.) yang Berwarna Merah dan Hijau secara Titrasi dengan 2,6-Diklorofenol Indofenol pada Beberapa Interval Waktu

0 2 3

Penetapan Kadar Vitamin C dari Jus Buah Apel (Malus domestica Borkh.) yang Berwarna Merah dan Hijau secara Titrasi dengan 2,6-Diklorofenol Indofenol pada Beberapa Interval Waktu

0 1 15

Penetapan Kadar Vitamin C dari Jus Buah Apel (Malus domestica Borkh.) yang Berwarna Merah dan Hijau secara Titrasi dengan 2,6-Diklorofenol Indofenol pada Beberapa Interval Waktu

0 1 3

Penetapan Kadar Vitamin C dari Jus Buah Apel (Malus domestica Borkh.) yang Berwarna Merah dan Hijau secara Titrasi dengan 2,6-Diklorofenol Indofenol pada Beberapa Interval Waktu

1 2 41