Sama halnya dengan Kompas, Waspada juga memberikan gambaran negatif terhadap Hamas dalam pemberitaannya. Hamas digambarkan sebagai kelompok yang menjadi
penyebab agresi tersebut terjadi. Berikut Waspada menuliskan: ”Dia juga secara tidak langsung mengecam kelompok itu sebagai penyebab
banyaknya kematian, dan mengatakan kelompok itu menempatkan pangkalan dan gudang senjata di daerah-daerah padat penduduk.” Waspada, 31122008 PBB
Protes Israel
IV.1.5 Kekerasan Simbolik
Proses seleksi dan menghadirkan suatu informasi tertentu menjadi sangat penting mengingat fakta adalah informasi yang diberitakan. Dalam kerangka ini, kita tidak hanya
bicara tentang suatu organisasi media memproduksi dan mereproduksi ideologi pemilik media melainkan juga media secara mandiri langsung mengendalikan informasi. Hal ini
terjadi karena sedari awal berita hakikatnya adalah proses negoisasi antara editor, jurnalis dan narasumber. Pada operasional pemberitaan, editor dan jurnalis memainkan peran dominan
dalam menafsirkan apa yang diungkapkan oleh narasumber. Berita hakikatnya adalah sebuah produk permainan bahasa melalui media massa.
Keberadaan bahasa dalam media tidak saja sebagai alat untuk mendeskripsikan realitas melainkan mengkonstruksi realitas itu sendiri. Media massa menjadi medan makna melalui
pengembangan kata-kata yang baru beserta makna asosiatifnya, pemerluasan makna dari istilah yang telah ada, pengubahan makna dari sebuah istilah yang telah ada hingga
memantapkan konvensi makna yang telah ada dalam suatu sistem bahasa. Teks berita mampu menentukan konteks, mengkonstruksi pemaknaan seseorang atas
realitas melalui diversifikasi kata sehingga konteks pun dapat termanipulasi. Sebagai sebuah wacana, bahasa dalam media dapat memainkan peran strategis, yakni eufimisme
penghalusan makna, disfemisme sarkasme makna, labelling penjulukkan dan stereotipe
Universitas Sumatera Utara
pengimbuhan yang menetap. Pertarungan makna sejatinya adalah perjuangan wacana, bagaimana sebuah gagasan bertarung untuk menguasai ranah kekuasaan melalui proses
legitimasi di media. Itu pula sebabnya, media cetak dapat menjadi cermin pergulatan kekuasaan baik yang
represif maupun ideologis. Dan, kekuasaan sebagaimana sediakala tak pernah luput dari praktik kekerasan. Seperti halnya SKH Kompas dan Waspada. Dari 90 item berita yang layak
uji di dua surat kabar yang diteliti tersebut, 76 item 84,44 diantaranya mengandung kekerasan simbolik dan sisanya 14 item 15,56 tidak mengandung kekerasan simbolik.
Dari 76 item berita yang bermuatan kekerasan simbolik, SKH Kompas menyumbang 38 item berita 50. Demikian halnya dengan SKH Waspada yang juga menyumbang 38
pemberitaan 50. Berikut penjelasan untuk masing-masing surat kabar tersebut.
Tabel 4.16 Kekerasan Simbolik di SKH Kompas
∗
∗
Sebuah berita dapat mengandung satu atau lebih jenis kekerasan simbolik. Dalam lembar koding, ada lima jenis kekerasan simbolik, yakni stigmatisasi labelisasi, eufemisme, disfemisme, jargon dan metafora.
Untuk penyusunan tabel, kategori disederhanakan, berita bermuatan lebih dari satu jenis kekerasan simbolik kombinasi hanya dihitung jenis kekerasan simbolik paling “utama”.
Universitas Sumatera Utara
Sumber Hasil Pengkodingan
Dari tabel di atas, diketahui berdasarkan validitas data, ada sejumlah 9 item berita 19,1 yang tidak memuat kekerasan simbolik. Dari 47 item pemberitaannya, stigmatisasi
labelisasi mendominasi jenis kekerasan simbolik yang ada pada surat kabar ini, dengan jumlah 23 pemuatan 48,9. Disusul disfemisme sejumlah 8 pemuatan 17, jargon
sejumlah 5 pemuatan 10,6, eufemisme dan metafora masing-masing berjumlah 1 pemuatan 2,1.
Stigmatisasi labelisasi merupakan jenis kekerasan simbolik yang paling banyak mewarnai pemberitaan Kompas. Dari 38 item berita yang mengandung kekerasan simbolik di
SKH Kompas, lebih dari setengahnya 23 pemuatan mengandung jenis kekerasan simbolik ini. Berdasarkan hasil pengamatan, stigma label yang dominan dan paling banyak ditemukan
adalah julukan-julukan yang diberikan kepada pihak Israel ataupun Hamas. Berbagai peristilahan yang dipakai untuk mendefinisikan kedua belah pihak yang terlibat konflik
senjata di Jalur Gaza tersebut bisa dikatakan sebagai proses labelling. Stigmatisasi. labelisasi adalah penerapan kata-kata, istilah atau frase ofensif kepada
individu, kelompok, atau kegiatan sehingga melahirkan pengertian yang berbeda dari sesungguhnya. Dalam penelitian ini, ada berbagai istilah yang ditemukan dan dipergunakan
untuk mendefinisikan Israel, seperti ’Zionis Israel’, ’negara Yahudi’, ’agresor’, ’penjahat perang’, ’negara teroris’, ’penjajah’ dan ’pasukan pendudukan’. Belum lagi istilah-istilah
tersebut biasanya dipergunakan bersamaan dengan atau dipakai untuk mendefinisikan perilaku-perilaku yang ”terkesan buruk”, seperti yang terlihat dalam kutipan berita berikut:
Universitas Sumatera Utara
”Selain agresor, Otri juga menyebut Israel sebagai teroris. Israel jelas negara teroris yang melanggar hukum dari segala aspek.” Kompas, 1312009 Indonesia
dan Suriah Kecewa
Labelisasi ini ternyata juga dilakukan terhadap Hamas, antara lain yang berhasil diidentifikasi ’kelompok teroris’, ’pejuang bersenjata Hamas’, ’pejuang Palestina’, ’penguasa
Jalur Gaza’ dan ’pejuang Islam di Palestina’. Berikut kutipan berita yang mengandung labelisasi untuk Hamas:
”Menurut PM Israel Ehud Olmert, pihaknya berusaha memulihkan kehidupan normal, tenang dan damai bagi warga Gaza dan Israel yang menderita akibat serangan
roket dan mortir dari kelompok bersenjata Hamas selama bertahun-tahun. Untuk itu, Menlu Tzipi Livni justru meminta dunia ’membuka mata’ dan melihat Hamas sebagai
biang keladi.” Kompas, 30122008 Israel Dikecam Keras
Jenis kekerasan simbolik lainnya, disfemisme juga hadir dalam pemberitaan seputar agresi Israel ke Jalur Gaza. Disfemisme – mengasarkan mengeraskan fakta melalui kata atau
kalimat sehingga maknanya berbeda dari sesungguhnya – muncul sebanyak 8 kali 17. Dalam teks berita, disfemisme terwujud dalam pilihan kata misalnya, ’serangan membabi-
buta’, ’kampanye berdarah Israel’, ’tindakan brutal’ dan ’genosida’. ”Presiden Venezuela Hugo Chavez menyebut serangan Israel itu sebagai
”genosida”. Serangan tidak berperikemanusiaan Israel. Kompas, 812009 Venezuela Usir Dubes Israel
Kata ”genosida” dipakai untuk menggambarkan bahwa apa yang dilakukan oleh Israel di Jalur Gaza sudah disetarakan dengan pemusnahan pembersihan etnis terhadap warga
Gaza. Tindakan ini merupakan serangan yang tidak berperikemanusiaan yang dilakukan Israel terhadap Gaza dan rakyatnya.
Angka yang lumayan besar juga ditujukan oleh kekerasan simbolik jenis jargon sebanyak 8 pemuatan 10,6. Berita-berita yang menyajikan kekerasan simbolik jenis
jargon – kata atau istilah khas yang digunakan sebuah kelompok masyarakat tertentu, yang
Universitas Sumatera Utara
kemudian dipakai dalam konteks ideologi, kekuasaan dan diadopsi masyarakat luas- tampil dalam kutipan berita berikut:
”Selain itu, PBB perlu memberikan pengakuan terhadap kedaulatan dan kemerdekaan rakyat, bangsa, dan negara Palestina dan menghormatinya secara
sungguh-sunggguh karena tanpa itu perdamaian di Palestina tidak akan terwujud dalam arti yang sesungguhnya,” uajrnya Kompas, 31122008 Gus Dur Kecam
Serangan Israel
Meruaknya kekerasan simbolik dalam pemberitaan mengenai agresi Israel ke Jalur Gaza di SKH Kompas semakin terlihat dengan munculnya jenis kekerasan simbolik lainnya
yaitu eufemisme dan metafora, yang muncul masing-masing 1 kali. Berikut kutipan berita yang mengandung eufemisme:
”Sebenarnya yang dilakukan Israel terhadap Jalur Gaza bukan sebuah perlindungan diri, melainkan tindakan yang bisa dikatakan keterlaluan dan tidak
berimbang.” Kompas, 212009 Serangan Dilakukan dengan Akurasi Tinggi Kutipan berita di atas menunjukkan Kompas melakukan penghalusan bahasa dengan
penggunaan istilah ”tindakan yang bisa dikatakan keterlaluan dan tidak berimbang” untuk menggantikan penyerangan dan pengeboman yang dilakukan Israel terhadap Gaza.
Eufemisme mungkin tak selalu buruk, setidaknya sampai tingkat tertentu, cara bahasa seperti itu dianggap sebagai bagian dari sopan santun. Tetapi eufemisme jadi buruk bila
dipakai untuk menyembunyikan kenyataan. Jadi bagaimanapun pers harus punya komitmen untuk menggambarkan kenyataan apa adanya.
Sementara, kutipan berita yang menunjukkan penggunaan metafora, yaitu: ”Kilatan cahaya oranye dari tembakan roket, artileri dan tank milik Israel di Jalur
Gaza membuat 1,5 juta warga Gaza memilih tetap tingal dalam ruang berdinding yang diharapkan bisa meredam daya ledak mesin-mesin pembunuh tadi. Suasana gelap
akibat aliran listrik yang terputus membuat suasana kian mencekam.” Kompas, 612009 Takut, Gelap, Dingin Menyelimuti Warga
Tabel 4.17
Universitas Sumatera Utara
Kekerasan Simbolik di SKH Waspada
∗
Dalam penelitian ini, ada berbagai istilah yang diberikan untuk menjuluki Israel maupun Hamas. Label atau stigma yang sering diberikan terhadap Israel, antara lain ’penjahat
genosida’, ’rezim anti HAM dan kemanusiaan’, ’musuh jahat dan berbahaya’, ’Israel pembunuh’ dan sebagainya. Sementara untuk Hamas, diantaranya ’pahlawan perlawanan’,
Sumber Hasil Pengkodingan Berdasarkan tabel 4.17, jenis kekerasan simbolik yang paling banyak mewarnai
pemberitaan agresi Israel ke Jalur Gaza di SKH Waspada adalah stigmatisasi labelisasi sejumlah 16 pemuatan atau sebesar 37,2.
Disusul kemudian jenis kekerasan simbolik eufemisme dan disfemisme yang sama- sama berjumlah 9 pemuatan atau sebesar 20,9, lalu ada 4 pemuatan 9,3 mengandung
jargon dan 5 pemuatan lagi 11,6 tidak memuat kekerasan simbolik. Kekerasan simbolik jenis stigmatisasi labelisasi menempati posisi atas dari segi
kuantitas daripada jenis kekerasan simbolik lainnya. Dalam situasi konflik seperti halnya agresi Israel di Jalur Gaza, setiap pihak yang bertikai selalu menciptakan citra atau imej
sebagai kelompok yang benar, sekaligus menciptakan imej yang negatif buat lawannya. Imej ini salah satu caranya bisa dilakukan lewat penjulukan –penjulukan khas bagi pihak-pihak
yang dianggap lawan.
∗
Sebuah berita dapat mengandung satu atau lebih jenis kekerasan simbolik. Dalam lembar koding, ada lima jenis kekerasan simbolik, yakni stigmatisasi labelisasi, eufemisme, disfemisme, jargon dan metafora.
Untuk penyusunan tabel, kategori disederhanakan, berita bermuatan lebih dari satu jenis kekerasan simbolik kombinasi hanya dihitung jenis kekerasan simbolik paling “utama”.
Universitas Sumatera Utara
’gerilyawan Hamas’, ’militan Palestina’, ’Hamas teroris’, dan lainnya. Berikut kutipan beritanya:
”Jeda kemanusiaan yang dirancang PBB pun dilanggar Israel, karena niat jahat Zionis sebenarnya ingin menghabisi Palestina, bukan hanya Hamas.” Waspada,
1812009 Israel, Si Manusia Setan
”Kami akan katakan pada orang-orang di Gaza dan pahlawan perlawanan, anda tidak sendiri, kami bersama anda. Kemenangan adalah milik anda, Insya Allah,
”Mohammed Raad, seorang pejabat senior Hizbullah Waspada, 1212009 Unjukrasa Anti-Israel Marak di Dunia
Jenis kekerasan simbolik lain yang menonjol adalah eufemisme 20,9 dan disfemisme 20,9. Beberapa kata yang teridentifikasi sebagai kata-kata yang tergolong
eufemisme antara lain ’bentrokan senjata ekstensif’ atau ’ofensif besar-besaran’ untuk menggambarkan telah terjadi pertempuran atau peristiwa tembak-menembak yang mana
biasanya pasti akan menimbulkan korban, dan ’tragedi kemanusiaan’ yang untuk kondisi Gaza diartikan sebagai suatu keadaan dimana telah terjadi tindakan kekerasan yang tidak
berperikemanusiaan. ”Sebagian besar dari korban tewas akibat ofensif besar-besaran Israel sejak Sabtu
itu adalah para anggota pasukan keamanan Hamas.” Waspada, 30122008 Dibom Israel, Hamas Membalas Dengan Roket
Sementara pengasaran pengerasan fakta ditandai dengan kutipan berita berikut: ”Ia menambahkan, Rezim Zionis terus memburu kebijakan pembumihangusan
karena mereka menghadapi kebuntuan militer di Jalur Gaza.” Waspada, 1912009 Ahmadinejad Tuntut Pemimpin Israel Diadili
Kata ”pembumihangusan” dipakai untuk menggambarkan situasi yang kian buruk di Gaza. Penggunaan kata tersebut mengesankan kalau Israel telah melakukan tindakan yang
semena-mena di Gaza.
Universitas Sumatera Utara
Selain itu, ada juga kekerasan simbolik jargon yang turut hadir dalam pemberitaan seputar agresi Israel di SKH Waspada. Berikut kutipan beritanya:
”Dalam rangka untuk mencapai perdamaian yang adil dan beradab serta langgeng bagi semua bangsa dan negara di kawasan itu, DPR mendesak pemerintah aktif
mendorong penyelesaian konflik Israel-palestina berdasarkan kemerdekaan penuh Palestina dan integritas teritorialnya.” Waspada, 1412009 DPR Keluarkan
’Resolusi’ Kutuk Agresi Israel ke Palestina
IV.2 Diskusi Hasil Penelitian