Analisis Investasi Dalam Human Capital Dan Akumulasi Modal Fisik Terhadap Peningkatan Produk Domestik Bruto

(1)

ANALISIS INVESTASI DALAM

HUMAN CAPITAL

DAN AKUMULASI MODAL FISIK

TERHADAP PENINGKATAN

PRODUK DOMESTIK BRUTO

T E S I S

Oleh

ARMIN THURMAN SITUMORANG 037018013/EP

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N

2 0 0 7


(2)

ANALISIS INVESTASI DALAM

HUMAN CAPITAL

DAN AKUMULASI MODAL FISIK

TERHADAP PENINGKATAN

PRODUK DOMESTIK BRUTO

T E S I S

Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains Dalam Program Studi Magister Ekonomi Pembangunan Sekolah Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara

Oleh

ARMIN THURMAN SITUMORANG 037018013/EP

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N

2 0 0 7


(3)

Judul Tesis : ANALISIS INVESTASI DALAM HUMAN CAPITAL DAN AKUMULASI MODAL FISIK TERHADAP PENINGKATAN PRODUK DIMESTIK BRUTO

Nama Mahasiswa : Armin Thurman Situmorang Nomor Pokok : 037018013

Program Studi : Ekonomi Pembangunan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Drs. Iskandar Syarief,M.A.) Ketua

(Dr. Syaad Afifudin,M.Ec.) (Wahyu A. Pratomo,SE.,M.Ec.)

Anggota Anggota

Ketua Program Studi

Direktur,

(Dr. Murni Daulay, MSi.) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B.MSc.)


(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 06 Juli 2007

PANITIA PENGUJI TESIS :

K E T U A : Drs. Iskandar Syarief,MA.

ANGGOTA : 1. Prof. Dr. Sya’ad Afifuddin,M.Ec. 2. Dr. Murni Daulay,MS

3. Wahyu Ario Pratomo,SE,M.Ec. 4. Drs. Rudjiman,MA.


(5)

RIWAYAT HIDUP

N a m a : Armin Thurman Situmorang Tempat/Tgl. Lahir : P. Siantar/ 24 Maret 1965 Jenis Kelamin : Laki-laki

A g a m a : Kristen K e a h l i a n : Penulis

Pendidikan : - SD Neg. Marihat Ulu Simalungun - SMP Neg. I Pematang Siantar

- SMA YP HKBP di Pematang Siantar - S1 Sosek, FP USU, Medan, 1987 - S2 Magister Ekonomi Pembangunan Sekolah Pasca Sarjana, USU, 2007


(6)

KATA PENGANTAR

Salam Sejahtera,

Puji syukur ke hadirat Allah Yang Maha Kuasa, atas kasih setia dan kemurahanNya memberi kesempatan kepada penulis mengikuti dan menyelesaikan pendidikan strata magister. Rasa syukur terutama karena karuniaNya memberi ruang dan waktu untuk menyelesaikan penelitian tesis yang berjudul Analisis Investasi Dalam Human Capital dan Akumulasi Modal Fisik Terhadap Peningkatan PDB Indonesia.

Penulis menyadari ditinjau dari berbagai sisi stereotip ilmu pengetahuan yang terus berkembang, uraian tesis ini memiliki cukup banyak kekurangan yang disebabkan oleh keterbatasan berbagai faktor di dalam dan di luar diri penulis. Oleh karena itu setiap saran dan kritik yang edukatif dan kondusif dari semua pihak sangat dibutuhkan guna menyempurnakan penelitian tesis ini lebih lanjut.

Sejak awal mengikuti kuliah hingga selesainya penulisan tesis ini, banyak dukungan moril yang penulis peroleh dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Sungguh patut disampaikan apresiasi atau penghargaan yang tinggi dan ucapan terima kasih yang tulus kepada :

1. Bapak Prof. Chairuddin P. Lubis,DTM&H,Sp.A(k), sebagai Rektor Universitas Sumatera Utara (USU).


(7)

2. Bapak Prof. Dr.Ir. Sumono,MS., Pembantu Rektor I (PR I) USU yang sebelumnya adalah Direktur Program Pascasarjana (PPs) USU.

3. Ibu Prof.Dr.Ir. T. Chairun Nisa,MS., Direktur Sekolah Pascasarjana (SPs) USU. 4. Dekan Fakultas Pertanian USU Prof.Dr.Ir. Zulkifli Nasution,MSc., dosen

Pascasarjana Prof.Dr.Ir.J.M. Sitanggang,MS. dan Rektor US XII, Prof.Ir. M.P.L. Tobing masing-masing pemberi rekomendasi guru besar sebagai bahan awal administrasi pendukung bagi penulis agar dapat mengikuti pendidikan S2 – SPs-USU

5. Bapak Drs. Jhon Tafbu Ritonga,M.Ec., Dekan Fakultas Ekonomi USU yang sebelumnya adalah PR III USU dan Ketua Program Studi Magister Ekonomi Pembangunan PPs USU. Bagaimanapun jasa-jasanya sangat banyak memberi jalan keluar dari kesulitan non akademis yang penulis hadapi sejak prakuliah maupun hingga usai kuliah di Sekolah Pascasarjana USU.

6. Ibu Dr. Murni Daulay,MSi., Ketua Program Studi dan Dosen pengajar Magister Ekonomi Pembangunan SPs USU sekaligus sebagai Dosen Pembanding pada Seminar Hasil Penelitian tesis ini.

7. Bapak Prof. Dr. Syaad Afifuddin, M.Ec., Sekretaris Program Studi sekaligus sebagai anggota Dosen Pembimbing penulisan tesis ini yang memberikan cukup perhatian kepada penyelesaian studi

8. Bapak Kandidat Doktor Drs. Iskandar Syarief,M.A., sebagai Dosen Pembimbing Utama yang telah banyak meluangkan waktu dan pikiran pemberi jalan informatif


(8)

dan edukatif bahkan kemudahan beroleh berbagai literatur guna mendorong penyelesaian penulisan tesis ini.

9. Bapak Kandidat Doktor Wahyu Ario Pratomo, SE., M.Ec., sebagai anggota Dosen Pembimbing, meski sibuk mengikuti program pendidikan di Kuala Lumpur Malaysia masih menyempatkan diri memberi dorongan, arahan dan anjuran ringkas yang sangat membantu.

10.Bapak Drs. Rudjiman,MA., sebagai Dosen Pembanding pada Seminar Hasil Penelitian tesis ini.

11. Bapak Dr. Ramly yang dari padanya penulis banyak memperoleh keterangan yang cukup informatif dan edukatif.

12. Bapak Prof. Dr. Syaad Afifudin,MEc., Drs. Iskandar Syarief,M.A., Wahyu A. Pratomo,SE.,MEc., Drs. Rujuman,M.A. dan Ibu Dr. Murni Daulay, MSi. masing-masing sebagai Dosen Penguji.

13. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen Pengajar pada Program Studi Magister Ekonomi Pembangunan SPs. USU, baik dosen Tetap maupun yang didatangkan dari BI Jakarta dan UKM Kuala Lumpur sebagai Dosen Tamu yang telah membekali ilmu pengetahuan keekonomian kepada penulis.

14.Abangnda Drs. Ridwan Siregar, MLitt., Kepala Perpustakaan USU, dan Kepala Pusat Komputerisasi USU beserta staf/karyawan yang telah memberi banyak kemudahan penggunaan buku-buku perpustakaan serta ratusan judul paper dan tulisan ilmiah atau jurnal melalui akses dunia maya.


(9)

15. Abangnda Ir. Nasier, Kepala Tata Usaha SPs USU yang banyak memberi waktu bertukar-pikiran dan membantu berbagai hal seperti administrasi dan pengeditan naskah penelitian ini guna memenuhi standar yang ditetapkan oleh SPs USU. 16. Seluruh Pimpinan, Staf Administrasi dan Tata Usaha di SPs USU serta Badan

Pusat Statistik Sumatera Utara. Terlebih khusus Staf pada Program Magister Ekonomi Pembangunan seperti, Misnan, Jamaludin, Hari dan Yuli yang telah banyak membantu menyiapkan berbagai fasilitas seminar serta keperluan keadministrasian.

18.Ibunda Alm. Yohanna boru Simanjuntak, pribadi yang menjadi teladan atas ketekunan dan keuletan serta kerja keras. Hingga menjelang akhir hayatnya beliau masih mendorong penulis menyelesaikan pendidikan. Ayahanda St. M.R. Situmorang, seorang yang menganggap pendidikan bukan berarti menjadi pegawai tinggi, melainkan untuk mengawal dan merawat negeri menjadi lebih baik sepadan dengan perjuangannya sebagai Veteran Kemerdekaan RI 1945. 19. Bvr. Theresnaria Yuliatur Situmorang,S.Psi., saudara sekaligus sahabat, pribadi

yang mencintai kemajuan iman disetarakan dengan mencintai ilmu pengetahuan. Dari padanya penulis banyak beroleh pengalaman menguji kualitas kepercayaan menuju pencapaian sesuatu yang akhirnya bisa diraih.

20. Saudara sekandung Masa, Edison,MT. Maida, dr.Duma, Ata,MSi.dan Ir. Somba karena bagaimanapun dorongan psikologis materil-non materil mereka cukup banyak berperan serta membangun semangat menuntaskan studi ini. Demikian pula ponakan yang terwakili oleh Chandra,MHum., Rona, Koko, Daniel, Amel


(10)

dan Anggia, komunitas generasi penerus yang menjadi sumber berpotensi menuangkan nilai spiritual dalam perjuangan hidup ini.

21.Seluruh rekan-rekan mahasiswa Angkatan-5 MEP-SPs. USU antara lain Ir. Tarmizi Kasim,MSi., Drs. Sumanjaya Hasibuan,MSi., Drs. Chairul Nazwar, Drs. Jhonatan Tarigan,MSi., Drs. Syahelmi, atas diskusi-diskusi informal yang menambah wawasan. Juga Mahasiswa Angkatan VI antara lain, Sugirhot Marbun,SH.,MSi., Doli Ritonga,SE., MSi. serta Mahasiswa Angkatan IX antara lain, Muhammad Adli Putra,SP.,MSi. dan Prima Indra,MSi. yang membantu penggunaan fasilitas program E-views.4.1. dalam pengolahan data.

Semoga mereka termasuk nama-nama lain yang belum disebutkan satu-persatu kiranya beroleh berkat dan kasih yang berlimpah sebagai karunia dari Allah atas kebaikan-kebaikan dan perhatiannya.

Medan, Juni 2007


(11)

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh spesifik empat variable independent akumulasi modal fisik atau tetap atau fixed capital formation (AMF), investasi (anggaran pembangunan) pemerintah dalam bidang human capital yaitu pendidikan dan kesehatan (GIHC), jumlah tenaga kerja produktif berpendidikan menengah (SHCM) dan jumlah tenaga kerja produktif berpendidikan tinggi (SHCU) terhadap variable dependen peningkatan PDB atau pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Metode penelitian ini menggunakan data runtun waktu (time-series) dengan fungsi PDB = f (AMF, GIHC, SHCM, SHCU) atau model analisis dalam persamaan linier Y = 0 + 1 AMF + 2 GIHC + 3 SHCM + 4 SHCU + . Data yang

dipergunakan adalah data sekunder tahunan (annual) dari buku tahunan Badan Pusat Statistik Indonesia selama kurun waktu 30 tahun yaitu dari tahun 1975 sampai dengan tahun 2004. Metode analisis yang dipergunakan untuk mengestimasi data penelitian adalah Ordinary Least Square (OLS) melalui Program E-views 4.1.

Estimasi dengan menggunakan metode OLS menunjukkan hasil yang konsisten dan efisien untuk melihat pengaruh akumulasi modal fisik, investasi dalam human capital serta jumlah tenaga kerja produktif berpendidikan menengah dan jumlah tenaga kerja produktif berpendidikan tinggi terhadap peningkatan PDB Indonesia. Akumulasi modal fisik, investasi dalam human capital dan tenaga kerja produktif berpendidikan lanjutan berpengaruh positip dan sangat signifikan terhadap peningkatan PDB. Sementara jumlah tenaga kerja produktif berpendidikan menengah berpengaruh positip namun kurang signifikan terhadap peningkatan PDB.

Dari uji estimasi tidak terdapat multikolinieritas maupun otokorelasi antara variable independen. Dengan catatan melalui Uji D-W tidak ada otokorelasi pada level signifikansi 0,01 atau inconclusive (tidak ada keputusan) pada level signifikansi 0,05. Selanjutnya melalui uji Breusch-Godfrey atau L-M test diperoleh nilai Obs* R2(7,9348) < df-tabel(37,6525), sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan

otokorelasi antara variable independent.


(12)

ABSTRACT

The aim of this study is to know about the specific impact of four independent variable as Fixed Capital Formation (AMF), Government Spending on Education and Health as Government Investment in Human Capital (GIHC), Total Productive High School Educated Labour or Stock of Human Capital on Middle Skilled (SHCM) and Total Productive University Educated Labour or Stock of Human Capital on Academy or University Skilled (SHCU) on the Increase of Gross Domestic Product (GDP) of Indonesia (Y).

This research used time series data which was regressed by the function model PDB = f (AMF, GIHC, SHCM, SHCU) moreover in analysis model as a linier similarity Y = 0 + 1 AMF + 2 GIHC + 3 SHCM + 4 SHCU + . This

study applied the annual secondary data of Badan Pusat Statistic Yearly Book during 30 years, since 1975 until 2004. The method of analysis is Ordinary Least Square (OLS) by using E-views 4.1. estimator program.

The OLS estimator shows that efficiency and consistently yields the impact of AMF, GIHC, SHCM and SHCU to increase the GDP of Indonesia. AMF, GIHC and SHCU positively influenced and highly significant to increase the GDP, meanwhile SHCM positively but less significant. There was no multicolinierity in independent variables. The Durbin-Watson test explained there was no autocorrelation in 0,01 level of significance but inconclusive in 0,05 level of significance. In spite of the Breusch-Godfrey test or L-M test obtained that the Observation* R2 value (7,9348) is smaller than df-table value (37,6525) meaning there was not found autocorrelation.


(13)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP... viii

DAFTAR ISI... ix

DAFTAR TABEL... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR SINGKATAN ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 7

1.3. Tujuan Penelitian ... 8

1.4. Manfaat Penelitian ... 8

BAB II TINJAUAN TEORI ... 9

2.1. Human Capital dan Akumulasi Modal Fisik ... 9

2.2. Kesehatan dan Pertumbuhan Ekonomi ... 13

2.3. Pertumbuhan Ekonomi ... 14

2.4. Studi atau Penelitian Empiris... 18


(14)

2.6. Kerangka Pemikiran ... 23

BAB III METODE PENELITIAN ... 25

3.1. Ruang Lingkup Penelitian ... 25

3.2. Jenis dan Sumber Data ... 25

3.3. Definisi Operasional dan Batasan Variabel ... 26

3.4. Model Analisis ... 27

3.5. Metode Analisis ... 28

3.6. Uji Kesesuaian (Goodness of Fit) ... 29

3.7. Uji Penyimpangan Asumsi Klasik ... 31

3.7.1. Uji Mutikolinieritas... 32

3.7.2. Uji Linieritas ... 32

3.7.3. Uji Normalitas ... 33

3.7.4. Uji Otokorelasi ... 34

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 36

4.1. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia ... 36

4.2. Produk Domestik Bruto ... 40

4.3. Akumulasi Modal Fisik ... 42

4.4. Anggaran Pemerintah Dalam Human Capital ... 42

4.5. Jumlah Tenaga Kerja ... 44

4.5.1. Tenaga Kerja Berpendidikan Tinggi ... 46

4.5.2. Tenaga Kerja Berpendidikan Menengah ... 46


(15)

4.6.1. Hasil Estimasi Analisis OLS... 47

4.6.2. Hasil Uji Breusch-Godfrey ... 56

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 59

5.1. K e s i m p u l a n ... 59

5.2. S a r a n... 61


(16)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

1.1. Kontribusi Human Capital Terhadap GNP Amerika Serikat Tahun 1929 & 1957... 3 1.2. Pengeluaran Publik Di Sektor Pendidikan Beberapa Negara di Dunia

Menurut Persentase GDP ... 6 4.1. Pertumbuhan Ekonomi dan Angkatan Kerja Indonesia Dari Pelita I

Sampai Dengan Pelita V ... 37 4.2. Produk Domestik Bruto dan Penurunan AMF Srta GIHC Pasca Resesi

Tahun 80-an dan Krisis Ekonomi 1997 ... 41 4.3. Hasil Estimasi Regresi Variabel, AMF, GIHC, SHCM dan

SHCU Terhadap Variabel Pertumbuhan Ekonomi Indonesa (Data Time

Series 1975-2004) ... 48 4.4. Uji Multikolinieritas Melalui Nilai Determinasi R2 Dari Hasil Estimasi


(17)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1. Kurva Incremental Earnings Pekerja Berpendidikan Lanjutan ... 12 2.2. Sketsa Kerangka Pemikiran ... 23 3.1. Kurva Pedoman Otokorelasi Durbin-Watson Test ... 35 4.1. Kurva Pertumbuhan Ekonomi Dan Pengangguran


(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman 1. Hasil, Estimasi OLS Atas Variabel, AMF, GIHC SHCM dan SHCU

Terhadap Pertumbuhan Ekonomi... 65 2. Hasi, Estimasi OLS Masing-masing Variabel Independen AMFK, GIHC,

SHCM dan SHCU Untuk Mengetahui Ada Tidaknya Multikolinieritas .... 66 3. Hasil Estimasi OLS Untuk Uji Normalitas Guna Mengetahui Normal

Tidaknya Faktor Pengganggu μ Melalui Uji Jarque-Bera ... 68 4. Hasil, Estimasi OLS Untuk Uji Lineritas Dengan Menggunaan Uji

Ramsey Reset... 69 5. Hasil, Estimasi OLS Untuk Uji Breusch-Godfrey atau LM-Test 64 ... 70 6. Hasil Estimasi OLS Untuk Nilai dan Bahasan Durbin-Watson d-statistik 65 7. Data Penelitian Analisis Investasi Dalam Human Capital dan Akumulasi


(19)

DAFTAR SINGKATAN

AMF = AKUMULASI MODAL FISIK ATAU FIXED CAPITAL FORMATION GIHC = GOVERNMENT INVESTATION IN HUMAN CAPITAL ATAU

INVESTASI PEMERINTAH DALAM BIDANG HUMAN CAPITAL PDB = PRODUK DOMESTIK BRUTO ATAU GROSS DOMESTIC

PRODUCT

SHCM = STOCK OF HUMAN CAPITAL ON MIDDLE SKILLED YAITU JUMLAH TENAGA KERJA PRODUKTIF BERPENDIDIKAN MENENGAH.

SHCU = STOCK OF HUMAN CAPITAL ON UNIVERSITY SKILLED YAITU JUMLAH TENAGA KERJA PRODUKTIF BERPENDIDIKAN LAN- JUTAN ATAU TAMATAN AKADEMIS ATAU UNIVERSITAS.


(20)

BAB I

PENDAHULUAN

2. Latar Belakang

Tujuan pembangunan ekonomi di antaranya adalah meningkatkan pertumbuhan ekonomi, di samping dua tujuan lainnya yaitu pemerataan (distribution of income) dan stabilitas. Indikator pertumbuhan ekonomi penting diketahui dalam melakukan analisis tentang pembangunan ekonomi suatu negara, karena dapat memberikan gambaran secara makro atas kebijaksanaan pemerintah yang telah dilaksanakan khususnya dalam bidang ekonomi.

Pertumbuhan ekonomi menunjukkan sejauh mana aktivitas perekonomian akan menghasilkan tambahan pendapatan masyarakat pada suatu periode tertentu, karena pada dasarnya aktivitas perekonomian adalah suatu proses penggunaan faktor produksi atau dibentuk oleh berbagai sektor ekonomi untuk menghasilkan output. Agar pertumbuhan ekonomi terus meningkat dan dapat dipertahankan dalam jangka panjang maka perlu diketahui hal-hal apa yang mempengaruhinya.

Pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor ekonomi seperti sumber daya alam, sumber daya manusia, modal, teknologi dan lain sebagainya serta faktor non ekonomi seperti lembaga sosial, kondisi politik dan nilai-nilai moral suatu bangsa yang mendukung berlangsungnya proses pertumbuhan ekonomi yang pada umumnya dilihat melalui total Produk Domestik Bruto (PDB).


(21)

Kotler (1997) menyatakan bahwa perekonomian suatu bangsa dipengaruhi oleh anugerah ekonomis yang dimiliki bangsa mencakup sumber daya alam, jumlah penduduk, human capital, modal fisik, teknologi dan infrastruktur. Kekurangan-kekurangannya dapat dipenuhi dengan impor yang dapat dibayar dengan ekspor produk-produk lain atau dengan pinjaman luar negeri.

Modal fisik dapat digolongkan dalam tiga kategori utama ; saham residensial, inventori dan saham modal nonresidensial. Di negara-negara industri kategori modal nonresidensial yang dihitung berdasarkan saham modal bruto per karyawan ternyata lebih berperan dalam proses pertumbuhan ekonomi.

Human Capital (selanjutnya disingkat HC) menyumbang langsung pada penciptaan kekayaan nasional. Semakin tinggi rata-rata tingkat keterampilan dan pengetahuan, semakin mudah bagi individu dalam usia bekerja untuk mengerti, menerapkan dan mendapatkan hasil dari kemajuan teknologi dan akhirnya meningkatkan standar ekonomi dan hidup bangsa. Suatu bangsa harus menanamkan modal dalam pendidikan serta lebih menyeragamkan materi pengajaran.

Tjiptoherijanto (1994) menyatakan modal dasar yang digunakan ekonom untuk menjelaskan PDB atau Gross National Product (GNP) dalam bentuk fungsi produksi di mana output GNP merupakan fungsi dari dua input utama yaitu tenaga kerja dan modal. Terdapat berbagai macam tenaga kerja dan modal, tetapi sering dilupakan dalam model yang membahas pertumbuhan ekonomi. Dalam hubungan ini yang dipentingkan adalah sejauh mana pertambahan modal (ditunjukkan melalui investasi) atau pertambahan tenaga kerja (disebabkan oleh pertumbuhan penduduk)


(22)

mempengaruhi peningkatan GNP. Penelitian di Amerika Serikat (AS) menunjukkan bahwa perubahan GNP bukan semata-mata oleh adanya perkembangan tenaga kerja dan modal, akan tetapi dari faktor residual, yakni peningkatan kualitas dari faktor produksi.

Tabel 1.1. Berikut ini menunjukkan besarnya pengaruh atau kontribusi pengembangan HC terhadap GNP di Amerika Serikat :

Tabel 1.1. Kontribusi Human Capital Terhadap Pertumbuhan G N P Amerika Serikat Pada Tahun 1929 & 1957

Persentase Kontribusi Terhadap GNP Pada Tahun Human Capital

1929 1957

Pendidikan 0,35 0,67

Pengalaman 0,06 0,11

Struktur Umur/kelamin 0.01

- 0,01

Kemajuan Teknologi 0,73 0,43

Kemajuan Pengetahuan - 0,58

Aplikasi Pengetahuan - 0,01

Kelembagaan ekonomi - - 0,07

Sumber : Teori Pertumbuhan Ekonomi, Boediono, BPFE, Jogyakarta,1992

Kualitas faktor produksi sumber daya manusia sangat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dan kesehatan. Peningkatan kualitas sumber daya manusia melalui pendidikan dan kesehatan merupakan dua bahagian penting dari peningkatan stok


(23)

human capital selain pengembangan teknologi (technology advancement), penelitian, dan kelembagaan ekonomi (institutions).

Sumber daya manusia atau tenaga kerja merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi selain sumber daya alam dan modal. Tanpa sumber daya manusia maka sumber daya alam yang berlimpah tidak dapat dikelola. Namun pertumbuhan ekonomi tidak semata-mata tergantung pada jumlah sumber daya manusia saja, melainkan lebih menekankan pada produktivitas.

Sumber kemajuan ekonomi berasal dari peningkatan produktivitas manusia (lebih sehat, terampil, terdidik, bermotivasi bekerja), mesin baru yang lebih produktif, organisasi produksi (penemuan, keringanan pajak, subsidi BBM dan listrik) dan efisiensi kerja (kesehatan buruh, kursus-kursus atau training dan sistem pendidikan yang lebih baik).

Fergus (1995) menyatakan bahwa konsep pengembangan sumber daya manusia menurut pemikiran klasik adalah didasarkan pada hubungan kesetaraan antara manusia dalam hal ini tenaga kerja dengan sejumlah faktor produksi lain seperti tanah, material dan mesin-mesin.

Secara mikro di dalam suatu organisasi atau institusi bentuk dari sumber daya manusia itu adalah tenaga kerja, pegawai atau karyawan. Pengembangan sumber daya manusia secara mikro dalam suatu organisasi pada hakekatnya adalah upaya untuk merencanakan dan meningkatkan kemampuan serta mengelola tenaga kerja atau karyawan sehingga diperoleh produktivitas yang semakin tinggi.


(24)

Secara makro pengembangan sumber daya manusia adalah suatu upaya untuk mengembangkan kualitas atau kemampuan (skill) sumber daya manusia agar mampu mengolah dan mengelola sumber daya alam, sehingga dapat digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sebagai tujuan akhir dari pembangunan.

Pengeluaran pemerintah (government expenditure) praktis dapat mempengaruhi aktivitas ekonomi pada umumnya. Selain pengeluaran ini dapat menciptakan berbagai prasarana yang dibutuhkan dalam proses pembangunan, juga merupakan salah satu komponen dari permintaan agregat (aggregate demand) yang kenaikannya akan mendorong produksi atau PDB, sepanjang perekonomian belum mencapai tingkat kesempatan kerja penuh (full employment).

Pendidikan dalam model pertumbuhan Solow adalah proses belajar yang memerlukan upaya sadar untuk mengajarkan, menginstruksikan, melatih dan menginformasikan. Sebahagian besar pendapatan nasional dicurahkan untuk kepentingan pendidikan di setiap negara. Tabel 1.2. berikut menunjukkan persentase jumlah uang yang dikorbankan untuk pendidikan sebagai investasi sadar dalam membentuk HC.

Tabel 1.2. berkut ini menunjukkan bila dihitung berdasarkan persentase terhadap GDP, pengeluaran publik sektor pendidikan di Indonesia masih menduduki peringkat terbawah dan kurang terdata dibandingkan negara lainnya. Dibandingkan dengan persentase rata-rata negara maju adalah 1 berbanding 3 (1,7 : 5,6) sementara dengan persentase rata-rata negara berkembang adalah 1 berbanding 2 (1,7 : 3,9).


(25)

Tabel 1.2. Pengeluaran Publik di Sektor Pendidikan Beberapa Negara Di Dunia Menurut Persentase GDP

Negara Maju 1980 1995 Sdg Berkembang 1980 1995

Australia 5,5 5,6 Banglades 1,5 2,3

Kanada 6,9 7,3 Philippina 1,7 2,2

Perancis 5,0 5,9 India 2,8 3,3

Hongaria 4,7 6,0 Thailand 3,4 4,2

Denmark 6,9 8,3 Malaysia 6,0 5,3

Finlandia 5,3 7,6 Indonesia 1,7 --

Swiss 5,0 5,5 Cina 2,5 2,3

Amerika Serikat 6,7 5,3 Mesir 5,7 5,6

Swedia 9,0 8,0 Argentina 2,7 4,5

Developed Economy

5,6 5,5 Developing Economy

3,9 4,5 Sumber : Data Diolah dari Education, Human Capital and Growth, Economic Growth and

Development, Hendrick van den Berg, 2001

Sejak tahun 1970 anggaran pendidikan dan kesehatan di Indonesia hanya mencapai 1 sampai dengan 2 persen dari total GDP atau di bawah 10 persen total APBN, di bawah tuntutan masyarakat sejak bergulirnya era reformasi (1998) di Indonesia yaitu sebesar 20 persen dari total APBN atau masih jauh di bawah anggaran yang dilakukan negara maju atau negara industri baru (Newly Industry Countrys/NICs).

Studi-studi mengenai investasi dalam HC patut dilaku-kan di Indonesia, mengingat jumlah SDM dan SDA yang cukup besar. SDM tersebut terdiri dari tenaga kerja terampil dan terdidik serta tenaga kerja yang kurang terampil atau tidak terdidik (tidak tamat SD). Dengan mengintroduksi pengalaman negara-negara sekitar Laut


(26)

Baltik atau Eropa umumnya dan negara-negara baru maju (NICs) Indonesia dapat membuat kebijaksanaan pengelolaan anggaran untuk mencapai kemajuan.

Penelitian tesis ini sesungguhnya berlatar belakang suatu pemikiran yang memadukan sebahagian teori neo-klasik dan teori modern. Neo-klasik menekankan tenaga kerja dan modal sementara teori modern menguji pertumbuhan ekonomi dari sisi agregat suplai yang menekankan produktivitas faktor produksi. Penelitian ini dapat menjadi gambaran nyata atas perhatian kita terhadap pentingnya mengatur strategi dasar penggunaan dana atau anggaran guna kemajuan ekonomi bangsa.

1.2. Perumusan Masalah

Dengan memperhatikan latar belakang yang telah diuraikan di atas dapat dirumuskan beberapa masalah yang akan diteliti sebagai berikut :

1. Apakah investasi dalam HC yaitu pengeluaran pemerintah khususnya anggaran pembangunan di sektor pendidikan dan kesehatan berpengaruh terhadap peningkatan Produk Domestik Bruto ?

2. Apakah akumulasi modal fisik atau gross fixed capital formation mempengaruhi peningkatan Produk Domestik Bruto ?

3. Apakah jumlah tenaga kerja produktif dengan tingkat pendidikan menengah mepengaruhi peningkatan Produk Domestik Bruto ?

4. Apakah jumlah tenaga kerja produktif dengan tingkat pendidikan tinggi berpengaruh terhadap peningkatan Produk Domestik Bruto ?


(27)

1.3. Tujuan Penelitian

Secara umum penelitian ini bertujuan :

1. Untuk mengetahui pengaruh akumulasi modal fisik, anggaran pemerintah di sektor pendidikan dan kesehatan serta jumlah tenaga kerja berpendidikan menengah dan tinggi terhadap peningkatan PDB serta untuk mengetahui kontribusi masing-masing variabel tersebut terhadap PDB Indonesia.

2. Untuk mengetahui variabel apa dalam penelitian ini yang paling dominan mempengaruhi peningkatan PDB Indonesia.

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk :

1. Menambah khasanah ilmu pengetahuan, khususnya tentang pengaruh investasi dalam HC dan akumulasi modal fisik terhadap peningkatan PDB atau pertumbuhan ekonomi Indonesia.

2. Pemerintah, khususnya Badan Perencana Pembangunan Nasional sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan kebijakan pembangunan ekonomi khususnya belanja pemerintah dalam bidang HC dan akumulasi modal fisik.

3. Peneliti selanjutnya sebagai bahan acuan terutama yang berminat untuk melengkapi kajian tentang pengaruh modal fisik dan investasi dalam HC dengan ruang lingkup yang lebih luas.


(28)

BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1. Human Capital dan Akumulasi Modal Fisik

Pasca perang dunia II para ekonom mengukur pertumbuhan ekonomi melalui pendekatan rasio capital-output sebagaimana pendekatan teori ekonomi neo-klasik umumnya. Pendekatan ini menunjukkan hubungan yang erat antara formasi modal dan pertumbuhan ekonomi di Amerika Serikat dan negara-negara yang telah berkembang di Eropa Barat (Myrdal, 1968).

Dilihat dari kerangka pemikiran kelompok teori modern ada sejumlah perbedaan mendasar dengan kelompok teori neo-klasik. Di antaranya adalah yang mencakup tenaga kerja, capital (barang modal) dan kewirausahaan. Dalam hal tenaga kerja, kelompok teori modern memandang aspek kualitas menjadi penting dari pada aspek kuantitas. Aspek kualitas tenaga kerja tidak hanya dilihat dari tingkat pendidikan tetapi juga kondisi kesehatannya. Tingkat pendidikan dan kondisi kesehatan menjadi dua variable bebas yang penting di dalam analisis empiris dengan pendekatan ekonometris mengenai pertumbuhan ekonomi.

Studi-studi empiris di sejumlah negara yang dilakukan oleh Barro (1991, 1998), Barro dan Lee (1993), Mankiw dan kawan-kawan (1991) serta Nelson dan Pack (1998) menjabarkan tingkat pendidikan biasanya diukur dengan persentase tenaga kerja yang berpendidikan tinggi terhadap jumlah tenaga kerja atau penduduk


(29)

yang terdaftar (enrolment) pada suatu tingkat pendidikan tertentu. Sedangkan tingkat kesehatan umumnya diukur dengan tingkat harapan hidup (life expectancy). Demikian juga kualitas capital (mencerminkan proses teknologi) lebih penting dari pada kuantitasnya (akumulasi kapital). Kewirausahaan termasuk kemampuan seseorang untuk melakukan inovasi merupakan salah satu faktor krusial bagi pertumbuhan ekonomi (Tambunan, 2001).

Pengalaman Korea Selatan memperlihatkan bahwa ternyata sumber pertumbuhan yang terpenting adalah peningkatan produktivitas dengan mencerminkan adanya suatu progress teknologi, bukan jumlah dari faktor-faktor produksi yang digunakan. Tenaga kerja di dalam fungsi produksi tidak lagi merupakan faktor eksogen namun bisa berkembang mengikuti kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan. Kemajuan teknologi dan perkembangan ilmu pengetahuan serta pendidikan menjadi faktor-faktor yang penting dalam pertumbuhan.

Dalam studi yang lebih intensif di Amerika Serikat dan negara Eropa Barat ternyata ditemukan residual atau faktor lain yang lebih berpengaruh daripada investasi modal. Faktor lain yang bekerja dalam pembangunan ekonomi tersebut adalah pendidikan, kesehatan, riset, teknologi, organisasi, manajemen, pemerintah (regulator), administrasi dan lain-lain.

Engelbrecht (2003) mengemukakan bahwa investasi yang lebih besar pada Human Capital (HC) dan akumulasi atau formasi modal fisik menyebabkan Amerika Serikat meraih keuntungan pada pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Dan dari


(30)

sejumlah studi literatur ekonomi diperoleh berbagai macam fungsi khusus HC yang berguna untuk meningkatkan penghasilan individu dan sebagai mesin penggerak pertumbuhan ekonomi.

Perbaikan pendidikan diharapkan dapat memberi peluang pertumbuhan yang lebih tinggi di masa depan sebab dengan perbaikan pendidikan maka para pekerja memiliki kemampuan yang lebih baik dalam mengoperasikan dan mengeksploitasi sumber daya ekonomi modern dan memanipulasi modal fisik. Perbaikan tersebut terutama harus diprioritaskan pada pendidikan dasar.

Campbell dan Stanley (1986) menyebutkan investasi dalam human capital adalah seluruh kegiatan yang bertujuan meningkatkan kualitas (produktivitas) tenaga kerja pada waktu tertentu. Investasi dalam human capital bukan hanya pengeluaran atau belanja pendidikan formal dan pelatihan selama bekerja, tetapi termasuk juga belanja kesehatan dan migrasi. Produktivitas pekerja meningkat melalui perbaikan kesehatan fisik dan mental serta melalui perpindahan lokasi tempat mereka bekerja.

Tujuan investasi perusahaan dalam physical capital seperti belanja aset atau mesin-mesin baru adalah meningkatkan penerimaan atau produksi di masa datang, demikian juga halnya investasi yang dilakukan dalam human capital. Belanja pendidikan atau pelatihan bagi seseorang (orang tua atau masyarakat) bertujuan mengantisipasi pengetahuan dan skill guna meningkatkanan penghasilan di masa datang.


(31)

Kurva penghasilan bertambah (incremental earnings) Campbell dan Stanley secara sederhana menggambarkan profil peningkatan pendapatan seseorang akibat pendidikan lanjutan. Gambar 2-1 menjelaskan seberapa besar tambahan penghasilan yang akan diperoleh pekerja berpendidikan lanjutan dibanding dengan pekerja yang berpendidikan menengah. Kurva HH menunjukkan penghasilan jika seseorang memutuskan untuk tidak melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. Kurva CC

adalah biaya dan penghasilan bila melanjutkan pendidikan 4 tahun di perguruan tinggi sebelum memasuki pasar kerja. Area – 1 merupakan biaya langsung atau pendapatan negatif selama melanjutkan pendidikan. Area – 2 merupakan biaya tidak langsung (indirect cost) atau biaya peluang (opportunity cost) yakni biaya akibat menahan diri dari penghasilan yang seharusnya diterima karena mengikuti pendidikan. Jumlah Area-1 dan Area –2 adalah total investasi dalam pendidikan.

C

H

65 (2) Indirect Cost

(1)Direct Cost 22 Age 18

H

(3) Incremental Earnings A N N U A L E A R N I N G S

Sumber : Campbell & Stanley, 1986


(32)

Area – 3 menunjukkan tambahan penghasilan bruto yang diterima oleh pekerja berpendidikan lanjutan atau incremental earnings.

2.2. Kesehatan dan Pertumbuhan Ekonomi

Pada teori permintaan konvensional diajukan asumsi bahwa konsumen mempunyai cukup informasi untuk melakukan pemilihan barang yang akan dikonsumsi secara optimal dalam mencapai utiliti maksimum, namun model tersebut tidak berlaku secara sempurna pada pasar pelayanan kesehatan. Hal ini terjadi karena karakteristik komoditi kesehatan yaitu ketidaksempurnaan informasi, keterbatasan pengetahuan (lack of knowledge), ketidakpastian permintaan, monopoli penawaran, tidak pernah homogen, efek eksternalitas dan asing (non-excludability), bahaya moral dan tergolong barang mutu jasa atau merit goods (Tjipto dan Soesetyo, 1994).

Membicarakan kesehatan tidak hanya mempersoalkan pelayanan kesehatannya saja, melainkan akan berkaitan dengan kesejahteraan seluruh masyarakat. Pemerintah harus bertindak mengatur pasar komoditi kesehatan guna menghindarkan konsumen menanggung kerugian besar akibat kesalahan dalam melakukan pemilihan konsumsi komoditi pelayanan kesehatan.

Tjiptoherijanto (1994) menyatakan bahwa secara umum sumber pembiayaan kesehatan berasal dari pemerintah, swasta, lembaga komersial dan pengeluaran langsung oleh rumah tangga. Porsi terbesar dari segi kuantitas pembiayaan kesehatan secara nasional berasal dari pengeluaran rumah tangga. Program-program di bidang


(33)

kesehatan dan pendidikan lebih berhubungan dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia

Schultz, 1960 dan Denison, 1962 (dalam Tjiptoherijanto, 1994) menunjukkan sekitar 20 % pertumbuhan ekonomi AS untuk beberapa dasawarsa disebabkan oleh perbaikan tingkat pendidikan dan kesehatan. Pengaruh perbaikan kesehatan meningkatkan partisipasi tenaga kerja selanjutnya memperbaiki tingkat pendidikan dan kemudian menyumbang pertumbuhan ekonomi. Tingkat kesehatan yang cukup baik akan merangsang keinginan meningkatkan produktivitas dan mengubah sikap ke arah aktivitas yang lebih bersifat kewiraswastaan atau bersikap lebih produktif.

2.3. Pertumbuhan Ekonomi

Lipsey (1999) menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi merupakan suatu kekuatan tunggal untuk menghasilkan peningkatan standar hidup dalam jangka panjang. Apa yang terjadi pada materi standar kehidupan kita sepanjang waktu tergantung pada besarnya pertumbuhan riil produk domestik bruto atau PDB (gross domestic product/GDP) dihubungkan dengan pertumbuhan penduduk, artinya tergantung pada PDB per kapita. Pertumbuhan PDB atau GDP per kapita tidaklah menunjukkan kehidupan setiap penduduk lebih baik, melainkan hanya memberitahu standar hidup rata-rata menjadi lebih tinggi.

Case (2002) menyebutkan bahwa pertumbuhan ekonomi diwarnai dengan peningkatan keluaran (output) total suatu perekonomian. Hal ini terjadi bila masyarakat mengupayakan sumber daya baru atau belajar untuk memproduksi lebih


(34)

banyak dengan menggunakan sumber daya yang ada. Modal untuk pertumbuhan ekonomi negara-negara miskin sangat penting karena mereka harus membangun jaringan komunikasi dan transportasi yang perlu agar pengembangan industri berfungsi secara efisien.

Menolak teori Laisez-faire (pasar bebas), Keynes memperkenalkan teori pendapatan nasional (GDP) yang disederhanakan dalam persamaan:

Y = C + I + G

di mana ; Y = Pendapatan/GDP C = Konsumsi

I = Investasi

G = Pengeluaran pemerintah

GDP atau PDB selain sebagai fungsi determinan konsumsi, tabungan atau investasi juga berkaitan dengan pengeluaran pemerintah.

Model pertumbuhan Solow berfokus pada 4 variabel yakni ; output Y, modal K, tenaga kerja (labor) L dan ilmu pengetahuan atau efektivitas tenaga kerja A (Romer, 1996). Perekonomian mengkombinasikan sejumlah modal K, tenaga kerja L dan ilmu pengetahuan untuk memproduksi output Y. Bentuk fungsi produksi Solow adalah sebagai berikut :

Y = f (K, A, L)

Selanjutnya model Solow-Swan bertolak pada asumsi dasar bahwa output Y dihasilkan melalui kombinasi modal fisik K (meliputi mesin-mesin, peralatan, gedung) dan tenaga kerja L dalam berbagai porsi. Dengan penambahan tenaga kerja


(35)

dan modal sebagai input, selanjutnya fungsi ekonomi produksi dipengaruhi oleh faktor teknologi A sebagai standar keterwakilan.

Fungsi tingkat pertumbuhan modal dan investasi atau tabungan agregat diuraikan dalam persamaan berikut :

S (Y/L) = ( n + λ ) K/L

Di mana S adalah tabungan, n tingkat pertumbuhan penduduk dan λ tingkat kemajuan teknologi (dengan skala produksi konstan), Y/L output per kapita dan rasio antara modal dengan tenaga kerja adalah K/L.

Sejauh ini dalam ekonomi modern sumber daya tidak hanya diperuntukkan bagi investasi atau konsumsi swasta, akan tetapi juga untuk kepentingan publik. Di Amerika Serikat misalnya sekitar 20 % total output dikonsumsi oleh belanja pemerintah, di beberapa negara persentasenya malah lebih tinggi. Maka secara alami sektor belanja (pengeluaran) pemerintah dicantumkan ke dalam model :

k = f (K – C – G – (n + g) k di mana ; k adalah K/AL

G adalah belanja pemerintah terhadap output (n – g ) adalah break-even investment

Weiher (1986) menyebut pertumbuhan ekonomi merupakan senjata terbaik untuk memerangi masalah kelangkaan (scarcity). Pertumbuhan ekonomi adalah meningkatnya kapasitas produksi output dalam perekonomian yang terdiri dari dua komponen yaitu ekstensif dan intensif. Pertumbuhan ekonomi ekstensif berasal dari


(36)

peningkatan kuantitas faktor-faktor produksi di mana standar hidup meningkat hanya jika modal atau bahan baku bertumbuh lebih cepat dari tenaga kerja.

Weiher menekankan pertumbuhan ekonomi dapat dengan mudah dikenali melalui pengujian terhadap beberapa materi dasar dari pertumbuhan yang dibagi dalam 5 kategori yaitu ; kuantitas input dan faktor-faktor, human capital, teknologi, organisasi ekonomi dan kelembagaan (institutions). Sedangkan pertumbuhan ekonomi intensif dihasilkan oleh peningkatan produktivitas faktor-faktor produksi dan selalu ditunjukkan dengan peningkatan pendapatan (income) per kapita. Bila stok modal bertumbuh lebih cepat dari tenaga kerja maka produktivitas tenaga kerja meningkat sedangkan produktivitas modal menurun.

Salah satu cara yang dapat ditempuh untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi (output per kapita) adalah dengan menggunakan tingkat kemajuan teknologi yang lebih baik. Solow mencatat bahwa 90 % pertumbuhan ekonomi AS sejak 1909 – 1949 ditandai dengan hadirnya faktor teknologi, seperti dirumuskan dalam persamaan berikut:

δ Y/Y = α ( δ L/L + δ A/A) + ( 1 - α ) δ K/K

Keterangan : δ A/A adalah tingkat pertumbuhan tenaga kerja memperoleh

kemajuan teknologi, sementara (1 - α ) adalah tingkat pendapatan dari modal.

Schultz menekankan hubungan antara pendapatan dengan pendidikan yang berfungsi sebagai investasi bidang HC dapat meningkatkan pendapatan riil. HC lebih tinggi nilainya bila dibandingkan dengan modal phisik. Disesuaikan dengan pendapat


(37)

Gary Becker (1975) yang menghubungkan tingkat pendidikan dengan produktivitas pekerja disimpulkan bahwa pekerja dengan pendidikan lebih tinggi akan lebih produktif dan menerima gaji yang lebih besar. Fungsi investasi HC digambarkan persamaan berikut :

HC inv. = G ( R, B, T, H )

HC inv. adalah tingkat investasi HC, G adalah fungsi investasi HC, R adalah input sumber daya (Modal, TK), T adalah input lamanya pendidikan, B adalah kekuatan pisik dan mental dan H adalah input HC. Penjumlahan seluruh input akan menghasilkan peningkatan HC artinya investasi HC merupakan fungsi positip dari seluruh input.

Sherwin Rosen (1976) memperkenalkan teori tentang pendapatan yang bertumpu pada investasi HC. Ia menekankan bahwa pendidikan akan memperbaiki pengetahuan pribadi sekaligus memperkuat kapasitas pribadi untuk belajar sambil bekerja yang akhirnya akan mempercepat pertumbuhan akumulasi HC.

Becker dan Easterlin (1981) menyebutkan pertumbuhan ekonomi modern bertumpu pada pendidikan dan ilmu pengetahuan. Dale W. Jorgenson dan Barbara M. Fraumeni (1991) menyebut porsi pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat berbasis pada investasi bidang HC dan modal fisik.

2.4. Studi atau Penelitian Empiris

Malenbaum (1970) menganalisis gejala rendahnya output pertanian 22 negara miskin (dependen variabel) yang memiliki tenaga kerja melimpah melalui ukuran


(38)

kesehatan, ekonomi dan sosial sebagai variabel bebas (independen) yang menghasilkan persamaan regresi berikut :

X1 = 133 + 0,344 X2 + 0,38 X3 + 0,13 X4 - 0,00095 X5 – 0,02 X6

Elastisitas (2,2) (0,73) (2,7) (3,8) (0,25)

Di mana : X1 = output pertanian, X2 = tenaga kerja, X3 = pupuk, X4 = tkt kematian bayi

X5 = rasio jumlah dokter dengan penduduk, X6 = tingkat buta huruf, R2 = 0,62

Angka R2 20 % berasal dari variabel pertanian, 80 % berasal dari variabel-variabel kesehatan dan kurang dari 2 % merupakan kontribusi tingkat melek huruf.

Beberapa studi menunjukkan bahwa sumber daya manusia di negara-negara industri baru (NICs) ternyata lebih siap dalam menyongsong era globalisasi (Fergus dan Sugiharso, 1995). Dengan demikian disimpulkan penguasaan teknologi didukung oleh adanya kesiapan sumber daya manusia. Pengalaman beberapa negara menunjukkan bahwa faktor kesiapan sumber daya manusia merupakan syarat mutlak dalam pengembangan teknologi.

Keberhasilan suatu negara ditentukan oleh kualitas sumber daya manusia yang dapat diungkapkan dengan berbagai indikator seperti mutu tenaga ahli, persentase penduduk dengan pendidikan sekolah lanjutan serta university enrolment untuk kelompok usia antara 20-24 tahun. Berbagai penelitian empiris di negara-negara OECD seperti Kanada, Swedia, Italia, Amerika Serikat, Jepang, Selandia Baru, Australia dan lain-lain serta beberapa negara Macan Asia Timur seperti Korea, Taiwan dan Cina menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara investasi human capital dengan pertumbuhan ekonomi.


(39)

Benhabib dan Spiegel (1994) menguji sejumlah model analisis hubungan antara HC dengan pertumbuhan ekonomi, mulai dari pendekatan model perhitungan standar pertumbuhan sampai menempatkan spesifikasi struktural terhadap model Nelson-Phelps dengan persamaan :

DAi = + - γ3 Hi + γ4 Hi (Yi max) + α DK + β DL + D (epsilon) di mana : DAi merupakan log pembeda akhir inisial periode A pada sejumlah negara i ; γ1 menunjukkan teknologi eksogenous, γ2 inovasi dalam negeri rata-rata negara H, Yi max adalah pendapatan per kapita dengan menggunakan log fungsi produksi.

Dalam studi ini dilakukan regresi data silang dengan penggunaan data rata-rata untuk menghindari kesalahan pengukuran meski tergantung pada pengukuran dalam jangka pendek sehingga hasilnya dapat dibandingkan dengan penemuan Benhabib dan Spiegel (1994) yang juga menggunakan pendekatan ini. Kelemahannya adalah kemungkinan hilangnya informasi pembanding pada pengelompokan data atau pengumpulan data time-series.

Tallman dan Ping Wang (1992) meneliti pertumbuhan ekonomi di Taiwan dengan menguji pengaruh HC terhadap output. Mereka mengestimasi agregat fungsi produksi dan melalui pembuktian empiris menemukan bahwa penambahan tenaga kerja yang efektip secara langsung meningkatkan modal fisik yang selanjutnya akan mempengaruhi pertumbuhan output. Riset memperlihatkan bahwa andil pendidikan dalam semua estimasi adalah konsisten dengan skala pendapatan konstan dan


(40)

berpengaruh kuat terhadap penambahan variabel-variabel khusus yang berkorelasi terhadap output. Riset menemukan hubungan antara HC dengan pertumbuhan.

Ketersediaan (stok) HC meliputi suatu fungsi kuadratik sebab diasumsikan bahwa hubungan pertumbuhan ekonomi dengan stok HC tidak linier atau koefisiennya tergantung pada ketersediaan HC itu sendiri. Brock-Durlauf mengetengahkan bahwa dalam menghitung tingkat pertumbuhan negara dengan taraf pembangunan berbeda akan menggunakan parameter yang berbeda pula. Negara-negara dengan ketersediaan HC yang lebih baik maka pertumbuhan ekonominya akan lebih cepat, namun dalam waktu tertentu hubungan keduanya bisa negatip.

Model Solow-Swan memprediksi tingkat output antar negara-negara yang mempunyai kesamaan parameter teknologi dan preferensi. Sejalan dengan asumsi tersebut, negara-negara miskin ternyata akan bertumbuh lebih cepat dibanding negara-negara kaya. Uji empiris terhadap hipotesis konvergensi masih belum mencapai suatu konsensus.

Paas, Tafenau dan Scannel (2004) menganalisis pengaruh permintaan dan penawaran faktor-faktor pertumbuhan dalam kasus pertumbuhan ekonomi di dua grup negara-negara kawasan Laut Baltik yakni negara industri dan negara transisi yang ditaksirkan dalam model berikut ini :

GYi,t= βi,t+β1Ii,t-2+β2GLi,t-1+β3GHi,t-2+β4Hi,t-2+β5H2i,t-2+β6GIi,t-1+β7GREGi,t-1+Σi,t

Yi,t-2

Di mana ; GYi,t : tingkat pertumbuhan GDP Ii,t-2 : akumulasi modal fisik Yi,t-2


(41)

GL i,t-1 : tingkat pertumbuhan kesempatan kerja GHi,t-2 : akumulasi human capital

Hi,t-2 : human capital (HC)

GIi,t-1 : tingkat pertumbuhan investasi dalam negeri GREGi,t-1 : pertumbuhan GDP negara-negara Laut Baltik

∑i, t : komponen permodalan

β0 … β7 merupakan koefisien atau parameter i ; negara dan t merupakan periode waktu

2.5. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah dan tinjauan teori serta beberapa kajian empiris yang telah dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya, maka hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Terdapat pengaruh positip anggaran pembangunan pemerintah di bidang pendidikan dan anggaran pembangunan kesehatan terhadap peningkatan PDB Indonesia, ceteris paribus.

2. Terdapat pengaruh positip akumulasi modal fisik (fixed capital formation) terhadap peningkatan PDB Indonesia, ceteris paribus.

3. Terdapat pengaruh yang positip jumlah tenaga kerja produktif berpendidikan menengah terhadap peningkatan PDB Indonesia, ceteris paribus.

4. Terdapat pengaruh yang positip jumlah tenaga kerja produktif berpendidikan tinggi terhadap peningkatan PDB Indonesia, ceteris paribus.


(42)

2.6. Kerangka Pemikiran

Dengan mengadaptasi Paas, Weiher, Piter dkk, Tjiptoherijanto dan beberapa studi empiris lainnya maka penelitian ini dapat digambarkan dalam kerangka pemikiran yang diuraikan berikut ini :

PENINGKATAN P D B INDONESIA

M O D A L Human Capital

HC + Akumulasi Modal PDB/Ekonomi Kualitas pekerja &F-Produksi lainnya Peningkatan/Pertumbuhan

Gambar 2.2. Sketsa Kerangka Pemikiran

- IPTEK

- KELEMBAGAAN

EKONOMI

S D A

1, Akumulasi Modal Fisik

2.Anggaran pendidikan dan kesehatan

Jumlah tenaga kerja 3.Berpendidikan

menengah


(43)

Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan PDB Indonesia dalam penelitian ini adalah akumulasi modal fisik, anggaran pemerintah di sektor pendidikan dan kesehatan sebagai investasi pemerintah di bidang HC serta jumlah tenaga kerja produktif berpendidikan menengah dan berpendidikan tinggi sebagai akumulasi (stock) HC.

Dengan meningkatkan kualitas tenaga kerja melalui pendidikan dan tingkat kesehatan yang memadai ditambah dengan meningkatnya akumulasi modal fisik maka pertumbuhan ekonomi akan meningkat pula. Pekerja dengan tingkat pendidikan dan kesehatan yang lebih baik diharapkan akan lebih termotivasi dan berinovasi untuk meningkatkan produktivitas faktor produksi lainnya.


(44)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini meliputi analisis pengaruh antara empat variabel independen terhadap variabel dependen. Variabel independen tersebut adalah akumulasi modal fisik (AMF), anggaran pemerintah di sektor pendidikan dan kesehatan atau investasi pemerintah dalam human capital (GIHC), jumlah tenaga kerja berpendidikan menengah (SHCM) dan tenaga kerja berpendidikan tinggi (SHCU) atau stok human capital (SHC) di Indonesia. Sedangkan variabel dependen adalah pertumbuhan Produk Domestik Bruto atau PDB Indonesia.

3.2. Jenis dan Sumber Data

Untuk mengetahui pengaruh beberapa variabel independen yang disebutkan di atas terhadap variabel dependen pertumbuhan ekonomi digunakan data runtun waktu (time-series) selama 20 tahun yaitu dari tahun 1975 sampai dengan 2004. Jenis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah jenis data sekunder yang diperoleh dari Buku Statistik, data produk situs resmi dari Biro Pusat Statistik, Bappenas, Bank Indonesia, Bank Dunia dan Badan Dunia resmi lainnya.

Ditunjang juga dengan studi kepustakaan dengan memanfaatkan atau mempelajari berbagai buku-buku karya ilmiah dan sumber informasi lainnya yaitu


(45)

dokumen-dokumen atau jurnal-jurnal dalam dan luar negeri yang dianggap relevan terhadap pokok permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini yang diperoleh antara lain melalui situs ekonomi atau jurnal yang resmi dan diakui.

3.3. Definisi Operasional dan Batasan Variabel

Untuk memudahkan analisis maka dalam penelitian ini diberi batasan dan definisi operasional serta indikator variabel sebagai berikut:

1. Produk Domestik Bruto (PDB) atau Gross Domestic Product (GDP) Indonesia adalah nilai total output seluruh sektor produksi yang diukur selama setahun di Indonesia berdasarkan harga konstan dengan satuan miliar rupiah.

2. Pengeluaran pemerintah adalah besarnya anggaran yang dikeluarkan oleh pemerintah melalui APBN untuk kegiatan rutin dan pembangunan dalam satuan miliar rupiah.

3. Akumulasi modal fisik (AMF) adalah besarnya akumulasi modal yang dipergunakan seluruh sektor untuk memproduksi barang (output) secara agregat dalam satuan miliar rupiah.

4. Anggaran Pendidikan adalah besarnya pengeluaran belanja atau investasi pemerintah melalui anggaran pembangunan untuk sektor pendidikan dalam satuan miliar rupiah.


(46)

5. Anggaran Kesehatan adalah besarnya pengeluaran belanja atau investasi pemerintah melalui anggaran pembangunan untuk sektor kesehatan dalam satuan miliar rupiah.

6. Tenaga kerja berpendidikan Menengah adalah jumlah tenaga kerja produktif dengan latar belakang pendidikan menengah (SLTP/SLTA) yang terlibat langsung di sektor produksi dihitung dalam satuan jumlah orang.

7. Tenaga kerja berpendidikan tinggi adalah jumlah tenaga kerja produktif dengan latar belakang pendidikan tingkat tinggi (Akademi dan Universitas) yang terlibat langsung di sektor produksi, dihitung dalam satuan jumlah orang.

3.4. Model Analisis

Untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di Indonesia, dengan mengadopsi model pertumbuhan ekonomi menurut penelitian Paas dkk., serta berpedoman pada pandangan Keynesian, Model Solow-Swan, Gary Becker dan lain-lain maka penelitian ini membentuk fungsi determinan sebagai berikut : PDB = f (AMF, GIHC, SHCM, SHCU)

Selanjutnya fungsi tersebut dispesifikasi dalam bentuk model persamaan linier sebagai berikut :

Y = 0 + 1AMF + 2 GIHC + 3SHCM + 4SHCU + μ

Di mana : Y = Pertumbuhan Ekonomi diproxy dengan PDB AMF = Akumulasi Modal Fisik (Rp. Miliar)

GIHC = Anggaran Pemerintah di bidang HC yang terdiri dari Anggaran Pendidikan dan Anggaran Kesehatan (Rp. Miliar)


(47)

SHCM = Jumlah tenaga kerja berpendi-didikan menengah ( orang)

SHCU = Jumlah tenaga kerja berpendidikan tinggi ( orang)

β0 adalah konstanta atau intercept

1, 2, 3, 4 adalah koefisien atau parameter μ adalah error term atau kesalahan penganggu.

3.5. Metode Analisis

Untuk menguji hipotesis dilakukan pengujian estimasi dengan menggunakan metode OLS (Ordinary Least Square). Metode OLS secara teknis akurat atau unggul dan mudah menginterpretasikan hasil perhitungannya serta sebagai alat estimasi linier dengan unbiased terbaik atau Best Linier Unbiased Estimation atau BLUE (Gujarati, 2003).

Untuk mengidentifikasi besarnya pengaruh faktor-faktor ekonomi terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia dalam penelitian ini digunakan persamaan linier dengan variabel terikat (dependen) adalah Peningkatan Produk Domestik Bruto (PDB atau GDP) Indonesia. Sedangkan variabel independen (explanatory) adalah akumulasi modal fisik (AMF), investasi pemerintah Indonesia dalam bidang HC yaitu anggaran pembangunan pemerintah di sektor pendidikan dan kesehatan (GIHC), jumlah tenaga kerja produktif berpendidikan menengah (SHCM) dan jumlah tenaga kerja produktif berpendidikan tinggi (SHCU) selama 30 tahun atau antara tahun 1975 sampai dengan 2004


(48)

3.6. Uji Kesesuaian (Goodness of Fit )

Untuk mengetahui sejauh mana kesesuaian atau kecocokan sejumlah data sampel untuk diregresi dibutuhkan Uji kesesuaian (goodness of fit) dengan mengukur besarnya koefisien determinasi r2 (untuk dua variabel) atau R2 (untuk regresi berganda dengan lebih dari dua variabel). Dalam penelitian ini dicari besarnya R2 karena jumlah variabel penelitian lebih dari dua.

R2 merupakan koefisien determinasi berganda yang menjelaskan variabel independen Xi mempengaruhi variabel dependen Yi.. Besarnya R2 dapat dihitung

berdasarkan persamaan berikut :

R2 = ˆβ2Σ yix2i + ˆβ3Σ yix3i

Σ y2i

atau :

R2 =

− − − i y i 2 2 1 μ

Nilai R2 berada antara 0 dan 1

Jika R2 = 1 maka derajat kesesuaian regeresi 100 persen menjelaskan variabel Y. R2 = 0 maka model tidak mampu menjelaskan pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen Y

3.6.1. Uji Parsial (t-test)

Uji-t (t-test) atau uji parsial digunakan untuk menguji hipotesis secara parsial

dari masing-masing koefisien regresi dengan standard error (se). Bentuk paling sederhana dari hubungan stokastik antara dua variabel X dan Y melalui metode


(49)

kuadrat terkecil (OLS) dalam model regresi linier sederhana dikemukakan oleh Carl Friedrich Gauss dengan memasukkan unsur μi untuk mengeliminasi kesalahan

pemilihan bentuk regresi pada pendekatan persaman Yi = β0 + β1X1 + μi

Pindyck (1981) menulis regresi berganda (Multiple Regeression Model) dengan tiga variabel atau lebih yakni variabel dependen Y sebagai fungsi linier dari variabel independen X1, X2, ………….. Xk, dan pengganggu (error term) ε dalam

persamaan :

Y = β1 + β2X2i + β3X3i + ……… + βkXki + εi

Di mana : Y = variabel terikat

X1i,X2i, ……,Xki = variabel eksplanatori (bebas)

ε = error term

β1 = konstanta/intersep

Pada penelitian ini terdapat 4 variabel independen sehingga persamaan di atas menjadi :

Y = β1 + β2X2i + β3X3i + β4X4i + β5X5i + μi

H0 ; β3 = β4 atau (β3 - β4) = 0

H1 ; β3 ≠ β4 atau (β3 - β4) ≠ 0

t-Test adalah : t = (β3 - β4) - (β3 - β4)

se (β3 - β4)

Jika ; t-hitung > t-tabel maka H0 ditolak


(50)

3.6.2. Uji Serempak atau Testing the Overall Significance (Uji-F)

Untuk menguji sejumlah variabel eksplanatori (penjelas) secara serempak (simultaneously) kita tidak dapat menggunakan t-test melainkan harus diuji melalui teknik analysis of variance (ANOVA) atau F-test dengan persamaan berikut :

F = (ˆβ2Σyix2I + ˆβ3 Σyix3i ) /2 = ESS/df

Σ ˆμ2I / (n-3) RSS/df

untuk menguji hipotesis :

H0 ; 2 = 3 = … = k = 0

H1 ; 2 = 3 = … = k ≠ 0 di mana k, adalah jumlah variabel

Jika : F-hitung > Fα (k-1, n-k), maka H0 ditolak atau H1 diterima

F-hitung < Fα (k-1, n-k), maka H0 diterima atau H1 ditolak

3.7. Uji Penyimpangan Asumsi Klasik :

Untuk mengestimasi suatu model empiris dengan data runtun waktu (time series) yang harus diuji terutama adalah asumsi multikolinieritas, otokorelasi, bentuk fungsi linier dan spesifikasi model (Insukindro, 2000). Data berdistribusi normal tetap dibahas khususnya dalam penggunaan data lintas sektoral (cross section).


(51)

3.7.1. Uji Multikolinieritas

Menurut Ragnar Frisch (1934), suatu model regresi dikatakan terkena multikolinearitas bila terjadi hubungan linier yang sempurna atau eksak di antara beberapa atau semua variabel bebas dari suatu model regresi yang menyebabkan sulit melihat pengaruh variabel penjelas terhadap variabel yang dijelaskan. Keberadaan multikolinieritas menyebabkan tanda dari model estimasi berobah, t-hitung tidak

signifikan dan R2 memiliki nilai yang tinggi.

F-hitung dikalkulasi dengan menggunakan rumus :

F-hitung = R2xt x (n – k)

1 – R2xt (k – 1)

di mana : R2xt = nilai R2 hasil estimasi regresi parsial variabel penjelas n = jumlah data

k = jumlah variabel penjelas

Dapat pula digunakan F-hitung dengan menggunakan rumus :

F-hitung = R2xt x √ (n – k)

(1 – R2xt)

a. Jika F-hitung secara statistik signifikan, maka antara variabel bebas terdapat

kolinieritas.

b. Jika F-hitung secara statistik tidak signifikan, maka antara variabel bebas tidak

terdapat kolinieritas 3.7.2. U j i L i n i e r i t a s

Uji linieritas digunakan untuk melihat apakah spesifikasi model yang digunakan sudah benar. Apakah fungsi yang digunakan sebaiknya berbentuk linier,


(52)

kuadrat atau kubik. Apakah suatu variabel baru akan relevan atau tidak bila dimasukkan ke dalam model.

Untuk uji linieritas dalam penelitian ini digunakan Uji Ramsey (Ramsey RESET test), yaitu dengan membandingkan nilai Fhitung dengan Ftabel. Kriteria

keputusan adalah sebagai berikut :

1. Bila nilai Fhitung > Ftabel maka hipotesis yang menyatakan bahwa spesifikasi

model yang digunakan dalam bentuk fungsi linier adalah benar, dapat ditolak. 2. Bila nilai Fhitung < Ftabel maka hipotesis yang menyatakan bahwa spesifikasi

model yang digunakan dalam bentuk fungsi linier adalah benar, tidak dapat ditolak

3.7.3. U j i N o r m a l i t a s

Asumsi model regresi linier klasik adalah bahwa faktor pengganggu μI

mempunyai nilai rata-rata yang sama dengan nol, tidak berkorelasi dan mempunyai varian yang konstan. Dengan asumsi ini OLS estimator atau penaksir akan memenuhi sifat-sifat statistik yang diinginkan, seperti tidak bias dan mempunyai varian yang minimum. Untuk dapat mengetahui normal atau tidaknya faktor pengganggu μI

dilakukan dengan uji Jarque-Bera (J-B test). Uji ini menggunakan hasil estimasi residual dan chi-square probability distribution, yaitu dengan membandingkan nilai J-B hitung = X2hitung dengan nilai X2tabel dengan kriteria keputusan sebagai berikut :

1. Bila nilai J-Bhitung > nilai X2tabel, maka hipotesis yang menyatakan bahwa


(53)

2. Bila nilai J-Bhitung < nilai X2tabel, maka hipotesis yang menyatakan bahwa

residual μI adalah berdistribusi normal diterima atau tidak dapat ditolak.

3.7.4. U j i O t o k o r e l a s i

Otokorelasi merupakan korelasi yang sering terjadi antara anggota serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu seperti dalam data runtun waktu (time series) terutama bila selang waktu sangat pendek. Dapat juga terjadi pada ruang dalam data lintas sektoral (cross section). Dalam konteks regresi, situasi otokorelasi tidak terdapat dalam faktor pengganggu atau dapat ditulis :

E(μiμj) = 0 i j

Bila terjadi saling ketergantungan antara faktor pengganggu yang berhubungan dengan observasi dipengaruhi oleh unsur gangguan yang berhubungan dengan pengamatan lainnya atau dengan kata lain terjadi otokorelasi, ditulis dengan simbol berikut E(μiμj) 0 i j

Salah satu cara untuk mendeteksi ada tidaknya otokorelasi digunakan metode Uji d Durbin Watson (uji-D-W) :

Σ (μt - μt-1)2

d = ………(3.7.4.1) Σμi2

di mana nilai D-W statistik adalah terletak antara 0 dengan 4 Σμt2 + Σ2t-1 –2 Σμt μt-1

d =


(54)

karena Σμt hampir sama dengan Σμt-1 maka [persamaan di atas dapat ditulis :

t μt-1

d 2 1 – Σμt2

di mana artinya kira-kira atau sebangun dengan.

Dengan menggunakan formulasi persamaan 3.7.4.1, kemudian D-W-statistik

dibandingkan dengan nilai D-W-tabel dengan pedoman sebagai berikut, bila :

0 < D-W-statistik < dL ; tolak H0 yang menyatakan tidak ada otokorelasi positip

dL≤ D-W-statistik≤ dU ; tidak ada otokorelasi positip (inconclusive/no decision)

4 – dL < D-W-statistik < 4 ; tolak H0 yang menyatakan tidak ada otokorelasi negatif (-)

4 - dU ≤ D-W-statistik≤ 4 – dL ; tidak ada otokorelasi negatif (inconclusive/no decision)

dU < D-W-statistik < 4 – dU ; terima H0 atau tidak ada otokorelasi positif atau negatif.

atau dapat digambarkan sebagai berikut :

Tolak H0 Zona Zona Tolak H0

Yang me- incon- incon- yang me- nyatakan clusive clusive nyatakan terdapat atau atau terdapat Otokore- indeci- indeci- otokore- lasi po- sion sion lasi nega- sitip tip

Terima/tidak ditolak H0 atau H*0 atau

-kedua-duanya

0 dL dU 2 4-dU 4-dL 4

Catatan : H0 : tidak ada otokorelasi positip H*0 : tidak ada otokorelasi negatip


(55)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia

Pada awal Pelita I (akhir tahun 1960-an) kondisi perekonomian Indonesia mengalami perkembangan, sebab perekonomian lebih terarah dan lebih berhati-hati bila dibandingkan era sebelumnya di mana stabilitas ekonomi sempat terancam akibat kebijakan-kebijakan pemerintah yang kurang terkendali. Perekonomian nasional kemudian terdorong lebih meningkat lagi dengan hasil minyak pada awal dekade 1970-an. Ekspansi ekonomi yang dipicu oleh sumber pendapatan pemerintah dari kenaikan harga minyak menyebabkan pertumbuhan ekonomi meningkat rata-rata 6,8 persen per tahun. Peran pemerintah melalui kebijakan ekspansi fiskal masih mendominasi dalam pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Pada periode tahun 1970 – 1979 pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi berdampak positif terhadap jumlah kesempatan kerja. Peningkatan kesempatan kerja tercatat mencapai 2 juta sampai 3 juta per tahun. Anggaran pemerintah (rutin dan pembangunan di bidang pendidikan dan kesehatan tercatat meningkat rata-rata sekitar 7,5 persen per tahun sampai dengan tahun 1986.

Kemerosotan harga minyak di pasar internasional (awal dekade 1980-an) yang berakibat pada resesi ekonomi dunia menyebabkan pemerintah Indonesia melakukan


(56)

ekspansi di sisi fiskal dengan mulai menurunkan anggaran belanja pemerintah. Pemerintah menempuh kebijakan deregulasi, debirokratisasi dan liberalisasi di berbagai sektor ekonomi baik sektor investasi, perdagangan, keuangan serta perbankan dan sebagainya.

Tabel- 4.1. Pertumbuhan Ekonomi dan Angkatan Kerja Indonesia Dari Pelita-I sampai dengan Pelita-V

Pelita Pertumbuhan-ekonomi

rata-rata (%) Cadangan Devisa (US$ Juta) Ekspor (US $ Juta) Partisipasi Angkatan Kerja (%)

Pertumbuhan Kesempatan

Kerja (%)

Pelita I 7,31 930 2.957 53,55 1,34

Pelita II 7,28 2.917 11.020 52,67 1,71

Pelita III 6,16 5.145 18.689 56,20 2,16

Pelita IV 5,29 6.011 19.509 57,38 1,92

Pelita V 8,33 12.708 36.607 61,70 1,17

Sumber : Harinowo,2004 dan Data BPS Diolah

Kebijakan pemerintah berlanjut dengan keluarnya paket kebijakan 27 Oktober 1988 (Pakto’ 88) sebagai penyempurnaan kebijakan di atas tadi. Dampak kebijakan liberalisasi menyebabkan aliran dana khususnya pinjaman luar negeri swasta meningkat pesat masuk ke perekonomian Indonesia. Perekonomian meningkat cukup tinggi dengan pertumbuhan berkisar rata-rata 7,5 persen. Pertumbuhan ekonomi yang sangat pesat menyebabkan Indonesia dijuluki sebagai salah satu negara “Macan Asia” (Harinowo,2004).


(57)

Di penghujung tahun 1997 Indonesia mengalami krisis ekonomi yang kemudian merembet ke krisis multidimensi. Krisis ekonomi menyebabkan pertumbuhan ekonomi Indonesia turun drastis yaitu hanya tumbuh sekitar 1,7 persen pada tahun 1998 bahkan mengalami pertumbuhan yang negatif sebesar - 13,1 persen pada tahun 1999. Pertumbuhan ekonomi Indonesia tercatat mengalami penurunan drastis pada tahun 1998 hingga tahun 2000.

Tambunan (1999) mencatat krisis tahun 1997-1998 menyebabkan pasar tenaga kerja mengalami pengaruh yang luar biasa. Sementara jumlah tenaga kerja yang memasuki pasar tenaga kerja baik berpendidikan menengah maupun berpendidikan tinggi (lanjutan) terus meningkat setiap tahun. Sekitar 5.412.437 pekerja di PHK akibat menurunnya kinerja perusahaan di berbagai sektor ekonomi. Angka ini menambah jumlah pengangguran dan selanjutnya mempertinggi angka kemiskinan di Indonesia.

Angka kemiskinan di perkotaan dan pedesaan pada tahun 1998 tercatat 79,4 juta jiwa atau meningkat cukup besar bila dibandingkan tahun 1996 yang tercatat sebesar 22,5 juta jiwa. Angka pengangguran dan kemiskinan yang meningkat merupakan bencana bagi sektor industri kita. Merosotnya sebahagian besar pendapatan masyarakat Indonesia dan selanjutnya menyebabkan daya beli masyarakat menurun.

Selama dalam jangka waktu time series penelitian ini (1975-2004), belanja pembangunan atau investasi pemerintah Indonesia di bidang HC secara rata-rata


(58)

meningkat setiap tahun. Namun dampak resesi ekonomi tahun 1980-an dan krisis ekonomi Asia tahun 1997 menyebabkan kebijakan belanja di bidang pendidikan

Tahun 1975 1980 1985 1990 1995 2000

Sumber : Tambunan, 1999 Catatan : = pengangguran - : ekonomi

Gambar 4.1. Pertumbuhan Ekonomi dan Pengangguran di Indonesia Kurun Waktu 1975-2000 (Data dalam Persen)

menurun drastis. Seperti yang terjadi pada tahun 1988 anggaran pembangunan pendidikan tercatat sebesar 656,00 miliar rupiah atau separuh dari tahun 1987 yakni sebesar 1.334,70 miliar rupiah. Kejadian yang sama juga berlangsung pada pasca krisis ekonomi Asia pada tahun 1997 sehingga menyebabkan belanja investasi pemerintah Indonesia di sektor pendidikan menurun dari 8.954,00 miliar rupiah pada tahun 1998 menjadi 4.377,50 miliar rupiah pada tahun 1999 dan 5.397,00 miliar rupiah pada tahun 2000.


(59)

Di bidang kesehatan, kebijakan fiskal pemerintah Indonesia tetap meningkat meski resesi ekonomi tahun 1980-an terjadi, kecuali saat krisis ekonomi 1997 belanja atau investasi pemerintah di bidang kesehatan menurun sangat mencolok yaitu dari 5.031,00 miliar rupiah pada tahun 1998 menjadi 1.479,80 miliar rupiah pada tahun 1999 dan 2.309,00 miliar rupiah pada tahun 2000. Pada tahun 2003 posisi anggaran kesehatan pulih kembali sedikit melampaui angka pada tahun 1998 yaitu sebesar 5.693,70 miliar rupiah.

Secara keseluruhan krisis ekonomi Asia 1997 terlihat berdampak langsung terhadap PDB Indonesia dan akumulasi modal tetap (AMF) serta belanja investasi pemerintah di bidang pendidikan dan kesehatan (GIHC) yang langsung terpengaruh dan mengalami penurunan. Kecuali pada masa resesi ekonomi era 1980-an ternyata PDB dan AMF tetap meningkat dengan persentase pertumbuhan yang semakin mengecil, sedangkan GIHC mengalami penurunan selama dua tahun (1987-1988) kemudian pulih kembali pada tahun berikutnya (Lihat Tabel- 4.2).

4.2. Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia

Berdasarkan data statistik selama runtun waktu (time series) dalam penelitian ini atau dari tahun 1975 sampai dengan tahun 2004, Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia meningkat rata-rata sebesar 5 persen per tahun. Berdasarkan harga berlaku, PDB Indonesia pada tahun 1975 adalah 12.642,5 miliar rupiah atau hampir 13 triliun


(60)

rupiah (harga konstan 7.630,8 M) meningkat menjadi 1.927.885,1 miliar rupiah atau hampir 2000 triliun rupiah (harga konstan 486.975 M) pada tahun 2004.

Tabel-4.2 Produk Domestik Bruto dan Penurunan AMF serta GIHC Pasca Resesi 80-an dan Krisis Ekonomi 1997 (Miliar Rupiah)

Tahun PDB AMF GIHC Pendidikan Kesehatan

1986 202.545,90 24.781,90 2.292,50 1.840,10 452,40 1987 324.538,90 30.980,20 1.568,20 1.334,70 233,50

1988 542.104,80 36.802,60 995,00 656,00 339,00

1989 767.184,70 45.659,80 1.285,00 500,00 785,00

1990 995.597,20 55.633,40 3.490,00 2.439,00 1.051,00

… … … … … …

1997 1.627.695,50 177.686,10 8.277,00 5.310,00 2.967,00 1998 1.002.333,00 243.043,40 13.985,00 8.954,00 5.031,00 1999 1.107.291,10 226.015,80 5.857,30 4.377,50 1.479,80

29000 1.264.918,70 275.881,30 7.706,00 5.397,00 2.309,00

2001 1.467.654,80 316.178,50 13.472,00 9.701,00 3.771,00

2002 1.610.565,00 325.178,50 16.215,00 11.307,00 4.908,00 Sumber : Data BPS Diolah

Kecuali pada masa krisis ekonomi melanda Asia pada tahun 1997, PDB Indonesia pada tahun 1998 mengalami penurunan sebesar 26 persen dan kemudian berturut-turut tiap tahun selanjutnya meningkat lagi hingga mendekati pemulihan pada tahun 2002-2003. PDB Indonesia tercatat 1.627.695,5 miliar rupiah (harga berlaku) atau hampir mencapai 1700 triliun rupiah pada tahun 1997 kemudian


(61)

merosot tajam menjadi 1.002.333,0 miliar rupiah pada tahun 1998 atau mengalami pertumbuhan negatif sekitar minus 13,1 persen.

4.3. Akumulasi Modal Fisik

Akumulasi modal fisik atau tetap (gross domestic fixed capital formation) dalam penelitian ini adalah besarnya akumulasi modal yang dipergunakan seluruh sektor untuk memproduksi barang (output) secara agregat. Akumulasi modal fisik tetap disimbolkan dengan AMF dan dihitung dengan nilai konstan.

Berdasarkan data statistik, akumulasi modal fisik mengalami peningkatan rata-rata sekitar 4 sampai 5 persen setiap tahun selama kurun waktu penelitian. Pada tahun 1975 akumulasi modal fisik tercatat 2.571,7 miliar rupiah meningkat menjadi 391.583,6 miliar rupiah pada tahun 2004. Resesi ekonomi 1980’an dan krisis ekonomi pada tahun 1997 hanya berpengaruh singkat atau kurang dari dua tahun terhadap penurunan akumulasi modal fisik.

4.4. Anggaran Pemerintah dalam Human Capital (GIHC)

Anggaran atau belanja pemerintah (government spending) Indonesia di bidang human capital (HC) adalah anggaran pemerintah di bidang pendidikan dan kesehatan. Sebenarnya investasi yang lebih besar di bidang HC justru lebih banyak dikeluarkan oleh pihak swasta dan masyarakat seperti misalnya pengeluaran belanja kesehatan masyarakat, hanya saja angka pengeluaran swasta dan masyarakat tidak tercatat


(62)

(Tjiptoherijanto-Soesetyo, 1994). Dalam penelitian ini investasi pemerintah Indonesia di bidang HC adalah anggaran pembangunan di bidang pendidikan dan anggaran pembangunan di bidang kesehatan. Selanjutnya dalam pembahasan anggaran ini disingkat dengan GIHC dalam satuan miliar rupiah.

Anggaran pembangunan di bidang pendidikan dan anggaran pembangunan di bidang kesehatan di Indonesia dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Anggaran pembangunan di bidang pendidikan meningkat rata-rata mencapai 20 persen per tahun dan anggaran pembangunan di bidang kesehatan bahkan mencapai peningkatan rata-rata 30 persen per tahun.

Berdasarkan data statistik tercatat peningkatan anggaran pembangunan di bidang pendidikan dapat dilihat yaitu sebesar 129,1 miliar rupiah pada tahun 1975 meningkat menjadi 18.958,4 miliar rupiah atau hampir 19 triliun rupiah pada tahun 2004. Sementara anggaran pembangunan di bidang kesehatan sebesar 32,7 miliar rupiah pada tahun 1975 meningkat menjadi 8.557,6 miliar rupiah atau hampir 9 triliun rupiah pada tahun 2004. Artinya dalam kurun waktu kurang dari 30 tahun nilai nominal anggaran belanja pemerintah untuk membangun faktor human capital (GIHC) meningkat hampir dua ratus kali lipat. Perlu dicatat bahwa perkiraan di atas hanya berdasarkan angka nominal anggaran dari data runtun waktu dalam penelitian ini.

Kecuali pada saat depresi ekonomi dan memudarnya pengaruh masa “booming” minyak bumi pada awal tahun 1980’an, menyebabkan anggaran


(63)

pendidikan Indonesia menurun dari 1.334,7 miliar rupiah pada tahun 1987 menjadi 656,0 miliar rupiah pada tahun 1988 dan 500,0 miliar rupiah pada tahun 1989 atau menurun sekitar separuhnya. Demikian pula anggaran kesehatan mencapai penurunan 30 persen pada tahun 1988 dan 1989 bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Selanjutnya pada tahun 1990 anggaran pendidikan dan kesehatan kembali meningkat 2 sampai 4 kali lipat dibandingkan tahun 1989.

4.5. Jumlah Tenaga Kerja

Jumlah tenaga kerja Indonesia yang memasuki pasar tenaga kerja dari tahun ke tahun terus menerus mengalami peningkatan. Sebahagian dari jumlah tenaga kerja tersebut tidak dapat diserap oleh kesempatan kerja yang tersedia. Tenaga kerja yang tidak dapat diserap oleh lowongan kerja yang tersedia akan menjadi pekerja di sektor informal dan sebahagian lagi akan menjadi tenaga kerja mengganggur (unemployment) atau setengah menganggur (underemployment).

Meningkatnya jumlah tenaga kerja yang siap memasuki pasar tenaga kerja di Indonesia tidak sepadan dengan peningkatan kesempatan kerja yang ada. Jumlah tenaga kerja pada tahun 1975 tercatat sebesar 70 juta jiwa memasuki pasar tenaga kerja sedangkan tenaga kerja yang berkesempatan bekerja di sektor produksi adalah 46.811.244 jiwa. Artinya hanya 61,25 persen saja total partisipasi angkatan kerja (TPA) atau tenaga kerja yang dapat diserap oleh pasar kerja.


(64)

Selanjutnya pada tahun 2004 tenaga kerja yang tersedia di pasar tenaga kerja tercatat sekitar 110 juta jiwa sementara total kesempatan kerja tercatat hanya sebesar 93.722.036. Dari jumlah tenaga kerja yang beroleh kesempatan kerja di antaranya adalah 45.095.920 tenaga kerja berpendidikan yakni berpendidikan menengah sebesar 40.683.239 jiwa dan berpendidikan lanjutan sebanyak 4.412.691 jiwa. Selebihnya terdiri dari tenaga kerja berpendidikan SD atau tidak tamat SD dan tidak berpendidikan sama sekali. Jumlah tenaga kerja yang tersedia di Indonesia meningkat rata-rata sebesar 2 sampai 3 persen per tahun sedangkan kesempatan kerja meningkat rata-rata di bawah 1 persen.

Jumlah tenaga kerja yang dimaksud dalam penelitian ini adalah jumlah tenaga kerja produktif yaitu jumlah tenaga kerja yang secara langsung turut aktif bekerja di sektor produksi barang dan jasa. Tenaga kerja produktif dalam penelitian ini maksudnya tenaga kerja yang dicacah oleh Badan Statistik sedang bekerja secara aktif di dalam dunia kerja yang ada di Indonesia. Badan statistik Indonesia menetapkan tenaga kerja dimaksud tercatat bekerja aktif selama tiga minggu terakhir saat pencacahan dilaksanakan.

Jumlah tenaga kerja produktif yang berpendidikan lanjutan pada tahun 1975 tercatat sebanyak 129.078 jiwa dan pada tahun 2004 tercatat sebanyak 4.412.691 jiwa. Sementara jumlah tenaga kerja produktif yang berpendidikan menengah pada tahun 1974 tercatat sebanyak 1.148.801 jiwa dan pada tahun 2004 tercatat sebanyak 40.683.239 jiwa. Artinya jumlah tenaga kerja produktif baik berpendidikan menengah


(65)

maupun berpendidikan lanjutan pada tahun 1975 meningkat hampir 40 kali lipat selama kurun waktu 30 tahun kemudian atau pada tahun 2004.

Total tenaga kerja berpendidikan yang produktif di Indonesia pada tahun 2004 adalah 45.095.920 jiwa dan dari jumlah tersebut ternyata jumlah tenaga kerja berpendidikan lanjutan hanya menempati sekitar 20 persen dari jumlah tenaga kerja produktif berpendidikan atau hanya di bawah 5 persen dari total kesempatan kerja. Sementara tenaga kerja produktif berpendidikan menengah menempati 80 persen dari total jumlah tenaga kerja produktif berpendidikan atau sekitar 45 persen dari total kesempatan kerja.

4.5.1. Tenaga Kerja Berpendidikan Tinggi

Jumlah tenaga kerja berpendidikan tinggi adalah jumlah tenaga kerja produktif yang berpendidikan akademi yakni mulai dari Diploma 1 (D1), D2 dan D3 serta tenaga kerja lulusan universitas atau minimal S1. Jumlah tenaga kerja produktif yang berpendidikan tinggi meningkat dari tahun ke tahun atau tercatat rata rata meningkat sekitar 5 persen per tahun. Pada tahun 1974 jumlah tenaga kerja produktif yang berpendidikan tinggi tercatat sebesar 129.078 orang meningkat menjadi 4.412.691 orang pada tahun 2004.

4.5.2. Tenaga Kerja Berpendidikan Menengah

Jumlah tenaga kerja berpendidikan menengah adalah jumlah tenaga kerja produktif yang berpendidikan Sekolah Lanjutan Pertama (SLTP) dan Sekolah


(66)

Lanjutan Atas (SLTA) atau sederajat. Jumlah tenaga kerja produktif berpendidikan menengah pada tahun 1974 tercatat sebesar 1.148.801 orang meningkat menjadi 40.683.239 orang pada tahun 2004 atau meningkat rata-rata 5 persen per tahun.

4.6. Hasil Penelitian dan Pembahasan

4.6.1. Hasil Estimasi Analisis Ordinary Least Square (OLS)

Hubungan antara variabel independen akumulasi modal fisik (AMF), investasi human capital (GIHC), tenaga kerja produktif berpendidikan menengah (SHCM) serta tenaga kerja produktif berpendidikan tinggi (SHCU) terhadap variabel dependen Produk Domestik Bruto (PDB) dalam penelitian ini dituliskan dalam persamaan :

PDB = + 1 AMF + 2 GIHC + 3 SHCM + 4 SHCU + µ

Untuk melihat seberapa besar pengaruh variabel independen (AMF, GIHC, SHCM, SHCU) terhadap pertumbuhan ekonomi (PDB) Indonesia maka dilakukan uji estimasi melalui metode Ordinary Least Square (OLS) untuk data time series (1975-2004) dengan menggunakan Program E-views versi 4.1. dengan hasil sebagaimana diurai oleh Tabel-4.3. berikut ini :


(1)

SAMBUNGAN LAMPIRAN – 2

Dependent Variable: SHCM Method: Least Squares Date: 04/05/07 Time: 21:14 Sample: 1975 2004

Included observations: 30

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 4632439. 746489.0 6.205636 0.0000

AMFK 83.67670 18.78122 4.455339 0.0001

SHCU 2.503750 0.602575 4.155087 0.0003

GIHC 566.5740 140.5943 4.029849 0.0004

R-squared 0.954334 Mean dependent var 17041601

Adjusted R-squared 0.949065 S.D. dependent var 11730817

S.E. of regression 2647510. Akaike info criterion 32.53970

Sum squared resid 1.82E+14 Schwarz criterion 32.72653

Log likelihood -484.0955 F-statistic 181.1166

Durbin-Watson stat 1.209818 Prob(F-statistic) 0.000000

Dependent Variable: SHCU Method: Least Squares Date: 04/05/07 Time: 21:14 Sample: 1975 2004

Included observations: 30

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -572216.1 274625.2 -2.083626 0.0472

AMFK -2.382980 6.275207 -0.379745 0.7072

SHCM 0.159380 0.038358 4.155087 0.0003

GIHC 4.543360 45.20425 0.100507 0.9207

R-squared 0.890424 Mean dependent var 2049973.

Adjusted R-squared 0.877781 S.D. dependent var 1910688.

S.E. of regression 667974.3 Akaike info criterion 29.78545

Sum squared resid 1.16E+13 Schwarz criterion 29.97228

Log likelihood -442.7818 F-statistic 70.42609

Durbin-Watson stat 2.616670 Prob(F-statistic) 0.000000

Armin Thurman Situmorang : Analisis Investasi Dalam Human Capital dan Akumulasi Modal Fisik Terhadap…, 2007 USU e-Repository © 2008


(2)

LAMPIRAN – 3

HASIL UJI NORMALITAS MELALUI OLS ESTIMATOR

UNTUK MENGETAHUI NORMAL TIDAKNYA FAKTOR

PENGGANGGU

DENGAN UJI JARQUE – BERA

0 1 2 3 4 5 6 7 8

-40000 -20000 0 20000 40000

Series: Residuals Sample 1975 2004 Observations 30

Mean 1.46E-11 Median 1330.330 Maximum 41043.42 Minimum -35325.25 Std. Dev. 18259.46 Skewness -0.124488 Kurtosis 2.675172

Jarque-Bera 0.209379 Probability 0.900604


(3)

LAMPIRAN – 4

HASIL ESTIMASI OLS ATAS UJI LINIERITAS UNTUK

MENGETAHUI APAKAH SPESIFIKASI MODEL SUDAH

BENAR DENGAN MENGGUNAKAN UJI RAMSEY

RESET

Ramsey RESET Test:

F-statistic 1.085162 Probability 0.307926

Log likelihood ratio 1.326681 Probability 0.249397

Test Equation:

Dependent Variable: PDBK Method: Least Squares Date: 04/05/07 Time: 21:25 Sample: 1975 2004

Included observations: 30

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -23451.59 9208.331 -2.546779 0.0177

AMFK 1.880394 0.403333 4.662134 0.0001

SHCM 0.006358 0.001557 4.083204 0.0004

GIHC -0.186672 1.923111 -0.097068 0.9235

SHCU -0.000955 0.006522 -0.146401 0.8848

FITTED^2 2.96E-07 2.84E-07 1.041711 0.3079

R-squared 0.989717 Mean dependent var 195774.0

Adjusted R-squared 0.987575 S.D. dependent var 176130.2

S.E. of regression 19632.63 Akaike info criterion 22.78463

Sum squared resid 9.25E+09 Schwarz criterion 23.06487

Log likelihood -335.7695 F-statistic 462.0085

Durbin-Watson stat 1.056359 Prob(F-statistic) 0.000000

Armin Thurman Situmorang : Analisis Investasi Dalam Human Capital dan Akumulasi Modal Fisik Terhadap…, 2007 USU e-Repository © 2008


(4)

LAMPIRAN – 5

HASIL ESTIMASI OLS UNTUK HIGHER ORDER

AUTOREGRESSIVE DENGAN UJI BREUSCH

GODFREY ATAU LAZIM DISEBUT LM - TEST

Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:

F-statistic 8.630643 Probability 0.007191

Obs*R-squared 7.934851 Probability 0.004849

Test Equation:

Dependent Variable: RESID Method: Least Squares Date: 04/24/07 Time: 21:16

Presample missing value lagged residuals set to zero.

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -1040.540 7653.359 -0.135959 0.8930

AMFK 0.008035 0.162183 0.049540 0.9609

SHCM 0.000461 0.001285 0.358560 0.7231

GIHC 0.569549 1.181159 0.482195 0.6340

SHCU -0.004952 0.005328 -0.929519 0.3619

RESID(-1) 0.551383 0.187686 2.937796 0.0072

R-squared 0.264495 Mean dependent var 1.46E-11

Adjusted R-squared 0.111265 S.D. dependent var 18259.46

S.E. of regression 17213.70 Akaike info criterion 22.52165

Sum squared resid 7.11E+09 Schwarz criterion 22.80189

Log likelihood -331.8248 F-statistic 1.726129


(5)

LAMPIRAN – 6

GAMBAR HASIL ESTIMASI OLS UNTUK

MENGETAHUI NILAI DAN BAHASAN

DURBIN-WATSON d-statistik

Tolak H0 Zona Zona Tolak H0

yang me- incon- incon- yang me-

nyatakan clusive clusive nyatakan terdapat atau atau terdapat Otokore- indeci- indeci- otokore- lasi po- sion sion lasi nega- sitip tip Terima/tidak ditolak

H0 atau H*0 atau

kedua-duanya

________________o_______o____________________________________ d

0

d

L

d

U

2 4-d

U

4-d

L

4

0,941 1,511 1,596 2,489 3,059 ----0,01 LEVEL SIGNIF.

1,143 1,596 1,739 2,661 2,857 ----0,05 LEVEL SIGNIF.

Catatan : H0 : tidak ada otokorelasi positip

H*0 : tidak ada otokorelasi negatip

Armin Thurman Situmorang : Analisis Investasi Dalam Human Capital dan Akumulasi Modal Fisik Terhadap…, 2007 USU e-Repository © 2008


(6)