Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN
Menurut A. Hasmy dalam bukunya Dutsur Dakwah Menurut Al- Qur’an, mendefinisikan dakwah yaitu: mengajak orang lain untuk meyakni
dan mengamalkan akidah dan syariat Islam yang terlebih dahulu telah diyakini dan diamalkan oleh para pendahwah itu sendiri.
3
Menurut Farid Ma’ruf Noor, dakwah merupakan suatu perjuangan hidup untuk menegakkan dan menjunjung tinggi undang-undang Allah dalam
seluruh aspek kehidupan manusia dan masyarakat sehingga ajaran Islam menjadi shibghah yang mendasari, menjiwai, dan mewarnai seluruh sikap dan
tingkah laku dalam hidup dan kehidupannya.
4
Berbicara tentang dakwah adalah berbicara tentang komunikasi, karena komunikasi adalah kegiatan informatif, yakni agar orang lain mengerti,
mengetahui dan kegiatan persuasif, yaitu agar orang lain bersedia menerima suatu paham atau keyakinan, melakukan suatu faham atau keyakinan,
melakukan suatu kegiatan atau perbuatan dan lain-lain.
5
Dalam aktivitasnya dakwah haruslah memiliki strategi yang sesuai dengan keadaan lingkungan sosiologis, psikologis, pendidikan dan ekonomi.
Terlebih, kini perkembangan zaman semakin pesat, teknologi baru yang mutakhir bermunculan. Tentunya membawa dampak positif dan negatif,
terlebih kepada remaja kini. Karena sangat kurangnya kesadaran remaja
3
A.Hasmy, Dustur Dakwah menurut al- Qur’an Jakarta: Bulan Bintang,1997, h. 18.
4
Farid Ma’ruf Noor, Dinamika dan Akhlak Dakwah Surabaya: Bina Ilmu, 1981, h.29.
5
Onong Uchjana Effendy, Ilmu Komunikasi Teori Dan Praktek Bandung: Rosda, 2002 , h. 9.
terhadap nilai-nilai keagamaan menjadikan mereka kehilangan arah dalam hidup.
Masa remaja memang sangat rentan terhadap hal tersebut. Hal ini, dikarenakan masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak
menuju masa dewasa. Mereka akan berkumpul dan bergaul diantara mereka yang sebaya. Membentuk komunitas sendiri, tidak berkumpul dengan orang
yang sudah dewasa juga tidak bermain dengan kanak-kanak lagi. Masa remaja adalah masa di mana seseorang banyak mencari jati diri.
Masa untuk menunjukkan eksistensi diri mereka. Sayangnya eksistensi itu mereka tunjukan dengan melakukan tindakan yang negatif yang dapat
menyababkan keresahan dalam masyarakat, dari yang ringan sampai yang berat, misalnya mencotek saat ujian, tawuran, pergaulan bebas free sex,
kebut-kebutan di jalan, pornografi dan pornoaksi, penyalah-gunaan narkoba, mabuk-mabukan.
6
Hal ini, seakan menunjukan krisis moral yang terjadi di kalangan pelajar. Krisis moral terjadi karena sebagian besar orang tidak mau lagi
mengindahkan tuntunan agama, yang secara normatif mengajarkan kepada pemeluknya untuk berbuat baik, meninggalkan perbuatan-perbuatan maksiat
dan munkarat.
7
6
Wahyu Hidayanto, “Remaja dan Jati Diri,” artikel diakses pada pada 7 juni 2013 dari http:sosbud.kompasiana.com20130609remaja-dan-jati-diri--563632.html
7
Amir Said az-Zaibari, Manajemen Qalbu: Resep Sufi Menghentikan Kemaksiatan Yogyakarta:
Maka perlunya pembentukan pola kehidupan mental spiritual dan kekuatan moral moral force dalam kaitanya mengadapi tantangan dan
kesulitan-kesulitan yang timbul pada kehidupan sosial kontemporer masa kini, terutama dalam menghadapi ilmu pengetahuan dan teknologi. Dengan
pemikiran sebagaimana di atas, maka dapat dipolakan dan memproyeksikan tentang sikap dan kecenderungan sebagaian besar kehidupan manusia. Yakni
kecenderungan hidup bergaya sekuler.
8
Ditambah dengan muatan-muatan keagamaan berkurang secara kuantitas waktu menjadi permasalahan yang muncul di lingkungan sekolah.
Padahal seharusnya sekolah menjadi lembaga pendidikan formal yang mengarahkan siswa dan siwi cerdas secara akademik, intelektual dan
emosional, sosial, maupun moral-spiritual. Permasalahan ini hampir sama terjadi di lignkungan sekolah pada
umumnya, tidak terkecuali di SMAN 1 Leuwiliang Bogor. Terlebih lingkungan tersebut adalah lingkungan transisi dari lingkungan tradisional ke
arah modern. Niai-nilai keagamaan pun tumbuh sedikit demi sedikit tidak lagi ditaati. Misalkan berpacaran, mencontek ketika ujian, mnum-minuman keras
dan kekerasan. Tentunya hal ini menjadi suatu permasalan yang harus diselsaikan.
Dalam mengantisipasi hal ini perlunya wadah kegiatan dakwah di lingkungan sekolah. Untungnya di SMAN 1 Leuwiliang bogor terdapat sebuah beberapa
Mitra Pustaka, 2003, h. 5-6
8
Munir Amin Syamsul, Rekonstruksi Pemikiran Dakwah islam, Jakarta: AMZAH , 2008, h.34.
ekstrakulikuler. Khususnya ekstrakulikuler keislaman yakni ROHIS Rohani Islam.
Diharapkan Rohis mampu menanamkan nilai-nilai keagamaan di SMAN 1 Leuwiliang Bogor. Ekstra kulikuler ini sudah lama terbentuk di
sekolah tersebut. Sebagai wadah dakwah Islam di sekolah tentunya Rohis haruslah memliki strategi dalam berdakwah. Karena strategi ini berpengaruh
terhadap keberhasilan Rohis dalam dakwahnya. Maka dari itu, peneliti tertarik untuk melakukan atau mengadakan
pene litian
tentang: “STRATEGI
DAKWAH ROHIS
DALAM MENANAMKAN NILAI-NILAI AGAMA DI SMAN 1 LEUWILIANG
BOGOR” B.
Pembatasan dan Perumusan Masalah
Setelah melihat latar belakang yang ada dan agar dalam penelitian ini tidak terjadi kerancuan, maka penulis dapat membatasi dan merumuskan
permasalahan yang akan diangkat dalam penelitian ini. 1.
Pembatasan Masalah Dalam penelitian ini peneliti membatasi masalah yang
mencangkup pada unsur-unsur diantaranya: Strategi dakwah, masalah yang timbul masalah yang di hadapi siswa, metode yang digunakan,
materi yang disampaikan dan media yang digunakan dalam dakwahnya. Jadi peneliti membatasinya pada: Strategi dakwah, masalah yang dihadapi,
metode, materi, dan media yang digunakan.
2. Rumusan Masalah
Adapun Rumusan masalah yang diambil adalah sebagai berikut: 1
Bagaimana strategi dakwah Rohis dalam menanamkan nilai-nilai Agama di SMAN 1 Leuwiliang Bogor?
2 Apa faktor pendukung dan penghambat dakwah Rohis dalam
menanamkan nilai-nilai Agama di SMAN 1 Leuwiliang bogor?