Fungsi Pengawasan Dprd Kabupaten Bogor Terhadap Efisiensi Administrasi Pelayanan Kesehatan Daerah (Studi Pelayanan Publik Di Rsud Leuwiliang Kabupaten Bogor)

(1)

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum (S.H)

Oleh:

Zikri Muliansyah 1110048000021

KONSENTRASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA P R O G R A M S T U D I I L M U H U K U M

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH J A K A R T A


(2)

(3)

(4)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata I (SI) di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang penulis gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika suatu saat terbukti karya ini bukan hasil karya asli saya, maka saya bersedia menerima sanksi yang berada di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, Mei 2014

Zikri Muliansyah 1110048000021


(5)

pelaksanaan fungsi pengawasaan DPRD Kabupaten Bogor terhadap efisiensi administrasi pelayanan kesehatan daerah, khususnya yang dilakukan oleh RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor, serta memaparkan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pelaksanaan efisiensi administrasi pelayanan kesehatan tersebut. Oleh karena itu, penelitian ini melingkupi dan melibatkan beberapa instansi terkait, yaitu DPRD Kabupaten Bogor, Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor, dan RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian socio-legal, merupakan suatu metode penelitian yang mengkombinasikan dua sudut pandang yang berbeda dalam suatu isu hukum, yaitu sudut pandang normatif yang lebih mengarah pada peraturan perundang-undangan dan kebijakan pemerintah, serta sudut pandang empirik yang lebih mengarah pada fakta di lapangan sebagai wujud penerapan peraturan perundang-undangan dan kebijakan tersebut. Hasil dari penelitian yang diperoleh adalah bahwa dampak fungsi pengawasan DPRD Kabupaten Bogor terhadap efisiensi administrasi pelayanan kesehatan daerah khususnya yang dilakukan oleh RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor berupa adanya penambahan anggaran bagi RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor dalam rangka peningkatan efisiensi administrasi pelayanan kesehatan. Sementara terkait dengan faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi administrasi pelayanan kesehatan di RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor adalah kualitas dan kuantitas petugas dan beban tugas administrasi, sarana pendukung kinerja petugas administrasi, serta Standar Operational Procedure kinerja petugas adminstrasi di RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor.

Kata kunci: Fungsi Pengawasan DPRD Kabupaten Bogor, Efisiensi Administrasi Pelayanan Kesehatan Daerah, Pelayanan Publik dan RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor.

Dosen Pembimbing : Nahrowi, SH., MH., Nur Habibi, SH.I., MH,. Daftar Pustaka : Tahun 1984 s.d Tahun 2013


(6)

Assalamualaikum Wr.Wb.

Segala puji dan syukur hanya untuk Allah SWT, karena berkat rahmat, nikmat serta anugerahNya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “

FUNGSI

PENGAWASAN

DPRD

KABUPATEN

BOGOR

TERHADAP

EFISIENSI ADMINISTRASI PELAYANAN KESEHATAN DAERAH

(Studi Pelayanan Publik di RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor)

”. Sholawat serta salam penulis sampaikan kepada junjungan alam semesta Nabi Muuhammad SAW, yang telah membawa umat manusia dari zaman kegelapan ke zaman yang terang benderang ini.

Untuk dapat terselesainya penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bantuan, arahan dan bimbingan dari berbagai pihak, sehingga dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada yang terhormat :

1. Dr. H. JM. Muslimin, MA, selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta;

2. Dr. Djawahir Hejazziey, SH., MA., ketua Program Studi Ilmu Hukum dan Drs. Abu Tamrin, SH., M.Hum., sekretaris Program Studi Ilmu Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta;

3. Nahrowi, SH., MH., dan Nur Habibi, SH.I., MH., selaku Dosen Pembimbing penulis yang telah bersedia membimbing penulis dengan penuh kesabaran,


(7)

selaku Dosen Penguji Sidang Munaqasah penulis, yang telah bersedia menguji penulis dan memberikan banyak masukan kepada penulis untuk memperbaiki dan menyempurnakan skripsi ini;

5. Segenap staff Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidataullah Jakarta, staff Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan staff Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah memberikan fasilitas untuk mengadakan studi kepustakaan guna menyelesaikan skripsi ini;

6. Segenap dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta khususnya dosen program studi ilmu hukum yang telah memberikan ilmu pengetahuan dengan tulus ikhlas, semoga ilmu pengetahuan yang diajarkan dapat bermanfaat dan menjadi keberkahakan bagi penulis dan semoga Allah SWT senantiasa membalas jasa-jasa beliau serta menjadikan semua kebaikan ini sebagai amal jariyah untuk beliau semua;

7. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Bogor, khususnya Bapak H. Hasanabe selaku Anggota Komisi D DPRD Kabupaten Bogor yang telah bersedia untuk meluangkan waktu dan menjawab semua pertanyaan dari penulis, sehingga penulis dapat menemukan jawaban dari permasalahan yang ada;


(8)

penulis dapat menemukan jawaban dari permasalahan yang ada;

9. RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor, khususnya Bapak Bambang, selaku Kasubag Rekam Medik RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor dan Bu Ade Sri, selaku salah satu petugas loket administrasi di RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor yang telah bersedia untuk meluangkan waktu dan menjawab semua pertanyaan dari penulis, sehingga penulis dapat menemukan jawaban dari permasalahan yang ada;

10. Kedua orang tua tercinta yaitu Ayahanda Marzuki dan Ibunda Siti Mulyati dan kakak-kakak tersayang yaitu Alm. Ahmad Darmansyah, Arief Gunawansyah, SH., MH., Retno Sudiarti, S.Si., dan Andre Gunawan, S.Si serta keluarga besar penulis yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu yang senantiasa memberi dukungan moril, materil, dan spiritual bagi penulis dalam segala kegiatan penulis khususnya dalam penyelesaian penulisan skripsi ini;

11. Sahabat-sahabat penulis yaitu Abdul Muhi, Fahmi Hermawan, Yusup Supriadi, Fariz Kahfi, Fahria Dahlia Talaohu, Hayuningtias Arumdaru, Aulia Citra Utami, dan Ina Agistina, serta khususnya untuk Anggita Nissa Devi Indriani yang selama penulis menempuh jenjang pendidikan Strata Satu telah menemani dan mendukung penulis dalam belajar;


(9)

Wahyuningsih, Endah Sulastri, Ainul Arifatul Ulum, Cantika Nurdiani, Hopsah Varah Dini, Liza Tri Kusuma, Atiek Af’idata, Nurfika, dan lainnya yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.

Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak, khususnya bagi penulis dan umumnya bagi pembaca. Sekian terimakasih.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Jakarta, Mei 2014


(10)

PERSETUJUAN PEMBIMBING ……….………...

LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI ………..……….

LEMBAR PERNYATAAN………..

ABSTRAK ………..………...

KATA PENGANTAR ………..

DAFTAR ISI ………...………..

DAFTAR LAMPIRAN …………..………..

i ii iii iv v ix xii

BAB 1 : PENDAHULUAN ……….

A.Latar Belakang ……….. B.Pembatasan dan Perumusan Masalah ………... C.Tujuan dan Manfaat Penelitian ………. D.Kajian (Review) Studi Terdahulu ………. E. Kerangka Teori dan Konseptual ………... F. Metode Penelitian ………. G.Sistematika Penulisan ………...

1 1 5 6 7 9 12 15

BAB II : TINJAUAN UMUM PENGAWASAN PELAYANAN

PUBLIK OLEH PEMERINTAHAN DAERAH DI

INDONESIA………..

A.Pemerintahan Daerah di Indonesia ………... 1. Pengertian Otonomi Daerah Dalam Negara Kesatuan …… 2. Landasan Hukum Pemerintahan Daerah di Indonesia …… 3. DPRD Dalam Pemerintahan Daerah ………... B. Pelayanan Publik Daerah ……….. 1. Pengertian Pelayanan Publik Daerah ……….. 2. Ruang Lingkup Pelayanan Publik Daerah ………... 3. Peran Pemerintah Dalam Pelayanan Publik Daerah ………

18 18 18 22 23 24 24 28 31


(11)

1. Pengertian Pengawasan Pelayan Publik Daerah …………. 2. Syarat Pengawasan Pelayanan Publik Daerah ………. 3. Jenis-jenis Pengawasan Pelayanan Publik Daerah ………..

35 37 39

BAB III : KEBIJAKAN PELAYANAN KESEHATAN DI

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BOGOR …………

A.Dinas Kesehatan Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor ……... 1. Landasan Hukum Pembentukan Dinas Kesehatan

Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor ……….. 2. Tugas dan Wewenang Dinas Kesehatan Pemerintah Daerah

Kabupaten Bogor ……….

B.Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Leuwiliang Kabupaten

Bogor ………...

1. Landasan Hukum Pembentukkan RSUD Leuwiliang

Kabupaten Bogor ……….

2. Tugas dan Fungsi RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor …. C.Kebijakan Mengenai Standar Pelayanan Kesehatan

Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor ………. D.Kebijakan Mengenai Retribusi Pelayanan Kesehatan

Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor ………. 41 41

40

43

44

44 45

47


(12)

BOGOR TERHADAP EFISIENSI ADMINISTRASI PELAYANAN KESEHATAN DAERAH (Studi Pelayanan Publik di RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor) ………... A.Pelaksanaan Fungsi Pengawasan DPRD Kabupaten Bogor ... 1. Mekanisme Pelaksanaan Fungsi Pengawasan DPRD

Kabupaten Bogor ………..……...… 2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pelaksanaan Fungsi

Pengawasan DPRD Kabupaten Bogor ……… B.Penyelenggaraan Efisiensi Administrasi Pelayanan Kesehatan

Daerah di RSUD Leuwiliang Kabuapaten Bogor ………. 1. Kualitas Kerja Petugas Administrasi Pelayanan Kesehatan RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor ……….. 2. Kuantitas Kerja dan Petugas Administrasi Pelayanan

Kesehatan RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor ………… 3. Ketepatan Waktu Penyelesaian Proses Administrasi

Pelayanan Kesehatan RSUD Leuwiliang Kabupaten

Bogor………

C.Analisa Fungsi Pengawasan DPRD Kabupaten Bogor Terhadap Efisiensi Admninistrasi Pelayanan Kesehatan Daerah di RSUD Leuwilliang Kabupaten Bogor ………..

52 52 52 56 57 57 61 63 66

BAB V : PENUTUP ……….

A.Simpulan ………..……….

B.Saran………..…….

73 73 75

DAFTAR PUSTAKA…………..……….. 76


(13)

2. Surat Balasan Wawancara DPRD Kabupaten Bogor

3. Hasil Wawancara Dengan H. Hasanabe Anggota Komisi D DPRD Kabupaten Bogor

4. Surat Permohonan Data/Wawancara Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor 5. Surat Balasan Wawancara Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor

6. Hasil Wawancara Dengan Dini dan Dita Staff Administrasi Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor

7. Surat Permohonan Data/Wawancara RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor 8. Surat Balasan Wawancara RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor

9. Hasil Wawancara Dengan Bambang Kasubag Rekam Medik RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor dan Ade Sri Petugas Loket Administrasi RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor

10. Hasil Wawancara Dengan Masyarakat Pengguna Jasa RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor


(14)

A. Latar Belakang Masalah

Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup tanpa adanya interaksi dengan manusia yang lain. Pada hakikatnya manusia butuh manusia yang lain, oleh karena itu mereka hidup bersama dalam suatu wilayah untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka.1 Salah satu kebutuhan manusia yang hidup bersama adalah adanya organisasi pengaturan tentang tata kehidupan mereka sehari-hari, dan negara merupakan salah satu wujud dari organisasi pengaturan tersebut.2

Negara dapat diidentikkan dengan kekuasaan, sebab dimana ada negara maka disitu ada kekuasaan yang menyertainya.3 Ajaran mengenai kekuasaan negara yang paling populer dan menjadi acuan negara-negara di dunia saat ini adalah ajaran Trias Politica (Montesquieu), yang membagi kekuasaan negara ke dalam tiga bagian, yaitu kekuasan eksekutif, kekuasaan legislatif dan kekuasaan yudikatif. Pembagian ini pada hakikatnya merupakan cara untuk mewujudkan

check’s and balance’s dalam kehidupan bernegara.

1

Muhadam Labolo, Memahami Ilmu Pemerintahan Suatu Kajian, Teori, Konsep dan Pengembangannya, cet. II, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2007), h. 64

2

Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, cet.VI, (Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama, 2013), h. 47

3


(15)

Di Indonesia, dalam UUD NRI Tahun 1945, ditegaskan bahwa negara Indonesia merupakan sebuah negara yang berkedaulatan rakyat, dan dalam konstitusi tertulis negara Indonesia tersebut pun menentukan bahwa kedaulatan rakyat dibagi secara horizontal dengan memisahkan (Separation of Power) menjadi kekuasaan yang dinisbatkan sebagai fungsi lembaga-lembaga negara yang sederajat dan saling mengendalikan satu sama lain berdasarkan prinsip

checks and balances.4

Pengawasan merupakan salah satu cara untuk mewujudkan check’s and

balance’s dalam kehidupan bernegara, agar pelaksanaan kekuasaan negara tetap terkontrol sehingga tidak merugikan masyarakat sebagai unsur penting dalam negara. Pengawasan diperlukan untuk memperbaiki manajemen pemerintahan melalui penataan kelembagaan pemerintah secara sistematis dan komprehensif, meliputi struktur, kultur, dan aparaturnya. Penataan kelembagaan tersebut merupakan esensi dari pelaksanaan good governance5 di lingkungan pemerintahan yang berlaku untuk pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

Keberadaan pemerintah pusat dan pemerintah daerah di Indonesia merupakan konsekuensi dianutnya asas desentralisasi dalam pemerintahan di Indonesia. Selama beberapa dekade terakhir, desentralisasi telah menjadi pusat

4

Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, cet.II, (Jakarta: Konpress, 2005), h. 72

5Encep Syarief Nurdin, “Pembangunan Tata Kelola Pemerintahan Yang Baik (

Good Governance) dan Pemberantasan Korupsi”, Negarawan, No.18 (November 2010): h. 109


(16)

perhatian berbagai negara di dunia. Bahkan beberapa diantaranya telah melakukan perubahan struktur pemerintahan ke arah desentralisasi.6

Secara teoritis, adanya desentralisasi merupakan bagian dari pelaksanaan otonomi daerah. Menurut Philipus M. Hadjon, seperti yang dikutip oleh Titik Triwulan Tutik, bahwa hakikat otonomi daerah ialah berasal dari unsur kebebasan (bukan kemerdekaan: independence, onafhankelijkheid) yang merupakan sub-sistem dari negara kesatuan. Sedangkan menurut Bagir Manan, otonomi daerah sebagai kebebasan dan kemandirian (vrijheid en zelftandigheid) satuan pemerintahan yang lebih rendah untuk mengatur dan mengurus sebagian urusan pemerintah.7

Seluruh daerah di Indonesia telah diberikan kewenangan untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan di daerahnya, meliputi daerah tingkat provinsi dan daerah tingkat kabupaten/kota. Dan Kabupaten Bogor merupakan salah satu daerah yang telah diberikan kewenangan tersebut.

Kabupaten Bogor adalah kabupaten terluas di Propinsi Jawa Barat.8 Secara historis Kabupaten Bogor merupakan wilayah yang menjadi pusat

6

M.R Khairul Muluk, Desentralisasi dan Pemerintahan Daerah, cet. III (Jawa Timur: Bayumedia Publishing, 2007), h. 101

7

Titik Triwulan Tutik, Pengantar Hukum Tata Usaha Negara Indonesia, cet. I, (Jakarta: Prestasi Pustaka Raya, 2010), h. 129

8

Dengan luas wilayah 298.838.304 Ha dan koordinat 60 18’ 60 47’10 LS dan 1060 23’45 - 1070 13’30, Sumber : Admin. “Selayang Pandang”, artikel diakses pada 4 Oktober 2013 dari http://www.bogorkab.go.id/selayang-pandang/sub-menu/


(17)

kerajaan tertua di Indonesia.9 Berdasarkan Catatan Dinasti Sung di Cina dan prasasti yang ditemukan di Tempuran Sungai Ciaruteun dan Sungai Cisadane, memperlihatkan bahwa pada paruh awal abad ke-5 M di wilayah ini telah ada sebuah bentuk pemerintahan.10

Pemerintahan di Kabupaten Bogor, berkembang seiring dengan perkembangan ketatanegaraan Indonesia. Perkembangan tersebut juga disertai dengan peningkatan tingkat kompleksitas permasalahan yang terjadi di Kabupaten Bogor, terutama terkait hubungan pemerintah daerah dengan masyarakat dalam hal pelayanan publik, khususnya pelayanan publik di bidang kesehatan dan Rumah Sakit Umum Daerah Leuwiliang Kabupaten Bogor11 merupakan salah satu penyelenggara pelayanan publik di bidang tersebut.

Selain karena lokasi penelitian yang lebih dekat dengan penulis, RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor merupakan rumah sakit dengan tingkat intensitas kunjungan pasien paling banyak di Kabupaten Bogor, dan dalam perkembangannya muncul berbagai keluhan terhadap pelayanan yang diberikan oleh pihak RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor, salah satunya adalah efesiensi

administrasi pelayanan kesehatan yang diberikan, terutama dalam kaitannya

9

R. Hilman Hapid, Bogor dari Periode ke Periode, cet.I, (Bogor: PT Inti Getar Pakuan, 2012), h. 5

10Admin. “Selayang Pandang”, artikel diakses pada 4 Oktober 2013 dari

http://www.bogorkab.go.id/selayang-pandang/sub-menu/

11


(18)

dengan waktu penyelesaian administrasi pelayanan kesehatan yang dinilai lebih lambat dibanding dengan rumah sakit lain yang ada di Kabupaten Bogor.

Perbaikan dalam efisiensi administrasi pelayanan kesehatan di RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor perlu dilakukan. Namun, apabila perbaikan hanya mengandalkan inisiatif pemerintah daerah Kabupaten Bogor saja dirasa kurang memadai. Perlu adanya peran lembaga lain yang kedudukannya sejajar dengan pemerintah daerah Kabupaten Bogor, yaitu Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Bogor. Oleh karena itu penulis tertarik untuk mengajukan suatu judul yaitu “Fungsi Pengawasan DPRD Kabupaten Bogor Terhadap Efisiensi Administrasi Pelayanan Kesehatan Daerah (Studi Pelayanan

Publik di RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor)”.

B. Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah Adapun yang menjadi fokus dari penelitian ini adalah:

1. Pembatasan Masalah

Agar pembahasan dalam penelitian ini tidak terlalu meluas, maka penelitian ini hanya dibatasi pada dampak pelaksanaan fungsi pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Bogor terhadap perwujudan efisiensi administrasi pelayanan kesehatan daerah di RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor.


(19)

2. Perumusan Masalah

Untuk memperjelas masalah dalam pembahasan ini, maka dirumuskan masalah-masalah sebagai berikut:

a. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pelaksanaan efisiensi administrasi pelayanan kesehatan daerah di RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor?

b. Apa dampak pelaksanaan fungsi pengawasan DPRD Kabupaten Bogor dalam mewujudkan efisiensi administrasi pelayanan kesehatan daerah di RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin penulis capai melalui penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan efisiensi administrasi pelayanan kesehatan daerah di RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor.

b. Untuk mengetahui dampak pelaksanaan fungsi pengawasan DPRD Kabupaten Bogor dalam mewujudkan efisiensi administrasi pelayanan kesehatan daerah di RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor.

2. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian yang penulis lakukan adalah : a. Manfaat Teoritis


(20)

Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan mengenai fungsi pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Bogor terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah, terutama dalam kaitannya dengan pelayanan publik yang diberikan oleh pemerintah daerah Kabupaten Bogor khususnya di bidang administrasi pelayanan kesehatan daerah.

b. Manfaat Praktis

Secara praktis manfaat dari hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan dan dijadikan sebagai bahan pertimbangan bagi seluruh komponen pemerintahan daerah Kabupaten Bogor untuk senantiasa menerapkan prinsip efisiensi dalam pelayanan publik daerah khususnya di bidang administrasi pelayanan kesehatan daerah Kabupaten Bogor.

D. Kajian (Review) Studi Terdahulu

Kajian terkait dengan DPRD baik dari segi peran, fungsi dan kewenangan pasca reformasi khususnya, tengah menjadi bahan diskusi hangat dan mengalami perkembangan yang cukup signifikan, berbagai karya ilmiah lahir membahas hal ini. Namun, terkait dengan pembahasan fungsi pengawasan DPRD dalam kaitannya dengan efisiensi administrasi pelayanan kesehatan pemerintah daerah Kabupaten Bogor, sejauh penelusuran penulis belum ada yang pernah melakukannya. Maka untuk memposisikan skripsi ini kiranya perlu memaparkan


(21)

penelitian-penelitian sebelumnya agar kemungkinan terjadinya pengulangan penelitian dapat dihindari.

Skripsi yang berjudul “Analisis Kinerja Petugas Administrasi Berdasarkan Persepsi Petugas Puskesmas dan Masyarakat Pada Puskesmas

Sukmajaya Kota Depok Tahun 2009”, ditulis oleh Agung Setiadi Wijaya dari

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia pada tahun 2009. Skripsi ini membahas tentang kinerja petugas administrasi puskesmas Sukmajaya dalam persepsi petugas administrasi dan masyarakat Sukmajaya Kota Depok pada tahun 2009. Selain, perbedaan lokasi penelitian, objek dari penelitian penulis pun berbeda. Dimana penulis mengkhususkan diri pada fungsi pengawasan DPRD Kabupaten Bogor.

Skripsi tentang “Tinjauan Yuridis Fungsi dan Peranan DPRD Terhadap Pertanggungjawaban Kepala Daerah di Era Reformasi”, ditulis oleh Yulia Ayu Rizki dari Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tahun 2013. Skripsi ini menjelaskan tentang fungsi dan peranan DPRD pada umumnya dalam kaitannya dengan pertanggungjawaban kepala daerah. Sedangkan penelitian penulis fokus pada DPRD Kabupaten Bogor terkait pelaksanaan fungsi pengawasannya dalam hubungannya dengan efisiensi administrasi pelayanan kesehatan daerah khususnya di RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor.

Skripsi yang berjudul “Optimalisasi Peran dan Fungsi Dewan Perwakilan Daerah Dalam Peningkatan Otonomi Daerah Kabupaten


(22)

Bojonegoro”, ditulis oleh Harum Qorinatuz Zahro dari Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tahun 2013. Skripsi ini membahas tentang Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Bojonegoro, dalam upaya peningkatan otonomi daerah Bojonegoro. Selain, perbedaan lokasi penelitian, objek dari penelitian skripsi penulis pun berbeda. Dimana penulis mengkhususkan diri pada salah satu fungsi DPRD Kabupaten Bogor yaitu fungsi pengawasan.

Dari penjelasan di atas dapat disimpukan bahwa skripsi yang penulis ajukan tidak sama dengan ketiga skripsi atas.

E. Kerangka Teori dan Konsep

Negara adalah suatu masyarakat yang diorganisasikan secara politik karena negara ini merupakan sebuah komunitas yang dibentuk oleh suatu tatanan yang bersifat memaksa dan tatanan pemaksa ini adalah hukum.12

Menurut teori organ, negara merupakan suatu organisme yang mempunyai alat-alat perlengkapan seperti eksekutif, parlemen dan yang rakyat yang keseluruhannya memiliki fungsi masing-masing dan saling bergantung satu dengan yang lainnya. Dalam konteks ini rakyat pemilih dan mereka yang mewakili berhubungan ketika mereka membentuk lembaga perwakilan yang memang diinginkan. Ketika lembaga itu berdiri, rakyat pemilih tidak perlu lagi

12

Hans Kelsen, Teori Umum Tentang Hukum dan Negara, Penerjemah Raisul Muttaqien, cet IV, (Bandung: Nusa Media, 2009), h. 272


(23)

turut campur dalam pelbagai kerja institusional legislatif karena mereka secara otomatis akan menjalankan fungsinya masing-masing.13

Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah diterangkan bahwa pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah merupakan lembaga perwakilan rakyat daerah yang berkedudukan sejajar dengan kepala daerah sebagai pemerintah daerah.14 Hal ini ditegaskan pada Pasal 342 UU No.27 Tahun 2009 Tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD, yang menyatakan bahwa DPRD kabupaten/kota merupakan lembaga perwakilan rakyat daerah yang berkedudukan sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah kabupaten/kota. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah memiliki 3 (tiga) fungsi pokok sebagaimana tercantum dalam ketentuan Pasal 343 UU No.27 Tahun 2009

13

Moh. Kusnardi dan Bintan R. Saragih, Ilmu Negara, cet.VII, (Jakarta: Gaya Media Pratama Jakarta, 2008), h. 255

14

Baban Sobandi, dkk., Desentralisasi dan Tuntutan Penataan Kelembagaan Daerah, cet.I, (Bandung: Humaniora, 2006), h.117


(24)

Tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD, yaitu fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan.

Berdasarkan teori mandat imperatif yang mengemukakan bahwa suatu wakil dalam lembaga perwakilan merupakan wakil yang tidak mengenal siapa yang diwakilinya. Ia menjabat sebagai wakil karena dirinya ditunjuk oleh lembaga perwakilan dimana ia bergabung. Dalam konteks ini adalah mereka yang kemudian diwakili memandatkan suaranya kepada lembaga perwakilan tertentu, selanjutnya lembaga perwakilan itulah yang menunjuk anggotanya untuk mewakili konstituen lembaga perwakilan tersebut, sehingga wakil tidak ada hubungannya dengan pemilih.15.

Berdasarkan Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik, yang dimaksud dengan pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik.

Dalam Black’s Law Dictionary menyebutkan bahwa Administration is the management or performance of the executive duties of government, institution or

public. In public law, administration is the practical management and direction

15

Bintan R Saragih, Lembaga Perwakilan dan Pemilihan Umum di Indonesia, cet.I, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 1988), h. 82


(25)

of the executive departement and it’s agencies,16 (Administrasi adalah pengaturan atau pelaksanaan tugas penyelenggara negara, institusi atau masyarakat. Dalam hukum publik, administrasi adalah pengaturan pelaksanaan dan arah dari penyelenggara departemen dan instansinya).

Sementara terkait dengan efisiensi, Kamus Besar Bahasa Indonesia menerangkan bahwa efisiensi adalah ketepatan cara (usaha kerja) dalam menjalankan sesuatu (dengan tidak membuang waktu, tenaga dan biaya).17

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pengawasan ialah penilikan dan pengarahan kebijakan jalannya perusahaan. Dalam kehidupan bernegara tentu hal ini terkait dengan jalannya kebijakan suatu negara atau pemerintah baik di tingkat pusat maupun daerah.18

F. Metode Penelitian

Untuk menjawab permasalahan yang telah dirumuskan dalam penelitian ini, digunakan suatu metode penelitian dengan pemaparan sebagai berikut :

1. Jenis Penelitian

Tipe penelitian yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah

socio-legal. Socio-legal adalah suatu pendekatan alternatif yang menguji studi

16

Bryan A. Garner, Black’s Law Dictionary, Edisi VIII, (United States of America: West Group, 1999), h. 46

17

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, Edisi IV, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2008), h.352

18


(26)

doktrinal terhadap hukum,19 sementara dari sifatnya maka penelitian ini termasuk ke dalam jenis penelitian deskriptif20 yang berbentuk diagnostik dan evaluatif21 dengan menggunakan pemaparan secara kualitatif.

Metode yang digunakan untuk memahami masalah yang diteliti pada skripsi ini, tidak melakukan pengukuran secara statistik, melainkan hasil dari pemaparan pihak responden yang jelas dan rinci terhadap masalah yang diteliti sehingga memberikan pemahaman yang mendalam terhadap masalah yang diteliti tersebut.

2. Teknik Pengumpulan Data

Sumber data yang diperoleh dalam penulisan skripsi ini, yaitu: a. Data Primer

Data Primer antara lain: data yang diperoleh dari hasil wawancara kepada anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Bogor, Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor, RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor dan masyarakat terkait dengan pelaksanaan fungsi pengawasan DPRD terhadap efisiensi administrasi pelayanan kesehatan daerah.

b. Data Sekunder

19

Sulistyowati Irianto dan Shidarta, Metode Penelitian Hukum Konstelasi dan Refleksi, Ed. I, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2009), h. 175

20

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, cet.III, (Jakarta: Universitas Indonesia, 1986), h. 50.

21

Singarimbun, Masri dan Effendi Soffian, Penyunting, Metode Penelitian Survey, cet.VI, (Jakarta: Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES), 1985), h. 3


(27)

Data Sekunder antara lain: data yang diperoleh melalui data-data yang telah diteliti dan dikumpulkan oleh pihak lain yang berkaitan dengan permasalahan penelitian ini baik berupa buku, koran, jurnal hukum, majalah maupun melalui media internet.

3. Pengolahan dan Teknik Analisis Data

Berdasarkan bahan-bahan hukum yang diperoleh, meliputi bahan hukum primer dan sekunder, kemudian penulis mengkelompokkannya sesuai dengan isu hukum yang akan dibahas. Lalu penulis mengolah bahan-bahan hukum tersebut secara deduktif yaitu menarik kesimpulan dengan menggambarkan permasalahan secara umum ke permasalahan yang khusus atau lebih konkret.22

Setelah bahan hukum tersebut diolah, penulis kemudian memaparkannya dalam berbagai aspek serta menuangkannya dalam bentuk tulisan dengan bahasa penulisan ilmiah guna menjawab isu hukum yang telah dirumuskan dalam rumusan masalah

4. Teknik Penulisan

Teknik penulisan skripsi ini berdasarkan pada buku “Pedoman Penulisan Skripsi” yang dikeluarkan oleh Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2012.

22


(28)

G. Sistematika Penulisan

Untuk dapat menuangkan hasil penelitian kedalam bentuk penulisan yang teratur dan sistematis, maka skripsi ini disusun dengan sistematika penulisan yang terdiri dari lima bab.

BAB 1 : PENDAHULUAN

Bab satu membahas tentang latar belakang, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian,kajian (review) studi terdahulu, kerangka teori dan konseptual, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II : TINJAUAN UMUM PENGAWASAN PELAYANAN PUBLIK OLEH PEMERINTAHAN DAERAH DI INDONESIA

Bab dua membahas tentang pemerintahan daerah di Indonesia (meliputi pengertian otonomi daerah dalam negara kesatuan, landasan hukum pemerintahan daerah di Indonesia, dan DPRD dalam pemerintahan daerah), pelayanan publik daerah (meliputi pengertian pelayanan publik daerah, ruang lingkup pelayanan publik daerah dan peran pemerintah dalam pelayanan publik daerah), pengawasan pelayanan publik daerah (meliputi pengertian pengawasan pelayanan publik daerah, syarat pengawasan pelayanan publik daerah, dan jenis-jenis pengawasan pelayanan


(29)

publik daerah).

BAB III : KEBIJAKAN PELAYANAN KESEHATAN DI

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BOGOR

Bab tiga membahas tentang dinas kesehatan pemerintah daerah Kabupaten Bogor (meliputi landasan hukum pembentukan dinas kesehatan pemerintah daerah Kabupaten Bogor dan tugas dan wewenang dinas kesehatan pemerintah daerah Kabupaten Bogor), Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Leuwiliang Kabupaten Bogor (meliputi landasan hukum pembentukan RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor dan tugas dan fungsi RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor), kebijakan standar pelayanan kesehatan pemerintah daerah Kabupaten Bogor, dan kebijakan retribusi pelayanan kesehatan pemerintah daerah Kabupaten Bogor.

BAB IV : ANALISA FUNGSI PENGAWASAN DPRD KABUPATEN

BOGOR TERHADAP EFISIENSI ADMINISTRASI

PELAYANAN KESEHATAN DAERAH (STUDI

PELAYANAN PUBLIK DI RSUD LEUWILIANG

KABUPATEN BOGOR).

Bab empat membahas tentang pelaksanaan fungsi pengawasan DPRD Kabupaten Bogor (meliputi mekanisme pelaksanaan fungsi


(30)

pengawasan DPRD Kabupaten Bogor dan faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan fungsi pengawasan DPRD Kabupaten Bogor), penyelenggaraan efisiensi administrasi pelayanan kesehatan daerah di RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor (meliputi kualitas kinerja petugas administrasi pelayanan kesehatan RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor, kuantitas kerja dan petugas administrasi pelayanan kesehatan RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor, dan ketepatan waktu penyelesaian proses administrasi pelayanan kesehatan RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor) dan analisa fungsi pengawasan DPRD Kabupaten Bogor terhadap efisiensi administrasi pelayanan kesehatan daerah di RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor.

BAB V : PENUTUP


(31)

BAB II

TINJAUAN UMUM PENGAWASAN PELAYANAN PUBLIK OLEH PEMERINTAHAN DAERAH DI INDONESIA

A. Pemerintahan Daerah di Indonesia

Kehadiran pemerintahan daerah di Indonesia merupakan salah satu bentuk upaya untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan dan keadilan.

1. Pengertian Otonomi Daerah dalam Negara Kesatuan

Negara adalah agen atau kewenangan yang mengatur dan mengendalikan persoalan-persoalan bersama atas nama masyarakat (The state is an agency or authority managing or controlling these (common) affairs on

behalf of and in the name of the community).1 Negara kesatuan adalah bentuk negara dimana wewenang legislatif tertinggi dipusatkan dalam satu badan legislatif nasional/pusat.2

1

Roger Soltau, An Introduction to Politics, (London: Longmans, 1961), h. 1, sebagaimana dikutip oleh Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, cet VI, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2008), h. 48

2

C.F Strong, Modern Political Constitutions: An Introduction to the Comparative Study of Their History and Axisting Form, (London: Sidgwick dan Jackson, 1963), h. 84,sebagaimana dikutip oleh Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, cet VI, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2008), h. 49


(32)

Negara kesatuan adalah negara yang tidak tersusun dari beberapa negara, melainkan hanya ada satu negara. Di dalam negara kesatuan hanya ada satu pemerintahan, yaitu pemerintahan pusat yang mempunyai kewenangan tertinggi dalam segala hal lapangan pemerintahan. Pemerintahan pusat inilah yang pada tingkat terakhir dan tertinggi dapat memutuskan segala sesuatu dalam negara tersebut.3

Sebagai negara kesatuan, Indonesia memiliki pusat kekuasaan yang berada di Pemerintah Pusat. Namun, karena heterogenitas yang dimiliki oleh bangsa Indonesia, yaitu meliputi kondisi sosial, ekonomi, budaya dan keragaman tingkat pendidikan masyarakat, maka perlu suatu konsep yang mampu menaungi keberagaman tersebut dalam bingkai negara kesatuan. Melalui otonomi daerah atau desentralisasi yang merupakan distribusi kekuasaan/kewenangan dari pemerintah pusat,4 diharapkan konsep tersebut dapat terwujud.

Pasca reformasi yang ditandai dengan lengsernya Presiden Soeharto, bergulir era yang mendesak pemerintahan pusat untuk mendesentralisasikan beberapa kewenangannya kepada daerah. Akhirnya pada tanggal 7 Mei 2001 lahirlah Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan

3

Abu Daud Busroh, Ilmu Negara, cet.I, (Jakarta: PT.Bumi Aksara, 1990), h. 64

4

J.Kaloh, Mencari Bentuk Otonomi Daerah Suatu Solusi Dalam Menjawab Kebutuhan Lokal dan Tantangan Global, cet.I, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2007), h. 1


(33)

Daerah yang menegaskan kembali kepada pelaksanaan otonomi daerah.5 Jika pada masa sebelumnya pemerintah daerah lebih tunduk pada keinginan pusat, maka pasca reformasi kewenangan daerah otonom menjadi lebih luas dan tidak bergantung pada kebijakan pemerintah pusat.6

Otonomi pada dasarnya merupakan sebuah konsep politik,7 menurut Deliar Noer, politik memusatkan perhatian pada masalah kekuasaan dalam kehidupan bersama atau masyarakat.8 Dalam kamus politik, otonomi adalah hak untuk mengatur kepentingan urusan internal daerah atau organisasinya menurut hukum sendiri.9 Sementara menurut J. Barents, Ilmu Politik mempelajari kehidupan bermasyarakat... dengan negara sebagai bagiannya (en maatschappelijk leven.... waarvan de staat ee onderdeel vornt).10

Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan

5

Syaukani, dkk, Otonomi Daerah Dalam Negara, cet.I, (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2007), h. 14

6

Pusat Kajian Strategi Pembangunan Sosial Politik FISIP Universitas Indonesia dengan Badan Perencanaan Daerah Provinsi Jakarta, dalam penelitian Peran dan Fungsi DPRD di era Reformasi, (Jakarta: Depok, 2003)

7

RDH Koesoemahatmadja, Pengantar Ke Arah Sistem Pemerintahan Daerah di Indonesia, cet.I, (Jakarta: Bina Cipta, 1979), h. 45

8

Deliar Noer, Pengantar ke Pemikiran Politik, cet.I, (Medan: Dwipa, 1965), h. 56

9

BN. Marbun, Kamus Politik, Edisi III, (Jakarta: Pustaka Harapan, 2007), h. 350

10

J.Barents, Ilmu Politika: Suatu Perkenalan Lapangan, terjemahan L.M. Sitorus, cet.I, (Jakarta: PT Pembangunan,1965), h. 23


(34)

undangan yang berlaku.11 Dengan adanya otonomi daerah, maka secara berangsur-angsur beberapa kewenangan pemerintah pusat dialihkan kepada pemerintah daerah.12

Menurut M. Turner dan D. Hulme dalam Dede Rosyada, berpandangan bahwa yang dimaksud dengan otonomi daerah adalah transfer kewenangan untuk menyelenggarakan beberapa pelayanan kepada publik dari agen pemerintah pusat kepada agen lain yang lebih dekat kepada publik yang dilayani, landasan yang melandasi transfer ini adalah teritorial dan fungsional.13

Otonomi daerah dapat berhasil bila orientasi kepentingan publik melandasi pengambilan kebijakan. Sebaliknya, otonomi daerah akan gagal menyejahterakan masyarakat manakala kepentingan elit mendominasi kebijakan-kebijakan strategis daerah.14

Sri Soemantri berpandangan bahwa substansi dari pemerintahan daerah adalah adanya pelimpahan wewenang dari pemerintahan pusat kepada daerah-daerah otonom bukanlah hal itu ditetapkan dalam konstitusinya, akan

11

Save M. Dagun, Kamus Besar Ilmu Pengetahuan, cet.I, (Jakarta: Lembaga Pengkajian Kebudayaan Nusantara (LPKN), 1997), h. 759

12

Ateng Syafrudin, Kapita Selekta, Hakikat Otonomi dan Desentralisasi Dalam Pembangunan Daerah, cet.I, (Yogyakarta: Citra Media, 2006), h. 5

13

Rosyada, dkk., Pendidikan Kewargaan (Civic Education) Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani, cet.I, (Jakarta: ICCE UIN Syarif Hidayatullah, 2003), h. 151

14

Mariana Dede dan Caroline Paskarina, Demokrasi dan Politik Desentralisasi, cet.I, (Yogyakarta : Graha Ilmu, 2008), h. 335


(35)

tetapi karena masalah itu adalah merupakan hakikat dari Negara kesatuan.15 Indonesia sebagai negara kesatuan butuh akan hadirnya otonomi daerah sebagai upaya untuk memelihara harmoni sosial dan pada saat yang sama juga memelihara nilai-nilai lokalnya.16

2. Landasan Hukum Pemerintahan Daerah di Indonesia

Pengaturan pemerintahan daerah di Indonesia sudah ada sejak masa awal kemerdekaan negara Indonesia, yaitu melalui pembentukkan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1945. Dalam Undang-undang-Undang-undang tersebut, pemerintahan daerah adalah Komite Nasional Daerah yang berkedudukan sebagai pembantu pemerintah. Tiga tahun berselang pengaturan mengenai pemerintahan daerah, diatur dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 1948 yang mendefinisikan pemerintahan daerah melalui pembagian pemerintahan daerah kedalam Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan Dewan Pemerintahan Daerah.

Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah, merupakan peraturan yang menegaskan kembali kepada pelaksanaan otonomi daerah. Secara eksplisit pada pasal 1 huruf d disebutkan bahwa Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan pemerintahan daerah otonom oleh Pemerintah Daerah dan DPRD menurut asas Desentralisasi.

15

Sri Soemantri M, Pengantar Perbandingan Antar Hukum Tata Negara, cet.I, (Jakarta: Rajawali Press, 1981), h. 52

16M. Ryaas Rasyid, “Otonomi Daerah: Latar Belakang dan Masa Depannya” dalam

Syamsuddin Haris, ed., Desentralisaasi dan Otonomi Daerah Desentralisasi, Demokratisasi, Akuntabilitas Pemerintahan Daerah, cet.I, (Jakarta: LIPI, 2007), h. 10


(36)

Saat ini pengaturan mengenai pemerintahan daerah di Indonesia diatur dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah. Undang-undang ini memberikan keleluasaan bagi daerah untuk menggali potensi lokalnya sekaligus memberikan perubahan dan keluasan wewenang bagi lembaga perwakilan daerah, yaitu DPRD (provinsi dan kabupaten).17

3. DPRD Dalam Pemerintahan Daerah

Dalam Pasal 40 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, diterangkan bahwa “DPRD merupakan lembaga perwakilan rakyat daerah dan berkedudukan sebagai unsur penyelenggaraan

pemerintahan daerah”, ini hampir serupa dengan isi Pasal 13 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 Tentang Pemerintahan Daerah, yang berbunyi “Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah”.

Sebagai lembaga perwakilan rakyat daerah, DPRD memiliki beberapa kewenangan, diantaranya membentuk peraturan daerah yang dibahas dengan kepala daerah untuk mendapat persetujuan bersama, membahas dan menyetujui rancangan peraturan daerah tentang APBD bersama kepala daerah, melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan penyelenggaran pemerintahan di daerah, mengajukan usulan pengangkatan dan pemberhentian kepala daerah kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri bagi DPRD

17

Ketentuan Pasal 40, 42 dan 43 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah


(37)

Provinsi dan kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur bagi DPRD Kabupaten/Kota, serta memilih wakil kepala daerah dalam hal terjadi kekosongan jabatan wakil kepala daerah dan berbagai kewenangan lainnya.18

Dalam menjalankan kewenangan tersebut, DPRD memiliki beberapa hak, yaitu hak interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan pendapat. Namun, dalam ketentuan Pasal 43 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, tidak dirumuskan secara jelas sanksi yang dapat dikenakan kepada pejabat yang tidak menjalankan saran dan rekomendasi dari DPRD. Padahal, Sanksi diperlukan untuk menanggulangi dan memperbaiki kinerja pemerintah yang dianggap belum sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh rakyat.

B. Pelayanan Publik Daerah

Pelayanan publik daerah merupakan konsep yang sering digunakan oleh banyak pihak, baik kalangan praktisi maupun akademisi dengan makna yang berbeda-beda. Semula pelayanan publik daerah dimaknai sebagai integrasi pelayanan publik yang diselenggarakan oleh pemerintah pusat di daerah.

1. Pengertian Pelayanan Publik Daerah

Untuk memberi pengertian dari pelayanan publik daerah, maka perlu kita bahas terlebih dahulu pengertian masing-masing kata pembentuknya, yaitu pelayanan, publik dan daerah.

18

Intisari tugas dan wewenang DPRD menurut Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah


(38)

Pengertian dari pelayanan itu sendiri adalah perihal/cara melayani.19 Dalam konteks pemerintahanan, pelayanan berkenaan dengan usaha pemerintah yang bertujuan untuk menciptakan kondisi yang menjamin warga masyarakat dapat melaksanakan kehidupan mereka secara wajar.20

Menurut Albrecht, pelayanan dirumuskan sebagai A total organizational approach that makes quality of service as perceived by the

customer, the number one driving force for the operation of the

business21(Keseluruhan pendekatan organisasi yang membuat kualitas pelayanan berdasarkan persepsi pelanggan, sebagai kekuatan pendukung utama untuk menyelenggarakan pekerjaan).

Dari rumusan tersebut setidaknya ada integrasi dari tiga hal penting, yaitu bahwa pelayanan merupakan pendekatan yang lengkap yang membuahkan kualitas pelayanan; kualitas pelayanan ini haruslah berdasarkan persepsi dari pelanggan/masyarakat dan bukan persepsi dari pemberi

19

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, Edisi IV, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008), h. 797

20

M. Ryaas Rasyid, Makna Pemerintahan: Tinjauan Dari Segi Etika dan Kepemimpinan, cet.I, (Jakarta: Watampone, 1997) , h.116

21

Christopher H Lovelock, Managing Service, (New Jersey: Prentice Hall, Englewood Cliff, 1992), h. 10 sebagaiman dikutip oleh Amin Ibrahim, Teori dan Konsep Pelayanan Publik Serta Implementasinya, cet.I, (Bandung: CV. Mandar Maju, 2008), h. 2


(39)

pelayanan; dan pelayanan merupakan penggerak utama bagi operasional kegiatan organisasi pemberi pelayanan apapun nama dan jenisnya.22

Sedangkan definisi dari publik adalah orang banyak (umum).23 Dalam Random House sebagaimana dikutip oleh Amin Ibrahim,24 Publik adalah

Public, yang mengandung rumusan pengertian berupa : Pertaining to or affecting a population or a company as a whole; Open to all person; Owned

by a community; Performed on behalf of a community; and Serving a

community as an official (Berkaitan dengan pengaruh kelompok atau perusahaan secara keseluruhan; terbuka untuk semua orang; dimiliki oleh masyarakat; dilakukan atas nama masyarakat; dan melayani masyarakat sebagai pejabat).

Dari berbagai rumusan tersebut, maka pengertian istilah publik sangatlah bergantung pada konteks mana kita melihatnya. Publik dapat diartikan sebagai masyarakat luas, sebagai pemerintahan, serta dapat pula diartikan sebagai segala sesuatu yang menyangkut kepentingan umum yang diselenggarakan oleh pemerintah/pemerintahan.

22

Amin Ibrahim, Teori dan Konsep Pelayanan Publik Serta Implementasinya, cet.I, (Bandung: CV. Mandara Maju, 2008), h. 2

23

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, Edisi IV, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008), h. 1110

24

Amin Ibrahim, Pokok-Pokok Analisis Kebijakan Publik, cet.I, (Bandung: Mandar Maju, 2004), h. 3


(40)

Kemudian yang dimaksud dengan pelayanan publik adalah segala bentuk kegiatan pelayanan kepada publik/umum yang dilaksanakan oleh instansi Pemerintah di pusat, di daerah dan di lingkungan Badan Usaha Milik Negara/Daerah (BUMN/BUMD) dalam bentuk barang dan/atau jasa sebagai upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat dan pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan, yang meliputi tata laksana, tata kerja, prosedur dan sistem kerja, penerima dan pemberi pelayanan serta kewenangan dan rincian biaya pelayanan.25

Berdasarkan Undang-undang Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik, diterangkan bahwa pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik.26

Ismail HM mengemukakan bahwa Pelayanan Publik merupakan sebuah layanan yang diberikan kepada publik oleh pemerintah baik berupa barang dan jasa publik.27 Pelayanan publik dapat pula diartikan sebagai

25

Disarikan dari Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: 81 Tahun 1993, dalam Pedoman Pelayanan Umum , Pasca Sarjana Unpad, 2005

26

Ketentuan umum, Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik

27

Ismail HM, Menuju Pelayanan Prima, Konsep dan Strategi Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik, cet. I, (Malang: Averroes Press, 2010), h, 1


(41)

pemberian layanan (melayani) keperluan orang atau masyarakat yang mempunyai kepentingan pada organisasi itu sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang telah ditetapkan.28

Sementara yang dimaksud dengan daerah adalah lingkungan pemerintah atau wilayah.29 Dari pemaparan berbagai pengertian diatas maka dapat ditarik suatu simpulan bahwa pelayanan publik daerah adalah pelayanan yang diberikan oleh pemerintah/pemerintahan daerah kepada publik/masyarakat di daerahnya yang meliputi barang dan jasa publik.

2. Ruang Lingkup Pelayanan Publik Daerah

Ruang lingkup pelayanan publik secara umum (termasuk daerah di dalamnya) diatur dalam Pasal 5 Undang-undang Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik, yang menyebutkan sebagai berikut:

Ayat (1) : Ruang Lingkup pelayanan publik meliputi pelayanan barang publik dan jasa publik serta pelayanan administratif yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Ayat (2) : Ruang lingkup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pendidikan, pengajaran, pekerjaan dan usaha, tempat tinggal, komunikasi dan informasi, lingkungan hidup, kesehatan, jaminan sosial,

28

Agung Kurniawan, Tranformasi Pelayanan Publik, cet.I, (Yogyakarta: Pembaruan, 2005), h. 4

29

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, Edisi IV, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008), h. 283


(42)

energi, perbankan, perhubungan, sumber daya alam, pariwisata, dan sektor strategis lainnya.

Ayat (3) : pelayanan barang publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

a. Pengadaan dan penyaluran barang publik yang dilakukan oleh instansi pemerintah yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah;

b. Pengadaan dan penyaluran barang publik yang dilakukan oleh suatu badan usaha yang modal pendiriannya sebagian atau seluruhnya bersumber dari kekayaan negara dan/atau kekayaan daerah yang dipisahkan; dan

c. Pengadaan dan penyaluran barang publik yang pembiayaannya tidak bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara atau anggaran pendapatan dan belanja daerah atau badan usaha yang modal pendiriannya sebagian atau seluruhnya bersumber dari kekayaan negara dan/atau kekayaan daerah yang dipisahkan, tetapi ketersediaannya menjadi misi negara yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.

Ayat (4) : pelayanan atas jasa publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :


(43)

a. Penyediaan jasa publik oleh instansi pemerintah yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah;

b. Penyediaan jasa publik oleh suatu badan usaha yang modal pendiriannya sebagian atau seluruhnya bersumber dari kekayaan negara dan/atau kekayaan daerah yang dipisahkan; dan

c. Penyediaan jasa publik yang pembiayaannya tidak bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara atau anggaran pendapatan dan belanja daerah atau badan usaha yang modal pendiriannya sebagian atau seluruhnya bersumber dari kekayaan negara dan/atau kekayaan daerah yang dipisahkan, tetapi ketersediaannya menjadi misi negara yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.

Ayat (5) : Pelayanan publik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus memenuhi skala kegiatan yang didasarkan pada ukuran besaran biaya tertentu yang digunakan dan jaringan yang dimiliki dalam kegiatan pelayanan publik untuk dikategorikan sebagai penyelenggara pelayanan publik.

Ayat (6) : Ruang lingkup sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diatur lebih lanjut dalam peraturan pemerintah.

Ayat (7) : Pelayanan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :


(44)

a. Tindakan administratif pemerintah yang diwajibkan oleh negara dan diatur dalam peraturan perundang-undangan dalam rangka mewujudkan perlindungan pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda warga negara;

b. Tindakan adminstratif oleh instansi non pemerintah yang diwajibkan oleh negara dan diatur dalam peraturan perundang-undangan serta diterapkan berdasarkan perjanjian dengan penerima pelayanan.

3. Peran Pemerintah Terhadap Pelayanan Publik Daerah

Pemerintah adalah segenap alat perlengkapan negara atau lembaga-lembaga kenegaraan yang berfungsi sebagai alat untuk mencapai tujuan negara.30 Pemerintah juga dapat didefinisikan sebagai organisasi yang memiliki kekuasaan untuk membuat dan menerapkan hukum serta undang-undang di wilayah tertentu.31 Maka dapat diberi simpulan bahwa pemerintah merupakan alat negara yang mempunyai kewenangan membuat dan menerapkan hukum atau undang-undang guna mencapai tujuan negara.

30

Taliziduhu Ndraha, Budaya Organisasi, cet. I, (Jakarta: Rineka Cipta, 1997), h. 56

31

I. Nyoman Sumaryadi, Sosiologi Pemerintahan Dari Perspektif Pelayanan, Pemberdayaan, Interaksi, dan Sistem Kepemimpinan Pemerintahan Indonesia, cet.II, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2013), h. 16


(45)

Pemerintah memiliki dua fungsi dasar,32 yaitu fungsi primer atau fungsi pelayanan dan fungsi sekunder atau fungsi pemberdayaan. Fungsi primer yaitu fungsi pemerintah sebagai provider jasa-jasa publik yang tidak diprivatisasikan termasuk jasa layanan civil dan layanan birokrasi. Sementara, fungsi sekunder yaitu fungsi pemerintah sebagai provider kebutuhan dan tuntutan masyarakat akan barang dan jasa yang mereka tidak mampu penuhi sendiri karena masih lemah dan tak berdaya, termasuk penyediaan dan pembangunan sarana dan prasarana.

Dalam konteks pemerintahan daerah, kebutuhan akan campur tangan pemerintah daerah dalam rangka pengaturan dan pelayanan publik sangat diperlukan. Keterlibatan pemerintah dalam penyelenggaraan fungsi pelayanan semakin berkembang seiring dengan munculnya pandangan tentang falsafah negara kesejahteraan (Welfare State).33

Prawirahardjo mengungkapkan bahwa semenjak dilaksanakannya cita-cita negara kesejahteraan, maka pemerintah semakin intensif melakukan campur tangan terhadap interaksi kekuatan-kekuatan kemasyarakatan, dengan tujuan agar setiap warga negara dapat terjamin kepastian hidup minimalnya. Oleh karena itu secara berangsur-angsur, fungsi awal dari pemerintahan yang

32

Taliziduhu Ndraha, Fungsi Pemerintahan, cet. I, (Jakarta: IIP, 2004), h. 37

33

M.Busrizalti, Hukum Pemda, Otonomi Daerah dan Implikasinya, cet.I, (Yogyakarta: Total Media, 2013), h. 144


(46)

bersifat represif, kemudian berkembang dengan fungsi-fungsi lainnya yang bersifat melayani.34

Keterlibatan pemerintah daerah sebagai penyedia jasa pelayanan publik, dimaksudkan untuk melindungi dan memenuhi kepentingan masyarakat. Hal ini sejalan dengan konsep ilmu pemerintahan modern, yang menyebutkan bahwa ilmu pemerintahan adalah ilmu yang mempelajari bagaimana pemerintah bekerja memenuhi dan melindungi tuntutan yang diperintah, akan jasa publik dan layanan sipil dalam hubungan pemerintahan.35

Terdapat empat jenis kebijakan yang menuntut keterlibatan pemerintah yang berbeda, yaitu : 36

a) Protective Regulatory Policy merupakan kebijakan yang dimaksudkan untuk melindungi kelompok minoritas, rentan, miskin dan mereka yang terisolasi;

b) Competitive Regulatory Policy, yaitu kebijakan yang dimaksudkan untuk mendorong kompetisi antarpelaksana kebijakan guna mewujudkan efisiensi pelayanan publik.

34

Prawirohardjo, State of The Art dari Ilmu Pemerintahan, cet.I, (Jakarta: Karya Dharma IIP, 1993), h. 8

35

M.Busrizalti, Hukum Pemda, Otonomi Daerah dan Implikasinya, cet.I, (Yogyakarta: Total Media, 2013), h. 145

36

Randall B Rippley, Policy Analysis in Political Science, (Chicago, Nelson-Hall, 1986) h. 47-48, sebagaimana dikutip dalam buku Lijan Poltak Sinambela, dkk, Reformasi Pelayanan Publik, Teori, Kebijakan dan Implementasi, cet.V, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2010), h. 15


(47)

Umumnya pemerintah akan menyerahkan pelaksanan kebijakan kepada pihak swasta serta membiarkan antarpelaku (swasta) bersaing guna tercapai efisiensi optimal;

c) Distributive Regulatory Policy, jenis kebijakan ini dimaksudkan untuk melakukan distribusi sumber daya kepada masyarakat. Pendidikan dan kesehatan biasanya digunakan sebagai instrumen untuk melakukan hal tersebut;

d) Redistributive, jenis kebijakan ini dimaksudkan untuk melakukan alokasi ulang sumber daya yang ada di masyarakat. Alokasi ulang perlu dilakukan, guna meminimalisir terjadinya ketimpangan.

Semakin berkembangnya kehidupan masyarakat, maka tuntutan akan pelayanan yang harus diberikan oleh pemerintah kepada masyarakatnya pun akan semakin besar, sehingga perlu mendapatkan perhatian serius dari pemerintah.

C. Pengawasan Penyelenggaraan Pelayanan Publik Daerah

Pengawasan terhadap penyelenggaraan pelayanan publik daerah merupakan salah satu upaya agar penyelenggaraan pelayanan publik daerah dilakukan sesuai dengan apa yang telah ditetapkan sebelumnya. Berikut pemamparan lebih lanjut mengenai pengawasan pelayanan publik daerah.


(48)

1. Pengertian Pengawasan Pelayanan Publik Daerah

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang dimaksud dengan pengawasan adalah penilikan dan pengarahan kebijakan perusahaan,37 dalam hubungannya dengan penyelenggaraan pelayanan publik daerah, tentu hal ini terkait dengan kebijakan dari pemerintah daerah.

Menurut George R. Terry, controlling can be defined as the process of

determining what’s to be accomplished, that is the standard, what’s being accomplished that’s the performance, evaluating the performance, and if

neccesary applying corrective measure so that performance takes place

according to plans, that’s conformity with the standard38

(pengendalian dapat didefinisikan sebagai proses penentuan apa yang harus diselesaikan, yaitu standar, apa yang sedang dicapai kinerja, evaluasi kinerja, dan jika perlu menerapkan tindakan korektif sehingga kinerja yang terjadi sesuai dengan rencana yang sesuai dengan standar).

Sondang Siagian mengatakan bahwa pengawasan adalah proses pengamatan pelaksanaan seluruh kegiatan organisasi untuk menjamin agar semua pekerjaan yang dilaksanakan sesuai dengan rencana yang telah

37

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, Edisi IV, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008), h. 104

38


(49)

ditentukan sebelumnya.39 Dengan pengawasan, jaminan tercapainya tujuan dengan mengetahui perbedaan-perbedaan antara rencana dan pelaksanaan dalam waktu yang tepat, itu lebih mudah tercapai disertai dengan berbagai usaha perbaikan dan pencegahan pengulangan kesalahan yang sama.40

Newman mengatakan bahwa Control is assurance that the performance conform to plan41 (Pengawasan adalah jaminan bahwa kinerja sesuai rencana). Pengawasan merupakan suatu proses terus menerus yang dilaksanakan dengan jalan mengulangi secara teliti dan periodik.42

Terkait dengan pemerintahan daerah, maksud dari adanya pengawasan adalah untuk menjaga pelaksanaan otonomi daerah dengan sebenar-benarnya dan mencegah jangan sampai daerah bertindak melebihi wewenangnya.43 Pengawasan tidak dapat dipisahkan dari kekuasaan ekskutif,44 sebab penyelenggaraan pemerintahan oleh eksekutif itu rentan dari penyalahgunaan

39

W. Riawan Tjandra, Hukum Keuangan Negara, cet.I, (Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia, 2013), h.155

40

Josep Riwu Kaho, Analisa Hubungan Pemerintah Pusat dan Daerah di Indonesia, cet.I, (Jakarta: Bina Aksara, 1982), h.193

41

Muchsan, Sistem Pengawasan Terhadap Perbuatan Aparat Pemerintah dan Peradilan Tata Usaha Negara di Indonesia, cet. I, (Yogyakarta: Liberty, 1992), h. 37

42

Y.W. Sunindhia, Praktek Penyelenggaraan Pemerintahan di Daerah, cet II, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1996), h.112

43

Soehino, Perkembangan Pemerintahan di Daerah, cet.I, (Yogyakarta: Liberty, 1983), h.147

44

Y.W. Sunindhia, Praktek Penyelenggaraan Pemerintahan di Daerah, cet II, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1996), h. 112


(50)

kekuasaan, maka kehadiran pengawasan menjadi suatu hal yang urgen untuk diselenggarakan.

2. Syarat-syarat Pengawasan Pelayanan Publik Daerah

Untuk dapat melakukan serta mendapatkan hasil pengawasan yang baik, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi, yakni:45

1) Pengawasan harus bersifat khas.

Syarat pertama yang harus dipenuhi pada pengawasan ialah pengawasan tersebut harus bersifat khas, artinya jelas sasaran dan tujuan yang ingin dicapai serta ditujukan hanya untuk hal-hal yang bersifat pokok saja, misalnya hanya mengawasi penyimpangan-penyimpangan saja;

2) Pengawasan harus mampu melaporkan setiap penyimpangan. Syarat kedua yang harus dipenuhi adalah pengawasan harus mampu melaporkan setiap penyimpangan yang terjadi secara tepat, cepat, dan benar. Dengan demikian, dalam pengawasan harus ada umpan balik yang dapat dimanfaatkan dengan segera. Segera dalam arti, tidak membutuhkan waktu yang lama untuk menindak lanjuti adanya penyimpangan;

3) Pengawasan harus fleksibel dan berorientasi pada masa depan.

45

Azrul Azwar, Pengantar Administrasi Kesehatan, Edisi III, (Jakarta: Binarupa Aksara, 1996), h. 318


(51)

Yang dimaksud dengan fleksibel disini ialah harus tanggap terhadap segala perubahan yang terjadi di masa yang akan datang;

4) Pengawasan harus mencerminkan keadaan organisasi.

Syarat keempat yang harus dipenuhi adalah pengawasan tersebut harus mencerminkan keadaan organisasi, terutama yang menyangkut hubungannya dengan struktur organisasi yang telah ada;

5) Pengawasan harus mudah dilaksanakan.

Kerumitan dalam hal pelaksanaan pengawasan hanya akan menghambat pencapaian sasaran dari pengawasan itu sendiri. Oleh karena itu, tata laksana pengawasan haruslah dibuat sesederhana mungkin, agar lebih mudah dilaksanakan;

6) Hasil pengawasan harus mudah dimengerti

Syarat lain yang harus diperhatikan ialah hasil pengawasan harus mudah dimengerti dan harus dapat dimanfaatkan untuk menyusun rekomendasi guna memperbaiki suatu hal yang dipandang tidak tepat.

Syarat-syarat tersebut diberlakukan bagi setiap objek pengawasan. Objek pengawasan adalah hal-hal yang akan diawasi dari pelaksanaan suatu program.46 Terkait dengan penyelenggaraan pelayanan publik daerah, maka

46

Azrul Azwar, Pengantar Administrasi Kesehatan, Edisi III, (Jakarta: Binarupa Aksara, 1996), h. 319


(52)

objek pengawasannya adalah Peraturan Daerah, SK Kepala Daerah, dan Peraturan Perundang-undangan lainnya.47

3. Jenis-jenis Pengawasan Pelayanan Publik Daerah

Menurut Fachruddin, ia mengemukakan bahwa pengawasan dari sudut lembaganya dibagi menjadi dua, yaitu48 :

1) Pengawasan Internal, dilakukan oleh badan/organ secara struktural. Pengertian struktural disini adalah pengawasan yang dilakukan oleh atasan atau pimpinan suatu organisasi terhadap bawahannya;

2) Pengawasan Eksternal, dilakukan oleh badan/organ yang secara struktur berada diluar pemerintah/eksekutif, seperti kontrol/pengawasan DPRD terhadap pemerintah daerah.

Berdasarkan sifatnya, pengawasan dibedakan atas49:

1) Pengawasan Preventif, dilakukan sebelum terjadinya pelaksanaan kegiatan. Preventif berarti mencegah agar tidak terjadi apa-apa (hal yang tidak diinginkan).50 Sejak masa

47

Ade Cahyat, Sistem Pengawasan Terhadap Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Kabupaten, artikel diakses pada 3 Desember 2013 dari http://www.cifor.org/publications/pdf_files/govbrief

48

Irfan Fachruddin, Pengawasan Peradilan Administrasi Terhadap Tindakan Pemerintah, cet.I, (Bandung: Alumni, 2004), h. 92

49

M.Soebagio, Hukum Keuangan Negara, cet II, (Jakarta: Rajawali Press,1991), h. 94

50

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, Edisi IV, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008), h. 1101


(53)

pemerintahan daerah berdasarkan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pemerintahan Daerah, pengawasan jenis ini lebih banyak dilakukan oleh DPRD;51

2) Pengawasan Represif, dilakukan setelah terjadinya pelaksanaan dan ditemukan adanya kesalahan. Dalam konteks pemerintahan daerah, wujud dari pengawasan jenis ini berupa penangguhan atau pembatalan Peraturan Daerah atau Keputusan Kepala Daerah, bila terbukti bertentangan dengan kepentingan umum, dan hal ini dilakukan oleh pejabat yang berwenang.52

51

Irawan Soejito, Hubungan Pemerintahan Pusat dan Pemerintahan Daerah, cet.I, (Jakarta: Bina Aksara, 1984), h.13

52

Musanef, Sistem Pemerintahan Daerah di Indonesia, cet.I, (Jakarta: PT Gunung Agung, 1985), h. 205


(54)

BAB III

KEBIJAKAN PELAYANAN KESEHATAN DI PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BOGOR

A. Dinas Kesehatan Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor

Dinas Kesehatan merupakan salah satu dinas yang berada di bawah Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor, yang dibentuk dalam rangka pelaksanaan urusan pemerintah daerah di bidang kesehatan. Berikut pemaparan lebih lanjut mengenai Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor.

1. Landasan Hukum Pembentukan Dinas Kesehatan Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor

Dalam ketentuan Pasal 2 butir a Peraturan Daerah Kabupaten Bogor Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Pembentukan Dinas Daerah, diterangkan bahwa Dinas Kesehatan merupakan salah satu dinas daerah di pemerintah daerah Kabupaten Bogor.1

Sebagai salah satu dinas daerah, dinas kesehatan Kabupaten Bogor mempunyai susunan organisasi yang terdiri atas :2

a. Kepala Dinas;

1

Pembentukan dinas kesehatan merupakan pelaksanaan dari amanat Peraturan Daerah Kabupaten Bogor Nomor 9 Tahun 2008 Tentang Susunan dan Kedudukan Organisasi Perangkat Daerah, yang menyatakan bahwa perlu dibentuknya dinas daerah sebagai pelaksana urusan pemerintahan daerah berdasarkan asas otonomi daerah .

2

Pasal 21 Peraturan Daerah Kabupaten Bogor Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Pembentukan Dinas Daerah


(55)

b. Sekretariat, yang membawahi :

1. Sub Bagian Program dan Pelaporan; 2. Sub Bagian Umum dan Kepegawaian; dan 3. Sub Bagian Keuangan;

c. Bidang Promosi dan Sumber Daya Kesehatan, yang membawahi : 1. Seksi Pengembangan Sumber Daya Kesehatan;

2. Seksi Promosi Kesehatan; dan 3. Seksi Data dan Informasi Kesehatan d. Bidang Pelayanan Kesehatan, yang membawahi :

1. Seksi Pelayanan Kesehatan Dasar dan Rujukan;

2. Seksi Farmasi dan Pengawasan Obat dan Makanan (POM); dan

3. Seksi Pelayanan Upaya Kesehatan;

e. Bidang Pembinaan Kesehatan Masyarakat, yang membawahi : 1. Seksi Gizi;

2. Seksi Kesehatan Ibu, Anak, dan Keluarga Berencana; dan 3. Seksi Kesehatan Remaja dan Lanjut Usia;

f. Bidang Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit dan Kesehatan Lingkungan, yang membawahi :

1. Seksi Penyehatan Lingkungan; 2. Seksi Pemberantasan Penyakit; dan


(56)

g. UPT; dan

h. Kelompok Jabatan Fungsional

Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor merupakan unsur pelaksana Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor3 yang berkedudukan sebagai koordinator penyelenggara pelayanan kesehatan kepada masyarakat daerah Kabupaten Bogor. Pelayanan kesehatan merupakan bagian dari pelayanan publik yang harus diberikan kepada masyarakat sebagai perwujudan dari hakikat penyelenggaraan pemerintahan daerah,4

2. Tugas dan Fungsi Dinas Kesehatan Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor

Berdasarkan ketentuan Pasal 3 ayat (1) dan (2) Peraturan Daerah Kabupaten Bogor Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Pembentukan Dinas Daerah, diterangkan bahwa :

1) Dinas Kesehatan mempunyai tugas pokok membantu Bupati dalam melaksanakan urusan pemerintahan daerah berdasarkan asas otonomi di bidang kesehatan dan tugas pembantuan;

2) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dinas kesehatan mempunyai fungsi :

3

Konsideran Peraturan Daerah Kabupaten Bogor Nomor 26 Tahun 2004 Tentang Pembentukan, Organisasi dan Tata Kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor

4

M. Ryaas Rasyid, Desentralisasi Dalam Menunjang Pembangunan Daerah Dalam Pembangunan Administrasi di Indonesia, cet. I, (Jakarta: Pustaka LP3ES, 1998), h. 139


(57)

a. Perumusan kebijakan teknis di bidang kesehatan;

b. Penyelenggaraan urusan pemerintahan dan pelayanan umum di bidang kesehatan;

c. Pembinaan dan pelaksanaan tugas di bidang kesehatan; dan d. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Bupati sesuai

dengan tugas dan fungsinya

Namun, rincian lebih lengkap mengenai tugas dan fungsi Dinas Kesehatan Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor, terdapat pada tugas dan fungsi masing-masing bidang dalam struktur organisasi Dinas Kesehatan Pemerintah Derah Kabupaten Bogor.

B. Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Leuwiliang Kabupaten Bogor

Rumah sakit umum daerah (RSUD) Leuwiliang Kabupaten Bogor, merupakan salah satu rumah sakit umum yang ada di daerah Kabupaten Bogor. Namun berbeda dengan rumah sakit umum lainnya, RSUD Leuwiliang Kabupaten merupakan rumah sakit umum yang pendanaannya bersumber pada anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) Kabupaten Bogor. Berikut pemaparan lebih lanjut mengenai RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor.

1. Landasan Hukum Pembentukan RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor

Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Leuwiliang Kabupaten Bogor didirikan berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Bogor Nomor 2 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Rumah Sakit Umum Daerah Leuwiliang Kelas C. Rumah sakit ini didirikan sebagai bentuk tindak lanjut dari Peraturan


(58)

Daerah Kabupaten Bogor Nomor 12 Tahun 2008 Tentang Pembentukan Lembaga Teknis Daerah. Sebagai sebuah organisasi, RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor memiliki struktur organisasi yang terdiri atas : 5

1) Direktur;

2) Bagian Tata Usaha, yang membawahi : a. Sub Bagian Umum dan Kepegawaian; b. Sub Bagian Keuangan; dan

c. Sub Bagian Rekam Medik; 3) Bidang Medik, terdiri atas :

a. Seksi Pelayanan dan Pengembangan Medik; dan b. Seksi Penunjang Medik;

4) Bidang Keperawatan, terdiri atas :

a. Seksi Asuhan dan Mutu Keperawatan; dan b. Seksi Penunjang Keperawatan

5) Instalasi; dan

6) Kelompok Jabatan Fungsional.

2. Tugas dan Fungsi RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor

Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Leuwiliang Kabupaten Bogor merupakan unsur pendukung penyelenggaraan pemerintahan daerah yang

5

Ketentuan Pasal 7 Peraturan Daerah Kabupaten Bogor Nomor 2 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Rumah Sakit Umum Daerah Leuwiliang Kelas C


(59)

dipimpin oleh seorang Direktur yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Bupati melalui Sekretaris Daerah Kabupaten Bogor.

Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Leuwiliang Kabupaten Bogor mempunyai tugas pokok untuk membantu Bupati dalam menyelenggarakan tugas-tugas pemerintah daerah di bidang pelayanan kesehatan dengan mengutamakan upaya penyembuhan, pemulihan yang dilakukan secara serasi, terpadu dengan upaya peningkatan dan pencegahan serta melaksanakan upaya rujukan.6

Dalam melaksanakan tugas pokok tersebut, RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor mempunyai beberapa fungsi, yaitu : 7

1) Penyelenggaraan kebijakan operasional pelayanan medik;

2) Penyelenggaraan kebijakan operasional pelayanan penunjang medik dan non medik;

3) Penyelenggaraan kebijakan operasional pelayanan dan asuhan keperawatan, dan lain-lain.

Pemaparan lebih lanjut mengenai tugas dan fungsi pokok tersebut terdapat pada tugas dan fungsi masing-masing bagian dalam struktur organisasi RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor.

6

Pasal 4 Peraturan Daerah Kabupaten Bogor Nomor 2 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Rumah Sakit Umum Daerah Leuwiliang Kelas C

7

Pasal 5 Peraturan Daerah Kabupaten Bogor Nomor 2 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Rumah Sakit Umum Daerah Leuwiliang Kelas C


(60)

C. Kebijakan Mengenai Standar Pelayanan Kesehatan Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor

Pelayanan kesehatan merupakan salah satu bentuk pelayanan yang harus diberikan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor kepada rakyatnya sebagai bagian dari usaha pembangunan masyarakat. Pembangunan masyarakat merupakan serangkaian upaya sadar untuk membebaskan masyarakat dari segala bentuk ketertindasan.8 Di era desentralisasi saat ini pembangunan cenderung berbasis pada kemandirian lokal sehingga fokus pembangunan lebih kepada pengembangan potensi lokal.9

Selain itu, desentralisasi juga menuntut adanya kehadiran Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor untuk memainkan peranan pentingnya dalam usaha memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Berbagai sarana untuk memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat telah ditempuh, salah satunya melalui pendirian rumah sakit.10 Rumah sakit merupakan lembaga yang langsung memberikan pelayanan publik di bidang kesehatan kepada masyarakat, sehingga peranannya sangat besar bagi peningkatan derajat kesehatan masyarakat.

8

A. Mappadjantji, Kemandirian Lokal: Konsepsi Pembangunan, Organisasi, dan Pendidikan Dari Perspektif Sains Baru, cet. I, (Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama, 2005), h. 158

9

Mohammad Takdir Ilahi, Nasionalisme Dalam Bingkai Pluralitas Bangsa Paradigma Pembangunan dan Kemandirian Bangsa, cet. I, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2012), h. 75

10

Suparto Adikoesoemo, Manajemen Rumah Sakit, cet. VI, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2012), h. 15


(1)

sekalipun kami sudah menerapkan SOP dengan sebaik-baiknya, itu bukan jaminan bagi tercapainya target yang ada.

4. Sepengetahuan bapak, apakah ada pelatihan yang rutin diselenggarakan oleh pihak rumah sakit bagi para petugas administrasinya?

Jawaban : Sejak rumah sakit ini berdiri, alhamdulillah pelatihan dapat terus terselenggara, meskipun tidak pada waktu yang sama untuk tiap tahunnya, misalnya ditahun 2012 pelatihan diselenggarakan di bulan Maret dan Agustus sementara ditahun 2013 tidak pada bulan Maret dan Agustus. Semua bergantung pada kesiapan pihak-pihak pendukung dari penyelenggaraan pelatihan. Selain waktu yang tidak selalu sama, pelatihan pun diberikan secara bergiliran, misalnya ditahun 2012 pada bulan Maret pelatihan diberikan untuk petugas administrasi keuangan, sementara dibulan Agustus untuk petugas administrasi rekam medik dan lain-lain. Terlepas dari itu, pelatihan pasti diselenggarakan, sebab kami selalu mengajukan serta mencantumkannya dalam anggaran (APBD) yang ditetapkan tiap tahun oleh pemerintah daerah

5. Menurut penilaian bapak, secara umum bagaimana pencapaian target petugas administasi di RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor?

Jawaban : Hal ini bergantung pada bagian mana petugas administrasi tersebut ditempatkan, misal untuk petugas administrasi rekam medik, secara umum target petugas sudah tercapai, namun kami sering terkendala pada perolehan data yang bersumber dari pihak lain, misal dalam hal perekapan data, di satu sisi petugas administrasi diharuskan melakukan perekapan datanya sendiri di RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor, namun di sisi lain ia juga diharuskan untuk menunggu data yang berasal dari pihak pengobatan swasta untuk kelengkapan data RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor. Dengan demikian, target yang seharusnya dapat diselesaikan sesuai rencana menjadi terhambat akibat adanya data pelaporan yang belum masuk ke pihak RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor.


(2)

6. Sepengetahuan bapak, ada berapa jumlah pekerjaan yang harus diselesaikan oleh petugas administrasi dalam setiap harinya?

Jawaban : Berbicara tentang jumlah pekerjaan itu relatif dan berubah-ubah sesuai dengan keadaan lapangan, namun jumlah pekerjaan yang dilakukan oleh petugas administrasi secara umum tidak terlepas dari pencatatan surat masuk, surat keluar, setor restribusi, pembuatan administrasi pelaporan dan pelaksana laboratorium. Maka dapat dikatakan bahwa jumlah pekerjaan rutin yang selalu dilaksanakan oleh petugas administrasi pada umumnya berjumlah lima jenis pekerjaan setiap harinya. Kelima jenis pekerjaan ini berbeda-beda kuantitasnya, namun seringkali terlampau banyak, akibat banyaknya jumlah pasien dan pihak lain yang harus dilayani.

7. Lalu, ada berapa jumlah petugas administrasi yang ada di RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor?

Jawaban : Untuk petugas administrasi umum sendiri ada sekitar 34 orang, secara keseluruhan mungkin sekitar 76 orang

8. Kemudian, berdasarkan pengalaman bapak, bagaimana cara pihak RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor untuk mengatur kerja petugas administrasinya ketika terjadi overload jumlah tugas yang harus diselesaikan oleh petugas administrasi?

Jawaban : Pihak rumah sakit sebenarnya telah memberikan keleluasaan bagi para petugas administrasi untuk menyelesaikan tugasnya terutama dalam hal pelaporan administrasi, dengan memperbolehkan petugas untuk membawa dan menyelesaikan tugasnya dirumahnya masing-masing. Serta kami juga terkadang menerapkan kebijakan rangkap beban kerja dimana ada kalanya petugas administrasi memegang dua beban atau lebih pekerjaan sekaligus, demi mencapai target penyelesaian tugas dengan tepat waktu.

9. Kapan pelayanan RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor dimulai tiap harinya?

Jawaban : Pendaftaran dibuka sejak pukul 08.00 WIB, namun petugas administrasi (loket khususnya) biasanya sudah datang sebelum pukul 08.00


(3)

WIB, sehingga mereka sudah memulai tugas mereka sebelum petugas lain datang dan memulai tugasnya. Namun, hal ini tidak diimbangi dengan petugas yang lain, misalnya petugas medis, sehingga seringkali pasien mengeluhkannya dan cenderung menyalahkan pihak administrasi pada umumnya.

10.Apakah pernah terjadi keterlambatan dalam penyelesaian pelaporan administrasi kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor oleh pihak RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor?

Jawaban : Keterlambatan tentu pernah terjadi, banyak hal yang dapat menjadi penyebabnya, namun pada pokoknya hal ini lebih banyak disebabkan oleh kurangnya koordinasi antara petugas peloparan administrasi dengan pemegang program di RSUD Leuwiliang, selaku pihak yang menjadi sumber data pelaporan administrasi.

Narasumber I

Bapak Bambang

Kasubag Rekam Medik RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor

Narasumber II

Ibu Ade Sri

Petugas Loket Administrasi RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor


(4)

Hasil Wawancara Masyarakat Pengguna Jasa RSUD Leuwiliang

Kabupaten Bogor

Narasumber : Bapak Marzuki (Wiraswasta), Bapak Syamsul (Wiraswasta), Bapak Yusup (Wiraswasta), Bapak Jerry (Pegawai Swasta), Bapak Rizky (Wiraswasta)

1. Menurut bapak Yusup, bagaimana kinerja petugas administrasi RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor?

Jawaban : Saya rasa kemampuan petugas administrasi belum mumpuni, kurang kompeten dalam menjalankan tugas administrasi rumah sakit, lihat saja cara kerja mereka yang terkesan tergesa-gesa dan seperti orang bingung 2. Menurut bapak Yusup, bagaimana kinerja petugas loket administrasi di RSUD

Leuwiliang Kabupaten Bogor ini?

Jawaban : kurang berkualitas

3. Menurut bapak Syamsul, bagaimana kinerja petugas administrasi RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor?

Jawaban : Saya rasa kemampuan petugas administrasi kurang terampil, kurang layaka, pelayanan yang mereka berikan pun kurang memuaskan, banyak pasien yang terlantar akibat pelayanan administrasi yang kurang berkualitas

4. Menurut bapak Syamsul, bagaimana kinerja petugas loket administrasi di RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor ini?


(5)

5. Menurut bapak Jerry, bagaimana kinerja petugas administrasi RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor?

Jawaban : Saya rasa kurang berkualitas kurang memuaskan

6. Apakah petugas administrasi pernah memberikan penjelasan terkait dengan jumlah pekerjaan mereka kepada bapak, lalu apakah bapak Jerry tahu mengenai jumlah pekerjaan petugas administrasi?

Jawaban: Tidak pernah dan tidak tahu, padahal seharusnya ada penjelasan akan hal itu agar kita selaku pasien lebih mengerti sehingga tidak banyak mengeluh

7. Apakah bapak Rizky mengetahui jumlah pekerjaan yang harus diselesaikan oleh masing-masing petugas administrasi?

Jawaban : Tidak tahu.

8. Menurut bapak Rizky, bagaimana kinerja petugas loket administrasi di RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor ini?

Jawaban : terkesan sibuk sendiri, bukan melayani pasien

9. Menurut bapak Rizky, bagaimana kinerja petugas loket administrasi di RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor ini?

Jawaban : agak membingungkan, mereka terlihat sibuk tapi pelayanan yang diberikan lambat, jadi kita menunggu lama

10.Menurut bapak Marzuki, bagaimana kinerja petugas loket administrasi di RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor ini?


(6)

Jawaban : ya, mereka agak santai bahkan terkesan mengulur-ulur waktu penyelesaian proses administrasi pelayanan kesehatan, sekalipun mereka sibuk, itu malah terkesan sibuk sendiri untuk urusan yang tidak kami mengerti

Narasumber I

Bapak Marzuki Wiraswasta

Narasumber II

Bapak Yusup Wiraswasta

Narasumber III

Bapak Rizky Wiraswasta

Narasumber IV

Bapak Jerry Pegawai Swasta

Narasumber V

Bapak Syamsul Wiraswasta