BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perairan estuari merupakan ekosistem semi tertutupsemi-enclosed coastal yang mempunyai hubungan bebas dengan laut terbuka dan menerima masukan air
tawar dari daratan. Wilayah estuari juga dapat dikatakan sebagai wilayah yang sangat dinamis, karena selalu terjadi proses dan perubahan, baik lingkungan fisik
maupun biologis Leeder, 1982. Menurut Supriadi 2001 percampuran massa air laut dengan air tawar dari daratan menjadikan wilayah estuari memiliki keunikan
tersendiri, yaitu dengan terbentuknya air payau dengan salinitas yang berfluktuasi. Perubahan salinitas ini dipengauhi oleh air pasang dan surut serta musim. Selama
musim kemarau, volume air sungai berkurang sehingga air laut dapat masuk sampai ke arah hulu, dan menyebabkan salinitas di wilayah estuari menjadi
meningkat. Sebaliknya pada musim penghujan air tawar mengalir dari hulu ke wilayah estuari dalam jumlah besar, sehingga sanilitas menjadi rendah.
Perairan estuari merupakan salah satu ekosistem yang memiliki produktivitas tinggi dikarenakan pada ekosistem ini terjadi dekomposisi bahan
organik yang cukup tinggi. Adanya aliran air tawar yang terjadi terus menerus dari hulu sungai dan adanya proses gerakan air akibat arus pasang surut yang
mengangkut mineral-mineral, bahan organik dan sedimen merupakan bahan dasar yang dapat menunjang produktifitas perairan di wilayah estuari yang melebihi
produktifitas laut lepas dengan perairan air tawar. Kondisi ini menjadikan perairan estuari sebagai salah satu mata rantai ekologis yang sangat penting bagi kehidupan
berbagai biota yang hidup di perairan sekitarnya. Adanya berbagai materi organik, juga menjadikan perairan estuari sebagai habitat dan tempat sumber makanan
berbagai biota termasuk berbagai jenis makrozoobentos seperti moluska, gastropoda, bivalvia dan sebagainya.
Universitas Sumatera Utara
Makrozoobentos merupakan hewan yang sebagian atau seluruh siklus hidupnya berada di dasar perairan dan berperan dalam proses mineralisasi serta
daur ulang bahan organik baik yang berasal dari perairan authokton maupun dari daratan allokhton Payne, 1986; Lalli dan Parsons, 1993. Makrozoobentos
umumnya sangat peka terhadap perubahan lingkungan perairan yang ditempatinya, sehingga sering dijadikan sebagai indikator biologis di suatu
perairan. Perairan yang sudah tercemar akan mempengaruhi kelangsungan hidup beberapa makrozoobentos, karena organisme ini merupakan biota air yang mudah
terpengaruh oleh adanya bahan pencemar, baik fisik maupun kimia Odum,1996. Makrozoobentos banyak dijumpai di perairan laut, tawar maupun perairan
estuari. Perairan estuari Belawan merupakan salah satu kawasan yang terdapat di pantai timur Sumatera Utara, dan terletak pada dua wilayah administratif, yaitu:
Kota Medan yang memiliki luasan mangrove ± 1.967,32 Ha dan Kabupaten Deli Serdang dengan luasan mangrove ± 1.000 Ha Dinas Kehutanan Provinsi
Sumatera Utara, 2011. Pada perairan ini banyak dijumpai beragam jenis makrozoobentos. Sampai saat ini informasi mengenai keberadaan genus
makrozoobentos di perairan pesisir Belawan masih sedikit didapatkan, terutama yang berhubungan dengan keragaman dan distribusinya. Berdasarkan hal tersebut
perlu dilakukan penelitian.
1.2. Perumusan Masalah