Kasus Kepolisemian Satuan Makna Semantik Unit

Butir leksikal dalam setiap leksikal, termasuk bahasa Indonesia, adalah terbatas, padahal konsep-konsep yang berkembang dalam kehidupan manusia selalu bertambah. Oleh karena itu, selain dengan proses afiksasi dan proses reduplikasi, banyak juga digunakan proses komposisi untuk menampung konsep- konsep yang baru muncul itu atau yang belum ada kosa katanya. Umpamanya, dulu kata kereta digunakan untuk menampung konsep ‘kendaraan beroda yang ditarik oleh kuda’. Kemudian dengan hadirnya kereta yang berjalan di atas rel dan ditarik oleh lokomotif bertenaga uap, muncullah gabungan kata kereta api atau kereta rel; dan yang ditarik oleh kuda disebut kereta kuda. Lalu, dengan hadirnya tenaga listrik yang digunakan untuk menjalankan kereta muncullah kata kereta listrik. Chaer:2003. Dalam perkembangan selanjutnya dikenal pula pola komposisi kata seperti kereta penumpang, kereta barang, kereta bisnis, kereta eksekutif dan sebagainya, dengan makna gramatikal ’kereta untuk mengangkut penumpang’,’ kereta untuk mengangkut barang’, ‘kereta untuk kelas bisnis’, dan ‘kereta untuk penumpang eksekutif’. Penutur asli suatu bahasa tidak perlu secara khusus mempelajari dulu fitur2 semantik kosa kata yang ada di dalam bahasanya untuk dapat membuat gabungan kata, sebab fitur-fitur semantik itu sudah turut ternuranikan sewaktu dia dalam proses pemerolehan bahasannya Iskandar 2009 Hal: 127.

4. Kasus Kepolisemian

Kepolisemian lazim diartikan sebagai dimilikinya lebih dari satu makna oleh sebuah kata atau leksem. Atau dengan rumusan sederhana lazim dikatakan polisemi adalah kata yang bermakna ganda atau memiliki banyak makna. Misalnya kata kepala dalam kamus besar bahasa Indonesia tercatat memiliki enam buah makna, yaitu: 1 bagian tubuh diatas leher ; 2 bagian diatas leher tempat tumbuhnya rambut; 3 bagian suatu benda yang sebelah atas ujung, depan, dan sebaginya; 4 bagian yang terutama, yang penting; 5 pemimpin, ketua dan 6 akal pikiran, otak. Universitas Sumatera Utara Sedangkan kata jatuh tercatat memiliki sepuluh buah makna, yaitu: 1 turun kebawah dengan cepat; 2 merosot, menjadi murah; 3 ditujukan kepada 4 bertepatan dengan; 5 berhenti dari suatu jabatan; 6 bangkrut, merugi; 7 kalah, dirampas musuh; 8 tidak lulus; 9 tidak tahan lagi; dan 10 menjadi sakit miskin dan sebagainya Chaer:2003. Di dalam bahasa Arab misalnya ﺔﻘﻧ ﻒﻧا anfu nuqotu ‘hidung unta artinya si hidung mancung’ , ﺪﻣﺮﻟا ﺮﻴﺜﻛ katsiru ar-ramad ‘banyak debu dapurnya’ artinya orang dermawan banyak tamu yang telah diberinya makan. Konsep umum bahwa polisemi merupakan masalah sebuah kata yang memiliki makna lebih dari satu, sebetulnya kurang tepat, sebab substansinya tidak menyangkut masalah leksikal. Makna pertama kata kepala dan makna pertama kata jatuh yang tercatat dalam kamus besar bahasa Indonesia memang makna leksikal atau makna denotatif dari kata kepala dan kata jatuh itu. Namun, makna- makna berikutnya tidak bisa dipahami tanpa konteks sintaksisnya, baik dalam satuan frase maupun satuan kalimat. Makna ‘pemimpin’, ‘ketua’ sebagai makna kelima dalam kamus besar itu baru bisa dipahami atau dimengerti kalau kata kepala itu berada dalam frase seperti kepala kantor, kepala sekolah dan kepala keluarga. Tanpa konteksnya dalam frase seperti itu kata kepala hanyalah memiliki makna leksikalnya. Begitupun makna menjadi sebagai makna kesepuluh dari kata jatuh yang tercatat dalam kamus besar itu baru bisa dipahami kalau kata jatuh itu berada dalam konteks frase seperti jatuh cinta, jatuh miskin dan jatuh sakit. Tanpa konteks tentu kata jatuh itu hanya memiliki makna leksikalnya, yakni makna pertama yang tercatat dalam kamus besar itu Halliday 1976. Hal:86.

C. Makna kontekstual

Untuk dapat memahami makna suatu ujaran harus pula diketahui konteks dari terjadinya ujaran itu, atau tempat terjadinya ujaran itu. Konteks ujaran ini dapat berupa konteks intrakalimat, antarkalimat, bidang ujaran atau juga situasi Universitas Sumatera Utara