Psikologi Sastra KAJIAN TEORI

8

BAB II KAJIAN TEORI

A. Psikologi Sastra

Secara etimologi, kata „sastra‟ berasal dari bahasa Sansekerta yaitu akar kata „sas- dan akhiran –tra. Akar kata „sas- berarti „mengarahkan, mengajar, memberi petunjuk atau intruksi‟. Akhiran „-tra berarti „alat, sarana‟ Endraswara, 2008b : 4. Jadi, kata „sastra‟ dapat diartikan sebagai „alat untuk mengajar, alat untuk mengarahkan, sarana untuk memberikan petunjuk‟. Lebih lanjut Endraswara 2008b: 4 mengungkapkan bahwa tidak semua alat untuk mengajar dapat dikategorikan sebagai sastra. Walaupun dalam arti sebaliknya, sastra “dapat” digunakan sebagai alat mengajar. Pengetahuan maupun nilai-nilai yang terkandung dalam sastra dapat menjadi bahan belajar bagi pembacanya. Salah satu bentuk karya sastra adalah novel. Karya sastra adalah suatu seleksi kehidupan yang direncanakan dengan tujuan tertentu. Kita harus mempunyai pengetahuan di luar sastra untuk mengetahui hubungan antara suatu karya tertentu dengan kehidupan Wellek dan Warren, 1995: 277. Suatu karya sastra dapat dipahami dari berbagai sudut pandang keilmuan. Disiplin ilmu lain di luar ilmu sastra penting adanya untuk mendalami berbagai aspek kehidupan yang termuat dalam karya sastra. Terdapat berbagai disiplin ilmu yang dapat digunakan untuk memahami hubungan suatu karya sastra dengan kehidupan. Berbagai disiplin ilmu dalam kajian sastra diuraikan oleh Susanto 2012: 21 yaitu bidang filsafat, sosiologi, psikologi, kritik sastra, musikologi, ekonomi, ilmu politik, dan hukum. Ratna 9 2008: 330 membagi ilmu sosial ke dalam dua kelompok, yaitu ilmu sosial itu sendiri dan ilmu humaniora. Ilmu sosial antara lain: sosiologi, antropologi, psikologi, ekonomi, dan politik. Sedangkan, ilmu humaniora di antaranya: linguistik, kesusastraan, kesenian, sejarah, hukum, filsafat, teologi, dan filologi. Salah satu disiplin ilmu yang dapat diterapkan dalam kajian sastra yaitu ilmu psikologi. Hal tersebut juga dikemukakan Wellek dan Warren 1995: 283 bahwa novel lebih mengacu pada realitas yang lebih tinggi dan psikologi yang lebih mendalam. Sebagai bagian dari karya sastra, novel dapat dipahami dan dikaji dari segi psikologisnya. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Ratna 2008: 331 yang menjelaskan tiga model penelitian interdisiplin yang dianggap relevan terhadap khazanah sastra Indonesia, yaitu sosiologi sastra, psikologi sastra, dan antropologi sastra. Selanjutnya, penelitian ini difokuskan pada penelitian psikologi sastra. Endraswara 2008a: 22 mengungkapkan bahwa jiwa menyimpan getaran emosi, konasi, dan kognisi. Penelitian yang akan dilakukan adalah mengacu pada kemampuan jiwa yaitu tentang emosi dalam karya sastra, terutama kecerdasan emosi tokoh utama. Dalam setiap karya sastra, seorang pengarang memasukkan unsur emosi pada jiwa tokoh-tokohnya. Emosi tersebut merupakan sesuatu yang dirasakan oleh tokoh sebagai akibat dari situasi yang melingkupinya. Minderop 2010: 2 menuliskan bahwa karya sastra mengandung aspek- aspek kejiwaan yang sangat kaya, sehingga perlu adanya analisis psikologi. Hal tersebut, sesuai dengan pernyataan Endraswara 2008a: 14-15 yaitu bahwa membicarakan sastra tidak lepas dari psikologi karena semua yang ada dalam 10 sastra hampir merupakan letupan jiwa. Minderop 2010: 53 juga menambahkan bahwa, karya sastra, baik novel, drama, dan puisi mengandung unsur-unsur psikologis di dalamnya. Unsur-unsur psikologis tersebut, yaitu kejiwaan pengarang, para tokoh fiksional dalam cerita dan pembaca. Endraswara 2008a: 4 mengungkapkan bahwa bahasa dalam sastra adalah simbol psikologis. Sehingga, analisis psikologis terhadap suatu karya satra dapat diterapkan dengan mendalami bahasa penceritaannya. Bahasa tersebut terwujud dalam teks karya sastra, khususnya dalam hal ini adalah novel. Kajian terhadap novel Kembang Kan ṭil karya Senggono menggunakan teks dalam novel tersebut untuk menemukan aspek psikologis tokoh utamanya. Sesuai fokus masalah yang telah ditentukan, maka teks novel Kembang Kan ṭil dipahami dan dianalisis mengenai kecerdasan emosi tokoh utamanya. Psikologi sastra menurut Ratna 2008: 350 yaitu suatu analisis teks dengan mempertimbangkan relevansi dan peranan studi psikologis. Pusat perhatiannya adalah pada tokoh-tokoh, maka analisis tertuju pada konflik batin. Selanjutnya Ratna 2008: 342 mengungkapkan tujuan psikologi sastra adalah memahami aspek-aspek kejiwaan yang terkandung dalam suatu karya sastra. Suatu karya sastra dapat memberikan pemahaman tentang aspek-aspek kejiwaan kepada masyarakat secara tidak langsung, yaitu melalui penceritaan tokoh-tokoh yang berperan didalamnya. Perhatian psikologi sastra yaitu pada permasalahan unsur-unsur kejiwaan tokoh-tokoh fiksional dalam karya sastra. Aspek-aspek kemanusiaan merupakan objek utama dalam psikologi sastra. Dan, analisis psikologi sastra diarahkan pada 11 tokoh-tokohnya tokoh utama, tokoh kedua, tokoh ketiga, dst Ratna, 2008: 343. Lebih lanjut, Endraswara 2008a: 35 menambahkan bahwa penelitian psikologi sastra amat penting memperhatikan emosi dalam sastra. Emosi dalam karya sastra merupakan penghubung rasa antara pengarang dengan pembaca satranya. Maka berdasarkan pendapat para ahli di atas, penelitian terhadap emosi dalam novel perlu dikaji dalam penelitian ini. Fokus penelitian adalah bentuk kecerdasan emosi dan teknik penyampaian kecerdasan emosi pada tokoh utama dalam novel Kembang Kan ṭil karya Senggono, yaitu Hardjita. Pemahaman terhadap teks sastra memerlukan ilmu bantu psikologi karena karya sastra memuat aspek kejiwaan manusia Endraswara, 2013: 97. Sastra maupun psikologi sama-sama mempelajari kehidupan manusia. Selanjutnya, Endraswara 2013: 99 menegaskan bahwa sifat-sifat manusia dalam psikologi maupun sastra sering menunjukkan kemiripan. Sehingga kajian psikologi sastra tepat untuk dilakukan. Berdasarkan pernyataan tersebut, penelitian psikologi satra perlu dilakukan untuk mengkaji kecerdasan emosi tokoh utama dalam novel Kembang Kan ṭil karya Sengono.

B. Novel Psikologis