Perbuatan Pidana Perpajakan Dalam Undang-undang Perpajakan

yang menentukan syarat-syarat bagi akibat hukum itu dan kesemuanya aturan- aturan untuk menjatuhi dan menjalankan pidana tersebut. 43 Berdasarkan asas legalitas bahwa seseorang hanya dapat dipersalahkan sebagai telah melakukan tindak pidana apabila orang tersebut oleh hakim telah dinyatakan terbukti bersalah telah memenuhi unsur-unsur daripada tindak pidana yang bersangkutan seperti telah dirumuskan dalam undang-undang. 44 Hal ini sejalan dengan tindak pidana perpajakan maupun tindak pidana lainnya yang mana harus terlebih dahulu tercipta regulasi yang melegalkan atau tidak melegalkan suatu perbuatan sehingga jelas suatu perbuatan tersebut termasuk dalam tindak pidana atau bukan. Pelaku tindak pidana dibedakan antara pelaku menurut doktrin dan pelaku menurut KUHP. Pelaku tindak pidana menurut doktrin adalah mereka yang telah memenuhi semua unsur dari tindak pidana yang dituduhkan, sedangkan pelaku menurut KUHP adalah sesuai dengan ketentuan yang dimuat dalam KUHP, sehingga terjadi kemungkinan seseorang yang tidak memenuhi unsur dari tindak pidana dapat diklasifikasikan sebagai pelaku. 45 Suatu perbuatan yang dapat dinyatakan sebagai tindak pidana, perbuatan itu harus sesuai dengan perumusan yang tercantum dalam ketentuan daripada undang-undang tersebut dan termasuk meliputi pertanggungjawaban pidananya.

A. Perbuatan Pidana Perpajakan Dalam Undang-undang Perpajakan

43 Ibid, hal. 8 44 Ibid, hal. 3 45 Mohammad Eka Putra Abul Khair, Percobaan dan Penyertaan Medan, USU press, 2009, hal. 4 Universitas Sumatera Utara Moeljatno mengemukakan istilah perbuatan pidana yaitu perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan yang mana disertai oleh ancaman sanksi yang berupa pidana tertentu, bagi barangsiapa saja yang melanggar larangan tersebut 46 . Dalam kata lain bahwa segala perbuatan yang bertentangan dengan ketentuan daripada undang-undang akan dijatuhi hukuman sanksi sesuai yang terdapat dalam ketentuan undang-undang itu sendiri. Undang-undang perpajakan membagi tindak pidana yang dilakukan oleh wajib pajak dalam 2 dua jenis yaitu pidana pelanggaran, dan pidana kejahatan. 1. Pelanggaran. Pelanggaran dalam ajaran hukum pidana sering dipadankan dengan kejahatan yang ringan, dalam hal ini terlihat ada kesamaan dengan pelanggaran dibidang perpajakan. Ancaman pidana yang dikenakan yakni, pidana kurungan selama-lamanya 1 satu tahun atau denda sebesar 2 dua kali pajak terhutang, bahkan dapat juga dikenakan sanksi administrasi saja apabila pelanggaran yang dilakukan hanya menyangkut tindakan administrasi saja penjelasaan pasal 38 Undang-undang Nomor 6 tahun 1983. Penjelasan pasal 38 Undang-undang Perpajakan menyebutkan kualifikasi daripada kealpaan itu sendiri adalah tidak sengaja, lalai, tidak hati-hati, dan tidak memperdulikan kewajibannya sehingga perbuatannya mengakibatkan kerugian bagi Negara. Perihal tindak pidana pelangaran tersebut yang dimaksudkan dalam pasal 38 ayat 1 Undang-undang KUP Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana yang 46 Mohammad Eka Putra, Op.cit., hal. 80 Universitas Sumatera Utara telah diubah atas perubahan ketiga menjadi Undang-undang KUP Nomor 28 Tahun 2007 yakni; Barang siapa karena kealpaannya : a. tidak menyampaikan surat pemberitahuan; atau b. menyampaikan surat pemberitahuan tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang tidak benar sehingga dapat menimbulkan kerugian pada Negara, dipidana dengan pidana kurungan selama-lamanya satu tahun atau denda setinggi-tingginya sebesar 2 dua kali pajak terhutang. 47 2. Kejahatan. Jika pelanggaran merupakan kejahatan yang ringan maka kejahatan dapat dipadankan sebagai pelanggaran yang berat dikarenakan ancaman pidananya jauh lebih berat dbandingkan dengan ancaman pelanggaran, yakni penjara selama- lamanya 3 tiga tahun dan denda setinggi-tingginya 4 empat kali dari jumlah pajak terhutang. Dan bagi pelaku pengulangan kejahatan residive ancaman pidana dilipatkan dua, dengan ketentuan belum lewat setahun. Seperti yang tercantum dalam bunyi pasal 39 Undang-undang KUP Nomor 6 Tahun 1983 yang telah diubah atas perubahan ketiga menjadi Undang-undang KUP Nomor 28 Tahun 2007 menegaskan bahwa : 1. Barang siapa dengan sengaja : 47 Bambang Waluyo, Tindak Pidana Perpajakan Jakarta, Pradnya Paramita, 1994, hal. 96 Universitas Sumatera Utara a. tidak mendaftarkan diri atau menyalahgunakan atau menggunakan atau menggunakan tanpa hak Nomor Pajak Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam pasal 2; atau b. tidak menyampaikan SPT; dan atau c. menyampaikan SPT atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap; dan d. memperlihatkan pembukuan, pencatatan atau dokumen lain yang palsu atau dipalsukan seolah-olah benar; dan e. tidak memperlihatkan atau meminjamkan pembukuan, pencatatan atau dokumen lainnya ; dan f. tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut sehingga dapat menimbulkan kerugian pada Negara, dipidana dengan pidana penjara selama- lamanya 3 tiga tahun dan denda setinggi-tingginya sebesar 4 empat kali dari pajak terhutang. Ancaman pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dilipatkan dua apabila seseorang melakukannya lagi tindak pidana dibidang perpajakan sebelum lewat satu tahun, terhitung sejak selesainya menjalani sebagian atau seluruh pidana penjara yang dijatuhkan. 48 Perbedaan antara pelaku pelanggaran dengan kejahatan disini adalah ada atau tidaknya niat untuk melakukan suatu pelanggaran. Apabila secara nyata mempunyai niat untuk tidak memenuhi kewajiban perpajakan maka termasuk 48 Ibid, hal. 98 Universitas Sumatera Utara kejahatan, dan apabila dilakukan berkali-kali maka pelaku dapat dikatakan resedivis. Pengenaan sanksi perpajakan kepada wajib pajak seperti yang diatur dalam pasal 38 dan 39 Undang-undang KUP Nomor 6 Tahun 1983 yang telah diubah atas perubahan ketiga menjadi Undang-undang KUP Nomor 28 Tahun 2007, ternyata mempunyai jangkauan disamping untuk mencegah terjadinya pengulangan tindak pidana residive dibidang perpajakan, juga merupakan upaya pencegahan preventy bagi wajib pajak untuk tidak melakukan perbuatan yang dilarang tersebut, demi menumbuhkan rasa disiplin dan kesadaran hukum untuk melaksanakan kewajiban perpajakan sebagai kewajiban Negara. 49

B. Pertanggungjawaban Tindak Pidana Perpajakan dalam Hukum Pidana

Dokumen yang terkait

Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Dalam Tindak Pidana Korupsi (Studi Putusan MA No. 1384 K/PID/2005)

1 65 124

Analisis Kasus Tindak Pidana Penggelapan Dengan Menggunakan Jabatan Dalam Menggandakan Rekening Bank (Studi Kasus : No.1945 / Pid.B / 2005 / PN-MDN)

2 61 120

Pertanggungjawaban Pidana Dokter (Studi Putusan Makamah Agaung Nomor 365 K/Pid/2012)

4 78 145

Analisa Yuridis Perbuatan Pidana Dan Pertanggung Jawaban Pidana Dalam Tindak Pidana Perpajakan (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor: 2239 K/Pid.Sus/2012)

1 23 119

Analisa Yuridis Perbuatan Pidana Dan Pertanggung Jawaban Pidana Dalam Tindak Pidana Perpajakan (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor: 2239 K Pid.Sus 2012)

0 0 9

Analisa Yuridis Perbuatan Pidana Dan Pertanggung Jawaban Pidana Dalam Tindak Pidana Perpajakan (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor: 2239 K Pid.Sus 2012)

0 0 1

Analisa Yuridis Perbuatan Pidana Dan Pertanggung Jawaban Pidana Dalam Tindak Pidana Perpajakan (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor: 2239 K Pid.Sus 2012)

0 1 17

Analisa Yuridis Perbuatan Pidana Dan Pertanggung Jawaban Pidana Dalam Tindak Pidana Perpajakan (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor: 2239 K Pid.Sus 2012)

0 1 54

Analisa Yuridis Perbuatan Pidana Dan Pertanggung Jawaban Pidana Dalam Tindak Pidana Perpajakan (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor: 2239 K Pid.Sus 2012)

0 0 4

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Analisis Juridis Penerapan Pidana Bersyarat dalam Tindak Pidana Perpajakan (Studi Putusan MA No. 2239 K/PID.SUS/2012)

0 0 28