Sistem pemungutan Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan

47 sangat terbatas, serta kurangnya kesadaran para pihak. Status kinerja Tax Withholder dan fiskus belum diatur secara spesifik dalam UU Pajak Penghasilan, sehingga bila terjadi kesalahan dan pelanggaran yang paling dirugikan adalah dari Wajib Pajak dan akan menanggung akibat hukumnya.

2. Sistem pemungutan Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan

BPHTB Sebelum Menjadi Pajak Daerah. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan BPHTB, bahwa yang dimaksud dengan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan BPHTB adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan merupakan pajak yang harus dibayar sebagai akibat dari diperolehnya hak atas tanah dan atau bangunan yang meliputi hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai, hak milik atas satuan rumah susun dan hak pengelolaan. Perolehan Hak atas tanah dan atau bangunan adalah perbuatan hukum atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah atau bangunan oleh orang pribadi atau badan. Dasar hukum dalam melakukan pemungutan bea perolehan hak atas tanah dan bangunan BPHTB sebelum dialihkan menjadi pajak daerah adalah: 1. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000. 2. Peraturan Pemerintah Nomor 111 Tahun 2000 tentang Pengenaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan karena Waris dan Hibah Wasiat; Universitas Sumatera Utara 48 3. Peraturan Pemerintah Nomor 112 Tahun 2000 tentang Pengenaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan karena Pemberian Hak Pengelolaan; 4. Peraturan Pemerintah Nomor 113 Tahun 2000 tentang Besarnya Nilai Perolehan Obyek Pajak Tidak Kena Pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan. 72 Pada dasarnya yang obyek dari bea perolehan hak atas tanah dan bangunan adalah setiap upaya pemindahan hak atau pemberian hak atas tanah dan bangunan. Obyek bea perolehan hak atas tanah dan bangunan dapat dijabarkan sebagai berikut: 1. Jual beli 2. Tukar menukar 3. Hibah 4. Hibah wasiat 5. Waris 6. Pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lain 7. Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan 8. Penunjukan pembeli pada lelang 9. Pelaksanaan putusan hakim yang berkekuatan hukum tetap 10. Penggabungan usaha 11. Peleburan usaha 12. Pemekaran usaha 13. Hadiah 73 Dasar pengenaan atas bea perolehan hak atas tanah dan bangunan dari nilai perolehan obyek pajak dengan besaran tarif sebesar 5 dari nilai perolehan obyek pajak. 74 Dasar pengenaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah Nilai Perolehan Objek Pajak NPOP yang dimaksud dengan Nilai Perolehan Objek Pajak dalam hal ini adalah: 72 Mardiasmo, Op.Cit, hal.340 73 Pasal 2 UU No. 20 Tahun 2000 Tentang Perubahan UU No. 21 Tahun 1997 Tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan 74 Pasal 5 dan Pasal 6 UU No. 21 Tahun 1997 Tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan Universitas Sumatera Utara 49 1. Jual-beli adalah harga transaksi; 2. Tukar-menukar adalah nilai pasar; 3. Hibah adalah nilai pasar; 4. Hibah wasiat adalah nilai pasar; 5. Waris adalah nilai pasar; 6. Pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya adalah nilai pasar; 7. Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan adalah nilai pasar; 8. Peralihan hak karena pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap adalah nilai pasar; 9. Pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan hak adalah nilai pasar; 10. Pemberian hak baru atas tanah diluar pelepasan hak adalah nilai pasar; 11. Penggabungan usaha adalah nilai pasar; 12. Peleburan usaha adalah nilai pasar; 13. Pemekaran usaha adalah nilai pasar; 14. Hadiah adalah nilai pasar; 15. Penunjukan pembeli dalam lelang adalah harga transaksi yang tercantum dalam risalah lelang. 75 Apabila Nilai Perolehan Obyek pajak sebagaimana dimaksud tidak diketahui atau lebih rendah daripada Nilai Jual Obyek Pajak, yang digunakan adalah Nilai Jual Obyek Pajak PBB pada tahun terjadinya perolehan. Pihak yang terkena kewajiban melunasi bea perolehan hak atas tanah dan bangunan adalah orang pribadi dan badan hukum. 76 Selain itu terdapat pihak yang dikecualikan dari kewajiban melunasi bea perolehan hak atas tanah dan bangunan, yaitu: 1. Perwakilan diplomatik dan konsulat dengan asas timbal balik 2. Negara untuk melaksanakan kepentingan umum 3. Badan atau perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan oleh keputusan menteri untuk menjalankan fungsinya 75 Marihot Pahala Siahaan, Bea perolehan hak Atas Tanah dan Bangunan, Teori dan Praktek,Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005, hal. 163 76 Pasal 4 Undang-undang Nomor 21 Tahun 1997 Tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan Universitas Sumatera Utara 50 4. Orang pribadi atau badan, karena konversi hak atas tanah dan bangunan dengan tidak ada perubahan nama 5. Orang pribadi atau badan yang diperoleh dari wakaf 6. Orang pribadi atau badan yang diperuntukan untuk kepentingan ibadah. 77 Subyek pajak BPHTB yaitu orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan. Subyek pajak berkewajiban membayar pajak sebagai wajib pajak. Ketentuan Pasal 12 ayat 1 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan memuat bahwa setiap wajib pajak membayar pajak yang terutang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, dengan tidak menggantungkan pada adanya surat ketetapan pajak. Wajib Pajak diwajibkan untuk membayar pajak yang terutang dengan tidak mendasarkan pada adanya surat ketetapan pajak. 78 Wajib pajak wajib membayar pajak terutang dengan tidak mendasarkan pada adanya Surat Ketetapan Pajak. 79 Pasal ini memberikan defenisi dan pemahaman bahwa Pemerintah tidak menetapkan besarnya bea perolehan hak atas tanah dan bangunan BPHTB yang menjadi kewajiban subjek bea perolehan hak atas tanah dan bangunan BPHTB, karena sistem pemungutan bea perolehan hak atas tanah dan bangunan BPHTB adalah sistem Self Assesment yakni sistem pemungutan pajak yang memberikan wewenang kepada wajib pajak untuk menghitung dan menentukan 77 Pasal 4 Undang-undang Nomor 21 Tahun 1997 Tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan 78 Pasal 10 ayat 1 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 tentang perubahan Undang- Undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan 79 Pasal 10 ayat 1 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Universitas Sumatera Utara 51 sendiri pajak terutang dengan menggunakan Surat Setoran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan SSB dan melaporkannya tanpa mendasarkan diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak.

3. Sistem Pemungutan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan