Kompos : Kulit singkong dapat diproses menjadi pupuk organik yang kemudian Pakan ternak : Kulit singkong sebagai pengganti rumput lapang. Karena kulit Pengelolaan Limbah Kerangka Konsep

singkong juga terdiri dari bahan karbon sebesar 59,31 sehingga dapat dimanfaatkan sebagai karbon aktif. Kulit singkong mempunyai komposisi yang terdiri dari karbohidrat dan serat. Menurut Djaeni 1989, kulit singkong mengandung ikatan glikosida sianogenik yaitu suatu ikatan organik yang dapat menghasilkan racun dalam jumlah 0.1 yang dikenal sebagai racun biru linamarin. Oleh karena itu, pemanfaatan kulit singkong belum terlalu luas. Namun sebenarnya racun tersebut dapat dihilangkan dengan cara menguapkannya atau mengeringkannya pada suhu tinggi dan jika diolah menjadi karbon aktif racun biru tersebut akan hilang. Sampah kulit singkong termasuk dalam kategori sampah organik karena sampah ini dapat terdegradasi membusukhancur secara alami. Pengolahan limbah kulit singkong dapat dimanfaatkan sebagai:

a. Kompos : Kulit singkong dapat diproses menjadi pupuk organik yang kemudian

disebut sebagi pupuk kompos. Kompos kulit singkong bermanfaat sebagai sumber nutrisi bagi tumbuhan dan berpotensi sebagai insektisida tumbuhan.

b. Pakan ternak : Kulit singkong sebagai pengganti rumput lapang. Karena kulit

singkong yang mengandung karbohidrat tinggi dapat dengan cepat menggemukkan hewan ternak.

c. Bio energi : Kulit singkong bisa berpotensi untuk diproduksi menjadi bietanol

yang digunakan sebagai pengganti bahan bakar minyak. Teknologi pembuatan bioetanol dari limbah kulit singkong melalui proses hidrolisa asam dan enzimatis merupakan suatu alternatif dalam rangka mendukung program pemerintah tentang Universitas Sumatera Utara penyediaan bahan bakar non migas yang terbarukan yaitu BB bahan bakar nabati sebagai pengganti bensin. d. Sebagai karbon aktif

2.2.2 Karakteristik Limbah Cair Industri Tepung Tapioka

Dalam prosesnya, industri tepung tapioka mengeluarkan tiga macam limbah yaitu limbah padat, gas dan limbah cair . Proses pengolahan singkong menjadi tepung tapioka akan menghasilkan limbah 23 sampai 34 dari bahan mentahnya. Limbah padat berasal dari proses pengupasan kayu dan proses pemerasan serta penyaringan ampas dan onggok. Limbah cair berasal dari pencucian ubi terutama terdiri atas polutan organik, kulit ubi, tanah atau pasir serta proses suspensi tepung. Limbah gas dari persenyawaan organik dan anorganik yang mengandung nitrogen, sulfur dan fosfor yang berasal dari pembusukan protein Badan Pengendalian Dampak Lingkungan, 1996 Parameter penting yang menentukan kualitas limbah cair industri tepung tapioka adalah : a. Kekeruhan Kekeruhan terjadi karena adanya zat organik sisa pati yang terurai, mikroorganisme dan koloid lainnya yang tidak dapat mengendap segera. Kekeruhan ini merupakan sifat fisik yang mudah dilihat untuk menilai kualitas air limbah tepung tapioka. b. Warna Air limbah industri tapioka yang masih baru berwarna putih kekuning-kuningan, sedangkan air limbah yang basi atau busuk berwarna abu-abu gelap Ciptadi, 1985. Universitas Sumatera Utara c. Bau Bau busuk dapat menunjukkan apabila air limbah tersebut masih baru atau telah membusuk. Air limbah tepung tapioka yang masih baru berbau khas ubi. Bau tersebut akan berubah menjadi asam setelah 1 sampai 2 hari, kemudian air tersebut akan menjadi busuk dan mengeluarkan bau khas yang tidak sedap. Salah satu zat yang dihasilkan dari proses penguraian senyawa-senyawa organik adalah asam sulfida, posfor dan amoniak yang menyebabkan air jadi busuk dan berbau amat menusuk yang tercium pada jarak sampai 5 kilometer Abbas, 1985. d. Padatan tersuspensi Padatan tersuspensi mempengaruhi kekeruhan dan warna air limbah. Apabila terjadi pengendapan dan pembusukan zat-zat tersebut di badan air penerima air buangan. Sehingga akan mengurangi nilai guna perairan tersebut. e. pH Keasaman Konsentrasi ion hydrogen adalah ukuran kualitas air maupun dari air limbah. Perubahan pH pada air limbah industri tepung tapioka menandakan bahwa sudah terjadi aktivitas mikroorganisme yang merubah bahan-bahan organik yang mudah terurai menjadi asam. Limbah cair yang nasih segar 6-6,5 akan turun menjadi pH kira-kira 4,0 Departemen Perindustrian, 1986. f. Biochemical Oxigen Demand BOD Merupakan parameter yang umum dipakai dalam menentukan pencemaran oleh bahan-bahan organic biodegradable pada air limbah. g. Sianida CN Universitas Sumatera Utara Komponen kimia lainnya yang terdapat pada limbah industri tepung tapioka adalah asam sianida. Asam sianida disebut juga asam biru, mudah sekali menguap. Asam ini sering digunakan untuk fumigasi tikus dan untuk sintesis bahan kimia. Senyawa ini sangat beracun dan apabila terminum dalam jumlah yang melampaui batas yang ditetapkan maka akan mengganggu rantai pernafasan sel. Kadar sianida dalam air minum tidak boleh lebih besar dari 0,05 ppml Winarno, 1985. Sedangkan berdasarkan KEPMEN LH No.51 1995, kadar sianida dalam air limbah tapioka maksimum 0,5 mgl

2.2.3 Dampak Air Limbah Pabrik Tepung Tapioka

a. Terhadap Lingkungan Air limbah tapioka adalah buangan yang mengandung unsur nabati yang mudah membusuk. Limbah tapioka mempunyai konsentrasi BOD dan TSS yang tinggi. Hal ini menyebabkan kandungan oksigen terlarut di dalam air menjadi rendah, bahkan habis sama sekali. Akibatnya oksigen sebagai sumber kehidupan bagi mahluk air tidak dapat terpenuhi sehingga mahluk tersebut akan mati. Selain itu, air limbah yang dibuang ke lingkungan tanah dan badan air banyak menimbulkan masalah bagi perkembangbiakan vektor. Air yang tergenang menjadi tempat perkembangbiakan vektor seperti nyamuk, lalat, dll. Limbah tepung tapioka yang dibuang ke badan air akan mencemari badan air tersebut. Bahan pencemar yang ada di dalamnya akan mengalami penyebaran dan pengenceran yang bersifat reaktif dengan adsorbsi, reaksi atau penghancuran biologis. Air limbah juga mencemari tanah dan dalam perjalanannya akan mengalami peristiwa mekanik, kimia dan biologis. Universitas Sumatera Utara Selanjutnya Soeriaatmadja 1984, menyatakan bahwa limbah tepung tapioka yang dibiarkan di perairan terbuka akan menimbulkan perubahan yang dicemarinya. Pencemaran tersebut antara lain : a. Peningkatan zat padat berupa senyawa organik, sehingga timbul kenaikan limbah padat, tersuspensi maupun terlarut. b. Peningkatan kebutuhan mikroba pembusuk senyawa organik akan oksigen, dinyatakan dengan BOD dalam air. c. Peningkatan kebutuhan proses kimia dalam air akan oksigen air dinyatakan dengan COD d. Peningkatan senyawa-senyawa beracun dalam air dan pembawa bau busuk yang menyebar keluar dari ekosistem aquatik itu sendiri. e. Peningkatan derajat keasaman yang dinyatakan dengan pH yang rendah dari air tercemar, sehingga dapat merusak keseimbangan ekosistem perairan terbuka. b. Terhadap manusia Secara umum, konsentrasi BOD yang tinggi di dalam air menunjukkan adanya bahan pencemar organik dalam jumlah yang banyak, sejalan dengan hal ini jumlah mikroorganisme baik yang pathogen maupun tidak pathogen banyak di badan air. Limbah cair tapioka mengandung zat-zat organik yang cenderung membusuk jika dibiarkan tergenang sampai beberapa hari di tempat terbuka. Hal ini merupakan proses yang paling merugikan, karena adanya proses dimana kadar oksigen di dalam air buangan menjadi nol maka air buangan berubah menjadi warna hitam dan busuk. Ini dapat mengurangi nilai estetika dan apabila berada di sekitar sumber air sumur, Universitas Sumatera Utara maka kemungkinan akan merembes dan sumur tercemar atau tidak termanfaatkan lagi Nurhasan, 1991. Selain itu, jika limbah tapioka mencemari air sungai yang akan dimanfaatkan masyarakat dapat menimbulkan masalah penyakit seperti gatal-gatal.

2.3 Pengelolaan Limbah

Secara garis besar pengelolaan limbah industri ada 3 macam yaitu : 1. Memanfaatkan limbah yang bersangkutan misalnya limbah padat dari industri tapioka dapat dimanfaatkan sebagai bahan karbon aktif, kompos, atau makanan ternak. 2. Mendaur ulang limbah yang bersangkutan misalnya air limbah industri setelah melalui suatu proses tententu dapat dimanfaatkan menjadi air proses. 3. Mengolah limbah yang bersangkutan dengan teknologi tertentu, kemudian dibuang ke media pembuangan limbah. Berdasarkan karakteristik limbah industri dapat dipilih cara-cara penanganan yang lebih tepat. Akan tetapi, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan didalam pemilihan alternatif pengolahan limbah antara lain : 1. Limbah yang mengandung logam berat, banyak mineral maupun garam- garam tertentu tidak boleh dibuang untuk dipergunakan bagi pertanian sebelum melalui perlakuanpengolahan 2. Limbah yang akan dipergunakan untuk keperluan pertanian harus diuji di laboratorium yang berwewenang 3. Limbah yang akan didaur ulang tidak boleh mengandung bahan bersifat korosif Universitas Sumatera Utara 4. Limbah yang akan dibuang ke sungai harus memenuhi baku mutu yang ditetapkan 5. Limbah yang akan dibuang ke sungai harus mendapat izin dari Gubernur, Kepala Daerah atau oleh Menteri yang ditugasi mengelola lingkungan hidup dan harus diuji di laboratorium yang berwewenang.

2.4 Tahap-Tahap Pengolahan Air Limbah

Tujuan utama pengolahan limbah adalah mengurangi partikel-partikel, BOD, membunuh organisme pathogen, menghilangkan nutrient , mengurangi komponen beracun, mengurangi bahan-bahan yang tidak dapat didegradasi agar konsentrasinya menjadi lebih rendah. Kegiatan pengolahan air limbah dikelompokkan menjadi 6 bagian, tetapi perlu diketahui bahwa untuk pengolahan limbah cair tidaklah harus selalu mengikuti tahap-tahap tersebut tetapi tergantung jenis kandungan limbahnya. Adapun keenam tahapan pengolahan air limbah adalah : Sugiharto,1987 1. Pengolahan Pendahuluan Pre Treatment Tahap pendahuluan air limbah sangat penting seperti tahap-tahap lainnya. Dalam pengolahan pendahuluan memiliki peralatan limbah cair agar memiliki homogenitas dan memudahkan bagi pengolahan tingkat lanjut. Merupakan tahap sebelum pengolahan dilakukan, kegiatannya ada 2 yaitu : 1. Pengambilan benda-benda terapung dengan cara melewatkan air limbah melalui para-para saringan kasar atau dengan alat pencacah Comunitor untuk memotong zat padat yang terdapat pada air limbah. 2. Pengambilan benda-benda terendap seperti pasir. Digunakan bak penangkap pasir yang bertujuan untuk menghilangkan kerikil halus, koral atau zat padat. Bak Universitas Sumatera Utara pengendap disediakan untuk mencegah terjadinya kerusakan alam akibat pengikisan dan terganggunya saluran. Disamping itu juga untuk mengurangi endapan pada pipa penyalur dan sambungan. Untuk mengangkat pasir yang telah mengendap di dasar bak dapat digunakan alat penyedot pasir grit dragger atau alat pengangkat pasir yang disebut macerator yang berfungsi mengumpulkan pasir yang mengendap ke satu tempat dengan menggunakan alat penggaruk. 2. Pengolahan Primer Primary Treatment Tujuan dari pengolahan primer adalah untuk menghilangkan zat padat tersuspensi melalui beberapa cara yaitu ; 1 Koagulasi Kimia Chemical Coagulation Zat yang digunakan untuk menggumpalkan disebut koagulan yang dipakai antara lain : Almunium sulfat atau tawas Al 2 SO 4 3 ; Cooperas FeSO 4 ; Feri sulfat SO 4 3 ; Feri klorida FeCl ; Kapur CaOH 2 atau soda N 2 CO 3 sering digunakan untuk membuat air limbah menjadi basa, sehingga proses penggumpalan lebih mudah terjadi. Almunium sulfat merupakan bahan penggumpal yang paling ekonomis karena harganya relatif murah, tetapi dengan adanya sulfat dapat menyebabkan kesadahan tetap, karena itu penggunaannya harus diamati dengan teliti. Bahan penggumpal lain yang sering digunakan adalah natrium alumiat yang dapat menghindari terjadinya kesadahan. Untuk proses koagulasi dibutuhkan bahan pembantu untuk alkalinitas air, karena proses koagulasi akan lebih baik bila pH larutan tinggi. Bahan pembantu yang dapat digunakan yaitu : kapur, soda abu, natrium silikat dan kaustik soda. 2 Flokulasi Universitas Sumatera Utara Proses pengolahan primer lain yaitu flokulasi. Bahan untuk pembentukan flokulasi antar lain koperas dan kapur untuk menaikkan pH dengan reaksi sebagai berikut : FeSO 4 + CaOH 2 → FeOH 2 + CaSO4FeOH 2 + 2H 2 O + O 2 → 4 FeOH 2 yaitu ferihidroksida yang berbentuk flok. 3 Sedimentasi Setelah proses pendahuluan atau memisahkan dari benda-benda yang kecil, air limbah masih mengandung bahan yang tersuspensi. Untuk mengendapkan bahan tersuspensi dilakukan dengan mengalirkan secara lambat air limbah tersebut dalam tangki sedimentasi. Proses sedimentasi dapat digunakan unuk mengendapkan bahan- bahan dalm bentuk flok akibat adanya proses flokulasi. Proses sedimentasi dapat mengurangi 3-5 kadar bahan buangan 3. Proses Pengolahan Sekunder Tujuannya adalah untuk mengurangi bahan-bahan organik dengan memanfaatkan mikroorganisme. Dalam pengolahan sekunder terjadi proses biologis, dimana proses biologis ini dipengaruhi oleh jumlah air limbah, tingkat kekotoran, dan jenis kekotoran air limbah. Dalam pengolahan sekunder ada beberapa cara yaitu : kolam lumpur aktif, kolam penapis biologi, kolam oksidan, kolam fakultatif, dan kolam tangki anaerob. Penggunaan mikroorganisme dalam pengolahan sekunder mutlak dibutuhkan, baik secara aerob maupun anaerob. Perbedaan utama pengolahan primer dan sekunder adalah pada pengolahan primer dilakukan secara kimiawi tanpa membutuhkan mikroorganisme. Universitas Sumatera Utara Pengolahan biologi umumnya banyak digunakan untuk menangani air limbah yang mengandung bahan organik atau untuk zat pencemar yang mudah diuraikan oleh mikroorganisme, seperti buangan yang mengandung senyawa amino, sulfide, atau senyawa organik lainnya. Dalam proses biologi yang harus diperhatikan adalah pH, suhu, oksigen dan adanya zat-zat beracun dalam air limbah yang akan diolah. Untuk kebutuhan mikroorganisme dibutuhkan pH dan suhu yang optimum sesuai dengan jenis bakterinya, oksigen dibutuhkan untuk bakteri aerob sedangkan untuk bakteri anaerob adanya oksigen akan membunuhnya. Dalam pengolahan air limbah perlu diperhatikan nilai BOD nya. Jika nilai BOD tinggi perlu pengenceran agar daya asimilasi mikroorganisme tercapai. Cara-cara penanganan air limbah secara biologi Secondary Treatment : a. Kolam lumpur aktif Proses lumpur aktif adalah pengolahan secara biologi dalam keadaan aerob dengan menggunakan lumpur aktif. Yang dimaksud dengan lumpur aktif adalah suatu padatan organik yang telah mengalami peruraian secara hayati sehingga terbentuk biomassa yang aktif dan mampu menyerap partikel serta merombaknya dan kemudian membentuk massa yang mudah mengendap dan atau menyerap gas Ginting, 2008. Endapan lumpur aktif biological material dari tangki aerasi mengandung mikroorganisme. Pada proses lumpur aktif influen masuk ke dalam tangki aerasi, terjadi pencampuran antara mikroorganisme dan udara dengan air limbah yang masuk dan bakteri, protozoa, algae, serta fungi berkembangbiak dengan mendapat sumber nutrisi dari bahan dalam limbah dan secara langsung menguraikan bahan organik yang ada. Pertumbuhan mikroorganisme tersebut menyebabkan penggumpalan dan Universitas Sumatera Utara pembentukan lumpur aktif, setelah beberapa jam campuran air limbah dan lumpur aktif dialirkan ke tangki pengendap. Sebagian mikroorganisme yang ada dalam tangki pengendap diambil dan dikembalikan ke dalam tangki aerasi untuk dibiarkan tetap hidup karena adanya pemberian oksigen tanpa ditambahkan nutrisi,mengakibatkan mikroorganisme tersebut kelaparan dan mikroorganisme dalam lumpur tersebut akan dikembalikan pada tangki aerasi untuk proses penguraian bahan organik kembali. Sisa lumpur aktif disalurkan pada tangki lain untuk diadakan pengolahan dengan klorin, dengan maksud membunuh mikroorganisme yang ada dalam efluen. Setelah itu, air yang telah diolah dikeluarkan. b. Penapis Biologi Trickling Filter Caranya adalah dengan mengalirkan air limbah secara lambat pada lapisan batuan untuk dilakukan penapisan. Mikroorganisme akan tumbuh pada permukaan batuan dan membentuk film dan air limbah dialirkan melalui film tersebut. Mikroorganisme yang membentuk film akan menguraikan bahan organik air limbah yang melewati film tersebut. c. Kolam oksidasi Pada dasarnya kolam oksidasi hanyalah sebuah kolam biasa yang diatur pada kedalaman dan luas permukaan tertentu agar terjadi proses oksidasi secara alami. Penggunaan kolam ini diatur dengan memanfaatkan sinar matahari dan tumbuhan lumut yang berada pada kolam. Kedalaman kolam yang lebih dari 2 meter menyebabkan sinar matahari tidak mencapai ke dasar kolam. Oleh karena itu, alga tidak berkembangbiak dan tidak dapat tumbuh. Untuk itu kedalam kolam diusahakan hanya mencapai 1,5 meter. Kondisi limbah yang mengandung bahan kasar, minyak, Universitas Sumatera Utara lemak serta bahan terapung lainnya akam merintangi cahaya sehingga tidak terjadi proses fotosintesa. Demikian juga zat-zat tersuspensi dan terlarut sangat menggangu bagi proses ini. Oleh sebab itu, maka sebelum limbah masuk kolam pengolahan, limbah sudah harus mendapat perlakuan pendahuluan yaitu penyaringan bahan-bahan kasar dan penghilangan lapisan minyak dari permukaan. d. Kolam Aerasi Kolam aerasi adalah cara pengolahan secara aerob, kolam ini dilengkapi dengan aerator baik nerupa aerator mekanik maupun injeksi udara. Kolam aerasi merupakan modifikasi dari kolam oksidasi. Kedalaman kolam aerasi adalah 1,5-5 meter dan kedalaman optimum adalah 3 meter, pada kedalaman tersebut didasar kolam dapat terjadi proses anaerob, sehingga dibutuhkan aerator untuk pemberian oksigen. Pengolahan dengan kolam aerasi akan menghasilkan bisolid endapan lumpur. e. Proses Anaerob Pengolahan dengan sistem anaerobik dilakukan pada kondisi tanpa kehadiran oksigen atau dengan kondisi oksigen dapat diabaikan. Pengolahan limbah pada konsentrasi padatan yang tinggi umumnya dilakukan dengan pengolahan cara anaerobik. Sistem pengolahan anaerob menghasilkan produk akhir berupa CO 2 dan CH 4 , penguraian secara anaerob dapat mereduksi BOD 50-90 Winarto, 1986. Dalam proses ini dapat terbentuk H 2 S, NH 3 , dan CH 4 yang menyebabkan bau busuk. Proses anaerobik berjalan lebih lambat daripada proses aerob, karena pada proses anaerob terbentuk senyawa antar lain asam asetat atau asam lemak, sedangkan pada proses aerob bahan organik terurai sempurna menjadi CO 2 dan H 2 O Universitas Sumatera Utara f. Kolam fakultatif Sistem ini umumnya digunakan untuk pengolahan air limbah, proses ini merupakan gabungan antara sistem aerob dan anaerob dan diikuti oleh sistem kolam maturasi. Pada kolam fakultatif keadaan aerob terdapat pada bagian permukaan kolam dan kondisi anaerob terdapat pada bagian dasar. Oksigen pada bagian atas kolam didapat dari proses fotosintesis. Kedalaman kolam pada umumnya 1-1,4 meter, karena bila kedalaman lebih dari 1,5 m kolam akan bersifat anaerob. g. Kolam Maturasi Maturation Ponds Kolam ini digunakan sebagai lanjutan dari pengolahan air limbah dengan kolam fakultatif. Fungsi utama kolam maturasi adalah untuk merombak “sludge” disamping itu juga untuk menentukan kualitas effluen pada tingkat akhir. Kolam maturasi seluruhnya bersifat aerob dan dapat dipertahankan sampai kedalaman 3 meter. Pada dua seri kolam maturasi masing-masing mempunyai kisaran waktu 7 hari. Waktu tersebut dibutuhkan untuk menurunkan BOD menjadi 25 . Jumlah kolam maturasi yang dibutuhkan pada setiap situasi tergantung pada tingkat pengurangan bakteri atau sludge yang ada. Setiap kolam dengan kisaran waktu 5-7 hari mampu mereduksi fecal coliform sampai tingkat 90-95. 4. Proses Pengolahan Tertier Merupakan kelanjutan dari pengolahan yang terdahulu. Pengolahan ini dilakukan apabila pengolahan pertama dan kedua masih banyak terdapat zat-zat berbahaya bagi masyarakat. Terdapat beberapa jenis pengolahan yang sering dilakukan yaitu : Saringan pasir, Saringan multi media, Precoal filter, Mikrostaini, Vakum filter, Penyerapan Adsorbtion, Pengurangan Fe dan Mn. Proses penanganan Universitas Sumatera Utara tersier seringkali dilakukan untuk menghilangkan komponen-komponen organik dan anorganik terlarut dan salah satu cara untuk menghilangkan komponen terlarut tersebut adalah dengan proses adsorpsi penyerapan. Arang aktif sering digunakan sebagai bahan penyerap dan dalam hal ini arang aktif digunakan untuk mengurangi kadar dari benda-benda organik terlarut Fardiaz, 2008

2.4.1 Proses Penyerapan Adsorbsi

Penyerapan adalah suatu proses pengumpulan benda-benda terlarut yang terdapat di dalam larutan dengan melakukan kontak antara dua permukaan yaitu antara cairan dengan gas, zat padat dengan cairan serta permukaan zat padat dan zat yang kental. Adsorpsi terjadi pada permukaan akibat gaya-gaya atom dan molekul- molekul pada permukaan tersebut. Walaupun proses tersebut dapat terjadi pada seluruh permukaan benda, maka yang sering terjadi adalah bahan padat yang menyerap partikel yang berada dalam air limbah. Bahan yang akan diserap disebut adsorbate atau solute sedangkan bahan penyerapannya dikenal sebagai adsorbent. Proses ini dipakai pada penjernihan air limbah untuk mengurangi pengotoran bahan organik, partikel termasuk benda yang tak dapat diuraikan non biodegradable ataupun gabungan antara warna dan rasa. Beberapa faktor yang mempengaruhi laju adsorpsi : a. Pengadukan Makin cepat pengadukan, makin cepat pula penyerapan dan sebaliknya. b. Karakteristik zat penyerap Ukuran partikel dan luas permukaan zat penyerap mempengaruhi laju penyerapan. Makin kecil diameter partikel, makin luas permukaan zat Universitas Sumatera Utara penyerap dan laju adsorpsi makin cepat. Untuk meningkatkan kecepatan adsorpsi, dianjurkan agar menggunakan arang aktif yang telah dihaluskan . c. Daya larut dari zat yang diserap d. Ukuran molekul adsorbat Makin besar ukuran molekul dan ukuran pori maka gaya tarik menarik antara molekul adsorbent akan makin besar. e. pH f. Temperatur Laju penyerapan bertambah dengan naiknya temperatur dan begitu pula sebaliknya. Proses adsorpsi meliputi 3 tahap mekanisme yaitu : a. Pergerakan molekul-molekul adsorbat menuju permukaan adsorben b. Penyebaran molekul-molekul adsorbat ke dalam rongga-rongga adsorben c.Penarikan molekul-molekul adsorbate oleh permukaan aktif membentuk ikatan yang berlangsung sangat cepat. Adsorbent adalah bahan penyerap yang digunakan dalam proses penyerapan. Banyak bahan padat yang digunakan sebagai bahan penyerap untuk mengurangi kekeruhan dari suatu cairan. Bahan penyerap yang mahal umumnya mempunyai luas permukaan yang lebih luas setiap unitnya. Peningkatan luas permukaan ini dilakukan dengan berbagai cara melalui pembelahan bahan adsorbent. Adsorbent marupakan bahan yang berpori, selain itu harus memenuhi beberapa syarat, yaitu : a. Tidak larut dalam zat cair yang diolah Universitas Sumatera Utara b. Tidak mengadakan reaksi kimia dengan bahan yang akan diolah c. Harus dapat diregenerasi Beberapa bahan yang dapat digunakan sebagai adsorbent diantaranya yaitu : 1. Zeolit Zeolit termasuk dalam kelompok mineral yang terjadi dari perubahan batuan gunung api termasuk batuan gunung api berbulir halus yang berkomposisi riolitik atau banyak mengandung massa gelas. Sifat-sifat fisik dari mineral ini adalah berbentuk kristal yang indah dan menarik, namun agak lunak dengan warna yang bermacam-macam yaitu warna hijau, kebiru-biruan, putih dan coklat. Zeolit dapat berasal dari alam yaitu dari batuan gunung api dan dapat berupa zeolit buatan yang terbuat dari gel almunium, natrium aluminat, natrium hidroksida. Zeolit ini dapat digunakan sebagai bahan penjernih kelapa sawit, penyerap warna, penyerap amoniak, dll. 2. Molekuler Sieves Bahan-bahan sebagai molekuler sieves adalah bahan yang memiliki rongga-rongga sehingga dapat berfungsi sebagai penyaring molekul. 3. Karbon aktif Karbon aktif arang aktif merupakan suatu padatan berpori yang mengandung 85-95 karbon, dihasilkan dari bahan-bahan yang mengandung karbon dengan pemanasan pada suhu tinggi. Karbon atau arang aktif adalah material yang berbentuk butiran atau bubuk yang berasal dari material yang mengandung karbon misalnya tulang, kayu lunak, sekam, tongkol jagung, tempurung kelapa, sabut kelapa, ampas penggilingan tebu, ampas pembuatan kertas, serbuk gergaji, kayu keras, batubara dan Universitas Sumatera Utara sebagainya Ketika pemanasan berlangsung, diusahakan agar tidak terjadi kebocoran udara di dalam ruangan pemanasan sehingga bahan yang mengandung karbon tersebut hanya terkarbonisasi dan tidak teroksidasi. Karbon aktif digunakan sebagai adsorben penyerap. Daya serap ditentukan oleh luas permukaan partikel dan kemampuan ini dapat menjadi lebih tinggi jika terhadap arang bahan karbon aktif tersebut dilakukan aktivasi dengan bahan-bahan kimia ataupun dengan pemanasan pada temperatur tinggi. Dalam satu gram karbon aktif, pada umumnya memiliki luas permukaan seluas 500-1500 m 2 , sehingga sangat efektif dalam menangkap partikel-partikel yang sangat halus berukuran 0.01-0.0000001 mm. Karbon aktif bersifat sangat aktif dan akan menyerap apa saja yang kontak dengan karbon tersebut. Dalam waktu 60 jam biasanya karbon aktif tersebut menjadi jenuh dan tidak aktif lagi. Oleh karena itu biasanya arang aktif di kemas dalam kemasan yang kedap udara. Sampai tahap tertentu beberapa jenis arang aktif dapat di reaktivasi kembali, meskipun demikian tidak jarang yang disarankan untuk sekali pakai. Berdasarkan penelitian Snell dan Hilton dalam Rahayu 2002 diketahui bahwa arang aktif mempunyai muatan positif. Arang aktif merupakan mikrokristalin amorphous yang tersusun oleh cincin 6-karbon yang membentuk kisi-kisi heksagon dengan susunan karbon yang tidak teratur dan membentuk paket-paket. Menurut Arifin dan Ramli dalam Rahayu 2002, adsorpsi merupakan peristiwa penyerapan suatu zat pada permukaan bahan penyerap, dan yang menjadi dasar untuk proses adsorpsi adalah daya tarik menarik Van Der Waals dan daya tarik menarik elektrostatis Coulomb. Fenomena adsorpsi ini disebabkan oleh : Universitas Sumatera Utara 1. Adanya interaksi antara molekul-molekul komponen dengan permukaan bahan penyerap dimana gaya-gaya Van Der Waals bekerja 2. Adanya gaya tarik-menarik Coulomb, yang prinsip kerjanya karena adanya perbedaan muatan positf dan negatif Haliday, 1990.

2.4.2 Tipe Sistem Adsorbsi

Sistem adsorbs dapat dilakukan dengan 2 cara : a. Cara Batch Cara ini adalah menggunakan bejana, air limbah yang akan dianalisis diaduk bersama adsorben dengan kecepatan dan waktu tertentu. Selanjutnya proses adsorbsi dibiarkan sampai mencapai kesetimbangan. Sistem Batch sering digunakan apabila limbah yang akan diolah volumenya relatif tidak terlalu besar, oleh karena air limbah dalam volume besar tentunya membutuhkan bejana yang besar pula. Sistem ini sering digunakan untuk proses penjernihan air. b. Cara Kolom Cara kolom adalah menggunakan silinder vertikal atau horizontal. Air limbah yang akan diolah dialirkan secara terus-menerus ke dalam suatu kolom adsorbs. Sistem kolom ini luas penggunaanya, terutama untuk pengolahan limbah cair industri, pemakaian sistem kolom ini sangat cocok untuk air limbah dalam volume besar. 2.5 Karbon Aktif 2.5.1 Proses Aktivasi Karbon Aktif 1. Proses Kimia. Bahan baku dicampur dengan bahan-bahan kimia tertentu, kemudian dibuat padat. Selanjutnya padatan tersebut dibentuk menjadi batangan dan dikeringkan serta Universitas Sumatera Utara dipotong-potong. Aktifasi dilakukan pada temperatur 100 °C. Arang aktif yang dihasilkan, dicuci dengan air selanjutnya dikeringkan pada temperatur 300 °C. Dengan proses kimia, bahan baku dapat dikarbonisasi terlebih dahulu, kemudian dicampur dengan bahan-bahan kimia. 2. Proses Fisika Bahan baku terlebih dahulu dibuat arang. Selanjutnya arang tersebut digiling, diayak untuk selanjutnya diaktifasi dengan cara pemanasan pada temperatur 1000 °C yang disertai pengaliran uap. Proses fisika banyak digunakan dalam aktifasi arang antara lain : a. Proses Briket: bahan baku atau arang terlebih dahulu dibuat briket, dengan cara mencampurkan bahan baku atau arang halus dengan “ter”. Kemudian, briket yang dihasilkan dikeringkan pada 550 °C untuk selanjutnya diaktifasi dengan uap. b. Destilasi kering: merupakan suatu proses penguraian suatu bahan akibat adanya pemanasan pada temperatur tinggi dalam keadaan sedikit maupun tanpa udara. Hasil yang diperoleh berupa residu yaitu arang dan destilat yang terdiri dari campuran metanol dan asam asetat. Residu yang dihasilkan bukan merupakan karbon murni, tetapi masih mengandung abu dan “ter”. Hasil yang diperoleh seperti metanol, asam asetat dan arang tergantung pada bahan baku yang digunakan dan metoda destilasi. Diharapkan daya serap arang aktif yang dihasilkan dapat menyerupai atau lebih baik dari pada daya serap arang aktif yang diaktifkan dengan menyertakan bahan- bahan kimia. Dengan cara ini, pencemaran lingkungan sebagai akibat adanya penguraian senyawa-senyawa kimia dari bahan-bahan pada saat proses pengarangan Universitas Sumatera Utara dapat diihindari. Selain itu, dapat dihasilkan asap cair sebagai hasil pengembunan uap hasil penguraian senyawa-senyawa organik dari bahan baku. Ada empat hal yang dapat dijadikan batasan dari penguraian komponen kayu yang terjadi karena pemanasan pada proses destilasi kering, yaitu: 1. Batasan A adalah suhu pemanasan sampai 200 °C. Air yang terkandung dalam bahan baku keluar menjadi uap, sehingga kayu menjadi kering, retak-retak dan bengkok. Kandungan karbon lebih kurang 60 . 2. Batasan B adalah suhu pemanasan antara 200-280 °C. Kayu secara perlahan – lahan menjadi arang dan destilat mulai dihasilkan. Warna arang menjadi coklat gelap serta kandungan karbonnya lebih kurang 700. 3. Batasan C adalah suhu pemanasan antara 280-500 °C. Pada suhu ini akan terjadi karbonisasi selulosa, penguraian lignin dan menghasilkan “ter”. Arang yang terbentuk berwarna hitam serta kandungan karbonnya meningkat menjadi 80. Proses pengarangan secara praktis berhenti pada suhu 400 °C. 4. Batasan D adalah suhu pemanasan 500 °C, terjadi proses pemurnian arang, dimana pembentukan “ter” masih terus berlangsung. Kadar karbon akan meningkat mencapai 90. Pemanasan diatas 700 °C, hanya menghasilkan gas hidrogen. Namun secara umum dan sederhana proses pembuatan arang aktif terdiri dari tiga tahap yaitu: 1. Dehidrasi : proses penghilangan air dimana bahan baku dipanaskan sampai temperatur 170 °C. 2. Karbonisasi : pemecahan bahan-bahan organik menjadi karbon. Suhu diatas 170°C akan menghasilkan CO, CO 2 dan asam asetat. Pada suhu 275°C, dekomposisi Universitas Sumatera Utara menghasilkan “ter”, metanol dan hasil samping lainnya. Pembentukan karbon terjadi pada temperatur 400 – 600 C 3. Aktifasi : dekomposisi tar dan perluasan pori-pori. Dapat dilakukan dengan uap atau CO 2 sebagai aktifator. Proses aktifasi merupakan hal yang penting diperhatikan disamping bahan baku yang digunakan. Yang dimaksud dengan aktifasi adalah suatu perlakuan terhadap arang yang bertujuan untuk memperbesar pori yaitu dengan cara memecahkan ikatan hidrokarbon atau mengoksidasi molekul – molekul permukaan sehingga arang mengalami perubahan sifat, baik fisika maupun kimia, yaitu luas permukaannya bertambah besar dan berpengaruh terhadap daya adsorpsi. Metoda aktifasi yang umum digunakan dalam pembuatan arang aktif adalah: 1. Aktifasi Kimia. Aktifasi ini merupakan proses pemutusan rantai karbon dari senyawa organik dengan pemakaian bahan-bahan kimia. Aktifator yang digunakan adalah bahan-bahan kimia seperti: hidroksida logam alkali garam-garam karbonat, klorida, sulfat, fosfat dari logam alkali tanah dan khususnya ZnCl 2 , asam-asam anorganik seperti H 2 SO 4 dan H 3 PO 4 . 2. Aktifasi Fisika. Aktifasi ini merupakan proses pemutusan rantai karbon dari senyawa organik dengan bantuan panas, uap dan CO 2 . Umumnya arang dipanaskan didalam tanur pada temperatur 800-900°C. Oksidasi dengan udara pada temperatur rendah merupakan reaksi eksoterm sehingga sulit untuk mengontrolnya. Sedangkan pemanasan dengan Universitas Sumatera Utara uap atau CO 2 pada temperatur tinggi merupakan reaksi endoterm, sehingga lebih mudah dikontrol dan paling umum digunakan. Arang aktif yang merupakan adsorben adalah suatu padatan berpori, yang sebagian besar terdiri dari unsur karbon bebas dan masing- masing berikatan secara kovalen. Dengan demikian, permukaan arang aktif bersifat non polar. Selain komposisi dan polaritas, struktur pori juga merupakan faktor yang penting diperhatikan. Struktur pori berhubungan dengan luas permukaan, semakin kecil pori- pori arang aktif, mengakibatkan luas permukaan semakin besar. Dengan demikian kecepatan adsorpsi bertambah. Untuk meningkatkan kecepatan adsorpsi, dianjurkan agar menggunakan arang aktif yang telah dihaluskan. Sifat arang aktif yang paling penting adalah daya serap. Dalam hal ini, ada beberapa faktor yang mempengaruhi daya serap adsorpsi, yaitu : 1. Sifat Serapan Banyak senyawa yang dapat diadsorpsi oleh arang aktif, tetapi kemampuannya untuk mengadsorpsi berbeda untuk masing- masing senyawa. Adsorpsi akan bertambah besar sesuai dengan bertambahnya ukuran molekul serapan dari sturktur yang sama, seperti dalam deret homolog. Adsorbsi juga dipengaruhi oleh gugus fungsi, posisi gugus fungsi, ikatan rangkap, struktur rantai dari senyawa serapan. 2. Temperatur Dalam pemakaian arang aktif dianjurkan untuk mengamati temperatur pada saat berlangsungnya proses. Faktor yang mempengaruhi temperatur proses adsoprsi adalah viskositas dan stabilitas thermal senyawa serapan. Jika pemanasan tidak mempengaruhi sifat-sifat senyawa serapan, seperti terjadi perubahan warna maupun Universitas Sumatera Utara dekomposisi, maka perlakuan dilakukan pada titik didihnya. Untuk senyawa volatil, adsorpsi dilakukan pada temperatur kamar atau bila memungkinkan pada temperatur yang lebih rendah. 3. pH Derajat Keasaman. Untuk asam-asam organik, adsorpsi akan meningkat bila pH diturunkan, yaitu dengan penambahan asam-asam mineral. Ini disebabkan karena kemampuan asam mineral untuk mengurangi ionisasi asam organik tersebut. Sebaliknya bila pH asam organik dinaikkan yaitu dengan menambahkan alkali, adsorpsi akan berkurang sebagai akibat terbentuknya garam. 4. Waktu Singgung Bila arang aktif ditambahkan dalam suatu cairan, dibutuhkan waktu untuk mencapai kesetimbangan. Pengadukan juga mempengaruhi waktu singgung. Pengadukan dimaksudkan untuk memberi kesempatan pada partikel arang aktif untuk bersinggungan dengan senyawa serapan. Untuk larutan yang mempunyai viskositas tinggi, dibutuhkan waktu singgung yang lebih lama Sembiring, 2003. Universitas Sumatera Utara

2.5.2 Manfaat Karbon Aktif

Tabel.2 Aplikasi penggunaan karbon aktif dalam industri. No. Pemakai Kegunaan Jenis Mesh 1. Industri obat dan makanan Menyaring, penghilangan bau dan rasa 8×30, 325 2. Minuman keras dan ringan Penghilangan warna, bau pada minuman 4×8, 4×12 3. Kimia perminyakan Penyulingan bahan mentah 4×8, 4×12, 8×30 4. Pembersih air Penghilangan warna, bau penghilangan resin 5. Budi daya udang Pemurnian, penghilangan ammonia, nitrit, penol, dan logam berat 4×8, 4×12 6. Industri gula Penghilagan zat-zat warna, menyerap proses penyaringan menjadi lebih sempurna 4×8, 4×12 7. Pelarut yang digunakan kembali Penarikan kembali berbagai pelarut 4×8, 4×12, 8×30 8. Pemurnian gas Menghilangkan sulfur, gas beracun, bau busuk asap. 4×8, 4×12 9. Katalisator Reaksi katalisator pengangkut vinil khlorida, vinil asetat 4×8, 4×30 10. Pengolahan pupuk Pemurnian, penghilangan bau 8×30 Sumber: Sembiring dan Sinaga 2003 Universitas Sumatera Utara

2.5.3 Kulit Singkong sebagai Karbon Aktif

Kulit singkong merupakan limbah padat yang dihasilkan dari proses produksi pengolahan makanan yang terbuat dari singkong. Kulit singkong yang biasanya kurang dimanfaatkan ternyata memiliki manfaat lain sebagai karbon aktif. Berdasarkan penelitian Deby Jannati dan Shona Mazia 2009, kulit singkong dapat diolah menjadi karbon aktif karena kulit singkong mengandung 59,31 karbon. Setelah diuji laboratorium, karbon aktif dari kulit singkong ternyata mampu menyerap 99,98 kandungan tembaga air limbah. Dengan pori-pori banyak dan besar, karbon aktif kulit singkong sangat potensial mengenyahkan bau dan warna air yang keruh. Untuk mendapatkan karbon aktif kulit singkong dapat dilakukan melalui empat tahapan yakni : 1. Langkah pertama, mengupas kulit singkong dari dagingnya. Setelah itu dikeringkan dengan durasi yang bervariasi, bergantung kondisi cuaca dan suhu ruangan. 2. Setelah kulit singkong kering, tahapan selanjutnya adalah membakar bahan baku di dalam oven agar menghilangkan senyawa hidrokarbon pada kulit singkong. Temperatur yang digunakan harus tinggi, dibakar pada suhu 800 derajat celsius. Dan proses pembakarannya berlangsung selama tiga jam. Agar proses pembakaran sempurna, selain suhu temperaturnya diatur pada suhu sangat tinggi, pembakaran kulit singkong dilakukan pada ruang tertutup supaya tak ada udara atau oksigen O 2 di dalam oven. Tujuannya supaya bahan baku kering secara total dan menguapkan senyawa hidrokarbon dalam Universitas Sumatera Utara bahan baku. 3. Arang yang berasal dari kulit singkong tersebut dihaluskan sehingga berbentuk bubuk. 4. Kemudian dilakukan proses aktifasi karbon dengan menggunakan larutan NaOH atau soda kimia. Proses aktivasi ini bertujuan untuk meningkatkan volume dan memperbesar diameter pori-pori karbon. Dengan demikian, daya absorpsi serap karbon aktif menjadi tinggi terhadap zat warna dan bau. Karbon aktif yang sekarang banyak digunakan berbentuk butiran granular atau berbentuk tepung bubuk. Karbon yang berbentuk bubuk memerlukan waktu kontak lebih sebentar dibandingkan karbon berbentuk butiran. Jika digunakan karbon berbentuk bubuk, bubuk tersebut dapat dimasukkan langsung ke dalam air. Komponen-komponen organik akan teradsorpsi pada karbon, kemudian dapat dipisahkan dengan menggumpalkan menggunakan bahan kimia tertentu. Fardiaz, 2008 Universitas Sumatera Utara

2.6 Kerangka Konsep

Hipotesis sementara : Ho : Tidak ada perbedaan kadar BOD dan TSS air limbah pada berbagai konsentrasi karbon aktif kulit singkong sebelum dan sesudah perlakuan Ha : Ada perbedaan kadar BOD dan TSS air limbah pada berbagai kadar karbon aktif kulit singkong sebelum dan sesudah perlakuan Limbah Cair Tapioka BOD dan TSS sebelum perlakuan Penambahan karbon aktif dengan kadar 1 gr, 2 gr, dan 3 gr dalam setiap 200 ml air limbah ditambah kontrol 0 gr BOD dan TSS setelah perlakuan Sesuai Baku Mutu Tidak sesuai baku mutu - Karakteristik karbon aktif - Kecepatan pengadukan Universitas Sumatera Utara

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian adalah Quasi Eksperiment yaitu suatu kegiatan percobaan terhadap sampel untuk mengetahui pengaruh pemberian karbon aktif kulit singkong sebagai adsorben dengan kadar 1 gr, 2 gr, dan 3 gr dan dibandingkan dengan kontrol perlakuan tanpa penambahan karbon aktif atau 0 gr. Percobaan dilakukan sebanyak 3 kali pengulangan sehingga jumlah sampel sebanyak 12. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Pre and Post Test. Rancangan penelitian akan dianalisa secara analitik dengan bentuk rancangan sebagai berikut : Pretest Perlakuan Postest Dimana : X1, X2, X3 : Perlakuan dengan penambahan karbon aktif A1, B1, C1, D1 : Pengukuran sebelum perlakuan A1’, B1’, C1’, D1’ : Pengukuran sesudah perlakuan A1 A1’ B1 X1 B1’ C1 X2 C1’ D1 X3 D1’ 47 Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Analisis Total Zat Padat Terlarut (Total Dissolved Solid) Dan Total Zat Padat Trsuspensi (Total Suspended Solid) Pada Air Badan Air Khususnya Air Sungai

6 85 39

Efektifitas Karbon Aktif Dalam Menurunkan Kadar Bilangan Peroksida Dan Penjernihan Warna Pada Minyak Goreng Bekas

8 69 80

Efektifitas Limbah Padat Tepung Tapioka Sebagai Karbon Aktif pada Saringan dalam Menurunkan Kadar Kadmium (Cd) pada Air Sumur Gali Masyarakat Desa Namo Bintang Tahun 2012

23 125 104

Analisis Total Zat Padat Terlarut (Total Dissolved Solid) Dan Total Zat Padat Tersuspensi (Total Suspended Solid) Pada Air Limbah Industri

6 61 40

Penentuan Total Suspended Solid ( TSS ) Di Laboratorium Balai Riset Standardisasi Industri Medan

0 51 52

Penentuan Total Suspended Solid (TSS) Limbah Cair Pulp Di PT. Toba Pulp Lestari, Tbk Dengan Metode Gravimetri Sosor Ladang – Porsea

6 65 41

Penentuan Total Suspended Solid (TSS) Dalam Air Sungai Deli Dan Pengaruhnya Terhadap Waktu Penyimpanan

4 64 54

Analisis Kandungan Aluminium (Al), Sulfida, Bod, Cod, Total Padatan Tersuspensi (TSS) Dan pH Dari Air Sungai Kapal Keruk Di Desa Karang Anyer Kec. Secanggang Kab. Langkat

5 63 102

PROTOTYPE UNIT PENGOLAHAN LIMBAH (ACTIVATED SLUDGE BIOSAND FILTER REACTOR) UNTUK MENURUNKAN KADAR CHEMICAL OXYGEN DEMAND (COD), BIOLOGICAL OXYGEN DEMAND (BOD) DAN TOTAL SUSPENDED SOLID (TSS) PADA LIMBAH CAIR TAHU

4 23 108

PERBEDAAN EFEKTIVITAS FILTER ZEOLIT DAN KARBON AKTIF DALAM PENURUNAN KADAR TSS (TOTAL SUSPENDED SOLID) LIMBAH Perbedaan Efektivitas Filter Zeolit Dan Karbon Aktif Dalam Penurunan Kadar TSS (Total Suspended Solid) Limbah Cair Tahu Industri Rumah Tangga.

5 7 17