24
terlihat pada Gambar 6, sehingga dapat disimpulkan bahwa nelayan Labuan lebih banyak menggunakan jaring arad yaitu sebesar 27, kemudian alat tangkap payang,
kursin, bagan, gardan, obor, rawe dan jaring. Dengan komposisi sebesar 13, 11, 10, 9, 10, 12 dan 7. Jaring arad merupakan alat tangkap yang lebih
banyak digunakan oleh nelayan PPP Labuan, kondisi alat tangkap arad adalah indikasi sebagian besar nelayan Labuan adalah nelayan yang menangkap sehari one
day fishing kondisi nelayan Labuan yang memiliki tingkat keterbatasan biaya, faktor lain karena biasanya nelayan jaring arad hanya melakukan penangkapan
selama satu hari saja one day fishing, sehingga biaya yang dibutuhkan untuk modal awal tidak terlalu banyak. Hal ini terjadi karena untuk satu kali melaut nelayan
membutuhkan modal untuk membeli keperluan melaut seperti es balok, bahan bakar, air bersih dan persediaan makanan, untuk mendapatkan perbekalan maka
membutuhkan biaya yang cukup besar, sehingga banyak nelayan yang hanya menggunakan alat tangkap arad dengan one day fishing sehingga biaya yang
digunakan lebih kecil.
4.3. Komposisi Hasil Tangkapan
Hasil penelitian pada TPI I Labuan, di dapatkan nelayan jaring rampus lebih dominan menangkap Ikan Kurisi. Komposisi hasil tangkapan kurisi mencapai 29
dari total tangkapan lainnya. Komposisi tangkapan seperti di sajikan pada Gambar 7.
Gambar 7. Komposisi hasil tangkapan yang didaratkan di TPI I Labuan
25
Dari Gambar 7, dapat dilihat bahwa ikan dominan lainnya yang tertangkap dan di daratkan di TPI I Labuan adalah ikan kurisi, kuniran, raja gantang, banyar dan
layur. Jika cuaca dan kondisi perairan baik, maka ikan kurisi dan ikan kuniran lebih banyak tertangkap sedangkan untuk ikan layur hanya sedikit. Sebaliknya jika pada
musim paceklik ikan layur yang banyak tertangkap sedangkan ikan lainnya tertangkap dalam jumlah yang sedikit bahkan tidak ada yang tertangkap sama sekali.
Komposisi tangkapan nelayan juga di pengaruhi oleh cuaca pada setiap tahunnya. Hasil tangkapan juga digunakan oleh nelayan untuk mengindikasikan
kondisi perairan.
4.4. Produksi Harian Nelayan Cantrang
Dalam penelitian ini dilakukan analisis produksi harian dari empat orang nelayan cantrang. Dalam menganalisis produksi harian ini diambil 6-10 kali trip
keberangkatan untuk masing-masing nelayan.
Gambar 8. Produksi dari 4 orang nelayan cantrang saat sampling
Dari Gambar 8, dapat dilihat bahwa produksi harian dari masing-masing nelayan mengalami fluktuasi. Hasil tangkapan ikan kurisi oleh nelayan Mashuri
mengalami fluktuasi. Pada trip ke-5 merupakan trip dimana hasil tangkapan ikan kurisi dalam jumlah yang paling besar selama 10 kali trip penangkapan yaitu sebesar
26
161,3 kg, sedangkan untuk hasil tangkapan ikan kurisi terendah selama 10 kali trip terjadi pada trip ke-1 sebesar 23,8 kg. Hasil tangkapan ikan kurisi nelayan Terso
lebih besar daripada hasil tangkapan ikan kurisi nelayan Mashuri. Produksi terendah terjadi pada trip ke-1 sebesar 53,4 kg, sedangkan produksi tertinggi selama 10 kali
trip terjadi pada trip ke-3 sebesar 170 kg. Nelayan Tohari merupakan salah satu nelayan dengan alat tangkap cantrang yang lebih sering melaut. Selama 10 kali trip,
produksi terendah terjadi pada trip ke-9 sebesar 40 kg dan produksi tertinggi terjadi pada trip ke-10 sebesar 95,8 kg. Berbeda dengan nelayan Tohari, pengambilan data
nelayan Anshori hanya dilakukan selama 5 kali trip penangkapan. Produksi tertinggi terjadi pada trip ke-10 yaitu sebesar 275 kg dan produksi terendah terjadi
pada trip ke-6 sebesar 53,4 kg. Pada nelayan Anshori terlihat bahwa terjadi peningkatan hasil tangkapan,
karena pengambilan data hasil tangkapan ini berbeda dengan nelayan lain yang diambil data hasil tangkapan selama 10 kali trip keberangkatan, namun kapal Mina
Bakti ini hanya dilakukan sebanyak 5 kali trip keberangkatan. Hal disebabkan karena selang waktu dari trip pertama dan kedua dan seterusnya tidak dapat
ditentukan bahkan dapat mencapai satu bulan untuk pengecekan kapal dan alat tangkap. Berbeda dengan kapal nelayan cantrang yang lain, biasanya memiliki
selang waktu dari trip satu ke trip lainnya selama 3-4 hari. Oleh karena itu, grafik yang didapatkan pada nelayan Anshori mengalami peningkatan lihat Gambar 8.
Dari Gambar 8, dapat disimpulkan bahwa nelayan Terso merupakan nelayan dengan hasil tangkapan terbanyak dan nelayan Tohari memiliki hasil tangkapan
terendah selama 10 kali trip penangkapan ikan kurisi di Perairan Selat Sunda. Hal ini dapat disebabkan karena kapal dari nelayan Terso memiliki ukuran kapal yang
lebih besar apabila dibandingkan dengan kapal yang dimilik oleh tiga nelayan lainnya. Keempat dari nelayan ini, secara relatif mengalami peningkatan hasil
tangkapan ikan kurisi. Pada Gambar 8, untuk keempat nelayan menggunakan model eksponensial, sehingga terlihat produksi dari keempat nelayan mengalami
peningkatan secara relatif. Produksi ini dipengaruhi oleh beberapa faktor. Salah satu faktor yang
mempengaruhi produksi harian adalah cuaca, sehingga menyebabkan produksi harian dari masing-masing nelayan tidak dapat ditentukan, karena biasanya jika
27
kondisi cuaca buruk maka hasil tangkapan nelayan sedikit. Sebaliknya jika cuaca baik maka hasil tangkapan nelayan pun akan semakin banyak.
4.5. Hasil Tangkapan Per Upaya Tangkap