Surplus Produksi Pola Musiman Ikan Kurisi (Nemipterus japonicus, Bloach 1791) di Perairan Selat Sunda, Kecamatan Labuan, Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten

5 yang bersifat ekonomi atau komersial, tetapi menganjurkan dengan persyaratan bahwa tingkat pemanfaatan tidak melampaui daya dukung lingkungan perairan atau kemampuan pulih sumberdaya ikan MSY, sehingga generasi mendatang tetap memiliki aset sumberdaya ikan yang sama atau lebih banyak dari generasi saat ini.

2.3. Sistem Perikanan Laut

Perikanan merupakan semua kegiatan yang terorganisir berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan dan lingkungannya mulai dari tahap praproduksi, produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran, yang dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis perikanan. menurut Charles 2001 in Mallawa 2006, mengatakan bahwa sistem perikanan merupakan sebuah kesatuan yang terdiri dari tiga komponen utama yaitu, 1 Sistem alam natural system yang mencakup ekosistem, ikan dan lingkungan biofisik; 2 Sistem manusia human system yang terdiri dari unsur nelayan, pelaku pasar dan konsumen, rumah tangga perikanan dan lingkungan sosial ekonomi yang terkait dalam sistem ini; 3 Sistem perikanan pengelolaan perikanan yang mencakup unsur-unsur kebijakan dan perencanaan perikanan, pembangunan perikanan, rezim pengelolaan perikanan dan riset perikanan. Sehingga, dalam pengelolaan sumberdaya perikanan harus memperhatikan ketiga komponen tersebut. Keanekaragaman jenis ikan dan alat tangkap serta tingginya populasi penduduk yang terjadi mengakibatkan sulitnya menerapkan pengembangan sistem perikanan yang sesuai untuk keberlanjutan sumberdaya ikan serta potensi perikanan lainnya di Indonesia. Sistem perikanan yang kompleks dapat didekati dari perspektif keragaman yang terdiri dari empat jenis keragaman dalam sistem ini, yaitu keragaman spesies, keragaman genetik, keragaman fungsi dan keragaman sosial ekonomi Adrianto 2002.

2.4. Surplus Produksi

Menurut Sparre dan Venema 1999 pada umumnya hasil tangkapan C per trip upaya penangkapan f atau CPUE, dapat digunakan sebagai indeks kelimpahan 6 relatif. Metode surplus produksi mendasarkan diri pada asumsi bahwa CPUE merupakan fungsi dari f, baik bersifat linier seperti pada model Schaefer maupun bersifat eksponensial seperti pada model Fox. Tujuan penggunaan model surplus produksi adalah untuk menentukan tingkat upaya optimum biasa disebut fmsy atau effort MSY, yaitu suatu upaya yang dapat menghasilkan suatu hasil tangkapan maksimum lestari tanpa mempengaruhi produktivitas stok secara jangka panjang, yang biasa disebut hasil tangkapan maksimum lestari maximum sustainable yieldMSY Sparre dan Venema 1999. Dari model ini dapat diperoleh estimasi besarnya kelimpahan atau biomassa dan estimasi potensi dari suatu jenis atau kelompok jenis species group sumberdaya ikan Widodo et al. 1998 in Syakila 2009. Model surplus produksi merupakan model yang sangat sederhana dan murah biayanya Widodo et al. 1998 in Syakila 2009. Model ini dikatakan sederhana karena data yang diperlukan sangat sedikit, sebagai contoh tidak perlu menentukan kelas umur sehingga dengan demikian tidak perlu penentuan umur dan hanya memerlukan data tentang hasil tangkapan atau produksi yang biasanya tersedia disetiap tempat pendaratan ikan, dan upaya penangkapan Sparre dan Venema 1999. Selain itu, model ini dikatakan murah biayanya karena dalam penggunaan model ini biaya yang dikeluarkan lebih sedikit bila dibandingkan dengan model lain seperti dengan penggunaan trawl dan echosounder yang tergolong sangat mahal karena pelaksanaan kegiatan tersebut harus menggunakan kapal riset khusus, sehingga jumlah dana yang harus dikeluarkan untuk mengkaji seluruh perairan sangat besar Wiyono 2005 in Sulistiyawati 2011. Hal ini merupakan salah satu alasan mengapa model surplus produksi banyak digunakan di dalam estimasi stok ikan di perairan tropis. Model surplus produksi dapat diterapkan bila dapat diperkirakan dengan baik tentang hasil tangkapan total berdasarkan spesies dan hasil tangkapan per trip upaya catch per trip effortCPUE per spesies atau CPUE berdasarkan spesies dan upaya penangkapannya dalam beberapa tahun Sparre dan Venema 1999. Namun, jumlah upaya penangkapan yang dapat menggambarkan upaya yang benar-benar efektif dan bukan sekedar nominal amat sulit ditentukan. Oleh sebab itu, penggunaan model ini memerlukan kehati-hatian dan sedapat mungkin dibarengi dengan berbagai 7 informasi tambahan. Model ini dapat dipergunakan dalam menganalisis sumberdaya pelagis besar, pelagis kecil, demersal kecil, demersal besar, udang dan krustasea lainnya, serta moluska Widodo et al. 1998 in Syakila 2009. Persyaratan untuk analisis model surplus produksi adalah sebagai berikut Sparre dan Venema 1999 : 1 Ketersediaan ikan pada tiap-tiap periode tidak mempengaruhi daya tangkap relatif 2 Distribusi ikan menyebar merata 3 Masing-masing alat tangkap menurut jenisnya mempunyai kemampuan tangkap yang seragam. Asumsi yang digunakan dalam model surplus produksi menurut Sparre dan Venema 1999 adalah : 1 Asumsi dalam keadaan ekuilibrium Pada keadaan ekuilibrium, produksi biomassa per satuan waktu adalah sama dengan jumlah ikan yang tertangkap hasil tangkapan per satuan waktu ditambah dengan ikan yang mati karena keadaan alam. 2 Asumsi biologi Alasan biologi yang mendukung model surplus produksi telah dirumuskan dengan lengkap oleh Ricker 1975 in Sparre dan Venema 1999 sebagai berikut : a. Menjelang densitas stok maksimum, efisiensi reproduksi berkurang, dan sering terjadi jumlah rekrut lebih sedikit daripada densitas yang lebih kecil. Pada kesempatan berikutnya, pengurangan dari stok akan meningkatkan rekrutmen. b. Bila pasokan makanan terbatas, makanan kurang efisien dikonversikan menjadi daging oleh stok yang besar daripada oleh stok yang lebih kecil. c. Pada suatu stok yang tidak pernah dilakukan penangkapan terdapat kecenderungan lebih banyak individu yang tua dibandingkan dengan stok yang telah dieksploitasi 3 Asumsi terhadap koefisien kemampuan menangkap Pada model surplus produksi diasumsikan bahwa mortalitas penangkapan proporsional terhadap upaya. Namun demikian, upaya ini tidak selamanya benar sehingga kita harus memilih dengan tepat upaya penangkapan yang 8 benar-benar berhubungan langsung dengan mortalitas penangkapan. Suatu alat tangkap baik jenis maupun ukuran yang dipilih adalah yang mempunyai hubungan linear dengan laju tangkapan.

2.5. Jumlah Tangkapan yang Diperbolehkan