4.1 Hasil Ekstraksi
Tabel 4.1 karakterisasi ekstrak etanol Nephrolepis falcata
Cara pembuatan ekstrak tumbuhan paku Nephrolepis falcata adalah menggunakan metode maserasi dengan pelarut etanol 70. Simplisia
tumbuhan paku Nephrolepis falcata yang didapat sebanyak 736,55 g ditambahkan etanol 70 sampai terendam + 3 cm diatas simplisia, lalu di
kocok-kocok, dibiarkan selama 3 hari, kemudian di filtrasi menggunakan kapas selanjutnya filtrat disaring dengan kertas saring, filtrat yang didapat
dikumpulkan dan diuapkan sampai menjadi ekstrak kental dan didapat bobot ekstrak sebanyak 58,75 g. Setelah didapatkan ekstrak, didapatkan total
rendemen ekstrak etanol Nephrolepis falcata sebesar 7,97 dan perolehan kadar air 6,45 , kadar air ekstrak telah memenuhi syarat yang diharapkan
secara umum yaitu tidak lebih dari 10 Depkes, 2010.
Gambar 4.1 Ekstrak Nephrolepis falcata sumber: foto pribadi
Uji Bobot Awal
Bobot Akhir Perolehan
Rendemen
736,55 g simplisia 58,75 g ekstrak
7,97
Kadar Air 36,1 g
33,77 g 6,45
Organoleptik Warna: hijau tua, Bau: khas, Bentuk: ekstrak kental
agar dapat menyatakan kestabilan sediaan krim pada hari ke-0 dan hari ke-21 secara kimia. Hasil absorbansi dapat dilihat pada Lampiran 5.
Dalam formula krim terdapat senyawa yang mempunyai aktivitas antioksidan yaitu vit E, namun dalam pengukuran ini krim vit E dijadikan
sebagai blanko sehingga dapat dilihat perbandingan persen inhibisi dalam sediaan krim dengan vit E saja. Selain itu digunakan juga vit C pro-analisis
sebagai blanko positif. Perolehan nilai persen inhibisi dapat dilihat pada Tabel 4.2
Tabel 4.2 Rata-rata Persen Inhibisi Krim Ekstrak Nephrolepis falcata
Krim Konsentrasi
Rata – rata persen inhibisi
Blanko Uji ke- 1
Uji ke- 22 Vit C
F1
200 ppm 63,88 +
0,008
87,26 + 0,052
69,59 + 0,002
97,9 + 0,002
F2 61,99 +
0,005 80,35 +
0,026 64,41 +
0,007 F3
58,95 + 0,004
74,02 + 0,020
69,39 + 0,022
Keterangan : blanko = basis krim tanpa ekstrak -nilai persen inhibisi diatas merupakan nilai rata-rata
dari tiga kali replikasi + SD
Hasil rata-rata perhitungan persen inhibisi dari blanko menunjukan adanya potensi antioksidan krim F1 sebesar 63,88, F2 sebesar 61,99, F3
sebesar 58,95, adanya potensi antioksidan dikarenakan adanya penambahan vit E pada basis krim, penambahan vit E dilakukan akibat adanya perubahan
warna yang terjadi selama proses penyimpanan, keadaan tersebut tidak baik dilihat dari nilai estetika. Dari data hasil pengamatan menunjukan sediaan
krim F1, F2, F3 memiliki persen inhibisi 87,26, 80,35, 74,02 secara berturut
– turut pada hari ke-0.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Ekstrak tumbuhan paku Nephrolepis falcata memiliki kandungan salah satunya senyawa flavonoid pada Tabel 2.2. Sifat antioksidan dari flavonoid
berasal dari kemampuan untuk mentransfer sebuah elektron ke senyawa radikal bebas. Flavonoid merupakan senyawa pereduksi yang menghambat
reaksi oksidasi. Flavonoid bertindak sebagai penampung radikal hidroksi dan superhidroksi, sehingga dapat melindungi lipid membran terhadap reaksi yang
merusak. Semakin banyak subtitusi gugus hidroksi pada flavonoid, maka aktivitas antiradikalnya semakin besar Yuhernita, 2011.
Ketiga sediaan krim mengalami penurunan setelah penyimpanan selama 21 hari, sediaan krim F1 mengalami penurunan persen inhibisi sebesar
17,67, F2 mengalami penurunan sebesar 15,94, F3 mengalami penurunan sebesar 4,63, namun pada penelitian ini tidak dilakukan pengujian lebih
lanjut untuk mengetahui penyebab penurunan persen inhibisi krim ekstrak Nephrolepis falcata.
Untuk mengetahui apakah penurunan persen inhibisi yang terjadi selama penyimpanan hari ke-0 sampai ke-21 bermakna atau tidak maka
dilakukan uji statistik menggunakan paired sample T -test . Pemilihan uji ini berdasarkan varian yang diuji homogen, data terdistribusi normal, dan jenis
data yang dihubungkan numerik dan kategori Hastono, 2007. Hasil pengukuran dengan uji paired sample T -test ini yaitu data terdistribusi
normal, homogen, dan H ≠ 0 ditolak. Hasil analisis statistik T –test terhadap penurunan persen inhibisi pada masing
– masing sediaan krim menunjukan krim F2 dan F1 memiliki penurunan yang persen inhibisi bermakna dengan P
0,05 sedangkan krim F3 menunjukan penurunan persen inhibisi yang tidak signifikan dengan nilai P 0,05. Hasil data uji statistik dapat dilihat pada
Lampiran 12.
Gambar 4.3 Grafik Persen Peredaman krim selama pennyimpanan Hal ini menunjukan bahwa sediaan krim F3 lebih stabil secara kimia
dibanding krim F1 dan F2 karena penurunan persen inhibisi sebelum dan setelah penyimpanan selama 21 hari tidak menunjukan adanya penurunan
yang bermakna.
4.3 Evaluasi Krim Ekstrak
Nephrolepis falcata
Pembuatan krim dilakukan menggunakan homogenizer dengan kecepatan 3000 rpm selama 15 menit dimana pemilihan kecepatan ini
didasarkan kecepatan pengadukan yang lazim digunakan dalam pembuatan sediaan krim. Bahan aktif yang digunakan dalam krim antioksidan ini adalah
ekstrak tanaman paku spesies Nephrolepis falcata Cav. C. Chr. dengan bahan tambahannya terdiri dari setil alkohol asam stearat, trietanolamin,
gliserin, metil paraben, propil paraben, aquadest Sharon, 2013, dimana bahan ini sering digunakan dalam formulasi krim. Pada pembuatan krim,
ekstrak Nephrolepis falcata ditambahkan setelah basis krim terbentuk dan suhu basis sudah mulai menurun, dengan tujuan agar senyawa aktif
antioksidan ekstrak tidak hilang atau rusak. Fase minyak yang dipilih dalam formulasi ini adalah asam stearat dan
setil alkohol karena memiliki karakteristik pembentuk basis dan emolien yang baik dalam pembuatan krim. Emulgator yang digunakan berupa asam stearat
dan trietanolamin karena aman penggunaannya untuk kulit sehingga sering digunakan sebagai emulsifier dasar sediaan krim. Metil paraben dan propil
0.00 20.00
40.00 60.00
80.00 100.00
F1 F2
F3
Persentase Inhibisi Krim
hari ke-1 hari ke-21
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
paraben berfungsi sebagai antimikroba. Gliserin digunakan sebagai humektan, dan vit E digunakan sebagai antioksidan untuk menunda atau mencegah
oksidasi lemak dalam krim Scalia, 2013, Wade Weller, 1994. Setelah terbentuk krim, dilakukan evaluasi fisik yang dilakukan
dengan parameter-parameter pengujian meliputi pengamatan organoleptis, pengukuran pH, homogenitas, uji daya sebar, pengukuran viskositas
konsistensi, dan uji sentrifugasi. Uji stabilitas fisik krim dilakukan penyimpanan pada suhu 40
C, suhu kamar, dan cycling test, pengamatan dilakukan pada hari ke 0 dan 21. Tahap selanjutnya dilakukan pengujian
stabilitas kimia dengan melihat perubahan nilai inhibisi antioksidan dengan metode DPPH, pengamatan dilakukan pada hari ke-1 dan hari ke-22.
4.4 Hasil Pengamatan
Pada uji stabilitas krim ekstrak Nephrolepis falcata dilakukan pengamatan organoleptis, homogenitas, pH, uji daya sebar, dan viskositas
pada penyimpanan suhu ruang 25 C, penyimpanan suhu 40
C, cycling test, dan uji mekanik.
4.4.1 Hasil Pengamatan Organoleptis
Tabel 4.3 Pengamatan Organoleptis Krim Ekstrak Nephrolepis falcata
Krim Hari Ke-
Pengamatan
Warna Bau
Homogenitas
F1 Putih
kekuningan Tidak
berbau Homogen
21 25 C
Putih kekuningan
Tidak terjadi
perubahan Homogen
21 40 C
Kekuningan Tidak terjadi
perubahan Homogen
F2 Putih
kekuningan Tidak
berbau Homogen
21 25 C
Putih kekuningan
Tidak terjadi
Homogen
perubahan 21 40
C Kekuningan Tidak
terjadi perubahan
Homogen
F3 Putih
kekuningan Tidak
berbau Homogen
21 25 C
Putih kekuningan
Tidak terjadi
perubahan Homogen
21 40 C
Putih kekuningan
Tidak terjadi
perubahan Homogen
Keterangan : = Terjadi perubahan Pemeriksaan organoleptis awal tidak menunjukan adanya perbedaan
warna pada sediaan krim F1, F2, dan F3, ketiganya memiliki warna putih kekuningan disebabkan dari ekstrak Nephrolepis falcata. Ketiga krim yang
dihasilkan tidak menimbulkan bau. memiliki tekstur yang lembut, mudah menyebar, membentuk konsistensi setengah padat, dan tidak terasa lengket.
Pada suhu penyimpanan yang berbeda suhu ruang 25 C dan 40
C, ketiga sediaan krim ekstrak Nephrolepis facata tidak menimbulkan bau
tengik, Perubahan bau atau ketengikan dapat disebabkan oleh oksigen dari udara yang mengoksidasi lemak atau minyak, selain itu cahaya merupakan
salah satu katalisator yang juga dapat menimbulkan reaksi oksidasi, sehingga dapat disimpulkan bahwa fase minyak yang terdapat didalam sediaan krim
tidak mengalami oksidasi Tiwari, 2014. Setelah penyimpanan 21 hari ketiga krim ekstrak Nephrolepis falcata
pada suhu kamar tidak menimbulkan perubahan warna, hal ini menunjukan kestabilan pada tiga sediaan krim. Perubahan warna terjadi pada sediaan krim
F1 dan F2 penyimpanan suhu 40 C yang menunjukan perubahan warna
menjadi kekuningan, hal ini dapat disimpulkan faktor suhu mempengaruhi kestabilan krim, karena disebabkan pada setiap kenaikan suhu sebesar 10
C dapat meningkatkan laju reaksi menjadi dua kali lipat Rufiati, 2011.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Pemeriksaan homogenitas pada ketiga krim bertujuan untuk mengamati adanya partikel-partikel kasar pada kaca objek. Hasil pengamatan
menunjukan ketiga sediaan krim homogen secara fisik baik sebelum dan setelah penyimpanan, hal ini menunjukan bahan-bahan yang digunakan dalam
pembuatan krim tercampur sempurna.
4.4.2 Hasil Pemeriksaan pH
Tabel 4.4 Hasil Pemeriksaan pH suhu 25 C, dan suhu 40
Keterangan : nilai pH diatas merupakan pH rata-rata dari tiga kali Pengulangan + simpangan deviasi
pH yang terukur dari ketiga formula krim F1 sebesar 7,50; F2 sebesar 7,43; F3 sebesar 7,19 pada hari ke-0. Ketiga krim menunjukan semakin tinggi
konsentrasi asam stearat dapat menurunkan nilai pH karena banyaknya gugus asam yang terkandung dalam asam stearat. Nilai pH masih berada dalam
kisaran pH krim ideal. Menurut SNI 16-4399-1996 dalam Astikah, 2015, pH krim yang ideal adalah sesuai dengan pH kulit, yaitu berkisar 4,5 - 8,0. Jika
pH krim tidak sesuai dengan pH kulit maka akan menyebabkan iritasi kulit. Hasil pengukuran pH pada penyimpanan 21 hari suhu ruang 25
C ketiga sediaan krim menunjukan nilai pH yang mengalami kenaikan, ini disebabkan
reaksi oksidasi senyawa fenol yang terdapat dalam krim ekstrak Nephrolepis falcata. Pada suhu 40
C ketiga sediaan krim mengalami penurunan pH, namun perubahan pH masih dalam rentang pH kulit Tranggono, 2007. Hal
ini menunjukan adanya pengaruh suhu terhadap pH krim.
Formula Hari ke-0
Hari ke-21 suhu 25
C Hari ke-21
suhu 40 C
F1
7,50 + 0,011 7,740 + 0,004
7,480 + 0,015
F2
7,43 + 0,015 7,719 + 0,032
7,420 + 0,005
F3
7,19 + 0,011 7,629 + 0,027
7,042 + 0,001
4.4.3 Hasil Pengamatan Daya Sebar
Uji daya sebar dilakukan untuk mengetahui kemampuan basis menyebar pada permukaan kulit ketika diaplikasikan. Kemampuan penyebaran basis yang
baik akan memberikan kemudahan saat sediaan krim diaplikasikan ke kulit.
Tabel 4.5 Hasil Pengamatan Daya Sebar Krim Ekstrak Nephrolepis falcata Selama 21 Hari
K e
t e
keterangan : nilai daya sebar diatas merupakan nilai rata-rata dari tiga kali pengulangan + simpangan deviasi SD
Hasil pengamatan menunjukan krim F1 memiliki nilai daya sebar lebih besar dibanding F2, dan F3. Hal ini menunjukan semakin besar konsentrasi
asam stearat, semakin kecil luas area penyebaran yang dihasilkan karena adanya peningkatan viskositas. Semakin luas area penyebaran yang dihasilkan
oleh suatu krim maka krim tersebut akan mempunyai kemampuan penyebaran yang lebih baik saat dioleskan. Pengujian daya sebar krim ekstrak Nephrolepis
falcata hari ke-0 dan hari ke-21 memperlihatkan hasil yang sama pada ketiga sediaan krim dilihat dari penurunan dan peningkatan luas yang tidak jauh
berbeda. Sehingga dapat dikatakan ketiga krim ekstrak Nephrolepis falcata memiliki daya sebar yang stabil.
Luas cm
2
Beban g
F1 F2
F3
Hari ke- Hari ke-
21 Hari ke-
Hari ke- 21
Hari ke- Hari ke-
21
65,5 4,6 +
0,264 4,5 +
0,132 4,5 +
0,250 4,45 +
0,180 4 +
0,300 3,85 +
0,134 85,5
5,3 + 0,150
5,2 + 0,200
5,2 + 0,284
5,2 + 0,200
4,6 + 0,224
4,5 + 0,200
105,5 5,65 +
0,300 5,55 +
0,288 5,55 +
0,225 5,3 +
0,200 5,5 +
0,284 5,35 +
0,214 125,5
6,2 + 0,300
6,05 + 0,229
6,1 + 0,152
6,1 + 0,278
5,8 + 0,186
5,7 + 0,134
145,5 6,5 +
0,132 6,55 +
0,229 6,4 +
0,132 6,35 +
0,264 6,15 +
0,254 6,0 +
0,180