Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ketersediaan Kedelai di Indonesia

(1)

SKRIPSI

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETERSEDIAAN KEDELAI DI INDONESIA

OLEH :

DELLA ANGGI RAMADHANI 100501007

DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI

DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN

Tanggal, Ketua Program Studi,

PERSETUJUAN PERCETAKAN Nama : Della Anggi Ramadhani

Nim : 100501007

Departemen : Ekonomi Pembangunan Konsentrasi : Perencanaan

Judul : Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ketersediaan Kedelai di Indonesia

Tanggal, Ketua Departemen,

Irsyad Lubis, SE, M.Soc, Sc, Ph.D NIP. 19710503 200312 1 003


(3)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI

DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN

Sebagai dosen pembimbing saya telah memberikan bimbingan dan perbaikan seperlunya atas skripsi:

Nama : Della Anggi Ramadhani Nim : 100501007

Departemen : Ekonomi Pembangunan Konsentrasi : Perencanaan

Judul : Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ketersediaan Kedelai di Indonesia

Setelah memperhatikan proposal, proses penulisan, substansi dan teknik penulisan saya memberikan nilai ……. untuk skripsi tersebut diatas.

Medan, Mei 2014 Dosen Pembimbing,

Drs. Rakhmat Sumanjaya Hsb, M.Si NIP. 19490808 198103 1 001


(4)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI

DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN

Sebagai dosen pembaca penilai saya telah memberikan koreksi dan perbaikan seperlunya atas skripsi:

Nama : Della Anggi Ramadhani Nim : 100501007

Departemen : Ekonomi Pembangunan Konsentrasi : Perencanaan

Judul : Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ketersediaan Kedelai di Indonesia

Setelah memperhatikan substansi dan teknik penulisan dan saya memberikan nilai ……. atas skripsi tersebut di atas.

Medan, Mei 2014

Dosen Penguji I, Dosen Penguji II,


(5)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI

DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN

Tanggal, Dosen Pembimbing,

PERSETUJUAN Nama : Della Anggi Ramadhani

Nim : 100501007

Departemen : Ekonomi Pembangunan Konsentrasi : Perencanaan

Judul : Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ketersediaan Kedelai di Indonesia

Tanggal, Dosen Penguji I,

Drs. Rakhmat Sumanjaya Hsb, M.Si NIP. 19490808 198103 1 001

Dr. Murni Daulay, SE, M.Si

Tanggal, Dosen Penguji II,

NIP. 19550830 198203 2 003

Inggrita Gusti Sari NST, SE, M.Si NIP. 19801110 200812 2 003


(6)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI

DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN PERSETUJUAN

Nama : Della Anggi Ramadhani Nim : 100501007

Departemen : Ekonomi Pembangunan Konsentrasi : Perencanaan

Judul : Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ketersediaan Kedelai di Indonesia

Ketua Departemen, Ketua Program Studi,

Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec Irsyad Lubis, SE, M.Soc, Sc, Ph.D NIP. 19730408 199802 1 001 NIP. 19710503 200312 1 003


(7)

LEMBAR PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul “Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ketersediaan Kedelai di Indonesia” adalah benar hasil karya tulis saya sendiri yang disusun sebagai tugas akademik guna menyelesaikan beban akademik pada Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

Bagian atau data tertentu yang saya peroleh dari perusahaan atau lembaga dan instansi, saya kutip dari hasil karya orang lain dan telah mendapat izin, dan atau dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah, dan etika penulisan ilmiah.

Apabila di kemudian hari ditemukan adanya kecurangan dan plagiat dalam skripsi ini, saya siap menerima sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Medan, Mei 2014 Penulis,

Della Anggi Ramadhani 100501007


(8)

ABSTRAK

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETERSEDIAAN KEDELAI DI INDONESIA

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi ketersediaan kedelai di Indonesia tahun 1993-2012. Data yang digunakan adalah data sekunder dengan jumlah sampel sebanyak 20 tahun pada instansi pemerintah yang berhubungan dengan data penelitian.

Pengujian hipotesis dilakukan dengan regresi linier berganda. Sebelum uji dilakukan terlebih dahulu dilakukan uji asumsi klasik dan uji kesesuaian (test of goodness of fit). Alat uji yang digunakan yaitu dengan Eviews 7.1.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa luas panen, harga kedelai domestik, konsumsi dalam negeri memiliki pengaruh positif terhadap ketersediaan kedelai di Indonesia.

Kata Kunci : Luas Panen, Harga Kedelai Domestik, Konsumsi Kedelai dalam Negeri, Ketersediaan Kedelai


(9)

ABSTRACT

ANALYSIS OF FACTORS AFFECTING THE AVAILABILITY OF SOYBEAN IN INDONESIA

This research aims to analyze factors that affect the availability of soybean in indonesia during 1993-2012. This research use the secondary data at government institution with 20 years sample size which related to research data.

Hypothesis test is performed by multiple linear regression. Before testing hypothesis, classical assumption test and test of goodness of fit must be done formerly. Testing tools using Eviews 7.1.

The results show that harvested area, domestic soybean price, domestic consumption have positive influence to the availability of soybean in Indonesia. Key Words : Harvested area, Domestic Soybean Price, Domestic Consumption,


(10)

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdullilah kehadirat Allah SWT, berkat rahmat dan hidayah serta limpahan karuniaNya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi dari Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

Penulis mengucapkan terima kasih banyak kepada pihak-pihak yang telah memberikan dorongan baik moril maupun materil sehingga skripsi ini bisa diselesaikan, terutama kepada :

1. Kedua orang tua penulis, Bapak Eddi Soeriono dan Ibu Zubaidah Siregar, Kakak penulis Dian Damayanti A.Md, Dwiyana Syahputri S.Pd, Abang penulis Deny Teguh Syahputra yang senantiasa mendukung, mendoakan, memberikan semangat dan perhatiannya dalam mengikuti pendidikan sampai selesai skripsi ini

2. Bapak Prof. Dr. Azhar Maksum, M.Ec.Ac, Ak selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec, selaku Ketua Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara dan Bapak Drs. Syahrir Hakim Nasution, M.Si selaku Sekretaris Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Irsyad Lubis, SE, M.Soc, Sc, Ph.D, selaku Ketua Program Studi S1 Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi, Universitas Sumatera Utara. Bapak Paidi Hidayat, SE, M.Si, selaku Sekretaris Program Studi S1 Ekonomi


(11)

Pembangunan Fakultas Ekonomi, Universitas Sumatera Utara dan juga sebagai dosen pembimbing.

5. Bapak Drs. Rakhmat Sumanjaya Hsb, M.Si selaku pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam memberikan bimbingan penulisan skripsi ini.

6. Ibu Dr. Murni Daulay, SE, M.Si dan Ibu Ingrita Gusti Sari NST, SE, M.Si selaku dosen penguji yang telah meluangkan waktu untuk memberikan saran dan kritikan dalam penyempurnaan skripsi ini.

7. Seluruh Staff Akademik di Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara, khususnya Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

8. Rekan-rekan mahasiswa stambuk 2010 S1 Ekonomi Pembangunan khususnya Roland Bijaksono, Togi Tobing, Julien yang selalu mendampingi penulis.

Dengan segala kerendahan hati, penulis menyadari masih terdapat kekurangan-kekurangan dalam penyusunan skripsi ini, semoga skripsi ini memberikan manfaat bagi penulis maupun para pembaca.. Amin ya rabbal alamin.

Medan, Mei 2014


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 5

1.2 Perumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.4 Manfaat Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1 Teori Perdagangan Internasional ... 7

2.1.1 Teori Klasik ... 7

2.1.2 Teori Modern ... 15

2.2 Teori Permintaan ... 24

2.2.1 Teori Permintaan Menurut Para Ahli ... 24

2.2.2 Beberapa Penentu Permintaan... 25

2.3 Teori Konsumsi ... 26

2.4 Fungsi Impor ... 27

2.5 Faktor Harga ... 29

2.6 Ketersediaan Kedelai ... 30

2.7 Penelitian Terdahulu ... 31

2.8 Kerangka Konseptual ... 35

2.9 Hipotesis Penelitian ... 36

BAB III METODE PENELITIAN ... 37

3.1 Jenis Penelitian ... 37

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ... 37

3.3 Batasan Operasional ... 37

3.4 Defenisi Operasional ... 38

3.5 Jenis dan Sumber Data ... 38

3.6 Metode Pengumpulan Data ... 39

3.7 Teknik Analisis Data ... 39

3.8 Uji Penyimpangan Asumsi Klasik ... 40

3.8.1 Uji Multikolinearitas ... 40


(13)

3.9.1 Koefisien Determinasi (R2) ... 44

3.9.2 Uji Serempak (Uji F-statistik) ... 44

3.9.3 Uji Parsial (Uji t-statistik) ... 44

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 45

4.1 Ketersediaan Kedelai di Indonesia ... 45

4.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ketersediaan Kedelai ... 49

4.3 Uji Kesesuaian (Test of Goodness of Fit) ... 50

4.3.1 Koefisien Determinasi (R2) ... 50

4.3.2 Uji Serempak (Uji F-Statistik) ... 51

4.3.3 Uji Parsial (Uji t-statistik) ... 51

4.4 Uji Penyimpangan Asumsi Klasik ... 53

4.4.1 Uji Multikolinearitas ... 53

4.4.2 Uji Heteroskedastisitas ... 54

4.4.3 Uji Autokorelasi ... 54

4.5 Ketergantungan Indonesia Terhadap Impor ... 55

4.6 Kebijakan Impor yang Dilakukan Pemerintah ... 59

4.7 Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kedelai ... 67

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 70

5.1 Kesimpulan ... 70

5.2 Saran ... 70

DAFTAR PUSTAKA ... 72

LAMPIRAN ... 76


(14)

DAFTAR GAMBAR

No. Gambar Judul Halaman


(15)

DAFTAR TABEL

No.Tabel Judul Halaman

2.1 Penggunaan Tenaga Kerja untuk Menghasilkan per unit output ... 12

2.2 Penggunaan Tenaga Kerja untuk Menghasilkan satuan unit output ... 13

2.3 Produksi 10 Orang dalam 1 Minggu... 15

2.4 Data Hipotesis Comparative Cost………... 18

3.1 Range Statistic Durbin Watson ... 42

4.1 Hasil Uji Multikolinearitas Ketersediaan Kedelai ... 53


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Lampiran JUDUL Halaman

1. Luas Panen, Harga Kedelai Domestik, Konsumsi Kedelai Domestik, Konsumsi Kedelai dalam Negeri dan

Ketersediaan Kedelai di Indonesia Tahun 1993-2012 ... 76

2. Hasil Regresi OLS Ketersediaan Kedelai di Indonesia ... 77

3. Hasil Uji Multikolinearitas untuk Variabel Luas Panen Kedelai ... 77

4. Hasil Uji Multikolinearitas untuk Variabel Harga Kedelai ... 78

5. Hasil Uji Multikolinearitas untuk Variabel Konsumsi Kedelai ... 78

6. Hasil Uji Heteroskedastisitas Ketersediaan Kedelai ... 79

7. Hasil Estimasi Regresi Uji Park ... 79

8. Hasil Estimasi Regresi Uji White ... 80

9. Hasil Uji Autokorelasi Ketersediaan Kedelai ... 80


(17)

ABSTRAK

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETERSEDIAAN KEDELAI DI INDONESIA

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi ketersediaan kedelai di Indonesia tahun 1993-2012. Data yang digunakan adalah data sekunder dengan jumlah sampel sebanyak 20 tahun pada instansi pemerintah yang berhubungan dengan data penelitian.

Pengujian hipotesis dilakukan dengan regresi linier berganda. Sebelum uji dilakukan terlebih dahulu dilakukan uji asumsi klasik dan uji kesesuaian (test of goodness of fit). Alat uji yang digunakan yaitu dengan Eviews 7.1.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa luas panen, harga kedelai domestik, konsumsi dalam negeri memiliki pengaruh positif terhadap ketersediaan kedelai di Indonesia.

Kata Kunci : Luas Panen, Harga Kedelai Domestik, Konsumsi Kedelai dalam Negeri, Ketersediaan Kedelai


(18)

ABSTRACT

ANALYSIS OF FACTORS AFFECTING THE AVAILABILITY OF SOYBEAN IN INDONESIA

This research aims to analyze factors that affect the availability of soybean in indonesia during 1993-2012. This research use the secondary data at government institution with 20 years sample size which related to research data.

Hypothesis test is performed by multiple linear regression. Before testing hypothesis, classical assumption test and test of goodness of fit must be done formerly. Testing tools using Eviews 7.1.

The results show that harvested area, domestic soybean price, domestic consumption have positive influence to the availability of soybean in Indonesia. Key Words : Harvested area, Domestic Soybean Price, Domestic Consumption,


(19)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara agraris. Selain itu, Indonesia juga menyimpan kekayaan di bidang pertanian yang tersimpan dalam kearifan lokal hasil pertanian dan budaya masyarakatnya. Salah satu produk unggulan pertanian Indonesia adalah tanaman pangan.

Ketahanan pangan dalam suatu negara dikatakan baik apabila semua penduduk dalam suatu negara dapat terpenuhi kebutuhannya. Setiap individu di dalam masyarakat, mendapatkan pangan merupakan hak setiap manusia yang berlaku secara hakiki. Ketahanan pangan dibuat pemerintah untuk dijadikan salah satu indikator penting bagi keberhasilan pembangunan nasional suatu negara, disamping indikator pertumbuhan ekonomi dan distribusi pendapatan penduduk.

Menurut UU No.7 Tahun 1996, tanaman pangan merupakan salah satu komoditas terpenting, karena pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok masyarakat yang pemenuhannya menjadi hak masyarakat Indonesia, dan salah satu komoditas tanaman pangan yang paling penting dikonsumsi adalah kedelai.

Kedelai merupakan komoditas startegis yang unik di dalam sistem usaha tani Indonesia. Kedelai termasuk dalam tiga besar komoditas pangan utama di Indonesia selain padi dan jagung. Peran kedelai sangat penting terhadap perkembangan penduduk Indonesia. (Supadi, 2009).

Kedelai sebagai makanan rakyat karena selain merupakan sumber protein nabati paling menyehatkan, kedelai juga dikenal murah dan sangat terjangkau dari


(20)

segi harga dan kualitas oleh sebagian besar rakyat Indonesia. Masyarakat di Indonesia mengolah kedelai menjadi berbagai macam produk pangan seperti tahu, tempe, kecap, susu dan lain-lain, juga permintaan terus meningkat setiap tahunnya sejalan dengan bertambahnya penduduk.

Kandungan gizi yang terdapat di dalam kedelai tinggi, terutama kadar proteinnya yang mencapai 34 persen. Selain itu juga harga kedelai relatif lebih murah, hal ini mengakibatkan kedelai diminati sebagai salah satu sumber protein nabati bagi masyarakat Indonesia.

Disamping itu kedelai tidak hanya digunakan sebagai sumber protein nabati, tetapi juga sebagai pangan fungsional yang dapat mencegah timbulnya penyakit seperti jantung dan hipertensi. Zat isoflavon yang ada pada kedelai memiliki fungsi sebagai antioksidan. Kedelai juga digunakan masyarakat sebagai bahan baku utama sumber energi alternatif (Hossain et all. 2010).

Kedelai di Indonesia lebih banyak digunakan sebagai bahan baku industri olahan dan sisanya digunakan untuk pakan ternak dan benih. Kedelai dapat diolah menjadi tempe, tahu, kecap, tauco dan susu kedelai. Produk-produk olahan kedelai merupakan salah satu menu penting dalam pola konsumsi masyarakat Indonesia, terutama masyarakat di Pulau Jawa. Olahan seperti tahu, tempe, dan kecap, sangat mendominasi kedelai untuk bahan pangan di Indonesia, sedangkan sisanya digunakan untuk pengolahan susu kedelai, tauco, tepung, dan olahan bahan baku lainnya. Hal ini menjadikan kedelai sebagai salah satu komoditas penting dan merupakan peluang pasar yang sangat besar bagi pengembangan


(21)

Menurut laporan FAO, selama 30 tahun terakhir telah terjadi kemajuan luar biasa dalam hal kemampuan dunia menyediakan pangan bagi seluruh masyarakat, tetapi secara absolut tingkat kekurangan pangan tetap semakin tinggi. Masalah pangan tidak lagi soal ketersediaan pangan semata tetapi menjadi lebih kompleks karena berkaitan erat dengan liberalisasi perdagangan. Pilihan kebijakan perdagangan domestik suatu negara pun akhirnya juga dipengaruhi oleh pasar internasional (Kusumajati et al. 2004).

Kebutuhan terhadap kedelai di Indonesia setiap tahunnya terus mengalami peningkatan. Tercatat bahwa kebutuhan kedelai tahun 2012 sebesar 2,2 juta ton dibandingkan dengan tahun 2011 yang hanya sebesar 2,16 juta ton. Dari hasil kebutuhan tersebut rata-rata yang mampu dipenuhi oleh produksi dalam negeri sekitar 25-30% dimana sisanya diperoleh negara melalui impor. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), tahun 2011 produksi kedelai lokal hanya sebesar 851.286 ton atau 29% dari total kebutuhan, sehingga Indonesia harus melakukan impor kedelai sebanyak 2.087.986 ton untuk memenuhi 71% kebutuhan kedelai dalam negeri (Nanang, 2012).

Seiring dengan meningkatnya kebutuhan akan hasil pertanian di dalam negeri dan keterbatasan produksi dalam negeri, pemerintah memenuhi dengan cara impor komoditi hasil pertanian. Dari data komoditi pertanian, tanaman pangan kedelai menduduki peringkat kedua sedikit di bawah gandum, dan kedelai seharusnya dapat diproduksi di dalam negeri. Harga kedelai impor sangat fluktuatif juga cenderung meningkat dan dipengaruhi oleh harga internasional.


(22)

FAO dan World Bank telah memberitahukan bahwa kondisi iklim yang tidak pasti dapat menyebabkan instabilitas dalam produksi pangan dan berpotensi menimbulkan kenaikan kualitas pangan ke depan. Kondisi ketersediaan kedelai dapat dilihat di pasar internasional. Apabila Indonesia tergantung oleh kedelai impor maka hal tersebut tidak menguntungkan bagi Indonesia. Ketersediaan kedelai di pasar internasional yang fluktuatif akan mempengaruhi harga kedelai di pasar domestik dan juga akan berdampak pada ketersediaan kedelai di Indonesia (Rachman, 2005).

Departemen Pertanian memasukkan kedelai dalam kebijakan pengadaan pangan melalui peningkatan produksi. Pengadaan dan pengembangan kedelai sangat penting dan startegis, sebab produksi nasional belum mencukupi kebutuhan nasional. Hal ini disebabkan permintaan kedelai yang begitu cepat, sementara produksi kedelai berkembang lambat dikarenakan produktivitas kedelai lokal yang masih rendah.

Program yang dibuat pemerintah mengenai pelaksanaan strategis Kementrian Pertanian tahun 2010-2014 dalam kenyataannya belum mencapai titik sasaran yang diinginkan. Impor kedelai yang sangat tinggi justru semakin membuat ketidakstabilan dalam memenuhi kebutuhan dalam negeri. Seharusnya baik pemerintah maupun petani mengetahui potensi daerah masing-masing di dalam produksi pangan kedelai. Para petani juga harus didukung dalam memperoleh pengetahuan dan kemampuan untuk membantu pemerintah dalam mewujudkan swasembada pangan. Hasil yang dapat dicapai adalah dalam hal


(23)

swasembada pangan terwujud, lepas dari kebijakan impor, dan yang paling penting jadi kebanggaan adalah suatu saat negara kita adalah negara pengekspor yang ternama bagi negara-negara lainnya.

Dengan demikian penulis tertarik untuk meneliti pada Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Dinas Pertanian, Badan Ketahanan Pangan, dan Badan Pusat Statistik (BPS) Sumatera Utara, dimana instansi pemerintah ini juga menyediakan sumber data-data yang sudah diolah sebelumnya.

1.2 Perumusan Masalah

Dari uraian sebelumnya dapat dirumuskan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut :

1. Bagaimana perkembangan ketersediaan kedelai di Indonesia?

2. Apakah faktor-faktor yang mempengaruhi ketersediaan kedelai di Indonesia?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini :

1. Untuk mengetahui perkembangan ketersediaan kedelai di Indonesia.

2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi ketersediaan kedelai di Indonesia.


(24)

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini diantaranya adalah: 1. Bagi penulis diharapkan dapat memberikan informasi mengenai ketersediaan kedelai di Indonesia dan sebagai syarat menyelesaikan studi. Penelitian ini juga diharapkan mampu memberikan bahan pembelajaran yang bermanfaat baik dalam pengambilan keputusan bagi para pelaku ekonomi pasar khususnya petani, produsen, konsumen, importir.

2. Diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi pemerintah dalam hal ini Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Departemen Pertanian dan Badan Ketahanan Pangan sebagai penentu kebijakan pangan, khususnya kedelai. 3. Bagi pihak lain, penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber referensi


(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Teori Perdagangan Internasional

Perdagangan Internasional dapat diartikan sebagai transaksi perdagangan antara subyek ekonomi negara yang satu dengan negara yang lain, baik mengenai barang ataupun jasa. Perdagangan atau pertukaran dalam hal ini barang dan jasa dapat diartikan sebagai proses tukar-menukar yang didasarkan atas kehendak dari masing-masing pihak. Dalam hal ini masing-masing pihak harus memiliki kebebasan untuk menentukan untung rugi dari proses pertukaran barang maupun jasa tersebut. Dilihat dari sisi kepentingan masing-masing pihak dan kemudian menentukan apakah salah satu dari pihak yang melakukan transaksi bersedia atau tidak dalam melakukan pertukaran. Namun pada dasarnya ada dua teori yang menerangkan tentang munculnya teori perdagangan internasional (Boediono, 2000).

2.1.1 Teori Klasik 2.1.1.1 Merkantilis

Aliran merkantilis lahir di kawasan Eropa Timur dan salah satu tokoh yang paling berpengaruh adalah Thomas Munn (1571-1641). Teori ini berpendapat bahwa untuk mencapai kesejahteraan diperoleh melalui proses akumulasi pengumpulan logam mulia atau emas. Untuk memperoleh emas yang lebih banyak dari pada emas yang dikeluarkan maka dalam perdagangan internasional harus surplus. Doktrin merkantilisme berpendapat bahwa, proses keuntungan perdagangan internasional hanya dapat diperoleh dari surplus neraca


(26)

perdagangan (ekspor lebih besar dari pada impor atau X > M). Hal ini dapat dilakukan dengan memacu kegiatan ekspor sebagai tujuan utama untuk mencapai kesejahteraan masyarakat. Upaya yang perlu dilakukan melalui peningkatan produksi domestik yaitu dengan menggali sepenuhnya sumber daya yang tersedia.

Kebijakan ekonomi yang dilakukan oleh pemerintah suatu negara sebagai intervensi dalam perkembangannya sangat diperlukan, yaitu bagaimana agar volume ekspor lebih besar dari pada volume impor. Apakah dengan memberikan berbagai subsidi dan fasilitas pada produksi untuk memacu sektor ekspor di satu sisi dan menekan impor disisi lain. Oleh karena itu, merkantilisme menghendaki proteksi setinggi-tingginya pada barang impor untuk melindungi produksi dalam negeri. Pembatasan impor bermanfaat bagi upaya pengembangan sekaligus perluasan kesempatan kerja melalui peningkatan output domestic sebagai sasaran utama dari peningkatan ekspor.

Merkantilisme berpendapat bahwa surplus neraca perdagangan sekaligus terjadinya penumpukan logam mulia, negara menjadi kaya, ketahanan nasional sangat kuat, dan pada akhirnya pencapaian tujuan tingkat kesejahteraan masyarakat semakin meningkat. Kekayaan suatu negara berdasarkan penumpukan logam mulia (emas) sebanyak-banyaknya juga mempunyai tujuan untuk memperluas kekuasaan dan kekuatan negara. Semakin banyak emas yang dikumpulkan, berarti negara semakin kuat dan semakin berkuasa. Negara yang kuat akan sulit bagi negara lain untuk menyerang negara tersebut dan tidak mungkin untuk dijajah, akhirnya negara yang kuat menjadi negara penjajah.


(27)

Pandangan merkantilis adalah pemerintah harus menggunakan seluruh kekuatannya untuk mendorong ekspor dan mengurangi atau membatasi impor, hal ini pada akhirnya mengandung makna mengorbankan negara lain. Merkantilisme menyebarluaskan nasionalisme ekonominya dan percaya pada suatu saat akan timbul konflik kepentingan nasional sehingga dengan mudah dapat dikuasai oleh negara. Sikap yang ditanamkan oleh merkantilis ini sebagai upaya melakukan penjajahan kepada negara lain dan telah terbukti bagaimana Uni Soviet dengan beberapa negara jajahannya.

Kaum merkantilis mengukur bahwa kekayaan suatu negara yaitu melalui cadangan logam mulia (emas atau perak) yang dimiliki. Akan tetapi tidak demikian perkembangannya sekarang ini, dimana ukuran kekayaan suatu negara terletak pada cadangan sumber daya manusia, hasil-hasil produksi, dan kekayaan alam yang tersedia. Semakin besar sumber kekayaan, maka akan semakin besar pula arus barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan manusia, sehingga semakin tinggi pula standar hidup manusia atau masyarakat itu sendiri. Demikian pula penjajahan sudah hampir hilang dan setiap negara hanya berpikir bagaimana melakukan pembangunan ekonomi khususnya agar taraf hidup masyarakat terus lebih baik dan meningkat.

Dalam perkembangannya, pendapat merkantilis ini membawa dampak negatif yaitu berupa tekanan inflasi bagi perkembangan perkonomian domestik. Dengan semakin menumpuknya cadangan logam mulia (emas), berarti sekaligus peningkatan jumlah uang yang beredar sehingga secara perlahan dan pasti membawa konsekuensi berupa tekanan laju inflasi domestik yang diakibatkan


(28)

oleh kenaikan tingkat harga di dalam negeri yang pada gilirannya produk domestik tujuan ekspor menjadi tidak kompetitif di pasar dunia (David Hume dalam The Price Specie Flow Mechanism). Doktrin merkantilis ini tidak dapat bertahan lama dan bahkan masyarakat dalam negeri sendiri pada era merkantilis mengalami tekanan yang ditandai dengan kecenderungan kenaikan harga barang yang berlangsung secara terus menerus. Namun demikian perlu pula dipahami apa sebenarnya yang menjadi tujuan utama doktrin merkantilis, yaitu dalam rangka melakukan penjajahan. Negara yang kaya dan kuat tidak mungkin dapat diganggu oleh negara lain untuk dijajah, akan tetapi lebih jauh justru negara tersebut bermaksud untuk menjajah (Sumanjaya, Nasution, dan Hamzah, 2012: 12).

2.1.1.2 Adam Smith

Adam Smith berpendapat bahwa sumber tunggal pendapatan yaitu melalui produksi dari hasil tenaga kerja serta sumber daya ekonomi. Dalam hal ini Adam Smith setuju dengan doktrin merkantilis yang menyatakan bahwa kekayaan suatu negara dicapai dari surplus ekspor. Kekayaan suatu negara akan bertambah dengan meningkatnya skill, serta efisiensi tenaga kerja yang digunakan sesuai dengan presentase penduduk yang melakukan pekerjaan. Menurut Smith suatu negara akan mengekspor barang tertentu karena negara tersebut bisa menghasilkan barang dengan biaya yang lebih murah dibandingkan dengan negara lain, karena memiliki keunggulan mutlak dalam produksi barang tersebut. Menurut Adam Smith, keunggulan mutlak merupakan kemampuan suatu negara untuk menghasilkan suatu barang dan jasa per unit dengan menggunakan sumber


(29)

daya yang lebih sedikit dibandingkan dengan kemampuan negara-negara yang lain.

Teori Absolute Advantage lebih mendasarkan pada besaran/variabel rill bukan moneter sehingga sering dikenal dengan nama teori murni (pure theory) perdagangan internasional. Teori murni dalam hal ini merupakan teori memusatkan perhatiannya pada variabel rill misalnya seperti nilai suatu barang diukur dengan banyaknya tenaga kerja yang digunakan untuk menghasilkan barang, makin banyak tenaga kerja yang digunakan akan semakin tinggi nilai barang tersebut (Labor Theory of Value).

Teori Absolute Advantage oleh Adam Smith yang sederhana menggunakan teori nilai tenaga kerja. Teori nilai kerja ini bersifat sangat sederhana sebab menggunakan asumsi bahwa tenaga kerja itu sifatnya homogen

serta merupakan satu-satunya faktor produksi. Dalam kenyataannya tenaga kerja itu tidak homogen, faktor produksi tidak hanya satu dan mobilitas tenaga kerja tidak terbatas. Adam Smith memaparkan bagaimana perdagangan dapat menguntungkan kedua belah pihak, dalam pengertian menciptakan output tertentu dengan menggunakan tenaga kerja lebih sedikit dibanding output yang sama dihasilkan oleh negara lain, atau dapat pula dinyatakan per satuan waktu jika barang yang sama dihasilkan oleh tenaga kerja yang berasal dari negara yang berbeda.

Kemudian spesialisasi produk sebagai konsentrasi yang mempunyai keunggulan terhadap kedua negara yang melakukan perdagangan dan saling memberi keuntungan. Pada akhirnya volume perdagangan maupun konsumsi


(30)

kedua negara tersebut akan meningkat, demikian juga terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat kedua negara yang berdagang. Adam Smith menyajikan

absolute advantage (keunggulan mutlak) dengan menggunakan ilustrasi secara sederhana sebagai berikut:

Tabel 2.1 Penggunaan tenaga kerja (orang) untuk menghasilkan per unit output dalam satuan waktu

Barang Jepang Indonesia

X 8 10

Y 4 2

Untuk menciptakan barang X per unit, terungkap bahwa Jepang menggunakan tenaga kerja sebanyak 8 orang, lebih sedikit dibandingkan Indonesia sebanyak 10 orang tenaga kerja. Dengan demikian, Jepang mempunyai keunggulan mutlak dalam menggunakan tenaga kerja yang lebih sedikit dibandingkan dengan Indonesia terhadap barang X. Sebaliknya untuk barang Y, Indonesia lebih unggul secara mutlak dari Jepang. Perdagangan internasional antara Indonesia dan Jepang akan berlangsung dan memberikan keuntungan bagi kedua negara. Hal ini menunjukkan bahwa Jepang konsentrasi atau spesialisasi menciptakan barang X dan tentunya Indonesia terhadap barang Y. Jepang lebih murah memproduksi barang X sekaligus mengekspornya ke Indonesia. Sebaliknya, Indonesia lebih murah memproduksi barang Y dan sekaligus mengekspornya ke Jepang. Hal ini sekaligus memberikan makna bahwa Jepang mengekspor barang X dan mengimpor barang Y dari Indonesia, begitu pun Indonesia sendiri akan mengimpor barang X dari Jepang.


(31)

Teori absolute advantage yang diajukan oleh Adam Smith ini, bahwa tenaga kerja sebagai input produksi sekaligus mengukur nilai suatu barang. Sedangkan upah tenaga kerja pada masing-masing negara tidak diperhitungkan (diabaikan). Belum tentu labor cost di Jepang lebih murah atau sebaliknya juga bagi Indonesia. Keterangan ini perlu di lihat mengingat penentuan tingkat harga produk sangat dipengaruhi oleh proporsi penggunaan input. Disinilah letak salah satu kelemahan absolute advantage yang diajukan oleh Adam Smith.

Absolute Advantage Theory oleh Adam Smith kemudian dikritik oleh David Ricardo dimana merupakan sesama aliran klasik. Kritik yang dikatakan oleh David Ricardo terhadap absolute advantage sangat sederhana sekali. Bagaimana seandainya negara tersebut tidak memiliki keunggulan mutlak sama sekali terhadap kedua barang yang diciptakan? Hal ini berarti negara tersebut tidak dapat melakukan perdagangan internasional dengan negara lain. menurut David Ricardo, perdagangan internasional dapat saja terjadi meskipun negara itu tidak memiliki keunggulan mutlak, tetapi memiliki keunggulan komparatif dari negara lain. Ilustrasi comparative advantage diungkapkan sebagai berikut:

Tabel 2.2 Penggunaan tenaga kerja (orang) untuk menghasilkan satuan unit output per satuan waktu

Barang Jepang Indonesia

X 2 10

Y 1 2

Jepang memiliki keunggulan mutlak pada produksi barang X dan barang Y, karena untuk kedua komoditas tersebut Jepang lebih sedikit menggunakan


(32)

tenaga kerja, akan tetapi keunggulan mutlak Jepang lebih besar pada barang X dari pada barang Y. Terlihat bahwa 2/10 (20 persen) lebih kecil dari ½ (50 persen) atau kebutuhan tenaga kerja untuk memproduksi barang X di Jepang lebih murah dibandingkan produksi barang Y. Hal ini berarti Jepang memiliki keunggulan komparatif terhadap barang X daripada memproduksi barang Y. Sebenarnya Jepang memiliki keunggulan mutlak atas Indonesia untuk memproduksi barang X dan barang Y. Untuk memproduksi barang X, Indonesia memerlukan 10/2 dan untuk barang Y dengan perbandingan 2/1. Menurut David Ricardo, perdagangan dapat terjadi antara Jepang dan Indonesia karena Indonesia memiliki keunggulan komparatif pada produksi barang Y disebabkan 2/1 atau 2 lebih kecil dari 10/2 atau 5. Konsep comparative advantage David Ricardo dibangun dengan sejumlah asumsi:

1. Dua negara masing-masing memproduksi dua jenis komoditi dengan hanya menggunakan satu faktor produksi tenaga kerja.

2. Kedua komoditi bersifat identik (homogen).

3. Kedua komoditi dapat dipindahkan antar negara dengan biaya transportasi nol.

4. Tenaga kerja merupakan faktor produksi yang bersifat homogen dalam suatu negara, namun heterogen tidak identik antar negara.

5. Tenaga kerja dapat bergerak antar industri dalam suatu negara namun tidak antar negara.


(33)

2.1.2 Teori Modern

2.1.2.1Jhon Stuart Mill dan David Ricardo

Teori yang dikemukakan J.S.Mill menyatakan bahwa suatu negara akan menghasilkan dan kemudian mengekspor barang yang memiliki comparative advantage terbesar dan mengimpor barang yang dimiliki comparative disadvantage (suatu barang yang dapat dihasilkan dengan biaya yang lebih murah, dan jika mengimpor barang yang dihasilkan sendiri, maka akan memakan biaya yang lebih besar).

Teori ini menyatakan bahwa nilai suatu barang ditentukan oleh banyaknya tenaga kerja yang dikerahkan untuk memproduksi barang tersebut. Sebagai contoh:

Tabel 2.3 Produksi 10 orang dalam 1 minggu

Produksi Amerika Prancis

Gandum 6 karung 2 karung

Pakaian 10 Yard 6 Yard

Sumber: Salvatore (2006).

Menurut teori modern perdagangan antara negara Amerika dengan negara Prancis tidak akan timbul, karena absolute advantage dalam memproduksi gandum dan pakaian sudah tersedia pada negara Amerika. Tetapi yang penting disini bukan absolute advantage akan tetapi comparative advantagenya. Besarnya

comparative advantage untuk negara Amerika dalam memproduksi 6 karung gandum dibandingkan 2 karung gandum dari negara Prancis yaitu 3 : 1, dan produksi 10 yard pakaian dibandingkan dengan 6 yard yang dimiliki negara


(34)

Prancis atau sekitar 5/3 : 1. Dalam hal ini negara Amerika memiliki comparative advantage dalam memproduksi gandum yaitu sebesar 3 : 1 dimana lebih besar dari 5/3 : 1.

Negara Prancis memproduksi gandum sebanyak 2 karung dibandingkan negara Amerika yang memproduksi 6 karung gandum atau 1/3 : 1. Oleh karena itu perdagangan akan timbul antara negara Amerika dengan negara Prancis, dengan spesialisasi gandum untuk negara Amerika dan menukarkan sebagian gandumnya dengan produksi pakaian dari negara Prancis. Dasar nilai pertukaran (term of trade) ditentukan dengan batas-batas nilai tukar oleh masing-masing barang di dalam negeri. Kelebihan untuk teori comparative advantage yaitu teori ini dapat menerangkan berapa besar keuntungan karena adanya pertukaran, di mana kedua hal ini tidak dapat diterangkan oleh teori absolute advantage.

David Ricardo (1772-1823) merupakan seorang tokoh aliran klasik yang menyatakan bahwa nilai pertukaran ada jika barang tersebut memiliki nilai kegunaan. Dengan demikian suatu barang dapat ditukarkan jika barang tersebut memiliki nilai guna yang dibutuhkan oleh orang lain. Selanjutnya David Ricardo juga membuat perbedaan antara barang yang dapat dibuat atau barang yang dapat diperbanyak sesuai dengan keinginan orang lain. Dilain pihak, ada barang yang sifatnya terbatas ataupun bersifat monopoli, dalam hal ini untuk jenis barang yang sifatnya terbatas tersebut maka nilainya sangat subyektif dan relatif sesuai dengan kerelaan membayar dari calon pembeli. Sedangkan untuk barang yang ditambah jumlah produksinya sesuai dengan keinginan, maka nilai pertukarannya


(35)

berdasarkan atas pengorbanan yang diperlukan. David Ricardo mengemukakan bahwa berbagai kesulitan yang timbul dari ajaran nilai kerja adalah:

1. Perlu diperhatikan adanya kualitas kerja, yaitu ada kualitas kerja terdidik dan tidak terdidik, kualitas kerja dan lain sebagainya. Aliran klasik dalam hal ini tidak memperhitungkan jam kerja yang dipergunakan untuk pembuatan barang, tetapi jumlah jam kerja yang biasa dan semestinya diperlukan untuk memproduksi barang. Dari kesimpulan ini maka kemudian mengganti ajaran nilai kerja dengan “teori biaya produksi”. 2. Kesulitan yang terdapat di dalam nilai kerja yakni bahwa selain kerja

masih banyak lagi jasa produktif yang ikut membantu dalam pembuatan suatu barang dan itu harus dihindarkan. Selanjutnya David Ricardo menyatakan bahwa perbandingan antara kerja dan modal yang dipergunakan dalam produksi dikarenakan tetap besarnya dan hanya sedikit sekali perubahan.

Teori perdagangan internasional ditengahkan oleh David Ricardo yang memulai dengan anggapan bahwa lalu lintas pertukaran internasional hanya berlaku antara dua negara, dimana antara dua negara tersebut tidak ada pabean dan di antara kedua negara tersebut hanya beredar uang dalam bentuk emas. David Ricardo memanfaatkan hukum pemasaran yang secara bersama-sama dengan teori kuantitas uang untuk mengembangkan teori perdagangan internasional. Walaupun suatu negara memiliki keunggulan absolute, apabila dilakukan perdagangan tetap akan menguntungkan bagi kedua negara yang melakukan perdagangan.


(36)

Teori perdagangan telah merubah dunia menuju globalisasi dengan lebih cepat. Dahulu negara yang memiliki keunggulan absolute belum berani dalam melakukan perdagangan, berkat “law of comparative costs” dari Ricardo, negara Prancis mulai membuka kembali sistem perdagangan bebas antara beberapa negara lain. Teori comparative advantage telah berkembang menjadi dynamic comparative advantage yang menyatakan bahwa keunggulan komparatif dapat dengan mudah diciptakan, oleh karena itu penguasaan teknologi dan kerja keras menjadi salah satu faktor keberhasilan suatu negara. Bagi negara yang menguasai teknologi maka akan semakin diuntungkan dengan adanya perdagangan bebas, sedangkan negara yang hanya mengandalkan kepada kekayaan alam akan kalah dalam persaingan internasional.

1. Cost Comparative Advantage (Labor Efficiency)

Menurut teori cost comparative advantage (labor efficiency), suatu negara akan memperoleh manfaat dari perdagangan internasional jika melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang, dimana negara tersebut dapat memproduksi serta mengimpor barang relatif lebih efisien. Berdasarkan contoh hipotesis di bawah ini maka dapat dikatakan bahwa teori comparative advantage

dari David Ricardo adalah cost comparative advantage

Tabel 2.4 Data Hipotesis Comparative Cost

Produksi 1 kg Gula 1 meter Kain

Indonesia 3 Hari Kerja 4 Hari Kerja


(37)

Dalam tabel di atas negara Indonesia memiliki keunggulan absolute dibandingkan dengan negara Cina untuk produk gula dan kain. Maka tetap terjadi perdagangan internasional yang menguntungkan kedua negara melalui spesialisasi jika negara-negara tersebut memiliki cost comparative advantage atau labour efficiency.

Berdasarkan perbandingan Cost Comparative Advantage Efficiency, dapat dilihat bahwa tenaga kerja Indonesia lebih efisien dibandingkan dengan tenaga kerja Cina dalam memproduksi 1 kg gula (atau hari kerja) dari pada produksi 1 meter kain (pada saat hari kerja). Hal ini akan semakin mendorong Indonesia dalam melakukan spesialisasi produksi dan ekspor gula. Sebaliknya tenaga kerja Cina ternyata lebih efisien dibandingkan tenaga kerja Indonesia dalam memproduksi 1 meter kain (pada hari kerja) dari pada produksi 1 kg gula (pada hari kerja), hal ini mendorong Cina melakukan spesialisasi produksi dan ekspor kain.

2. Production Comparative Advantage (Labor Productivity)

Suatu negara akan memperoleh manfaat dari perdagangan internasional jika melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang, dimana negara tesebut dapat berproduksi relatif kurang/tidak produktif. Walaupun negara Indonesia memiliki keunggulan absolute dibandingkan negara Cina untuk kedua produk, namun perdagangan internasional dapat terjadi dan saling menguntungkan keduanya melalui spesialisasi di masing-masing negara yang memiliki labor productivity. Kelemahan yang terdapat di dalam teori klasik Comparative Advantage tidak dapat menjelaskan mengapa terdapat perbedaan fungsi produksi


(38)

antara dua negara. sedangkan kelebihannya adalah perdagangan internasional antara dua negara tetap terjadi walaupun hanya satu negara yang memiliki keunggulan absolute asalkan masing-masing dari negara tersebut memiliki perbedaan dalam Cost Comparative Advantage atau Production Comparative Advantage. Teori ini mencoba melihat keuntungan atau kerugian dalam perbandingan relatif. Teori ini berlandaskan pada asumsi: Labor Theory of Value,

yaitu bahwa nilai suatu barang ditentukan oleh jumlah tenaga kerja yang dipergunakan untuk menghasilkan barang tersebut, dimana nilai barang yang ditukar seimbang dengan jumlah tenaga kerja yang dipergunakan untuk memproduksinya.

2.1.2.2 Teori Hecksher-Ohlin (H-O)

Teori Heckscher-Ohlin (H-O) menjelaskan beberapa elemen perdagangan dengan baik, negara-negara cenderung untuk mengekspor barang-barang yang menggunakan faktor produksi yang relatif melimpah secara intensif. Menurut Heckscher-Ohlin, suatu negara akan melakukan perdagangan dengan negara lain dikarenakan negara tersebut memiliki keunggulan komparatif yaitu memiliki keunggulan dalam teknologi dan keunggulan faktor produksi. Basis dari keunggulan komparatif adalah:

1. Faktor endowment, yaitu kepemilikan faktor-faktor yang ada di dalam suatu negara.

2. Faktor intensity, yaitu teknologi yang digunakan di dalam proses produksi, apakah labor intensity atau capital intensity.


(39)

Teori modern Heckscher-Ohlin atau teori H-O menggunakan dua kurva, yang pertama yaitu kurva isocost. Kurva isocost adalah kurva yang menggambarkan total kuantitas produk yang sama. Menurut teori ekonomi mikro, kurva isocost akan bersinggungan dengan kurva isoquant pada saat titik optimal. Maka dari itu, dengan biaya tertentu akan diperoleh produk yang maksimal atau dengan biaya minimal akan diperoleh sejumlah produk tertentu. Analisis hipotesis H-O dikatakan sebagai berikut:

1. Harga atau biaya produksi suatu barang akan ditentukan oleh jumlah atau proporsi faktor produksi yang dimiliki masing-masing negara.

2. Comparative Advantage dari suatu jenis produk yang dimiliki masing-masing negara akan ditentukan oleh struktur dan proporsi faktor produksi yang dimilikinya.

3. Masing-masing negara akan cenderung melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang tertentu karena negara tersebut memiliki faktor produksi yang relatif banyak dan murah untuk memproduksinya.

4. Sebaliknya masing-masing negara akan mengimpor barang-barang tertentu karena negara tersebut memiliki faktor yang relatif sedikit dan mahal untuk memproduksinya.

5. Kelemahan dari teori H-O yaitu jika jumlah atau proporsi faktor produksi yang dimiliki masing-masing negara relatif sama dengan harga barang yang sejenis dan sama sehingga perdagangan internasional tidak akan terjadi.


(40)

Teori Perdagangan Internasional modern dimulai ketika dua ahli ekonom asal Swedia yaitu Eli Heckscher (1919) dan Bertil Ohlin (1933) mengemukakan penjelasannya mengenai teori perdagangan internasional yang belum mampu dijelaskan dalam teori keunggulan komparatif. Sebelum masuk ke dalam pembahasan teori H-O, maka terlebih dahulu mengemukakan kelemahan yang terdapat di dalam teori klasik yang mendorong munculnya teori H-O. Teori Klasik

Comparative Advantage menjelaskan bahwa perdagangan internasional dapat terjadi karena adanya perbedaan dalam productivity of labor (faktor produksi yang dinyatakan secara eksplisit) antar negara, namun teori ini tidak memberikan penjelasan mengenai penyebab perbedaan produktivitas tersebut (Salvatore, 2006).

Teori H-O kemudian mencoba memberikan penjelasan mengenai penyebab terjadinya perbedaan produktivitas tersebut. Teori H-O menyatakan penyebab perbedaan produktivitas tersebut karena adanya jumlah atau proporsi faktor produksi yang dimiliki (endowment factors) oleh masing-masing negara, sehingga menyebabkan terjadinya perbedaan harga barang yang dihasilkan. Oleh karena itu teori Modern H-O dikenal sebagai “The Proportional Factor Theory”.

Selanjutnya negara-negara yang memiliki faktor produksi relatif banyak atau murah dalam memproduksinya akan melakukan spesialisasi produksi untuk kemudian mengekspor barangnya. Sebaliknya, masing-masing negara akan mengimpor barang tertentu jika negara tersebut memiliki faktor produksi yang relatif langka atau mahal dalam memproduksinya.


(41)

2.1.2.3 Hipotesis Teori H-O

Sebelum melakukan kritik terhadap teori H-O, di bawah ini akan dikemukakan hipotesis yang telah dihasilkan oleh Teori H-O, antara lain:

1. Produksi barang ekspor di setiap negara naik, sedangkan produksi barang impor di tiap negara turun.

2. Harga atau biaya produksi suatu barang akan ditentukan oleh jumlah atau proporsi faktor produksi yang dimiliki masing-masing negara.

3. Harga labor di kedua negara cenderung sama, harga barang A di kedua negara cenderung sama, demikian pula harga barang B di kedua negara cenderung sama.

4. Perdagangan akan terjadi antara negara yang kaya Kapital dengan negara yang kaya Labor.

5. Masing-masing negara akan cenderung melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang tertentu karena negara tersebut memiliki faktor produksi yang relatif banyak dan murah untuk melakukan produksi. Sehingga negara yang kaya akan capital maka ekspornya dikatakan padat capital dan impornya padat karya, sedangkan negara kaya labor ekspornya padat karya dan impornya padat capital.

2.1.2.4 Kelemahan Asumsi dari Teori H-O

Untuk lebih memahami kelemahan teori H-O dalam menjelaskan perdagangan internasional, akan dikemukakan beberapa asumsi:


(42)

1. Asumsi bahwa kedua negara menggunakan teknologi yang sama dalam memproduksi barang tidak sesuai. Fakta yang ada di lapangan menunjukkan bahwa negara sering menggunakan teknologi yang berbeda. 2. Asumsi persaingan sempurna dalam semua pasar produk dan faktor

produksi lebih menjadi bermasalah. Hal ini dikarenakan sebagian besar perdagangan merupakan produk negara industri yang bertumpu pada diferensiasi produk dan skala ekonomi yang belum bisa dijelaskan dengan model faktor endowment H-O.

3. Asumsi tidak adanya mobilitas faktor internasional. Adanya mobilitas faktor secara internasional mampu mensubstitusikan perdagangan internasional yang menghasilkan kesamaan relatif harga produk dan faktor antar negara. Maknanya adalah hal ini merupakan modifikasi H-O tetapi tidak mengurangi kenyataan dari model teori H-O.

2.2 Teori Permintaan

Permintaan dikatakan sebagai jumlah barang dan jasa yang diminta oleh seorang atau konsumen ataupun pembeli pada waktu tertentu pada berbagai tingkat harga. Pada sistem ekonomi pasar, keputusan alokasi sumber daya didasarkan pada interaksi antara permintaan dan penawaran.

2.2.1 Teori Permintaan Menurut Para Ahli

1. Permintaan menurut Sadono Sukirno (2005), teori permintaan adalah teori yang menerangkan tentang ciri-ciri hubungan antara jumlah permintaan dan harga. Berdasarkan ciri hubungan antara permintaan dan harga dapat


(43)

2. Menurut Adiwarman A. Karim (2007), permintaan barang yaitu bahwa faktor harga dari komoditas merupakan variable dependen yang akan menentukan beberapa jumlah komoditas yang bersangkutan diminta oleh konsumen.

Teori permintaan menjelaskan hubungan antara jumlah barang yang diminta dengan harga dan patuh pada hukum permintaan. Hukum permintaan menjelaskan apabila harga suatu barang naik maka jumlah barang yang diminta oleh konsumen akan turun atau disebut ceteris paribus. Sebaliknya, bila harga turun maka jumlah yang akan diminta akan meningkat dan berlakunya hukum permintaan yang bersifat ceteris paribus (faktor-faktor lain tidak berubah). Faktor-faktor tersebut antara lain sebagai berikut:

1. Pendapatan konsumen

2. Harga barang subtitusi dan komplementer 3. Selera konsumen

4. Jumlah penduduk

5. Harapan dan ekspektasi masyarakat

2.2.2 Beberapa Penentu Permintaan

Menurut Sukirno (2003), Permintaan seseorang atau suatu masyarakat kepada sesuatu barang ditentukan oleh banyak faktor. Diantara faktor-faktor yang terpenting adalah seperti yang dinyatakan dibawah ini:

1) Harga barang itu sendiri

2) Harga barang lain yang berkaitan erat dengan barang tersebut


(44)

4) Corak distribusi pendapatan dalam masyarakat

5) Cita rasa masyarakat

6) Jumlah penduduk

7) Ramalan mengenai keadaan dimasa yang akan datang.

2.3 Teori Konsumsi

Konsumsi adalah pembelanjaan atas barang dan jasa yang dilakukan oleh rumah tangga dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan dari orang yang melakukan pembelanjaan tersebut. Belanja masyarakat atas makanan, pakaian, dan barang-barang kebutuhan mereka yang lain digolongkan atas pembelanjaan atau konsumsi. Barang-barang yang diproduksi untuk digunakan oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya dinamakan barang konsumsi (Dumairy, 2004).

Dalam teorinya Keynes mengandalkan analisis statistik, dan juga membuat dugaan tentang konsumsi berdasarkan introspeksi dan observasi kasual. Pertama, Keynes menduga bahwa kecenderungan mengkonsumsi marginal (marginal propensity to consume) yakni jumlah yang dikonsumsi dalam setiap tambahan pendapatan antara nol dan satu. Kecenderungan mengkonsumsi marginal merupakan rekomendasi kebijakan Keynes untuk menurunkan pengangguran yang kian meluas. Kekuatan kebijakan fiskal, untuk mempengaruhi perekonomian seperti ditunjukkan oleh pengganda kebijakan fiskal yang muncul dari umpan balik antara pendapatan dan konsumsi.

Kedua, Keynes menyatakan bahwa rasio konsumsi terhadap pendapatan yang disebut kecenderungan mengkonsumsi rata-rata (average prospensity to


(45)

kemewahan, sehingga ia berharap orang kaya menabung dalam proporsi yang lebih tinggi dari pendapatan mereka ketimbang golongan menengah kebawah.

Ketiga, Keynes berpendapat bahwa pendapatan merupakan determinan konsumsi yang penting dan tingkat bunga tidak memiliki peranan penting. Keynes menyatakan bahwa pengaruh tingkat bunga terhadap konsumsi hanya sebatas teori. Kesimpulannya bahwa pengaruh tingkat bunga terhadap pengeluaran individu dari pendapatannya bersifat sekunder dan relatif tidak penting.

Beberapa catatan mengenai fungsi konsumsi Keynes:

1. Fungsi konsumsi Keynes menunjukkan hubungan antara pendapatan nasional dengan pengeluaran konsumsi yang keduanya dinyatakan dengan menggunakan tingkat harga konstan.

2. Pendapatan yang terjadi merupakan pendapatan nasional yang dapat menentukan besar kecilnya pengeluaran konsumsi yaitu pendapatan nasional yang terjadi atau current national income.

3. Dalam fungsi konsumsi Keynes, pendapatan nasional diinterpretasikan sebagai pendapatan nasional absolute.

4. Fungsi konsumsi berbentuk lengkung.

2.4 Fungsi Impor

Secara umum perdagangan internasional dapat dibedakan menjadi dua, yaitu ekspor dan impor. Ekspor adalah proses penjualan barang dan jasa yang dihasilkan oleh suatu negara ke negara lain, sedangkan impor adalah arus kebalikan dari pada ekspor yaitu proses suatu barang dan jasa yang masuk ke suatu negara. Pada hakikatnya perdagangan luar negeri timbul karena tidak satu


(46)

pun negara yang dapat menghasilkan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan seluruh penduduknya.

Dalam perekonomian terbuka terdapat berbagai faktor yaitu rumah tangga, sektor swasta, pemerintah dan juga sektor luar negeri. Hal ini dikarenakan penduduk di negara bersangkutan telah melakukan perdagangan barang dan jasa dengan negara lain. Suatu negara yang telah memproduksi lebih terhadap kebutuhan dalam negeri dapat mengekspor kelebihan produksi tersebut ke luar negeri, sedangkan negara yang tidak mampu memproduksi sendiri dapat mengimpornya dari luar negeri.

Impor mempunyai sifat yang berlawanan dengan ekspor, semakin besar impor yang digunakan untuk menyediakan kebutuhan barang dan jasa dan kebutuhan penduduk suatu negara, maka hal ini dapat mematikan produk dalam negeri dan yang paling mendasar dapat menguras pendapatan negara yang bersangkutan.

Berdasarkan laporan indikator Indonesia, komposisi impor menurut golongan penggunaan barang ekonomi dapat dibedakan atas tiga kelompok, yaitu: 1. Impor barang-barang konsumsi, terutama untuk barang-barang yang belum

dapat dihasilkan di dalam negeri atau untuk memenuhi tambahan permintaan yang belum mencukupi dari produksi dalam negeri yang meliputi makanan dan minuman untuk rumah tangga, bahan bakar dan pelumas olahan, alat angkut bukan industri, barang tahan lama, barang setengah lama serta barang tidak tahan lama.


(47)

2. Impor bahan baku dan barang penolong yaitu yang meliputi makanan dan minuman untuk industri, bahan baku untuk industri, bahan bakar dan pelumas, serta suku cadang dan perlengkapan.

3. Impor barang modal yaitu yang meliputi barang modal selain alat angkut, mobil penumpang dan alat angkut untuk industri.

2.5 Faktor Harga

Harga suatu produk mempengaruhi nilai kepuasan seseorang terhadap produk yang dibeli. Selain itu, harga suatu produk juga pada dasarnya merupakan rangkuman dari sejumlah informasi yang menyangkut ketersediaan sumberdayanya, kemungkinan dalam hal ini menyangkut produksi dan preferensi konsumen. Dalam menunjang kegiatan transaksi perdagangan, informasi harga suatu komoditas merupakan faktor terhadap besarnya penawaran dan permintaan.

Apabila suatu negara melakukan perdagangan dengan negara lain, maka ada beberapa faktor yang harus diperhatikan. Salah satu diantaranya adalah harga barang yang akan diperdagangkan karena harga akan menentukan besar kecilnya jumlah barang yang akan diperdagangkan. Makin rendah harga suatu barang, makin banyak permintaan terhadap barang tersebut, sebaliknya semakin tinggi harga suatu barang maka semakin rendah permintaan terhadap barang tersebut (cateris paribus). Selanjutnya hukum penawaran (law of supply) menyebutkan kuantitas barang yang ditawarkan akan meningkat ketika harga barang tersebut meningkat (Sukirno, 2003).


(48)

2.6 Ketersediaan Kedelai

Ketidakseimbangan antara ketersediaan dan akses yang ada dapat menyebabkan ancaman bagi ketahanan pangan (food insecurity). Bukti empiris menunjukkan bahwa rapuhnya ketahanan pangan nasional suatu negara dapat memicu timbulnya goncangan ekonomi serta meningkatnya kriminalitas (Suryana, 2003).

Ketersediaan pangan dapat dipenuhi dari tiga sumber yaitu produksi dalam negeri, impor dan pengelolaan cadangan pangan. Apabila suatu negara tidak dapat memenuhi ketersediaan pangannya dari produksi dalam negeri dan pengelolaan cadangan makanan maka untuk memenuhi kebutuhannya negara tersebut harus mengimpor dari negara lain.

Ketersediaan pangan suatu negara yang tidak mencukupi kebutuhannya maka dapat mengakibatkan ketidakstabilan ekonomi, seperti terjadinya berbagai gejolak sosial dan politik yang bisa terjadi. Kondisi krisis seperti ini juga bisa mengakibatkan dan bahkan membahayakan stabilisasi nasional yang dapat menjatuhkan pemerintahan yang sedang dalam masa kejayaan, pengalaman telah membuktikan kepada masyarakat bahwa gejala yang terjadi terhadap ketahanan pangan seperti kenaikan harga kedelai dapat memicu terjadinya stabilitas ekonomi dan stabilitas ekonomi nasional.

Salah satu yang menjadi landasan pembangunan pertanian pada tahun 2001-2004 adalah mengembangkan sistem ketahanan pangan yang berbasis pada keanekaragaman sumber daya bahan pangan lokal dan juga nutrisi dalam jumlah


(49)

memperhatikan peningkatan pendapatan dari para petani lokal serta peningkatan produksi yang diatur di dalam undang-undang (Saragih, 2001).

Kebijakan perkedelaian nasional pada dasarnya mencakup empat instrument kebijakan yaitu:

1. Kebijakan Peningkatan Produksi. 2. Kebijakan Diversifikasi Pangan. 3. Kebijakan Harga Pangan.

4. Kebijakan Impor Pangan (Deptan, 2004)

2.7 Penelitian Terdahulu

Purnamasari (2006) dalam penelitiannya mengenai analisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi dan impor kedelai di Indonesia menggunakan data sekunder dalam bentuk time series (data deret waktu) dengan periode waktu 30 tahun yaitu tahun 1975 sampai 2004. Dalam metode penelitian, model analisis data yang digunakan adalah persamaan simultan. Masing-masing persamaan penelitian ini diduga dengan menggunakan metode Two-stages Least Square (2SLS). Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa jumlah impor kedelai dipengaruhi secara nyata oleh harga kedelai internasional, jumlah populasi, jumlah produksi kedelai dan jumlah konsumsi kedelai. Jumlah impor kedelai responsive terhadap perubahan jumlah produksi dan konsumsi kedelai baik jangka pendek maupun jangka panjang.

Anggasari (2008) dalam penelitiannya mengenai analisis faktor-faktor yang mempengaruhi volume impor kedelai Indonesia menggunakan data sekunder dalam bentuk time series (deret waktu) dengan periode waktu 21 tahun, yaitu dari


(50)

tahun 1986 sampai tahun 2006. Metode yang digunakan untuk menganalisis perkembangan produksi dan impor kedelai adalah metode analisis deskriptif. Metode yang digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi volume impor kedelai di Indonesia adalah metode analisis linear berganda dengan menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS). Dalam penelitian ini analisis regresi linear berganda digunakan untuk melihat pengaruh variabel produksi kedelai domestik, harga kedelai domestik, harga kedelai luar negeri, nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika dan dummy tarif impor sebesar 5 dan 10 persen terhadap volume impor kedelai ke Indonesia. Berdasakan hasil penelitian, volume impor kedelai secara nyata dipengaruhi oleh harga kedelai domestik, harga kedelai luar negeri, nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika dan dummy penetapan tarif impor sebesar 10 persen. Untuk meningkatkan produksi kedelai domestik agar Indonesia tidak terlalu bergantung pada impor adalah melalui peningkatan luas areal panen kedelai dan peningkatan produktivitas. Dengan ditetapkannya tarif sebesar 10 persen, harga kedelai impor akan meningkat, hal tersebut dapat memacu minat petani kedelai untuk kembali berproduksi sehingga volume impor dapat berkurang.

Purwanto (2009) dalam penelitiannya mengenai analisis faktor-faktor yang mempengaruhi impor kacang kedelai nasional periode 1987-2007 menggunakan data deret waktu (time series) dari tahun 1987 sampai dengan 2007. Penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif dan regresi linear berganda. Hasil penelitian menunjukan bahwa impor kacang kedelai nasional selama periode


(51)

1999 ketika liberalisasi perdagangan pada komoditas pangan mulai diberlakukan. Pada tahun 2007 tingkat ketergantungan Indonesia pada kacang kedelai impor telah mencapai 1,4 juta ton atau setara dengan kehilangan devisa negara sebesar Rp 4,4 triliun per tahun. Dari enam faktor yang diduga mempengaruhi impor kacang kedelai nasional periode 1987-2007, setelah dilakukan uji statistik diperoleh tiga faktor berpengaruh signifikan yaitu produksi, konsumsi dan harga lokal.

Al-Mudatsir (2009) dalam penelitiannya mengenai analisis faktor-faktor yang memengaruhi respon penawaran kacang kedelai di Indonesia, data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dengan deret waktu (time series) selama 38 tahun dengan rentang waktu 1969-2006. Sedangkan metode penelitian yang digunakan adalah metode analisis kuantitatif dan metode analisis kualitatif. Analisis kuantitatif berupa analisis terhadap variabel-variabel utama atau faktor-faktor yang mempengaruhi fungsi produksi respon produktivitas tanaman kacang kedelai. Model pendugaan yang digunakan terhadap model dengan persamaan regresi berganda dengan metode kuadrat terkecil sederhana atau biasa disebut dengan Ordinary Least Square (OLS). Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui faktor-faktor yang mempengaruhi luas areal panen yaitu harga kacang kedelai, harga jagung, harga kacang tanah, luas areal teririgasi dan luas areal panen tahun sebelumnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas yaitu harga pupuk, upah buruh dan produktivitas tahun sebelumnya. Dalam jangka pendek maupun jangka panjang penawaran kacang kedelai terhadap


(52)

perubahan harga cukup responsif meski pada jangka pendek tidak seresponsif pada jangka panjang.

Andi Facino (2012) dalam penelitiannya mengenai Penawaran Kedelai Dunia dan Permintaan Impor Kedelai Indonesia serta Kebijakan Perkedelaian Nasional. Penelitiaan ini meliputi dalam menelaah penawaran kedelai dunia dan permintaan impor kedelai Indonesia antara tahun 2005-2012, menganalisis kebijakan perkedelaian Indonesia serta merumuskan alternatif strategi pengembangan agribisnis kedelai lokal di Indonesia. Penelitian ini menggunakan data sekunder dalam bentuk time series (deret waktu) dengan periode waktu 8 tahun, yaitu dari tahun 2005 sampai tahun 2012. Jenis data yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah data luas panen, produktivitas dan produksi kedelai dunia dan domestik, data importir kedelai dunia, data luas panen, produktivitas dan produksi kedelai domestik, data harga kedelai domestik, neraca perdagangan kedelai domestik, dan data negara pengekspor kedelai ke Indonesia. Metode yang digunakan dalam menganalisis data pada penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif. Metode deskriptif kualitatif ini digunakan untuk menelaah keragaan penawaran kedelai dunia dan permintaan impor kedelai Indonesia antara tahun 2005-2012, menganalisis perkembangan kebijakan impor kedelai Indonesia antara 2005-2012, menganalisis perkembangan kebijakan perkedelaian nasional serta alternatif strategi pengembangan agribisnis kedelai lokal di Indonesia.


(53)

2.8 Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual penelitian ini mengenai faktor-faktor ketersediaan kedelai di Indonesia.

+

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

Indonesia

Negara Agraris

Pertanian

Tanaman Pangan

Kedelai

Ketersediaan

Produksi Dalam Negeri

Impor Faktor-faktor yang Mempengaruhi

- Luas Panen

- Harga Domestik


(54)

Indonesia sebagai salah satu negara agraris memiliki potensi pertanian yang sangat besar terutama dalam hal tanaman pangan. Salah satu produk unggulan yang memiliki pengaruh cukup besar dalam stabilitas negara adalah kacang kedelai. Ketersediaan kacang kedelai berarti terpenuhinya atau tercukupinya kebutuhan yang diperlukan baik melalui produksi dalam negeri dan impor. Apabila produksi dalam negeri tidak dapat memenuhi kebutuhan maka sisanya akan diimpor. Ketersediaan kacang kedelai ini dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu luas panen, harga kedelai domestik dan jumlah konsumsi dalam negeri dan ketersediaan kedelai.

2.9 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan uraian diatas dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut : H1 : Terdapat pengaruh positif variabel (X1) Luas Panen terhadap ketersediaan

kedelai di Indonesia.

H2: Terdapat pengaruh positif variabel (X2) Harga Kedelai Domestik terhadap ketersediaan kedelai di Indonesia.

H3: Terdapat pengaruh positif variabel (X3) Konsumsi Kedelai dalam Negeri terhadap ketersediaan kedelai di Indonesia.


(55)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kuantitatif, dimana penelitian deskriptif ini menekankan analisisnya pada data-data numerical (angka) yang diolah dengan metode statistika. Dengan metode kuantitatif akan diperoleh signifikansi antara perbedaan kelompok atau signifikansi antara hubungan variabel yang diteliti. Penelitian deskriptif ini meliputi pengumpulan data untuk diuji hipotesis sehingga menjadi suatu kesimpulan. Jenis data yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah data Luas Panen, Harga Kedelai Domestik, Jumlah Konsumsi dalam Negeri, Ketersediaan Kedelai.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Dinas Pertanian, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Badan Pusat Statistik Sumatera Utara (BPS). Dan data yang diperlukan yaitu selama kurun waktu periode tahun 1993 sampai dengan tahun 2012.

3.3 Batasan Operasional

Batasan operasional yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah luas panen, harga kedelai domestik, jumlah konsumsi kedelai, dan ketersediaan kedelai.


(56)

3.4 Definisi Operasional

• Luas Panen Kedelai, yaitu total keseluruhan luas panen kedelai dalam negeri (ha).

• Harga Kedelai Domestik, yaitu harga kedelai yang berlaku dalam negeri (US$/Rp/ton).

• Konsumsi Kedelai, yaitu total konsumsi kedelai di Indonesia (ton).

• Ketersediaan kedelai, yaitu terpenuhinya kebutuhan kedelai baik melalui produksi dalam negeri maupun impor, jadi nilai ketersediaan kedelai

merupakan penjumlahan produksi dalam negeri dengan impor (ton).

• Produksi Kedelai dalam negeri yaitu total produksi kedelai yang diproduksi sendiri oleh Indonesia (ton).

• Impor Kedelai, yaitu jumlah kedelai yang diimpor oleh Indonesia untuk memenuhi kebutuhan kedelai (ton).

3.5 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik, Dinas Pertanian dan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Sumatera Utara. Data penelitian bersumber dari Badan Pusat Statistik Indonesia, dan situs Kementrian Pertanian, Kementrian Perdagangan, serta publikasi media cetak dan jurnal penelitian sebelumnya. Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan gabungan data antara instansi terkait dan antar waktu (time series), yaitu data di Indonesia periode tahun 1993


(57)

3.6 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini dengan menggunakan metode dokumentasi, dimana metode ini diteliti melalui buku, artikel, jurnal dan website terkait pokok pembahasan ini dimana seluruh data yang telah tersedia juga telah diproses oleh instansi terkait sebagai penelitian yang sudah diteliti seluruhnya. Metode ini digunakan untuk memperoleh data mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi ketersediaan kedelai di Indonesia.

3.7 Teknik Analisis Data

Dalam penelitian ini analisis dilakukan dengan metode Ordinary Least Square (OLS). Alat bantu dalam mengolah data sekunder adalah Program Eviews versi 7.1.

Dalam penelitian metode analisis data yang digunakan adalah regresi linier berganda (multiple linier regression method) dengan pengolahan data melalui Eviews versi 7.1. Dengan demikian model analisis adalah sebagai berikut:

Y = a0 + b1X1 + b2X2 + b3X3 + e

Dimana:

Y = Ketersediaan Kedelai = Produksi Dalam Negeri (ton) + Impor (ton)

a0 = Konstanta / Koefisien intersep

b1,b2,b3 = Kofisien Regresi X1 = Luas Panen (ha)

X2 = Harga Kedelai Domestik (Rp/ton) X3 = Konsumsi Kedelai Dalam Negeri (ton) e = Kesalahan Pengganggu (error term)

Parameter persamaan regresi linier berganda tersebut dapat menunjukkan koefisien regresi atas setiap variabel bebas (independent variable),


(58)

positif atau negatif. Koefisien regresi b akan bernilai positif jika menunjukkan hubungan searah antar variabel bebas (independent variable) dengan variabel terikat (dependent variable). Artinya kenaikan variabel bebas akan mengakibatkan kenaikan variabel terikat dan sebaliknya, penuruan variabel bebas akan menurunkan variabel terikat. Koefisien regresi b akan bernilai negatif jika menunjukkan hubungan yang berlawanan arah antara variabel bebas dengan variabel terikat. Artinya kenaikan variabel bebas akan mengakibatkan penurunan variabel terikat dan sebaliknya, penurunan variabel bebas akan menaikkan variabel terikat.

3.8 Uji Penyimpangan Asumsi Klasik

Pada umumnya ada beberapa permasalahan yang lazim terjadi dalam model regresi linier dimana secara statistik permasalahan tersebut dapat mengganggu model yang telah ditentukan. Bahkan dapat menyesatkan kesimpulan yang diambil dari persamaan yang dibentuk. Oleh karena itu perlu dilakukan uji asumsi klasik yang meliputi:

3.8.1 Uji Multikolinearitas

Uji ini diperkenalkan oleh Ragnar Frisch (1934). Menurut Frisch suatu model regresi dikatakan menghadapi masalah multikolinearitas apabila terjadi hubungan linier yang perfect atau exact di antara beberapa atau semua variabel bebas dari suatu model regresi. Akibatnya akan terkait dalam melihat pengaruh variabel penjelas terhadap variabel yang dijelaskan. Beberapa kaidah (rule of thumbe) yang lazim digunakan untuk mendeteksi ada tidaknya multikolinearitas


(59)

1. Nilai R2 yang dihasilkan dari estimasi model empiris sangat tinggi, tetapi tingkat signifikan variabel bebas berdasarkan uji t-statistik sangat kecil bahkan tidak ada variabel bebas yang signifikan (high R2 but few sifnificant t ratios). Jika nilai R2 tinggi maka nilai uji F akan diterima hipotesis nol bahwa nilai koefisien slope parsial secara simultan sebenarnya sama dengan nol.

2. Menggunakan korelasi parsial (examination of partial correlations) ataupun regresi bantuan (subsidiary or auxiliary regression) yang disarankan oleh Farrar dan Glauber (1967).

3.8.2 Uji Heteroskedastisitas

Uji ini menyatakan dengan asumsi populasi dari variabel endogen yang mempunyai hubungan dengan berbagai variabel eksogen, mempunyai varian yang sama. Akibat dari pelanggaran uji ini menyebabkan varian estimasi koefisien regresi tidak minimal lagi. Pengujian heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan uji Park dan uji White Heteroscedastisity.

Hipotesis yang diuji adalah:

H0 : γ = 0, tidak terdapat heteroskedastisitas H1 : γ≠ 0, terdapat heteroskedastisitas

Wilayah kritik penolakan H0 adalah probabilitas obs*R-squared < a, sedangkan wilayah penerimaan H0 adalah probabilitas obs*R-squared > a. Jika H0 ditolak maka varians dari error term untuk setiap pengamatan berbeda untuk setiap variabel bebas, sebaliknya jika H0 diterima maka varians dari error term untuk setiap pengamatan sama untuk seluruh variabel bebas.


(60)

3.8.3 Uji Autokorelasi

Autocorrelation adalah adanya korelasi/hubungan antara kesalahan (error term) pada tahun sekarang dengan kesalahan pada tahun sebelumnya. Oleh sebab itu masalah autokorelasi biasanya muncul dalam data time seriest meskipun tidak

tertutup kemungkinan hal ini juga dapat terjadi dalam data cross sectional. Untuk mengetahui apakah model menghadapi masalah autokorelasi dalam model penelitian ini dapat dilakukan pengujian dengan uji Lagrange Multiplier test (LM test) dengan membandingkan nilai X2hitung dengan X2tabel dengan kriteria penilaian berikut :

1. Jika nilai X2hitung > X2tabel, maka hipotesis yang menyatakan bahwa tidak ada autokorelasi dalam model empiris yang digunakan ditolak.

2. Jika nilai X2hitung < X2tabel, maka hipotesis yang menyatakan bahwa tidak ada autokorelasi dalam model empiris yang digunakan ditolak.

Selanjutnya untuk mengetahui ada atau tidaknya masalah autocorrelation

pada setiap persamaan maka perlu dilakukan uji autocorrelation dengan menggunakan statistik DW (Durbin-Watson statistic).

Tabel 3.1 Range Statistik Durbin Watson

Nilai DW Hasil

4 – dl < DW < 4 Tolak H0, terjadi masalah autocorrelation negatif 4 – du < DW < 4 – dl masalah autocorrelation tidak dapat disimpulkan 2 < DW < 4 – du Terima H0, tidak terjadi masalah autocorrelation

du < DW < 2 Terima H0, tidak terjadi masalah autocorrelation dl < DW < du masalah autocorrelation tidak dapat disimpulkan 0 < DW < dl Tolak H0, terjadi masalah autocorrelation positif


(61)

Asumsi kelayakan model regresi ini digunakan untuk menguji ada tidak kebebasan (independensi) data. Kebebasan data disini berarti data untuk satu periode tertentu tidak dipengaruhi oleh data sebelumnya dan model regresi yang baik harus bebas dari autokorelasi. Ini dapat dilihat dari angka D-W (Durbin Watson) yang berada diantara –2 sampai dengan +2 (salah satu patokan umum dalam menentukan besaran D-W) yang berarti model regresi dalam penelitian ini bebas dari masalah autokorelasi.

Nilai Durbin-h diperoleh dari perhitungan sebagai berikut (Pindyck dan Rubinfeld, 1998):

h = (1-0,5 DW ) Dimana:

h = Angka durbin h statistik

T = Jumlah periode pengamatan sampel

var (β) = Kuadrat dari standar error koefisien “lagged endogenous variabel” DW = Nilai statistik durbin Watson

Suatu persamaan tidak mengalami masalah autokorelasi pada kondisi normal yaitu taraf 5 persen, bila nilai h hitung berada diantara -1.96 sampai 1.96. Namun, nilai durbin-h statistic tidak akan diperoleh hasilnya jika hasil kali T* var(β) lebih besar dari satu. Hal ini berarti terdapat angka negatif sehingga tidak dapat dihitung nilai akarnya.


(62)

3.9 Uji Kesesuaian (Test of Goodness of Fit) 3.9.1 Koefisien Determinasi (R2)

Koefisien determinasi (R2) yang bertujuan untuk melihat apakah variabel bebas cukup memberikan arti dalam menjelaskan variabel terikat. Dengan kata lain variasi yang terjadi pada variabel bebas dapat menjelaskan variabel terikat sebesar (R2).

3.9.2 Uji Serempak (Uji F-Statistik)

Uji F yang dilihat dari signifikan keseluruhan variabel bebas dalam mempengaruhi variabel terikat. Pengujian arti keseluruhan regresi sampel (over all test) yaitu suatu pengujian yang bertujuan untuk mengetahui apakah koefisien regresi signifikan atau tidak secara serempak Ftabel = k-1/n-k dimana α = 5%, n = 20 jadi Ftabel = 5-1 / 20-5 = 4/15 Ftabel sebesar hasil yang ditentukan. Dari keseluruhan variabel bebas secara serempak memberikan pengaruh yang sangat signifikan Fhitung > Ftabel(α = 0.05).

3.9.3 Uji Parsial (Uji t-statistik)

Dimana uji ini adalah uji t untuk melihat signifikan dari masing dari masing-masing variabel bebas, Uji t atau t-test (partial test), yaitu suatu pengujian yang bertujuan untuk mengetahui apakah koefisien regresi signifikan atau tidak secara parsial. Adapun pengujian α = 5% (0.05), n=20 dimana ttabel = ± ½ a n-2 kemudian ttabel = ± ½ 0.05 20-2 = 0.02518 jadi nilai ttabel sebesar 2.101 (Gujarati, 1978).


(63)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Ketersediaan Kedelai di Indonesia

Kedelai atau yang disebut kacang kedelai adalah salah satu tanaman polong-polongan yang menjadi bahan dasar banyak makanan dari Asia Timur seperti kecap, tahu, dan tempe. Berdasarkan zaman peninggalan arkeologi, tanaman ini telah dibudidayakan sejak 3500 tahun yang lalu di Asia Timur. Kedelai merupakan salah satu sumber protein dan nabati dan juga minyak nabati dunia. Penghasil kedelai utama dunia adalah Amerika Serikat, meskipun pada saat ini kedelai praktis baru dibudidayakan masyarakat di luar Asia setelah tahun 1910. Disisi lain perkembangan tanaman kedelai di Indonesia baru dimulai pada tahun 1918 dimana tercatat luas areal tanaman kedelai sebesar 158.900 ha, sedangkan beberapa jenis olahan dari kacang kedelai seperti tahu, tempe, tauco dan tepung dari bahan kedelai telah berkembang sebagai makanan bergizi sejak awal abad ke 20, namun pada tahun 1930, produksi kedelai hanya sebesar 127.000 ton. Akan tetapi jumlah ini ternyata belum mencukupi jumlah produksi dalam negeri sehingga dilakukan impor kedelai yang cukup besar dari Manchuria.

Di antara komoditas kacang-kacangan, kedelai adalah salah satu komoditas yang memiliki sumber protein nabati yang telah lama dikenal masyarakat di Indonesia. Dibandingkan dengan sumber-sumber makanan utama saat ini, hanya sumber makanan pada kedelai yang benar-benar memiliki sumber protein dan gizi yang baik. Kedelai mengandung jumlah protein tertinggi dari setiap biji-bijian atau kacang-kacangan, serta memiliki jumlah karbohidrat, serat,


(1)

LAMPIRAN

Lampiran 1. Luas Panen, Harga Kedelai Domestik, Konsumsi Kedelai

dalam Negeri dan Ketersediaan Kedelai di Indonesia Tahun

1993-2012

Tahun

Luas Panen

Harga Kedelai

Domestik

Konsumsi Kedelai

Dalam Negeri

Ketersediaan kedelai

(ha)

(Rp/ton)

(ton)

(ton)

X

1

X

2

X

3

Y

1993

1468316

116458

256753

2430990

1994

1406038

121542

248986

2364640

1995

1476284

115052

244336

2286485

1996

1277736

114800

228766

2262266

1997

1118140

125733

211871

1972483

1998

1094262

326083

186074

1648074

1999

1151079

245813

268400

2684608

2000

824484

211375

229400

2295324

2001

678848

251792

196000

1963352

2002

544522

247458

201700

2038306

2003

526796

257500

201600

1864320

2004

565155

403646

221500

1841273

2005

621541

400000

46205

1894533

2006

580534

400000

47382

1879751

2007

459116

440833

65391

2833334

2008

590956

704583

83037

1948810

2009

722791

620833

67526

2289132

2010

660823

600000

99916

2647536

2011

622254

644792

133929

2172323

2012

567624

650000

134086

2334406


(2)

77

Lampiran 2. Hasil Regresi OLS Ketersediaan Kedelai di Indonesia

Dependent Variable: Y Method: Least Squares Date: 04/13/14 Time: 01:00 Sample: 1993 2012

Included observations: 20

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 15056.23 51124.54 0.294501 0.7722

X1 1.116835 0.031746 35.18018 0.0000

X2 0.207939 0.062064 3.350388 0.0041

X3 0.067683 0.161744 0.418457 0.6812

R-squared 0.993196 Mean dependent var 1046157.

Adjusted R-squared 0.991920 S.D. dependent var 367329.6 S.E. of regression 33018.31 Akaike info criterion 23.82437 Sum squared resid 1.74E+10 Schwarz criterion 24.02352 Log likelihood -234.2437 Hannan-Quinn criter. 23.86324 F-statistic 778.5194 Durbin-Watson stat 1.633446 Prob(F-statistic) 0.000000

Lampiran 3. Hasil Uji Multikolinearitas Untuk Variabel Luas Panen di

Indonesia

Dependent Variable: X1 Method: Least Squares Date: 04/13/14 Time: 01:05 Sample: 1993 2012

Included observations: 20

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -2717.433 45601.26 -0.059591 0.9532

X2 -0.193165 0.053438 -3.614740 0.0023

X3 -0.039057 0.144352 -0.270565 0.7902

Y 0.883960 0.025127 35.18018 0.0000

R-squared 0.994064 Mean dependent var 847865.0

Adjusted R-squared 0.992951 S.D. dependent var 349882.3 S.E. of regression 29374.91 Akaike info criterion 23.59053 Sum squared resid 1.38E+10 Schwarz criterion 23.78967 Log likelihood -231.9053 Hannan-Quinn criter. 23.62940 F-statistic 893.1774 Durbin-Watson stat 1.631722 Prob(F-statistic) 0.000000


(3)

Lampiran 4. Hasil Uji Multikolinearitas Untuk Variabel Harga Kedelai

Domestik di Indonesia

Dependent Variable: X2 Method: Least Squares Date: 04/13/14 Time: 01:11 Sample: 1993 2012

Included observations: 20

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 413011.1 119989.3 3.442065 0.0033

X3 -0.974180 0.439181 -2.218173 0.0414

Y 1.982828 0.591821 3.350388 0.0041

X1 -2.327207 0.643810 -3.614740 0.0023

R-squared 0.787167 Mean dependent var 349914.7

Adjusted R-squared 0.747261 S.D. dependent var 202811.9 S.E. of regression 101960.0 Akaike info criterion 26.07940 Sum squared resid 1.66E+11 Schwarz criterion 26.27855 Log likelihood -256.7940 Hannan-Quinn criter. 26.11828 F-statistic 19.72543 Durbin-Watson stat 1.786264 Prob(F-statistic) 0.000013

Lampiran 5. Hasil Uji Multikolinearitas Untuk Variabel Konsumsi dalam

Negeri di Indonesia

Dependent Variable: X3 Method: Least Squares Date: 04/13/14 Time: 01:13 Sample: 1993 2012

Included observations: 20

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 184664.3 63865.71 2.891447 0.0106

Y 0.159946 0.382229 0.418457 0.6812

X1 -0.116613 0.430997 -0.270565 0.7902

X2 -0.241426 0.108840 -2.218173 0.0414

R-squared 0.625705 Mean dependent var 168642.9

Adjusted R-squared 0.555525 S.D. dependent var 76133.92 S.E. of regression 50757.71 Akaike info criterion 24.68437 Sum squared resid 4.12E+10 Schwarz criterion 24.88352 Log likelihood -242.8437 Hannan-Quinn criter. 24.72325 F-statistic 8.915674 Durbin-Watson stat 1.309858 Prob(F-statistic) 0.001050


(4)

79

Lampiran 6. Hasil Uji Heteroskedastisitas Ketersediaan Kedelai di

Indonesia

Dependent Variable: Y Method: Least Squares Date: 04/13/14 Time: 01:17 Sample: 1993 2012

Included observations: 20

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 15056.23 51124.54 0.294501 0.7722

X1 1.116835 0.031746 35.18018 0.0000

X2 0.207939 0.062064 3.350388 0.0041

X3 0.067683 0.161744 0.418457 0.6812

R-squared 0.993196 Mean dependent var 1046157.

Adjusted R-squared 0.991920 S.D. dependent var 367329.6 S.E. of regression 33018.31 Akaike info criterion 23.82437 Sum squared resid 1.74E+10 Schwarz criterion 24.02352 Log likelihood -234.2437 Hannan-Quinn criter. 23.86324 F-statistic 778.5194 Durbin-Watson stat 1.633446 Prob(F-statistic) 0.000000

Lampiran 7. Hasil Estimasi Regresi (Uji Park)

Dependent Variable: LU2 Method: Least Squares Date: 04/13/14 Time: 01:25 Sample: 1993 2012

Included observations: 20

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -19.41224 26.33435 -0.737145 0.4717

LX1 2.773941 1.936469 1.432474 0.1713

X2 2.94E-06 4.24E-06 0.693035 0.4982

X3 2.50E-07 1.13E-05 0.022150 0.9826

R-squared 0.130955 Mean dependent var 19.31558

Adjusted R-squared -0.031991 S.D. dependent var 2.253418 S.E. of regression 2.289178 Akaike info criterion 4.671119 Sum squared resid 83.84539 Schwarz criterion 4.870266 Log likelihood -42.71119 Hannan-Quinn criter. 4.709995 F-statistic 0.803674 Durbin-Watson stat 2.631225 Prob(F-statistic) 0.509966


(5)

Lampiran 8. Hasil Estimasi Regresi (Uji White)

Heteroskedasticity Test: White

F-statistic 0.981600 Prob. F(9,10) 0.5065

Obs*R-squared 9.381134 Prob. Chi-Square(9) 0.4029 Scaled explained SS 4.948297 Prob. Chi-Square(9) 0.8388

Test Equation:

Dependent Variable: RESID^2 Method: Least Squares Date: 04/13/14 Time: 01:27 Sample: 1993 2012

Included observations: 20

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -1.61E+10 2.52E+10 -0.641095 0.5359

X1 22086.67 21893.97 1.008802 0.3369

X1^2 -0.009074 0.007590 -1.195587 0.2594

X1*X2 -0.032503 0.029142 -1.115319 0.2908

X1*X3 0.009779 0.049187 0.198814 0.8464

X2 35915.34 68371.82 0.525294 0.6108

X2^2 -0.007690 0.042164 -0.182375 0.8589

X2*X3 -0.046247 0.112184 -0.412241 0.6889

X3 36858.51 83663.30 0.440558 0.6689

X3^2 -0.085753 0.166460 -0.515155 0.6176

R-squared 0.469057 Mean dependent var 8.72E+08

Adjusted R-squared -0.008792 S.D. dependent var 1.15E+09 S.E. of regression 1.15E+09 Akaike info criterion 44.87754 Sum squared resid 1.33E+19 Schwarz criterion 45.37540 Log likelihood -438.7754 Hannan-Quinn criter. 44.97473 F-statistic 0.981600 Durbin-Watson stat 2.482436 Prob(F-statistic) 0.506494

Lampiran 9. Hasil Uji Autokorelasi Ketersediaan Kedelai di Indonesia

(Uji DW)

Dependent Variable: Y Method: Least Squares Date: 04/13/14 Time: 01:31 Sample: 1993 2012

Included observations: 20

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 15056.23 51124.54 0.294501 0.7722

X1 1.116835 0.031746 35.18018 0.0000

X2 0.207939 0.062064 3.350388 0.0041

X3 0.067683 0.161744 0.418457 0.6812


(6)

81

Adjusted R-squared 0.991920 S.D. dependent var 367329.6

S.E. of regression 33018.31 Akaike info criterion 23.82437 Sum squared resid 1.74E+10 Schwarz criterion 24.02352 Log likelihood -234.2437 Hannan-Quinn criter. 23.86324 F-statistic 778.5194 Durbin-Watson stat 1.633446 Prob(F-statistic) 0.000000

Lampiran 10. Hasil Estimasi Regresi Uji Lagrange Multiplier (LM Test)

Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:

F-statistic 0.985401 Prob. F(2,14) 0.3977

Obs*R-squared 2.468006 Prob. Chi-Square(2) 0.2911

Test Equation:

Dependent Variable: RESID Method: Least Squares Date: 04/13/14 Time: 01:49 Sample: 1993 2012

Included observations: 20

Presample missing value lagged residuals set to zero.

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -15514.31 52387.24 -0.296147 0.7715

X1 -0.000304 0.032416 -0.009380 0.9926

X2 0.016930 0.063289 0.267510 0.7930

X3 0.055514 0.170611 0.325382 0.7497

RESID(-1) 0.168494 0.278478 0.605053 0.5548

RESID(-2) -0.377282 0.286053 -1.318922 0.2084 R-squared 0.123400 Mean dependent var -7.20E-11 Adjusted R-squared -0.189671 S.D. dependent var 30299.68 S.E. of regression 33048.48 Akaike info criterion 23.89266 Sum squared resid 1.53E+10 Schwarz criterion 24.19138 Log likelihood -232.9266 Hannan-Quinn criter. 23.95098 F-statistic 0.394160 Durbin-Watson stat 1.832007 Prob(F-statistic) 0.844727