commit to user
xvi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Selama beberapa dekade para peneliti belum dapat mengerti sepenuhnya tentang faktor-faktor yang memengaruhi kebijakan dividen. Bahkan dividen
termasuk satu dari sepuluh masalah penting yang tak terpecahkan dalam keuangan. Penelitian Bhattacharyya et al. 2008 menyebutkan bahwa signalling theory
menggambarkan bagaimana para manajer menggunakan dividen sebagai tanda informasi pribadi mereka kepada investor, sedangkan free cash flow hypothesis
menjelaskan bahwa peningkatan dalam dividen disukai para investor karena hal tersebut menggambarkan para manajer akan memiliki kas relatif sedikit yang dapat
digunakan untuk investasi dalam proyek yang tak berguna. Perusahaan perlu mempertimbangkan pengawasan kinerja perusahaan agar
dapat berjalan dengan baik sehingga perusahaan mampu berkompetisi dalam dunia bisnis yang semakin pesat sekarang ini. Seiring dengan pertumbuhan ekonomi yang
semakin pesat tersebut, telah menuntut berbagai perusahaan baik manufaktur, dagang, maupun jasa untuk bersaing dan mengembangkan usahanya dalam berbagai
kondisi. Persaingan yang semakin ketat dalam dunia usaha menuntut kinerja manajemen yang baik untuk tetap mempertahankan eksistensi perusahaan dan
tujuan internal perusahaan. Tujuan perusahaan adalah untuk memperoleh laba sehingga dapat
meningkatkan nilai perusahaan dengan beberapa cara, yakni keputusan pendanaan struktur modal perusahaan, keputusan investasi dan kebijakan dividen yang
commit to user
xvii tercermin dalam harga saham perusahaan di pasar modal. Untuk mencapai tujuan
tersebut, para profesional ditempatkan sebagai manajer dan komisaris yang pemilik modalnya menyerahkan pengelolaannya kepada pihak manajer dan komisaris
tersebut. Akan tetapi dalam mencapai tujuannya seringkali muncul masalah di antara manajer sebagai agen dengan pemilik modal sebagai prinsipal serta
kreditur sebagai pemberi pinjaman, penyebabnya adalah pihak manajemen terkadang mempunyai tujuan lain yang bertentangan dengan tujuan utama
perusahaan sehingga timbul konflik antara manajemen dan pemilik modal yang kemudian dinamakan sebagai agency problem.
Wahidahwati 2002 menyatakan penyebab terjadinya konflik kepentingan antara manajemen dengan pemegang saham di antaranya adalah pembuatan
keputusan yang berkaitan dengan aktivitas pencarian dana financing decision dan pembuatan keputusan yang berkaitan dengan bagaimana dana yang diperoleh
tersebut diinvestasikan. Dalam menjalankan operasinya, setiap perusahaan menghadapi masalah sumber pendanaan dan untuk apa dana tersebut digunakan.
Salah satu alternatif cara untuk memenuhi dana tersebut adalah dengan menggunakan hutang.
Masalah keagenan menurut Jensen dan Meckling 1976 terbagi dalam tiga kelompok, yaitu antara pemilik dengan manajer, manajer dengan debtholder, dan
antara manajer dan shareholder dengan debtholder. Manajer cenderung berusaha mengutamakan
kepentingan pribadi
seperti melakukan
ekspansi untuk
meningkatkan status, gaji, dan pembangunan gedung serta mobil dinas yang mewah. Sementara itu, pemegang saham tidak menyukai kepentingan pribadi
commit to user
xviii manajer karena hal tersebut akan menambah biaya bagi perusahaan sehingga akan
mengurangi jumlah keuntungan yang akan diterima oleh perusahaan. Beberapa faktor yang memengaruhi kebijakan hutang pada perusahaan
menurut Murni dan Andriana 2007 adalah insider ownership, institutional investor, dividend payment, dan firm growth. Sementara itu, Susilaningtyas 2008
menyatakan bahwa faktor-faktor yang memengaruhi kebijakan hutang meliputi struktur kepemilikan, profitabilitas, pertumbuhan aktiva dan ukuran perusahaan.
Wibowo 2008 menyatakan bahwa faktor-faktor yang memengaruhi kebijakan hutang adalah kepemilikan manajerial, free cash flow, dan ukuran perusahaan.
Meningkatkan kebijakan dividen merupakan salah satu cara untuk mengurangi agency problem, dengan demikian tidak tersedia cukup banyak free
cash flow dan manajemen terpaksa mencari pendanaan dari luar hutang untuk membiayai investasinya Wahidahwati, 2002. Peningkatan hutang akan
menurunkan besarnya konflik antara pemegang saham dengan manajemen. Di samping itu hutang juga akan menurunkan excess cash flow yang ada dalam
perusahaan sehingga menurunkan kemungkinan pemborosan yang akan dilakukan oleh manajemen Jensen, 1986.
Laporan arus kas semakin penting bagi investor dalam menilai suatu perusahaan dan memiliki artikulasi dengan dua laporan keuangan utama lainnya,
yaitu neraca dan laba rugi. Tujuan laporan arus kas adalah untuk menyediakan informasi yang relevan mengenai penerimaan dan pengeluaran kas dalam suatu
entitas untuk satu periode. Salah satu unsur yang penting dalam penilaian perusahaan adalah free cash flow yang menggambarkan seberapa besar kas tersedia
untuk dibagikan kepada investor. Ross et al. 2000 mendefinisikan free cash flow
commit to user
xix sebagai kas perusahaan yang dapat didistribusikan kepada kreditor atau pemegang
saham yang tidak diperlukan untuk modal kerja atau investasi aktiva tetap. Free cash flow menyebabkan perbedaan kepentingan di antara kedua belah pihak, yaitu
pemegang saham yang menginginkan sisa dana tersebut dibagikan untuk meningkatkan kesejahteraannya sedangkan manajer menginginkan dana tersebut
digunakan untuk investasi pada proyek yang menguntungkan karena pada masa mendatang akan menambah insentif bagi manajer. Apabila free cash flow dibagikan
kepada investor, maka manajemen harus mencari sumber pendanaan yang lain dari hutang. Sumber pendanaan dari hutang mengandung risiko kegagalan karena
berhubungan dengan kemampuan membayar kepada pihak eksternal. Kebijakan hutang dalam penelitian ini diproksikan dengan leverage.
Leverage menggambarkan kemampuan perusahaan menggunakan aktiva atau dana yang mempunyai beban tetap untuk memperbesar tingkat penghasilan bagi pemilik
perusahaan. Tingkat leverage terlihat dari besarnya hutang yang digunakan. Hutang adalah instrumen yang paling sensitif terhadap perubahan nilai perusahaan. Jika
perusahaan memperoleh manfaat yang lebih besar dari penggunaan hutang dibandingkan dengan biaya yang ditimbulkannya, maka akan meningkatkan nilai
perusahaan tersebut namun jika manfaat yang diperoleh lebih kecil dibandingkan dengan biaya yang ditimbulkannya, maka akan menurunkan nilai perusahaan
tersebut. Para pengusaha lebih suka perusahaan menciptakan hutang pada tingkat tertentu untuk menaikkan nilai perusahaan. Jensen 1986 berpendapat bahwa
dengan hutang maka perusahaan melakukan pembayaran periodik atas bunga dan prinsipal. Hal ini juga dapat mengurangi keinginan manajer untuk menggunakan
free cash flow guna membiayai kegiatan-kegiatan yang tidak optimal. Ketika
commit to user
xx perusahaan mempunyai kesempatan investasi rendah, perusahaan dengan free cash
flow besar cenderung akan mempunyai level hutang yang tinggi untuk menurunkan agency cost dan meningkatkan investasinya. Sebaliknya, perusahaan dengan free
cash flow rendah akan mempunyai level hutang rendah, karena tidak mengandalkan hutang sebagai mekanisme untuk menurunkan agency cost.
Penelitian ini menguji kembali variabel dividend policy dengan menambahkan variabel intervening berupa free cash flow arus kas bebas sebagai
faktor yang dapat memengaruhi debt policy perusahaan. Penambahan free cash flow sebagai variabel intervening dikarenakan jumlah free cash flow perusahaan
merupakan indikator jumlah dana yang tersedia untuk didistribusikan kepada kreditor atau pemegang saham yang tidak diperlukan untuk modal kerja atau
investasi aktiva tetap. Jika perusahaan memiliki dividend policy tinggi yang berarti kas yang dibayarkan perusahaan kepada pemegang saham cenderung besar, maka
akan menurunkan free cash flow perusahaan sehingga perusahaan membutuhkan jumlah kas yang cukup dan mempunyai kecenderungan besar untuk menambah
hutang dalam rangka menjaga ketersediaan kas bagi perusahaan. Begitu pula sebaliknya, jika perusahaan memiliki dividend policy kecil yang berarti kas yang
dibayarkan perusahaan kepada pemegang saham cenderung lebih kecil, maka akan menaikkan free cash flow perusahaan yang artinya perusahaan memiliki jumlah kas
yang cukup sehingga tidak perlu melakukan kebijakan hutang. Debt policy dipengaruhi oleh free cash flow. Jika perusahaan mempunyai
free cash flow besar mengindikasikan bahwa perusahaan mempunyai ketersediaan kas yang cukup sehingga menurunkan kemungkinan perusahaan untuk menambah
jumlah hutangnya, dan sebaliknya jika perusahaan mempunyai free cash flow kecil
commit to user
xxi mengindikasikan bahwa perusahaan mempunyai ketersediaan kas yang buruk
sehingga memperbesar kemungkinan perusahaan untuk menambah jumlah hutang. Berdasar pada latar belakang masalah tersebut, maka penulis tertarik untuk
melakukan penelitian dengan judul ”Pengaruh Dividend Policy Terhadap Debt Policy dengan Free Cash Flow Sebagai Variabel Intervening.”
B. Rumusan Masalah