PENGARUH DIVIDEND POLICY TERHADAP DEBT POLICY DENGAN FREE CASH FLOW SEBAGAI VARIABEL INTERVENING

(1)

commit to user

SKRIPSI

Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret

Oleh:

MUCHAMMAD AGUNG LAKSONO NIM.F0306055

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA


(2)

commit to user


(3)

commit to user


(4)

commit to user

vi

MOTTO

“Man Jadda Wa Jada”

“La Tahzan Wa La Takhouf Innallaha Ma’ Ana”

“Sebaik-baiknya Manusia Adalah Yang Bermanfaat Bagi Orang Lain”

“You’ll Never Walk Alone”

“Sungguh bersama kesulitan itu ada kemudahan, karenanya jika kamu telah selesai (dari suatu urusan) kerjakanlah sungguh-sungguh (urusan yang lain).

Dan kepada Tuhanmulah kamu berharap” (Q.S. Alam Nasyrah : 6-8)


(5)

commit to user

vii

PERSEMBAHAN

Skripsi ini kupersembahkan dengan segenap hati kepada:

1. Bapak dan Ibuku tercinta 2. Bunda Harsha, Adik-adikku

Sandhy & Icha 3. Sahabat-sahabatku 4. Almamaterku


(6)

commit to user

viii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah swt atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi dengan judul

PENGARUH DIVIDEND POLICY TERHADAP DEBT POLICY DENGAN FREE

CASH FLOW SEBAGAI VARIABEL INTERVENING.

Adapun skripsi ini disusun untuk memenuhi persyaratan dalam mencapai Gelar Sarjana Ekonomi pada Program S1 Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret. Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak akan selesai tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak, untuk itu dengan segala kerendahan dan ketulusan hati penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Bambang Sutopo, M.Com., Ak. selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret.

2. Bapak Drs. Jaka Winarna, M.Si., Ak. selaku Ketua Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret.

3. Ibu Christiyaningsih Budiwati, S.E., M.Si., Ak. selaku pembimbing akademik atas saran-saran dan arahannya.

4. Bapak Dr. Bandi, M.Si., Ak. selaku dosen pembimbing yang telah berkenan meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk mengarahkan dalam penulisan skripsi ini.

5. Bapak Drs. Subekti Djamaluddin, M.Si., Ak. dan Drs. Santosa Tri Hananta, M.Si., Ak. selaku tim penguji skripsi.


(7)

commit to user

ix

6. Pak Timin, Pak Taufik dan Bu Tetri atas bantuan dan kemudahannya selama ini. 7. Pak Man & Pak Pur. Matur suwun nggih pak jasa-jasa, doa dan dukungannya. 8. Keluarga Bule’ Tati di Solo. Makasih banyak buat doa dan nasihatnya.

9. Teman-teman kontrakan. Galih, Yoga, Yono & Mufid. Tetep kompak Bro. 10.Budak Edun (Kris, Wida, Tita). Makasih atas ke-gokil-annya selama ini. 11.Buat Denny dan Mora. Makasih hadiahnya, hehehe ...

12.Yach Kent dan Ujo. Sorry uda banyak curcol ya ... 13.Buat anak-anak Jakarta yang di UNS. Thanks!

14.Buat Adiet. Makasih Dit diskusinya, sangat membantu lho.

15.Accounting Society ’06 atas kebersamaan dan kisah-kisahnya selama ini. Kalian memang “The Best”.

16.Sahabat-sahabatku di Jakarta. Asep, Aldi, Maul. Ayo nge-PIM lagi Sob ... hehe. 17.Dan semua pihak yang tidak dapat penulis sebut satu per satu.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna, untuk itu kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca.

Surakarta, 19 Oktober 2010


(8)

commit to user

x

DAFTAR ISI

HALAMAN

JUDUL ... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT ... iii

PERSETUJUAN ... iv

PENGESAHAN ... v

MOTTO ... vi

PERSEMBAHAN ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 8

D. Manfaat Penelitian ... 8

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS A. Teori Keagenan ... 10

B. Dividen ... 12


(9)

commit to user

xi

D. Kebijakan Hutang ... 17

E. Variabel Intervening ... 22

F. Penelitian Terdahulu ... 23

G. Kerangka Pemikiran dan Hipotesis ... 28

III.METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian ... 33

B. Populasi, Sampel dan Teknik Pengumpulan Data ... 33

C. Data dan Metode Pengumpulan Data... 34

D. Definisi Operasional Variabel dan Pengukuran Variabel ... 35

E. Metode Analisis Data ... 37

IV.HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Pengumpulan Data ... 45

B. Statistik Deskriptif ... 46

C. Pengujian Hipotesis ... 48

D. Pembahasan ... 61

V. PENUTUP A. Kesimpulan ... 64

B. Keterbatasan Penelitian ... 65

C. Saran ... 65

DAFTAR PUSTAKA ... 67 LAMPIRAN


(10)

commit to user

xii

DAFTAR TABEL

Tabel IV.1 Hasil Pengambilan Sampel ... 46

Tabel IV.2 Hasil Statistik Deskriptif ... 46

Tabel IV.3 Hasil Uji Normalitas Data 1 ... 48

Tabel IV.4 Hasil Uji Multikolinearitas 1... 49

Tabel IV.5 Hasil Uji Runs Test 1... 50

Tabel IV.6 Hasil Uji Heteroskedaktisitas 1... 51

Tabel IV.7 Hasil Uji Signifikansi-F 1... 52

Tabel IV.8 Hasil Uji Signifikansi-t 1... 52

Tabel IV.9 Hasil Uji Normalitas Data 2... 53

Tabel IV.10 Hasil Uji Multikolinearitas 2... 54

Tabel IV.11 Hasil Uji Runs Test 2... 55

Tabel IV.12 Hasil Uji Heteroskedaktisitas 2... 56

Tabel IV.13 Hasil Uji Signifikansi-F 2... 57

Tabel IV.14 Hasil Uji Signifikansi-t 2... 57

Tabel IV.15 Hasil Regresi Pengujian Hipotesis... 59


(11)

commit to user

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar II.1 Kerangka Pemikiran ... 29 Gambar III.1 Model Analisis Jalur (Path Analysis) ... 42 Gambar IV.1 Pengaruh Dividend Policy Terhadap Debt Policy dengan


(12)

commit to user

xiv

PENGARUH DIVIDEND POLICY TERHADAP DEBT POLICY DENGAN

FREE CASH FLOW SEBAGAI VARIABEL INTERVENING

Muchammad Agung Laksono F0306055

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menguji secara empiris pengaruh kebijakan dividen terhadap kebijakan hutang perusahaan dengan arus kas bebas sebagai variabel

intervening. Populasi terdiri atas seluruh perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Ada 91 perusahaan manufaktur yang dipilih sebagai sampel dalam penelitian ini. Data diperoleh dari laporan tahunan dan laporan keuangan pada periode 2006 dan 2007, dengan purposive sampling.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebijakan dividen secara signifikan berpengaruh terhadap arus kas bebas dan kebijakan hutang. Namun demikian, hasil penelitian menunjukkan bahwa arus kas bebas tidak signifikan sebagai variabel

intervening terhadap kebijakan dividen dan kebijakan hutang.

Kata kunci: kebijakan dividen, arus kas bebas, kebijakan hutang.


(13)

commit to user

xv

PENGARUH DIVIDEND POLICY TERHADAP DEBT POLICY DENGAN

FREE CASH FLOW SEBAGAI VARIABEL INTERVENING

Muchammad Agung Laksono F0306055

ABSTRACT

This study aims to examine empirically the effect of dividend policy on debt policy with free cash flow as an intervening variable. The population consists of all the listed company of Indonesian Stock Exchange. There are 91 manufacturing firms are choosen as a sample in this study. Data are collected from annual and financial reports in period 2006 and 2007, with puposive sampling.

The results show that the dividend policy significantly affect to free cash flow and debt policy. However, the result shows that free cash flow is not significant as intervening variable on dividend policy and debt policy.

Keywords: dividend policy, free cash flow, debt policy.


(14)

commit to user

xvi

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Selama beberapa dekade para peneliti belum dapat mengerti sepenuhnya tentang faktor-faktor yang memengaruhi kebijakan dividen. Bahkan dividen termasuk satu dari sepuluh masalah penting yang tak terpecahkan dalam keuangan. Penelitian Bhattacharyya et al. (2008) menyebutkan bahwa signalling theory

menggambarkan bagaimana para manajer menggunakan dividen sebagai tanda informasi pribadi mereka kepada investor, sedangkan free cash flow hypothesis

menjelaskan bahwa peningkatan dalam dividen disukai para investor karena hal tersebut menggambarkan para manajer akan memiliki kas relatif sedikit yang dapat digunakan untuk investasi dalam proyek yang tak berguna.

Perusahaan perlu mempertimbangkan pengawasan kinerja perusahaan agar dapat berjalan dengan baik sehingga perusahaan mampu berkompetisi dalam dunia bisnis yang semakin pesat sekarang ini. Seiring dengan pertumbuhan ekonomi yang semakin pesat tersebut, telah menuntut berbagai perusahaan baik manufaktur, dagang, maupun jasa untuk bersaing dan mengembangkan usahanya dalam berbagai kondisi. Persaingan yang semakin ketat dalam dunia usaha menuntut kinerja manajemen yang baik untuk tetap mempertahankan eksistensi perusahaan dan tujuan internal perusahaan.

Tujuan perusahaan adalah untuk memperoleh laba sehingga dapat meningkatkan nilai perusahaan dengan beberapa cara, yakni keputusan pendanaan (struktur modal perusahaan), keputusan investasi dan kebijakan dividen yang


(15)

commit to user

xvii

tercermin dalam harga saham perusahaan di pasar modal. Untuk mencapai tujuan tersebut, para profesional ditempatkan sebagai manajer dan komisaris yang pemilik modalnya menyerahkan pengelolaannya kepada pihak manajer dan komisaris tersebut. Akan tetapi dalam mencapai tujuannya seringkali muncul masalah di antara manajer (sebagai agen) dengan pemilik modal (sebagai prinsipal) serta kreditur (sebagai pemberi pinjaman), penyebabnya adalah pihak manajemen terkadang mempunyai tujuan lain yang bertentangan dengan tujuan utama perusahaan sehingga timbul konflik antara manajemen dan pemilik modal yang kemudian dinamakan sebagai agency problem.

Wahidahwati (2002) menyatakan penyebab terjadinya konflik kepentingan antara manajemen dengan pemegang saham di antaranya adalah pembuatan keputusan yang berkaitan dengan aktivitas pencarian dana (financing decision) dan pembuatan keputusan yang berkaitan dengan bagaimana dana yang diperoleh tersebut diinvestasikan. Dalam menjalankan operasinya, setiap perusahaan menghadapi masalah sumber pendanaan dan untuk apa dana tersebut digunakan. Salah satu alternatif cara untuk memenuhi dana tersebut adalah dengan menggunakan hutang.

Masalah keagenan menurut Jensen dan Meckling (1976) terbagi dalam tiga kelompok, yaitu antara pemilik dengan manajer, manajer dengan debtholder, dan antara manajer dan shareholder dengan debtholder. Manajer cenderung berusaha mengutamakan kepentingan pribadi seperti melakukan ekspansi untuk meningkatkan status, gaji, dan pembangunan gedung serta mobil dinas yang mewah. Sementara itu, pemegang saham tidak menyukai kepentingan pribadi


(16)

commit to user

xviii

manajer karena hal tersebut akan menambah biaya bagi perusahaan sehingga akan mengurangi jumlah keuntungan yang akan diterima oleh perusahaan.

Beberapa faktor yang memengaruhi kebijakan hutang pada perusahaan menurut Murni dan Andriana (2007) adalah insider ownership, institutional investor, dividend payment, dan firm growth. Sementara itu, Susilaningtyas (2008) menyatakan bahwa faktor-faktor yang memengaruhi kebijakan hutang meliputi struktur kepemilikan, profitabilitas, pertumbuhan aktiva dan ukuran perusahaan. Wibowo (2008) menyatakan bahwa faktor-faktor yang memengaruhi kebijakan hutang adalah kepemilikan manajerial, free cash flow, dan ukuran perusahaan.

Meningkatkan kebijakan dividen merupakan salah satu cara untuk mengurangi agency problem, dengan demikian tidak tersedia cukup banyak free cash flow dan manajemen terpaksa mencari pendanaan dari luar (hutang) untuk membiayai investasinya (Wahidahwati, 2002). Peningkatan hutang akan menurunkan besarnya konflik antara pemegang saham dengan manajemen. Di samping itu hutang juga akan menurunkan excess cash flow yang ada dalam perusahaan sehingga menurunkan kemungkinan pemborosan yang akan dilakukan oleh manajemen (Jensen, 1986).

Laporan arus kas semakin penting bagi investor dalam menilai suatu perusahaan dan memiliki artikulasi dengan dua laporan keuangan utama lainnya, yaitu neraca dan laba rugi. Tujuan laporan arus kas adalah untuk menyediakan informasi yang relevan mengenai penerimaan dan pengeluaran kas dalam suatu entitas untuk satu periode. Salah satu unsur yang penting dalam penilaian perusahaan adalah free cash flow yang menggambarkan seberapa besar kas tersedia untuk dibagikan kepada investor. Ross et al. (2000) mendefinisikan free cash flow


(17)

commit to user

xix

sebagai kas perusahaan yang dapat didistribusikan kepada kreditor atau pemegang saham yang tidak diperlukan untuk modal kerja atau investasi aktiva tetap. Free cash flow menyebabkan perbedaan kepentingan di antara kedua belah pihak, yaitu pemegang saham yang menginginkan sisa dana tersebut dibagikan untuk meningkatkan kesejahteraannya sedangkan manajer menginginkan dana tersebut digunakan untuk investasi pada proyek yang menguntungkan karena pada masa mendatang akan menambah insentif bagi manajer. Apabila free cash flow dibagikan kepada investor, maka manajemen harus mencari sumber pendanaan yang lain dari hutang. Sumber pendanaan dari hutang mengandung risiko kegagalan karena berhubungan dengan kemampuan membayar kepada pihak eksternal.

Kebijakan hutang dalam penelitian ini diproksikan dengan leverage.

Leverage menggambarkan kemampuan perusahaan menggunakan aktiva atau dana yang mempunyai beban tetap untuk memperbesar tingkat penghasilan bagi pemilik perusahaan. Tingkat leverage terlihat dari besarnya hutang yang digunakan. Hutang adalah instrumen yang paling sensitif terhadap perubahan nilai perusahaan. Jika perusahaan memperoleh manfaat yang lebih besar dari penggunaan hutang dibandingkan dengan biaya yang ditimbulkannya, maka akan meningkatkan nilai perusahaan tersebut namun jika manfaat yang diperoleh lebih kecil dibandingkan dengan biaya yang ditimbulkannya, maka akan menurunkan nilai perusahaan tersebut. Para pengusaha lebih suka perusahaan menciptakan hutang pada tingkat tertentu untuk menaikkan nilai perusahaan. Jensen (1986) berpendapat bahwa dengan hutang maka perusahaan melakukan pembayaran periodik atas bunga dan prinsipal. Hal ini juga dapat mengurangi keinginan manajer untuk menggunakan


(18)

commit to user

xx

perusahaan mempunyai kesempatan investasi rendah, perusahaan dengan free cash flow besar cenderung akan mempunyai level hutang yang tinggi untuk menurunkan

agency cost dan meningkatkan investasinya. Sebaliknya, perusahaan dengan free cash flow rendah akan mempunyai level hutang rendah, karena tidak mengandalkan hutang sebagai mekanisme untuk menurunkan agency cost.

Penelitian ini menguji kembali variabel dividend policy dengan menambahkan variabel intervening berupa free cash flow (arus kas bebas) sebagai faktor yang dapat memengaruhi debt policy perusahaan. Penambahan free cash flow

sebagai variabel intervening dikarenakan jumlah free cash flow perusahaan merupakan indikator jumlah dana yang tersedia untuk didistribusikan kepada kreditor atau pemegang saham yang tidak diperlukan untuk modal kerja atau investasi aktiva tetap. Jika perusahaan memiliki dividend policy tinggi yang berarti kas yang dibayarkan perusahaan kepada pemegang saham cenderung besar, maka akan menurunkan free cash flow perusahaan sehingga perusahaan membutuhkan jumlah kas yang cukup dan mempunyai kecenderungan besar untuk menambah hutang dalam rangka menjaga ketersediaan kas bagi perusahaan. Begitu pula sebaliknya, jika perusahaan memiliki dividend policy kecil yang berarti kas yang dibayarkan perusahaan kepada pemegang saham cenderung lebih kecil, maka akan menaikkan free cash flow perusahaan yang artinya perusahaan memiliki jumlah kas yang cukup sehingga tidak perlu melakukan kebijakan hutang.

Debt policy dipengaruhi oleh free cash flow. Jika perusahaan mempunyai

free cash flow besar mengindikasikan bahwa perusahaan mempunyai ketersediaan kas yang cukup sehingga menurunkan kemungkinan perusahaan untuk menambah jumlah hutangnya, dan sebaliknya jika perusahaan mempunyai free cash flow kecil


(19)

commit to user

xxi

mengindikasikan bahwa perusahaan mempunyai ketersediaan kas yang buruk sehingga memperbesar kemungkinan perusahaan untuk menambah jumlah hutang.

Berdasar pada latar belakang masalah tersebut, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul ”Pengaruh Dividend Policy Terhadap Debt Policy dengan Free Cash Flow Sebagai Variabel Intervening.”

B. Rumusan Masalah

Jensen (1986) menyatakan bahwa semakin tinggi dividen maka akan menyebabkan semakin berkurangnya free cash flow dalam perusahaan sehingga menghindari adanya alokasi pada tindakan yang tidak menguntungkan. Levi dan Sarnat (1990) berpendapat bahwa perusahaan yang memiliki peluang investasi lebih memilih untuk memiliki dividend payout ratio yang rendah atau bahkan tidak membayar dividen sama sekali agar mempunyai jumlah arus kas yang cukup untuk mendanai investasi sehingga perusahaan tidak bergantung pada pendanaan eksternal (hutang).

Chen dan Steiner (1999) serta Murni dan Andriana (2007) membuktikan bahwa kebijakan dividen berpengaruh signifikan terhadap kebijakan hutang perusahaan. Hasil berbeda ditunjukkan oleh Wahidahwati (2002) serta Putri dan Nasir (2006) yang menemukan bahwa kebijakan dividen tidak berpengaruh terhadap kebijakan hutang perusahaan.

Kesimpulan berbeda yang ditunjukkan oleh para peneliti di atas memunculkan salah satu masalah dalam penelitian ini sehingga variabel free cash flow diharapkan dapat memediasi hubungan kebijakan dividen terhadap kebijakan hutang secara tidak langsung dengan memperhatikan kondisi free cash flow setelah


(20)

commit to user

xxii

perusahaan melakukan kebijakan pembayaran dividen. Hal tersebut berdasarkan pada penelitian Tarjo dan Jogiyanto (2003), Putri dan Nasir (2006) serta Wibowo (2008) yang membuktikan bahwa free cash flow berpengaruh signifikan terhadap kebijakan hutang perusahaan.

Pertimbangan menjadikan free cash flow (FCF) sebagai variabel intervening

karena perusahaan dengan free cash flow berlebih akan memiliki kinerja yang lebih baik dibandingkan perusahaan lainnya sebab mereka dapat memperoleh keuntungan atas berbagai kesempatan yang mungkin tidak dapat diperoleh perusahaan lain. Perusahaan dengan free cash flow tinggi bisa diduga lebih survive dalam situasi yang buruk, sedangkan free cash flow negatif berarti sumber dana internal tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan investasi perusahaan sehingga memerlukan tambahan dana eksternal baik dalam bentuk hutang maupun penerbitan saham baru.

Free cash flow dikatakan mempunyai kandungan informasi bila free cash flow

memberi signal bagi pemegang saham. Dapat dikatakan pula bahwa free cash flow

yang mempunyai kandungan informasi menunjukkan bahwa free cash flow mampu mempengaruhi hubungan antara dividend policy dengan debt policy perusahaan.

Dari masalah penelitian yang dirumuskan berdasarkan latar belakang tersebut, maka dapat dikemukakan pertanyaan penelitian sebagai berikut.

1. Apakah kebijakan dividen berpengaruh terhadap free cash flow perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI)?

2. Apakah kebijakan dividen berpengaruh terhadap kebijakan hutang perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI)?


(21)

commit to user

xxiii

3. Apakah free cash flow memediasi pengaruh kebijakan dividen terhadap kebijakan hutang perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI)?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan yang dapat diuraikan seperti berikut ini.

1. Memperoleh bukti empiris tentang pengaruh kebijakan dividen terhadap free cash flow perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI).

2. Memperoleh bukti empiris tentang pengaruh kebijakan dividen terhadap kebijakan hutang perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). 3. Memperoleh bukti empiris tentang pengaruh mediasi free cash flow atas

pengaruh kebijakan dividen terhadap kebijakan hutang perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI).

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan harapan dapat memperoleh hasil yang kemudian dapat dimanfaatkan pihak-pihak seperti berikut ini.

1. Bagi investor dan kreditur

Hasil penelitian dapat digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan untuk melakukan investasi dan kredit pada perusahaan emiten terutama yang terkait dengan kebijakan hutang, arus kas bebas dan kebijakan dividen perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI).


(22)

commit to user

xxiv 2. Bagi emiten

Hasil penelitian dapat digunakan oleh emiten dalam mengambil keputusan terkait kebijakan hutang dan kebijakan dividen guna meningkatkan nilai perusahaan dalam kemakmuran bagi pemegang saham.

3. Bagi penelitian berikutnya

Hasil penelitian dapat digunakan sebagai referensi dan acuan awal untuk melakukan penelitian-penelitian berikutnya terutama penelitian yang terkait dengan kebijakan hutang, free cash flow, dan kebijakan dividen.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

A. Teori Keagenan

Tujuan utama perusahaan adalah meningkatkan nilai perusahaan melalui peningkatan kemakmuran pemilik atau para pemegang saham (Brigham et al., 1996), namun pihak manajemen atau manajer perusahaan sering mempunyai tujuan lain yang bertentangan dengan tujuan utama tersebut sehingga timbul konflik


(23)

commit to user

xxv

kepentingan antara manajer dan pemegang saham. Teori keagenan menurut Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa perusahaan yang memisahkan fungsi pengelolaan dengan fungsi kepemilikan akan rentan terhadap konflik keagenan. Semakin besar suatu perusahaan akan semakin berpotensi timbulnya agency problem.

Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa agency problem akan terjadi bila proporsi kepemilikan manajer atas saham perusahaan kurang dari 100% sehingga manajer cenderung bertindak untuk mengejar kepentingan dirinya dan sudah tidak berdasar maksimalisasi nilai dalam pengambilan keputusan pendanaan. Mereka menyatakan bahwa kondisi tersebut merupakan konsekuensi dari pemisahaan fungsi pengelola dengan fungsi kepemilikan.

Penyebab timbulnya konflik keagenan karena para pengambil keputusan tidak perlu menanggung risiko sebagai akibat adanya kesalahan dalam pengambilan keputusan bisnis. Risiko tersebut sepenuhnya ditanggung oleh para pemilik, sedangkan manajer tidak menanggung risiko bila perusahaan mengalami kebangkrutan. Hanya saja manajer terancam kehilangan posisinya sebagai manajer bila sampai terjadi kebangkrutan pada perusahaan yang dikelolanya. Oleh karena itu manajemen cenderung melakukan pengeluaran yang bersifat konsumtif dan tidak produktif untuk kepentingan pribadinya, seperti peningkatan gaji dan status.

Menurut Jensen dan Meckling (1976) terdapat beberapa mekanisme untuk mengatur konflik keagenan, yakni sebagai berikut.

1. Meningkatkan kepemilikan saham perusahaan oleh manajemen. Manajer akan merasakan langsung manfaat dari keputusan yang diambil. Selain itu, manajer


(24)

commit to user

xxvi

juga menanggung risiko apabila ada kerugian yang timbul sebagai konsekuensi dari pengambilan keputusan yang salah. Penambahan kepemilikan manajerial memiliki keuntungan untuk mensejajarkan kepentingan manajer dan pemegang saham.

2. Meningkatkan dividend payout ratio. Peningkatan dividen yang dibagikan kepada pemegang saham menyebabkan tidak tersedia cukup banyak free cash flow dan manajemen terpaksa mencari pendanaan dari luar untuk membiayai investasinya. Pembayaran dividen adalah bagian dari monitoring perusahaan, ini berarti perusahaan cenderung untuk membayar dividen yang tinggi jika manajer memiliki proporsi saham yang lebih rendah. Pembayaran dividen pada pemegang saham akan mengurangi sumber-sumber dana yang dikendalikan manajer sehingga mengurangi kekuasaan manajer dan membuat pembayaran dividen mirip dengan monitoring capital market yang terjadi jika perusahaan memperoleh modal baru.

3. Meningkatkan pendanaan melalui hutang. Peningkatan hutang akan menurunkan besarnya konflik antara pemegang saham dengan manajemen. Di samping itu hutang juga akan menurunkan excess cash flow yang ada dalam perusahaan sehingga menurunkan kemungkinan pemborosan dilakukan oleh manajemen. 4. Adanya kepemilikan institusional sebagai monitoring agent. Kepemilikan

pemegang saham dari luar yaitu kepemilikan institusional seperti perusahaan asuransi, bank, perusahaan investasi dan kepemilikan institusi lain akan mendorong peningkatan pengawasan yang lebih optimal terhadap kinerja manajemen. Monitoring agent memainkan peranan secara aktif dan konsisten di dalam melindungi investasi saham yang mereka pertaruhkan di dalam


(25)

commit to user

xxvii

perusahaan. Mekanisme monitoring tersebut akan menjamin peningkatan kesejahteraan pemegang saham sehingga diharapkan dapat meminimalisir timbulnya konflik keagenan.

B. Dividen

1. Pengertian dividen

Dividen merupakan bentuk distribusi laba yang diberikan perusahaan pada pemegang saham sesuai dengan proporsi lembar saham yang dimilikinya. Bagi seorang investor, dividen merupakan komponen return selain capital gain. Besar kecilnya dividen akan sangat bergantung pada besar kecilnya laba yang diperoleh serta proporsi laba yang akan dibagikan kepada pemegang saham atau yang disebut dividend payout ratio (DPR).

2. Kebijakan dividen

a. Pengertian kebijakan dividen

Kebijakan dividen menurut Westri (2009) adalah keputusan apakah laba yang diperoleh perusahaan akan dibagikan kepada pemegang saham sebagai dividen atau akan ditahan dalam bentuk laba ditahan guna pembiayaan investasi di masa mendatang. Budiarsi (2007) menyatakan bahwa kebijakan dividen sebagai masalah yang menyangkut penggunaan laba yang menjadi hak para pemegang saham. Pada dasarnya, laba tersebut bisa dibagi sebagai dividen atau ditahan untuk diinvestasikan kembali.


(26)

commit to user

xxviii

Kebijaksanaan perusahaan untuk membagi keuntungan kepada pemegang saham membawa arti dalam dua hal (Westri, 2009) yakni:

1) dana yang dibagikan kepada para pemegang saham melalui pembayaran dividen, dan

2) dana yang digunakan untuk membelanjai kebutuhan perkembangan usaha yang tercermin dalam rencana pada pos laba yang ditahan.

c. Kebijakan dividen yang optimal

Kebijakan dividen yang optimal didefinisikan oleh Brigham dan Houston (2001) sebagai kebijakan dividen yang menciptakan keseimbangan di antara dividen saat ini dan pertumbuhan di masa mendatang yang memaksimumkan harga saham. Perusahaan harus menentukan berapa banyak jumlah uang kas yang akan dibagi kepada pemegang saham sebagai dividen dan berapa banyak yang akan dialokasikan pada laba ditahan perusahaan. Rasio pembayaran dividen harus didasarkan pada preferensi pemegang saham atas dividen dengan keuntungan modal apakah pemegang saham lebih menyukai jika perusahaan membagikan laba sebagai dividen tunai atau lebih menyukai jika perusahaan menggunakan kembali laba yang diperoleh untuk kebutuhan operasional dan investasi perusahaan.

3. Dividend Payout Ratio

Manajemen mempunyai dua alternatif perlakuan terhadap laba bersih sesudah pajak atau Earnings After Tax (EAT) yang diperoleh dari operasi usahanya. Dua alternatif tersebut yaitu dibagi kepada para pemegang saham perusahaan dalam bentuk dividen atau diinvestasikan kembali ke perusahaan sebagai laba ditahan. Dalam perusahaan pada umumnya, sebagian EAT dibagi


(27)

commit to user

xxix

dalam bentuk dividen dan sebagian lagi diinvestasikan kembali, artinya manajemen harus membuat keputusan tentang besarnya EAT yang dibagi sebagai dividen dan besarnya EAT yang ditahan. Persentase antara EAT yang dibagi dibandingkan dengan EAT yang ditahan disebut dengan dividend payout ratio (DPR).

Kebijakan dividen merupakan masalah tentang penggunaan laba yang menjadi hak para pemegang saham. Permasalahannya yaitu dengan adanya alternatif pendanaan dari luar, apakah perusahaan harus membagi dividen atau tidak dan berapa proporsi dividen yang harus dibagikan dengan EAT yang diperoleh. Permasalahan yang lain yaitu menyangkut dalam bentuk apa dividen akan dibagikan, apakah dalam bentuk tunai atau kas ataukah dalam bentuk saham.

Pada umumnya pembayaran dividen dilakukan dalam bentuk tunai (Husnan, 1996). Bagi perusahaan di Amerika Serikat keputusan untuk membagi dividen berada di tangan Board of Director (BOD), sedangkan di Indonesia keputusan untuk membagi dividen pada dasarnya berada di tangan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).

C. Free Cash Flow

Aliran kas bebas (free cash flow) adalah cash flow yang tersedia untuk dibagikan kepada investor setelah perusahaan melakukan investasi pada fixed asset

dan working capital yang diperlukan untuk mempertahankan kelangsungan usahanya (Sartono, 2001), dengan kata lain aliran kas bebas adalah kas yang tersedia di atas kebutuhan investasi yang menguntungkan. Free cash flow


(28)

commit to user

xxx

merupakan aliran kas yang tersedia untuk didistribusikan pada investor setelah perusahaan memperhitungkan keseluruhan investasi dalam aktiva tetap dan modal kerja yang dibutuhkan untuk menopang kelangsungan aktivitas perusahaan.

Free cash flow digunakan untuk membayar bunga dan hutang kepada kreditur, membayar dividen pada pemegang saham dan membeli kembali saham perusahaan dan saham di pasar saham, jika tidak ada kepastian yang besar dalam peramalan free cash flow maka yang terbaik adalah bersikap konservatif dan menetapkan dividen tunai masa berjalan yang rendah. Nilai operasi perusahaan ditentukan oleh aliran kas yang akan dihasilkan sekarang dan masa mendatang, nilai dari operasi perusahaan bergantung pada aliran kas bebas yang diharapkan terjadi, nilai ini merupakan laba operasi sesudah pajak dikurangi nilai investasi fixed asset

dan working capital yang diperlukan untuk mempertahankan operasi perusahaan. Jensen (1986) mendefinisikan free cash flow sebagai kelebihan aliran kas yang diperlukan untuk mendanai semua proyek yang memiliki net present value

positif setelah membagi dividen. Ross et al. (2000) mendefinisikan aliran kas bebas sebagai kas perusahaan yang dapat didistribusikan kepada kreditur atau pemegang saham yang tidak digunakan untuk modal kerja atau investasi pada aktiva tetap. Budiarsi (2007) menjelaskan bahwa jika arus kas negatif maka kekurangan tersebut harus ditutupi dengan pembiayaan tambahan dari hutang atau sekuritas.

Adanya free cash flow ini biasanya sering menimbulkan konflik antara manajer dan pemegang saham. Penyebabnya terjadi perbedaan kepentingan antara manajer dengan pemegang saham. Manajer lebih menginginkan dana tersebut diinvestasikan pada proyek-proyek yang menghasilkan keuntungan. Penggunaan


(29)

commit to user

xxxi

tersebut mempunyai tujuan untuk mengurangi penggunaan dana dari eksternal. Tujuan lainnya adalah untuk meningkatkan keuntungan dari investasi tersebut sehingga akan meningkatkan insentif yang diterima oleh manajer, namun dipihak lain para pemegang saham menentang hal itu. Mereka mengharapkan sisa dana tersebut dibagikan sehingga akan meningkatkan kesejahteraan pemegang saham.

Akibat adanya perbedaan kepentingan antara manajer dan pemegang saham mengenai pengelolaan free cash flow maka timbul adanya agency problems. Beberapa alternatif untuk mengurangi agency problems pada free cash flow, yaitu (1) dengan penggunaan hutang (debt). Peningkatan hutang akan mengurangi cash flow sehingga tidak ada cash flow dalam perusahaan yang dimanfaatkan oleh manajemen untuk melakukan tindakan-tindakan menyimpang yang merugikan

shareholder yang dengan sendirinya mengurangi risiko munculnya konflik keagenan (Jensen, 1986), (2) dengan meningkatkan saham oleh manajemen (Jensen dan Meckling, 1976). Proporsi kepemilikan saham yang dikontrol oleh manajer dapat mempengaruhi kebijakan perusahaan dan (3) menggunakan free cash flow

untuk membayar dividen kas, dimana semakin tinggi dividen akan menyebabkan semakin berkurangnya free cash flow dalam perusahaan sehingga menghindari adanya alokasi pada tindakan yang tidak menguntungkan (Jensen, 1986).

D. Kebijakan Hutang

1. Pengertian kebijakan hutang

Hutang perusahaan merupakan salah satu mekanisme untuk menyatukan kepentingan manajer dengan pemegang saham, hutang memberikan sinyal


(30)

commit to user

xxxii

tentang status kondisi keuangan perusahaan untuk memenuhi kewajibannya. Menurut Baridwan (1997) hutang didefinisikan sebagai pengorbanan manfaat ekonomi di masa mendatang yang mungkin terjadi akibat kewajiban suatu badan usaha pada masa kini untuk memindahkan aktiva atau menyediakan jasa pada badan usaha lain di masa yang akan datang sebagai akibat adanya transaksi atau kejadian di masa lalu.

Perusahaan yang sedang berkembang memerlukan modal yang dapat diperoleh dari hutang maupun ekuitas. Dalam menjalankan operasinya, setiap perusahaan menghadapi masalah dari mana dana diperoleh dan untuk apa dana tersebut digunakan. Sumber dana perusahaan dapat dilihat dari sisi pasiva pada neraca perusahaan, sedangkan penggunaan dana dapat dilihat dari sisi aktiva dari neraca perusahaan. Seorang manajer memiliki tugas untuk memenuhi kebutuhan dana tersebut.

Manajer dalam menjalankan tugasnya dihadapkan dengan adanya suatu siklus dalam pembelanjaan, dalam arti kadang perusahaan lebih baik menggunakan dana yang bersumber dari hutang dan suatu saat lebih baik menggunakan dana yang bersumber dari modal sendiri. Kebijakan yang berkaitan dengan pendanaan merupakan salah satu hal yang menyebabkan timbulnya konflik keagenan antara manajer dengan pemegang saham. Keputusan pendanaan ini berhubungan dengan keputusan manajer dalam menentukan sumber-sumber pendanaan apakah didanai dari modal internal atau modal eksternal. Modal internal berasal dari laba ditahan sedangkan modal eksternal berasal dari modal sendiri atau melalui hutang. Hutang dalam hal ini


(31)

commit to user

xxxiii

adalah keseluruhan hutang yang dimiliki oleh perusahaan, baik hutang lancar maupun hutang jangka panjang.

Perusahaan yang profitable umumnya meminjam dalam jumlah sedikit, sedangkan perusahaan yang memiliki profitable rendah akan cenderung mempunyai hutang yang lebih besar. Hal tersebut disebabkan oleh dua alasan, yakni dana internal yang tidak cukup dan hutang yang merupakan sumber dana eksternal yang lebih disukai. Perusahaan yang mempunyai profitabilitas tinggi mengurangi hutang dan akan lebih mengutamakan penggunaan modal internal sebagai biaya investasi dan untuk menghindari kemungkinan kebangkrutan dan risiko finansial.

Kebijakan hutang dalam penelitian ini diproksikan dengan leverage.

Leverage menggambarkan kemampuan perusahaan menggunakan aktiva atau dana yang mempunyai beban tetap untuk memperbesar tingkat penghasilan bagi pemilik perusahaan. Tingkat leverage terlihat dari besarnya hutang yang digunakan. Hutang merupakan instrumen yang sangat sensitif terhadap nilai perusahaan. Menurut Sholiha dan Taswan (2002) nilai perusahaan sangat ditentukan oleh struktur modal, semakin tinggi hutang maka semakin tinggi pula harga saham, namun pada titik tertentu akan menurunkan nilai perusahaan karena manfaat dari penggunaan hutang lebih kecil dibandingkan dengan biaya yang ditimbulkannnya. Struktur pendanaan yang berasal dari penggunaan hutang dengan beban bunga memiliki keuntungan dan kelemahan bagi perusahaan. Menurut Brigham dan Houston (2001) keuntungan penggunaan hutang yang pertama adalah bunga yang dibayarkan dapat dipotong untuk tujuan pajak sehingga menurunkan biaya efektif dari hutang. Kedua, pemegang hutang


(32)

commit to user

xxxiv

(debtholder) mendapat pengembalian yang tetap sehingga pemegang saham tidak perlu mengambil bagian laba mereka ketika perusahaan dalam keadaan prima.

Selain keuntungan, penggunaan hutang juga mempunyai beberapa kelemahan, yang pertama adalah semakin tinggi rasio hutang (debt ratio) maka semakin tinggi pula risiko perusahaan sehingga suku bunganya mungkin akan lebih tinggi. Kedua, apabila sebuah perusahaan mengalami kesulitan keuangan dan laba operasi tidak mencukupi untuk menutup beban bunga, maka pemegang sahamnya harus menutup kekurangan itu dan perusahaan akan mengalami kebangkrutan apabila tidak sanggup menutup beban bunga tersebut (Brigham dan Houston, 2001). Semakin tinggi hutang dapat menghambat perkembangan perusahaan dan juga dapat menyebabkan investor enggan untuk menanamkan modalnya. Penggunaan hutang tersebut diharapkan dapat mengurangi konflik keagenan. Penambahan hutang dalam struktur modal dapat mengurangi penggunaan saham sehingga mengurangi biaya keagenan ekuitas. Perusahaan memiliki kewajiban untuk mengembalikan pinjaman dan membayar beban bunga secara periodik. Kondisi ini menyebabkan manajer bekerja keras untuk meningkatkan laba sehingga dapat memenuhi kewajiban dari penggunaan hutang.

Sebagai konsekuensi dari kebijakan ini, perusahaan menghadapi biaya keagenan hutang dan risiko kebangkrutan (Amilia dan Silvy, 2006). Kebijakan hutang sering ditunjukan dengan rasio hutang terhadap total aktiva atau disebut dengan debt ratio. Rasio ini memberikan persentase total dana yang disediakan oleh kreditur, dimana yang termasuk dalam hutang ini adalah hutang lancar dan


(33)

commit to user

xxxv

hutang jangka panjang (Brigham dan Houston, 2001). Apabila perusahaan memilih untuk menerbitkan saham, maka perusahaan mempunyai kewajiban untuk memberikan return kepada investor.

Seorang investor yang menanamkan modalnya kepada suatu perusahaan akan mengharapkan return yang akan diperolehnya dari investasi yang telah dilakukannya. Seorang manajer harus cermat dalam menentukan kebijakan hutang, yaitu dalam penentuan proporsi yang tepat antara hutang dan ekuitas. Penggunaan hutang yang terlalu tinggi akan memperbesar risiko kebangkrutan, selain itu risiko ini juga menggambarkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi semua hutang-hutangnya saat jatuh tempo. Struktur modal dan struktur keuangan merupakan keputusan manajemen dalam menentukan kebijakan hutang. Menurut Bringham dan Houston (2001) beberapa faktor yang berpengaruh terhadap struktur modal adalah stabilitas penjualan, struktur aktiva perusahaan, leverage keuangan, tingkat pertumbuhan, profitabilitas, pajak, pengendalian, sikap manajemen, sikap pemberi pinjaman dan lembaga penilai peringkat, kondisi pasar, kondisi internal perusahaan dan fleksibilitas keuangan.

2. Debt Ratio

Debt ratio adalah total hutang (baik hutang jangka pendek maupun hutang jangka panjang) dibagi dengan total aktiva (baik aktiva lancar maupun aktiva tetap). Rasio ini menunjukkan besarnya hutang yang digunakan untuk membiayai aktiva yang digunakan oleh perusahaan dalam rangka menjalankan aktivitas operasionalnya. Semakin besar rasio akan menunjukkan semakin besar tingkat ketergantungan perusahaan terhadap pihak eksternal (kreditur) dan semakin besar pula beban biaya hutang (biaya bunga) yang harus dibayar oleh


(34)

commit to user

xxxvi

perusahaan. Hal ini berdampak terhadap profitabilitas (earnings after tax)

semakin berkurang karena sebagian digunakan untuk membayar bunga maka hak para pemegang saham (dividen) juga semakin berkurang atau menurun. Semakin tinggi rasio ini maka semakin besar risiko yang dihadapi, dan investor akan meminta tingkat keuntungan yang semakin tinggi. Rasio yang tinggi juga menunjukkan proporsi modal sendiri yang rendah untuk membiayai aktiva (Sartono, 2001). Debt ratio atau umumnya disebut dengan rasio hutang, mengukur persentase total dana yang berasal dari kreditur hutang termasuk hutang lancar dan semua obligasi.

Menurut Brigham dan Houston (2001) pembiayaan dengan hutang memiliki tiga implikasi penting, yaitu sebagai berikut.

a. Memperoleh dana melalui hutang membuat pemegang saham dapat mempertahankan pengendalian atas perusahaan dengan investasi yang terbatas.

b. Kreditur melihat ekuitas atau dana yang disetor pemilik untuk memberikan marjin pengaman sehingga jika pemegang saham hanya memberikan sebagian kecil dari total pembiayaan, maka risiko perusahaan sebagian besar ada pada kreditur.

c. Jika perusahaan memperoleh pengembalian yang lebih besar atas investasi yang dibiayai dengan dana pinjaman dibanding pembayaran bunga, maka pengembalian atas modal pemilik akan lebih besar.

Jensen dan Meckling (1976) berpendapat bahwa menggunakan hutang merupakan suatu mekanisme lain yang bisa digunakan untuk mengurangi konflik keagenan. Selain itu, dengan hutang maka perusahaan harus melakukan


(35)

commit to user

xxxvii

pembayaran periodik atas bunga dan prinsipal. Hal ini bisa mengurangi keinginan manajer untuk menggunakan free cash flow guna membiayai kegiatan-kegiatan yang tidak optimal.

E. Variabel Intervening (Mediasi)

Indriantoro dan Supomo (2002) menyebutkan bahwa variabel mediasi adalah tipe-tipe variabel yang mempengaruhi hubungan antara variabel-variabel independen dengan variabel-variabel dependen menjadi hubungan yang tidak langsung. Variabel mediasi merupakan variabel yang terletak di antara variabel independen dengan variabel dependen sehingga variabel independen tidak langsung menjelaskan atau mempengaruhi variabel dependen. Adapun variabel intervening

yang digunakan dalam penelitian ini adalah free cash flow.

F. Penelitian Terdahulu

Ada beberapa alternatif untuk mengurangi agency cost, yaitu sebagai berikut.

1) Meningkatkan kepemilikan saham perusahaan oleh manajemen, dimana manajer akan merasakan langsung manfaat dari keputusan yang diambil dan juga apabila ada kerugian yang timbul sebagai konsekuensi dari pengambilan keputusan yang salah. Kepemilikan ini akan mensejajarkan kepentingan manajemen dengan pemegang saham (Jensen dan Meckling, 1976). Oleh karena itu, kepemilikan saham oleh manajemen merupakan insentif bagi para manajer


(36)

commit to user

xxxviii

untuk meningkatkan kinerja perusahaan dan manajer akan menggunakan hutang secara optimal sehingga akan meminimumkan biaya keagenan.

2) Meningkatkan dividend payout ratio, dengan demikian tidak tersedia cukup banyak free cash flow dan manajemen terpaksa mencari pendanaan dari luar untuk membiayai investasinya.

3) Meningkatkan pendanaan dengan hutang. Pendanaan dari luar akan menurunkan besarnya konflik antara pemegang saham dengan manajemen di samping itu hutang juga akan menurunkan excess cash flow yang ada dalam perusahaan sehingga menurunkan kemungkinan pemborosan yang dilakukan manajemen (Jensen, 1986).

Dividen adalah pembagian kepada pemegang saham perusahaan yang sebanding dengan jumlah lembar yang dimiliki. Ketika perusahaan menaikkan risiko pembagian dividen, kenaikan ini akan mengakibatkan harga saham naik. Namun jika dividen meningkat, maka akan berakibat dana yang tersedia untuk reinvestasi semakin sedikit sehingga tingkat pertumbuhan yang diharapkan untuk masa yang akan datang rendah. Jadi, setiap perubahan dalam kebijakan pembagian akan mempunyai pengaruh yang saling bertentangan. Oleh karenanya kebijakan dividen yang optimal adalah kebijakan yang menciptakan keseimbangan di antara dividen saat ini dan pertumbuhan di masa yang akan datang.

Wahidahwati (2002) memperoleh bukti empiris bahwa dividen merupakan bagian dalam proses monitoring perusahaan dan bahwa perusahaan cenderung membayar dividen yang tinggi ketika proporsi managerial ownership rendah. Pembayaran dividen akan mengurangi sumber dana yang dikendalikan oleh manajer, dividen merupakan biaya modal ekuitas sehingga jika struktur kepemilikan


(37)

commit to user

xxxix

modal internal rendah maka debt ratio rendah. Kemudian ia juga menyatakan bahwa dividend payment mempunyai pengaruh yang signifikan dan berhubungan negatif terhadap kebijakan hutang perusahaan.

Putri dan Nasir (2006) meneliti tentang analisis persamaan simultan kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, risiko, kebijakan hutang dan kebijakan dividen dalam perspektif teori keagenan. Hasilnya menunjukkan bahwa terdapat hubungan interdependensi antar semua variabel endogen, walaupun pada beberapa variabel terdapat hubungan yang signifikan, namun adanya arah yang bersesuaian antar masing-masing variabel. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa

free cash flow secara statistik berpengaruh negatif signifikan terhadap kebijakan hutang, dalam penelitian tersebut dijelaskan pula bahwa setelah krisis manajer berusaha untuk meningkatkan kestabilan perusahaan dengan cara menggunakan free cash flow untuk membayar hutang karena hutang yang terlalu tinggi meningkatkan resiko kebangkrutan.

Sementara itu, Wibowo (2008) meneliti tentang pengaruh kepemilikan manajerial, free cash flow dan ukuran perusahaan terhadap kebijakan hutang pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEJ (sekarang BEI). Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa secara simultan (bersama-sama) dan parsial variabel-variabel yang diteliti dalam penelitian ini yaitu kepemilikan manajerial, free cash flow dan ukuran perusahaan berpengaruh signifikan terhadap kebijakan hutang perusahaan-perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta. Murni dan Andriana (2007) meneliti tentang pengaruh insider ownership, institutional investor, dividend payments, dan firm growth terhadap kebijakan hutang perusahaan (studi kasus pada


(38)

commit to user

xl

perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEJ). Hasilnya menunjukkan bahwa secara simultan semua variabel berpengaruh terhadap kebijakan hutang, sedangkan secara parsial tidak semua variabel dominan sebagai instrumen pendukung kebijakan hutang perusahaan.

Ismiyanti dan Hanafi (2003) menganalisis kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, risiko, kebijakan hutang dan kebijakan dividen dalam analisis persamaan simultan. Penelitian dilakukan terhadap 136 perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEJ antara tahun 1998-2001. Hasil yang diperoleh adalah kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional sama-sama mempunyai hubungan yang positif signifikan terhadap kebijakan hutang. Dalam penelitiannya terhadap kebijakan dividen, kepemilikan manajerial berhubungan negatif tidak signifikan demikian pula dengan kepemilikan institusional berhubungan positif tetapi tidak signifikan.

Penelitian Wahyudi dan Pawestri (2006) menyatakan bahwa kepemilikan manajerial yang tinggi menyebabkan dividen yang dibayarkan pada pemegang saham rendah. Penetapan dividen rendah disebabkan manajer memiliki harapan investasi di masa yang akan datang yang dibiayai dari sumber internal. Karena adanya sumber internal perusahaan yang tinggi maka akan mengurangi penggunaan hutang untuk pembiayaan.

Chen dan Steiner (1999) menguji bagaimana kepemilikan manajerial berhubungan dengan risiko, kebijakan hutang, dan kebijakan dividen perusahaan. Sampel yang digunakan adalah perusahaan-perusahaan yang terdaftar di New York Stock Exchange pada tahun 1994. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa kepemilikan manajerial, kebijakan dividen, Resource and Development (R and D)


(39)

commit to user

xli

dan Return on Asset (ROA) berpengaruh negatif pada kebijakan hutang perusahaan tetapi hanya kepemilikan manajerial dan kebijakan dividen yang berpengaruh signifikan, sedangkan total aktiva memiliki pengaruh positif pada kebijakan hutang perusahaan.

Penelitian yang dilakukan oleh Murni dan Andriana (2007) bertujuan untuk menguji pengaruh dari insider ownership, institutional ownership, dividend payments dan firm growth terhadap kebijakan hutang perusahaan pada 42 perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta selama tahun 1999-2002. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa insider ownership tidak berpengaruh signifikan terhadap kebijakan hutang perusahaan, sedangkan institutional ownership, dividend payments dan firm growth berpengaruh signifikan terhadap kebijakan hutang perusahaan.

Makmun (2003) dalam penelitiannya menganalisis faktor-faktor yang dapat mampengaruhi kebijakan hutang. Faktor-faktor yang dianalisis adalah insider ownership, kebijakan dividen, keuntungan (profit) dan pertumbuhan total aktiva. Populasi penelitian adalah 139 perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEJ periode 1992-2001. Hasil penelitian ini adalah bahwa kebijakan dividen dan profit berpengaruh negatif terhadap kebijakan hutang, pertumbuhan aktiva berpengaruh positif terhadap kebijakan hutang, sedangkan insider ownership tidak berpengaruh terhadap kebijakan hutang.

Dharmastuti et al. (2003) melakukan penelitian untuk menganalisis hubungan dividen dan kebijakan hutang pada perusahaan yang terdaftar di Jakarta Stock Exchange pada tahun 2000-2002. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa


(40)

commit to user

xlii

terdapat hubungan interdependensi antara kebijakan dividen dan kebijakan hutang perusahaan. Secara parsial ditunjukkan bahwa dividen dan pertumbuhan perusahaan berpengaruh negatif dan signifikan pada kebijakan hutang, sedangkan profitabilitas dan volatilitas pendapatan berpengaruh positif dan signifikan pada kebijakan hutang perusahaan.

Wahidahwati (2002) menganalisis bagaimana kepemilikan manajerial berhubungan dengan risiko, kebijakan hutang dan kebijakan dividen pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta tahun 1993-1996. Hasil penelitiannya membuktikan bahwa kepemilikan manajerial dan risiko berpengaruh positif dan signifikan terhadap kebijakan hutang perusahaan, sedangkan kebijakan dividen berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap kebijakan hutang perusahaan.

Putri dan Nasir (2006) menganalisis hubungan antara kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, kebijakan dividen, kebijakan pengambilan risiko, free cash flow, profitabilitas dan kebijakan hutang. Penelitian ini menggunakan perusahaan-perusahaan yang terdaftar di Jakarta Stock Exchange dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2004 sebagai sampelnya. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, dan kebijakan dividen berpengaruh positif terhadap kebijakan hutang perusahaan tetapi hanya kepemilikan manajerial yang berpengaruh signifikan. Sementara itu, kebijakan pengambilan risiko, free cash flow dan profitabilitas memiliki arah koefisien negative, tetapi hanya variabel kebijakan pengambilan risiko dan free cash flow yang berpengaruh signifikan terhadap kebijakan hutang perusahaan.


(41)

commit to user

xliii

Suhartono (2004) meneliti simultanitas antara kebijakan dividen dan kebijakan hutang pada 20 perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEJ periode 1993-1996. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat interdependensi antara kebijakan hutang dan kebijakan dividen. Net organizational capital, beta, dan

growth secara negatif berhubungan dengan kebijakan dividen. Earning volatility

dan profitabilitas secara negatif berhubungan dengan kebijakan hutang, namun net organizational capital dan growth tidak berhubungan dengan kebijakan hutang.

G. Kerangka Pemikiran dan Hipotesis

1. Kerangka pemikiran

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh kebijakan dividen terhadap kebijakan hutang perusahaan. Selain itu, penelitian ini juga menguji kemampuan arus kas bebas dalam memediasi pengaruh kebijakan dividen terhadap kebijakan hutang perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Atas beberapa paparan sebelumnya tersebut yang mendasari penyusunan kerangka pikir dalam penelitian ini yang dapat dijelaskan sebagai berikut.

Gambar II.1 Kerangka Pemikiran

(-) (-)

(+)

2. Hipotesis

a. Pengaruh kebijakan dividen terhadap free cash flow.

Free Cash Flow

Debt Policy Dividend Policy


(42)

commit to user

xliv

Aggarwal dan Zong (2005) membuktikan bahwa kebijakan dividen yang tinggi berkecenderungan pada perusahaan untuk melakukan pendanaan eksternal melalui hutang. Hal ini dilakukan karena berkurangnya jumlah free cash flow dan kesempatan investasi perusahaan. Kebijakan dividen tunai tersebut diambil oleh manajer dalam rangka memberikan kemakmuran yang nyata pada para pemegang saham sehingga manajer akan memperoleh penilaian yang lebih baik dari para pemegang saham atas kinerja perusahaan. Levi dan Sarnat (1990) berpendapat bahwa perusahaan yang memiliki peluang investasi lebih memilih untuk memiliki dividend payout ratio yang rendah atau bahkan tidak membayar dividen sama sekali agar mempunyai jumlah arus kas yang cukup untuk mendanai investasi sehingga perusahaan tidak bergantung pada pendanaan eksternal (hutang). Lebih jauh dijelaskan bahwa pendanaan internal lebih murah dibanding dengan pendanaan eksternal dan oleh karenanya diharapkan dapat meningkatkan nilai perusahaan.

Bhattacharyya et al. (2008) menyebutkan dalam free cash flow hypothesis

bahwa peningkatan dividen disukai para investor karena hal tersebut menggambarkan para manajer akan memiliki kas relatif sedikit yang dapat digunakan untuk investasi dalam proyek yang tak berguna. Oleh karena itu

kebijakan dividen yang tinggi dapat mengurangi jumlah free cash flow perusahaan.

Tingginya rasio kebijakan dividen perusahaan mengindikasikan bahwa perusahaan yang membayarkan dividen dalam jumlah besar kepada para pemegang sahamnya akan menghasilkan arus kas bebas yang cenderung kecil karena arus kas bebas sendiri adalah arus kas sisa yang


(43)

commit to user

xlv

diperoleh dari arus kas yang dihasilkan (digunakan) oleh aktivitas operasional perusahaan pada akhir periode dikurangi dengan arus kas yang dihasilkan (digunakan) oleh aktivitas investasi perusahaan pada akhir periode yang sama. Jensen (1986) menyatakan bahwa semakin tinggi dividen maka akan menyebabkan semakin berkurangnya free cash flow

dalam perusahaan sehingga menghindari adanya alokasi pada tindakan yang tidak menguntungkan.

Berdasarkan uraian tersebut maka dapat dikembangkan hipotesis sebagai berikut.

H1: Terdapat pengaruh kebijakan dividen terhadap free cash flow

perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI).

b. Pengaruh kebijakan dividen terhadap kebijakan hutang.

Chen dan Steiner (1999) menemukan bahwa kebijakan dividen berpengaruh negatif dan signifikan pada perusahaan yang terdaftar di New York Stock Exchange. Sementara itu, Wahidahwati (2002) menyatakan bahwa dividend payment mempunyai pengaruh yang signifikan dan berhubungan negatif terhadap kebijakan hutang perusahaan. Murni dan Andriana (2007) juga menunjukkan bukti bahwa dividend payment

berpengaruh secara signifikan terhadap kebijakan hutang perusahaan manufaktur di Indonesia.

Berbeda dengan hasil penelitian Chen dan Steiner (1999), Murni dan Andriana (2007) serta Wahidahwati (2002), penelitian yang dilakukan oleh Ismiyanti dan Hanafi (2003) menganalisis mengenai kepemilikan


(44)

commit to user

xlvi

manajerial, kepemilikan institusional, risiko, kebijakan hutang dan kebijakan dividen dalam analisis persamaan simultan, hasil yang diperoleh adalah kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional sama-sama mempunyai hubungan yang positif signifikan terhadap kebijakan hutang. Dalam penelitian mereka terhadap kebijakan dividen, kepemilikan manajerial berhubungan negatif tidak signifikan demikian pula dengan kepemilikan institusional berhubungan positif tetapi tidak signifikan.

Berdasarkan uraian tersebut maka dapat dikembangkan hipotesis sebagai berikut.

H2: Terdapat pengaruh kebijakan dividen terhadap kebijakan hutang

perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI).

c. Kemampuan free cash flow dalam memediasi pengaruh kebijakan dividen terhadap kebijakan hutang.

Jensen (1986) menyatakan bahwa hutang dapat mengurangi keleluasaan manajemen menggunakan free cash flow untuk kegiatan yang bersifat non maximizing value. Semakin besar aliran kas bebas perusahaan, maka semakin besar pula kemungkinan terjadinya pemborosan yang dilakukan oleh manajer sehingga diperlukan tingkat hutang yang tinggi pula sebagai mekanisme yang digunakan untuk mengontrol tindakan manajer yang cenderung discretionary dan non maximizing value. Hal ini


(45)

commit to user

xlvii

menunjukkan hubungan yang positif antara free cash flow dengan kebijakan hutang yang dilakukan oleh manajer.

Penelitian yang dilakukan oleh Tarjo dan Jogiyanto (2003) menemukan hubungan yang positif dan signifikan antara free cash flow

dengan kebijakan hutang. Sementara itu Wahidahwati (2002) menyatakan bahwa meningkatkan kebijakan dividen merupakan salah satu cara untuk mengurangi agency problem, dengan demikian tidak tersedia cukup banyak

free cash flow dan manajemen terpaksa mencari pendanaan dari luar untuk membiayai investasinya.

Berdasarkan uraian tersebut maka dapat dikembangkan hipotesis sebagai berikut.

H3: Free cash flow dapat memediasi pengaruh kebijakan dividen

terhadap kebijakan hutang perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI).

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan pengujian hipotesis (hypothesis testing study) yaitu menjelaskan sifat hubungan-hubungan tertentu atau menetapkan perbedaan-perbedaan antara dua faktor (kelompok) independen atau lebih dalam sebuah situasi (Sekaran, 2003). Penelitian ini berusaha menjelaskan pengaruh kebijakan dividen yang diproksikan oleh dividend payout ratio (DPR) terhadap kebijakan hutang


(46)

commit to user

xlviii

perusahaan yang diproksikan oleh debt ratio (DR) yang dimediasi oleh arus kas bebas (FCF).

B. Populasi, Sampel dan Teknik Pengumpulan Data

Populasi merupakan kelompok orang, kejadian atau peristiwa yang menjadi perhatian para peneliti untuk diteliti (Sekaran, 2003). Populasi yang digunakan sebagai sampel penelitian ini adalah seluruh perusahaan manufaktur yang telah go public di Indonesia. Populasi dalam penelitian ini perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan alasan bahwa industri perusahaan manufaktur merupakan kelompok industri yang terbesar di BEI sehingga diharapkan dengan menggunakan perusahaan manufaktur dapat diperoleh jumlah sampel yang representatif. Selain itu pemilihan populasi perusahaan manufaktur untuk mengurangi pengaruh industri (industry effect).

Sampel adalah bagian atau anggota dari populasi (Sekaran, 2003). Sampel merupakan beberapa anggota yang diambil dari populasi. Sampel penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang diteliti selama tahun 2006 dan tahun 2007 yang menyediakan data yang dibutuhkan dalam penghitungan, pengukuran dan penilaian variabel. Pemilihan sampel dilakukan dengan menggunakan metode purposive sampling. Purposive sampling dalam memilih anggota populasi yaitu pemilihan anggota sampel dengan mendasarkan pada beberapa kriteria tertentu. Adapun kriteria yang digunakan untuk menjadi anggota sampel adalah sebagai berikut. 1. Perusahaan manufaktur yang telah go public setelah 31 Desember 2005 karena


(47)

commit to user

xlix

yang telah dipublikasikan tanggal 1 Januari 2006 sampai tanggal 31 Desember 2007.

2. Perusahaan manufaktur yang menerbitkan laporan keuangan tahunan dengan memuat seluruh data dan informasi yang dibutuhkan dalam pengukuran variabel dan analisis data.

3. Perusahaan manufaktur yang melakukan kebijakan dividen tunai selama kurun waktu 2006-2007.

C. Data dan Metode Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yaitu informasi yang diperoleh dari pihak lain (Sekaran, 2003). Alasan menggunakan data sekunder dengan pertimbangan bahwa data ini mudah untuk diperoleh dan memiliki waktu yang lebih luas.

Adapun data yang dibutuhkan terdiri dari data berikut ini. 1. Daftar perusahaan manufaktur yang listing di Bursa Efek Indonesia.

2. Daftar perusahaan manufaktur yang membagi dividen tunai tahun 2006 dan 2007.

3. Laporan keuangan tahunan perusahaan manufaktur tahun 2006 dan 2007.

Data tersebut diperoleh dengan melalui cara dokumentasi dari publikasi Bursa Efek Indonesia baik melalui website resmi yaitu www.idx.co.id maupun publikasi melalui pojok BEI UNS dan Indonesian Capital Market Directory (ICMD).


(48)

commit to user

l

D. Definisi Operasional Variabel dan Pengukuran Variabel

Penelitian ini terdapat tiga variabel yang akan diuji secara sistematis, yaitu seperti berikut ini.

1. Variabel Independen (Variabel Bebas)

Kebijakan dividen merupakan keputusan yang diambil oleh manajemen perusahaan untuk membagi dividen tunai dengan mempertimbangkan jumlah laba ditahan dan ketersediaan kas perusahaan (Nuringsih, 2005). Variabel ini menggunakan proksi dividend payout ratio, yaitu perbandingan dividen per lembar saham dengan laba per lembar saham. Untuk menentukan variabel ini dirumuskan sebagai berikut ini.

DPR =

2. Variabel Dependen (Variabel Terikat)

Kebijakan hutang diproksikan dengan nilai debt ratio (DR) yang merupakan pembagian antara total hutang (baik hutang jangka pendek maupun hutang jangka panjang) dengan total aktiva (baik aktiva lancar maupun aktiva tetap). Rasio ini menunjukkan besarnya hutang yang digunakan untuk membiayai aktiva yang digunakan oleh perusahaan dalam rangka menjalankan aktivitas operasionalnya. Variabel debt ratio diberi simbol DR. Untuk menentukan nilai DR dapat digunakan rumus seperti berikut ini.

DR =

3. Variabel Intervening

Total Hutang Total Aktiva

Dividend per share Earnings per share


(49)

commit to user

li

Aliran kas bebas (free cash flow) adalah cash flow yang tersedia untuk dibagikan kepada investor setelah perusahaan melakukan investasi pada fixed

asset dan working capital yang diperlukan untuk mempertahankan

kelangsungan usahanya (Sartono, 2001), dengan kata lain aliran kas bebas adalah kas yang tersedia di atas kebutuhan investasi yang menguntungkan.

Besarnya arus kas bebas diperoleh dari selisih antara arus kas yang dihasilkan (digunakan) oleh aktivitas operasional perusahaan pada akhir periode dengan arus kas yang dihasilkan (digunakan) oleh aktivitas investasi perusahaan pada akhir periode yang sama. Variabel ini diberi simbol FCF, yang dihitung dengan menggunakan rumus (Jensen, 1986) sebagai berikut.

FCFt = Arus kas operasionalt – Arus kas investasit

E. Metode Analisis Data

Penelitian ini menggunakan analisis regresi linier sederhana dan regresi linear berganda serta analisis jalur (path analysis) yang digunakan untuk menganalisis uji hipotesis penelitian. Analisis dan pengujian dilakukan untuk mengetahui pengaruh kebijakan dividen terhadap kebijakan hutang dengan free cash flow sebagai variabel intervening. Persamaan regresi yang digunakan dalam penelitian ini dapat dirumuskan seperti berikut ini.

Sesuai dengan kerangka pemikiran dan pengajuan hipotesis di atas maka hipotesis akan diuji dengan persamaan regresi seperti berikut ini.

LN_FCF = β1 DPR + e1………... (1)

DR = β1 DPR + β2 LN_FCF + e2……….. (2)

Keterangan:


(50)

commit to user

lii

β1,β2 = Konstanta;

DPR = Dividend payout ratio;

LN_FCF = Logaritma Natural Free cash flow, dan

e1,e2 = Error term.

Adapun langkah dan tahapan pengujian hipotesis dalam penelitian ini adalah seperti berikut ini.

1. Uji Asumsi Klasik

a. Uji Normalitas

Tujuan dari pengujian ini adalah untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel independen dan dependen memiliki distribusi normal atau tidak. Data yang baik adalah data yang berdistribusi normal. Model regresi yang baik adalah model yang memiliki distribusi data normal atau mendekati normal. Pengujian ini dilakukan dengan memakai uji

Kolmogorov-Smirnov. Level of Significant yang digunakan adalah 0,05. Jika nilai p-value lebih besar dari 0,05 maka data berdistribusi normal, begitu pula sebaliknya.

b. Uji Multikolinieritas

Merupakan uji yang dilakukan dengan tujuan menguji apakah model regresi terdapat korelasi antar variabel independen (Ghozali, 2006). Model regresi yang baik seharusnya tidak terdapat korelasi di antara variabel independen Jika terjadi korelasi antar variabel independen maka dikatakan terjadi problem multikolinieritas. Untuk mendeteksi ada tidaknya multikolonieritas dalam model regresi, peneliti akan melihat nilai Tolerance

dan Variance Inflation Faktor (VIF) dengan alat bantu program SPSS 16.


(51)

commit to user

liii

tidak dijelaskan oleh variabel independen lainnya. Nilai tolerance yang rendah sama dengan nilai VIF tinggi (karena VIF= 1/ tolerance). Nilai cutoff

yang dipakai adalah nilai tolerance < 0.10 atau sama dengan nilai VIF > 10. Jika tidak ada variabel independen yang memiliki nilai tolerance kurang dari 0.10 dan tidak ada variabel independen yang memiliki nilai VIF lebih dari 10, maka tidak terjadi problem multikolinieritas.

c. Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi merupakan pengujian yang dilakukan untuk mengetahui apakah di dalam model regresi linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode sebelumnya (t-1). Autokorelasi terjadi ketika adanya kesalahan

pengganggu tidak bebas dari satu observasi ke observasi lainnya.

Menurut Ghozali (2006), model regresi yang baik adalah regresi yang bebas dari autokorelasi. Untuk menguji ada tidaknya masalah autokorelasi, penelitian akan menggunakan uji runs test dengan alat bantu SPSS. Apabila asymp. Sig. lebih besar dari 5%, maka tidak terjadi gejala autokorelasi dan begitu pula sebaliknya.

d. Uji Heteroskedaktisitas

Uji heterokedaktisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap, maka disebut homoskedastisitas dan jika berbeda disebut heterokedastisitas. Model regresi yang baik adalah homoskedastisitas atau tidak terjadi heterokedastisitas. Kebanyakan data


(52)

commit to user

liv

cross section mengandung situasi heterokedastisitas karena data ini menghimpun data yang mewakili berbagai ukuran baik kecil, sedang maupun besar (Ghozali, 2006).

Untuk mendeteksi ada atau tidaknya heterokedastisitas dalam model, peneliti akan menggunakan uji Glejser dengan bantuan program SPSS. Apabila koefisien parameter beta > 0.05 maka tidak ada masalah heteroskedastisitas (Ghozali, 2006). Jika ternyata dalam model terdapat heteroskedastisitas, maka cara memperbaiki dapat dilakukan dengan cara berikut ini.

1. Melakukan transformasi dalam bentuk model regresi dengan membagi model regresi dengan salah satu variabel independen yang digunakan dalam model tersebut.

2. Melakukan transformasi logaritma.

2. Uji Hipotesis I dan II

a. Uji koefisien regresi simultan (Uji F)

Uji F digunakan untuk mengetahui apakah variabel independen secara bersama-sama atau simultan mempengaruhi variabel dependen, maka peneliti menggunakan uji pengaruh simultan (F test) dengan alat bantu program SPSS. Langkah-langkah untuk melakukan pengujian adalah berikut ini.

1) Menentukan Hipotesis. H0 : b1 = b2 = b3 ...


(53)

commit to user

lv 2) Menghitung Fhitung.

Kriteria penyimpulannya adalah sebagai berikut ini.

1) H0 ditolak dan Ha tidak ditolak, yaitu apabila p-value lebih kecil dari 5%

(p < α), berarti variabel independen secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel dependen atau dapat dikatakan bahwa model regresi signifikan.

2) H0 tidak ditolak dan Ha ditolak, yaitu apabila p-value lebih besar dari 5%

(p > α), berarti variabel independen secara bersama-sama tidak berpengaruh terhadap variabel dependen atau dapat dikatakan bahwa model regresi tidak signifikan.

b. Uji signifikansi parameter individual (Uji t)

Uji t digunakan untuk mengetahui apakah variabel bebas secara parsial mempengaruhi variabel terikat dengan asumsi variabel independen lainnya konstan. Langkah-langkah untuk melakukan pengujian adalah berikut ini.

1) Menentukan Hipotesis. H0 : b1 = b2 = b3 ... = 0

Ha : b1 ≠ b2 ≠ b3 ... ≠ 0

2) Menghitung Fhitung.

Kriteria penyimpulannya adalah sebagai berikut ini.

1) H0 ditolak dan Ha tidak ditolak, yaitu apabila p-value lebih kecil dari 5%

(p < α), berarti variabel independen secara individual berpengaruh terhadap variabel dependen.


(54)

commit to user

lvi

2) H0 tidak ditolak dan Ha ditolak, yaitu apabila p-value lebih besar dari 5%

(p > α), berarti variabel independen secara individual tidak berpengaruh terhadap variabel dependen.

3. Uji Hipotesis III

Untuk menguji pengaruh variabel intervening digunakan metode Analisis Jalur (Path Analysis). Analisis jalur merupakan perluasan dari analisis regresi linear berganda, atau analisis jalur adalah penggunaan analisis regresi untuk menaksir hubungan kausalitas antar variabel (model casual) yang telah ditetapkan sebelumnya berdasarkan teori. Analisis jalur sendiri tidak dapat menentukan hubungan sebab-akibat dan juga tidak dapat digunakan sebagai substitusi bagi peneliti untuk melihat hubungan kausalitas antar variabel. Hubungan kausalitas antar variabel telah dibentuk dengan model berdasarkan landasan teoritis. Apa yang dapat dilakukan oleh analisis jalur adalah menentukan pola hubungan antara tiga atau lebih variabel dan tidak dapat digunakan untuk mengkonfirmasi atau menolak hipotesis kausalitas imajiner.

Gambar III.1

Model Analisis Jalur (Path Analysis)

p2 p3

Dividend Policy

Free Cash Flow

Debt Policy

e1

e2 1


(55)

commit to user

lvii

p1 1

Diagram jalur memberikan secara eksplisit hubungan kausalitas antar variabel berdasarkan pada teori. Anak panah menunjukkan hubungan antar variabel. Model bergerak dari kiri ke kanan dengan implikasi prioritas hubungan kausal variabel yang dekat ke sebelah kiri. Setiap nilai p menggambarkan jalur dan koefisien jalur. Berdasarkan gambar model jalur diajukan hubungan berdasarkan teori bahwa Dividend Policy mempunyai hubungan langsung dengan Debt Policy (p1). Namun demikian Dividend Policy juga mempunyai hubungan tidak langsung dengan Debt Policy yaitu dari Dividend Policy ke Free Cash Flow (p2) baru kemudian ke Debt Policy (p3). Total pengaruh hubungan dari Dividend Policy ke Debt Policy (korelasi antara Dividend Policy dan Debt Policy) sama dengan pengaruh langsung Dividend Policy ke Debt Policy

(koefisien path atau regresi p1) ditambah pengaruh tidak langsung yaitu koefisien path dari Dividend Policy ke Free Cash Flow yaitu p2 dikalikan dengan koefisien path dari Free Cash Flow ke Debt Policy yaitu p3.

Pengaruh langsung Dividend Policy ke Debt Policy = p1 Pengaruh tak langsung Dividend Policy ke Free Cash Flow = p2 x p3 ke Debt Policy


(56)

commit to user

lviii

Untuk menentukan signifikan atau tidaknya besar nilai pengaruh mediasi yang ditunjukkan oleh perkalian koefisien (p2 x p3), maka peneliti mengujinya dengan Sobel Test yang ditunjukkan sebagai berikut.

Hitung standard error dari koefisien indirect effect (Sp2p3). Sp2p3 = √ (p32.Sp22 + p22.Sp32 + Sp22.Sp32)

Kemudian berdasarkan hasil Sp2p3 tersebut dapat dihitung nilai t statistik pengaruh mediasi dengan rumus sebagai berikut.

t = p2p3 Sp2p3

Dari hasil thitung yang diperoleh selanjutnya dibandingkan dengan ttabel

(signifikansi 0,05), yaitu sebesar 1,96. Apabila hasil thitung lebih besar dari ttabel,

maka nilai koefisien mediasi adalah signifikan yang berarti ada pengaruh mediasi dalam penelitian ini, sebaliknya jika lebih kecil maka tidak signifikan yang berarti tidak ada pengaruh mediasi dalam penelitian.


(1)

commit to user

lxxvii

Hasil tersebut dipertegas dengan hasil Sobel test, di mana besarnya thitung

(0,7527) lebih kecil dari ttabel dengan tingkat signifikansi 0,05 yaitu sebesar 1,96

sehingga dapat dikatakan bahwa arus kas bebas (free cash flow) tidak dapat memediasi pengaruh kebijakan dividen terhadap kebijakan hutang perusahaan. Hal tersebut membuktikan bahwa free cash flow tidak memiliki muatan informasi yang digunakan untuk menentukan kebijakan hutang perusahaan. Selain itu, manajer juga terbukti tidak menggunakan free cash flow dalam mempertimbangkan kebijakan hutang perusahaan. Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian Wahidahwati (2002) yang menyatakan bahwa meningkatkan kebijakan dividen merupakan salah satu cara untuk mengurangi agency problem, dengan demikian tidak tersedia cukup banyak free cash flow dan manajemen terpaksa mencari pendanaan dari luar untuk membiayai investasinya.

BAB V

PENUTUP

Setelah melakukan analisis data dan pembahasan hasil penelitian di Bab IV, maka pada Bab V ini dijelaskan mengenai kesimpulan hasil penelitian, keterbatasan dan saran yang diberikan peneliti.

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pengujian yang dilakukan dalam penelitian ini, terdapat beberapa kesimpulan sebagai berikut ini.

1. Dividend policy berpengaruh terhadap free cash flow dengan tanda koefisien negatif sehingga dapat dinyatakan bahwa semakin tinggi rasio pembagian


(2)

commit to user

lxxviii

dividen kepada para pemegang saham dalam perusahaan menyebabkan kecenderungan perusahaan untuk mempunyai arus kas bebas yang rendah. Dengan demikian berarti H1 dalam penelitian ini diterima.

2. Dividend policy berpengaruh terhadap debt policy dengan tanda koefisien positif sehingga dapat dinyatakan bahwa semakin tinggi rasio pembagian dividen kepada para pemegang saham perusahaan menyebabkan kecenderungan perusahaan untuk melakukan kebijakan hutang yang tinggi. Dengan demikian berarti H2 dalam penelitian ini diterima.

3. Free cash flow tidak dapat memediasi pengaruh dividend policy terhadap debt policy bagi perusahaan sehingga dapat dinyatakan bahwa arus kas bebas tidak mempengaruhi hubungan antara kebijakan dividen dengan kebijakan hutang. Dengan demikian berarti H3 dalam penelitian ini tidak diterima.

B. Keterbatasan Penelitian

Pada penelitian ini terdapat beberapa keterbatasan yang perlu diperhatikan oleh peneliti berikutnya. Beberapa keterbatasan tersebut adalah sebagai berikut ini.

1. Penelitian ini hanya menggunakan satu variabel independen, yaitu DPR yang diduga berpengaruh terhadap DR baik secara langsung maupun melalui mediasi FCF sehingga R square untuk persamaan (1) dan persamaan (2) relatif kecil, yaitu masing-masing 26,9% dan 19,6%.

2. Penelitian ini hanya menggunakan sampel perusahaan manufaktur sehingga kemungkinannya kurang dapat diterapkan pada industri lain.

3. Jumlah tahun periode pengamatan yang hanya dua tahun. Ini menyebabkan jumlah sampel penelitian hanya berjumlah 91.


(3)

commit to user

lxxix

C. Saran

Berdasarkan keterbatasan yang ada, penelitian selanjutnya dapat mempertimbangkan hal-hal berikut ini.

1. Menambahkan variabel lain yang diduga berpengaruh terhadap kebijakan hutang seperti investment opportunity set (IOS) dan profitabilitas perusahaan. IOS merupakan opsi perusahaan untuk berinvestasi dalam proyek yang memiliki

net present value yang positif di mana ketika IOS tinggi maka tingkat hutang akan rendah. Sementara itu, profitabilitas menunjukkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan profit di mana ketika profitabilitas tinggi maka tingkat hutang akan rendah.

2. Sampel penelitian tidak hanya untuk perusahaan manufaktur, tetapi juga perusahaan non-manufaktur sehingga penelitian ini diharapkan memberikan hasil yang dapat digeneralisasi keseluruhan perusahaan di Indonesia.

3. Jangka waktu riset dapat diperpanjang (misalnya selama 5 tahun) dan dengan jumlah sampel perusahaan yang lebih besar dan lebih beragam. Perpanjangan periode penelitian dan penambahan jumlah sampel mungkin akan memberikan hasil yang lebih baik dalam mengestimasi kebijakan hutang.


(4)

commit to user

lxxx

DAFTAR PUSTAKA

Aggarwal, Raj dan Sijing Zong. 2005. The Cash Flow-Investment Relationship: International Evidence of Limited Access to External Finance. Working Paper, Vol. 4,5. www.papers.ssrn.com.

Amalia, L. S., dan Silvy. 2006. Analisis Kebijakan Dividen dan Kebijakan Leverage

terhadap Prediksi Kepemilikan Manajerial dengan Teknik Analisis

Multinominal Logit. Jurnal Akuntansi dan Bisnis, Vol. 6, No.1. Baridwan, Zaki. 1997. Intermediate Accounting. Yogyakarta: BPFE.

Bhattacharyya, N., A. Mawani dan C. Morrill. 2008. Dividend Payout and Executive

Compensation: Theory and Evidence. Accounting and Finance 48, (2008) 521–

541.

Brigham, E. F. dan J. F. Houston. 2001. Fundamentals of Financial Management. 8th Edition. Florida: Harcourt Inc.

____________, E. C. Gapenski, dan P. R. Daves. 1996. Intermediate Financial Management. 6th Edition. USA: the Dryden Press, Harcourt Brace College Pub. Budiarsi, Trinindita. 2007. Analisis Pengaruh Kebijakan Deviden dan Free Cash Flow

terhadap Tingkat Leverage Perusahaan dengan Moderasi Set Kesempatan Investasi dan Struktur Kepemilikan Perusahaan. Skripsi. Surakarta: UNS. Chen, C. R. dan T. L. Steiner. 1999. Managerial Ownership and Agency Conflict : a

Nonlinear Simultaneous Equation Analysis of Managerial Ownership, Risk Taking, Debt Policy and Dividend Policy. Financial Review, Vol. 34, pp. 119-137.

Dharmastuti C. F., K. Stella dan Eviyanti. 2003. Analisis Keterkaitan Secara Simultan antara Kebijakan Dividen dan Kebijakan Hutang pada Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta Periode Tahun 2000-2002.

Ghozali, Imam. 2006. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Edisi Keempat. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Husnan, Suad. 1996. Manajemen Keuangan Teori dan Penerapan (Keputusan Jangka Pendek).Edisi 4. Yogyakarta: BPFE.

Indriantoro, Nur dan Bambang Supomo. 2002. Metodologi Penelitian Bisnis Untuk

Akuntansi dan Manajemen. Yogyakarta: BPFE Yogyakarta.

Ismiyati, Fitri dan M. M. Hanafi. 2003. Kepemilikan Manajerial, Kepemilikan Institusional, Resiko, Kebijakan Utang dan Kebijakan Deviden: Analisis


(5)

commit to user

lxxxi

Jensen, M. C. dan W. H. Meckling. 1976. Theory of The Firm: Managerial Behavior, Agency Cost and Ownership Structure.Journal Of Finacial Economics.

___________. 1986. Agency Cost of Free Cash Flow, Corporate Finance and

Takeovers.American Economic Review 76, 323-329.

Levy, Haim dan Marshall Sarnat. 1990. Capital Investment Financial Decisions. New York: Pentice Hall: 331-548.

Makmun. 2003. Analisa Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kebijakan Hutang (Studi

Kasus pada Perusahaan-Perusahaan yang Terdaftar di BEI). Tesis. Surakarta:

UNS

Murni, Sri dan Andriana. 2007. Pengaruh Insider Ownership, Institusional Investor, Dividend Payments dan Firm Growth terhadap Kebijakan Hutang Perusahaan.

Jurnal Ekonomi dan Bisnis Vol.7, No. 1, Februari: 15-24.

Nuringsih, Kartika. 2005. Analisis Pengaruh Kepemilikan Manajerial, Kebijakan Hutang, ROA dan Ukuran Perusahaan terhadap Kebijakan Deviden: Studi 1995-1996. Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia, Vol 2, No.2.

Putri, F. I. dan Nasir. 2006. Analisis Persamaan Simultan Kepemilikan Manajerial, Institutional, Risiko, Kebijakan Hutang dan Kebijakan Dividen dalam Perspektif

Teori Keagenan. Simposium Akuntansi Nasional IX.

Ross, S. A., W. Randolph dan D. J. Bradford. 2000. Fundamentals of Corporate Finance. Irwin McGraw-Hill, Boston. Fith Edition.

Sartono, Agus. 2001. Manajemen Keuangan Teori dan Aplikasi Edisi 4. Yogyakarta: BPFE.

Sekaran, Uma. 2003. Research Methods for Business. 3rd Edition, John Wiley and Sons Inc., New York.

Soliha, Euis dan Taswan. 2002. Pengaruh Kebijakan Hutang terhadap Nilai Perusahaan serta Beberapa Faktor yang Mempengaruhi. Jurnal Bisnis dan Ekonomi.

Suhartono. 2004. Pengujian terhadap Keterkaitan antara Kebijakan Dividen dan Kebijakan Hutang secara Simultan pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Vol.7, No. 1, April:51-71.

Susilaningtyas, B. K. 2008. Pengaruh Struktur Kepemilikan, Profitabilitas,

Pertumbuhan Aktiva dan Ukuran Perusahaan terhadap Kebijakan Hutang pada Perusahaan Tekstil yang Terdaftar di BEJ. Skripsi. Surakarta: UNS.

Tarjo dan Jogiyanto. 2003. Analisa Free Cash Flow dan Kepemilikan Manajerial

terhadap Kebijakan Hutang pada Perusahaan Publik di Indonesia. Simposium

Nasional Akuntansi VI. Hal. 278-288.

Wahidahwati. 2002. Pengaruh Kepemilikan Manajerial dan Kepemilikan Institusional

pada Kebijakan Hutang Perusahaan: Sebuah Perspektif Theory Agency.

Simposium Nasional Akuntansi IV.

Wahyudi, Untung dan H. P. Pawestri. 2006. Implikasi Struktur Kepemilikan terhadap

Nilai Perusahaan: dengan Keputusan Keuangan sebagai Variabel Intervening.

Simposium Nasional Akuntansi IX.

Westri, L. H. 2009. Analisa Pengaruh Kepemilikan Manajerial dan Kepemilikan Institusional terhadap Kebijakan Dividen dan Kebijakan Hutang. Skripsi. Surakarta: UNS.

Wibowo, Alek. 2008. Pengaruh Kepemilikan Manajerial, Free Cash Flow dan Ukuran

Perusahaan terhadap Kebijakan Hutang pada Perusahaan Manufaktur di BEJ.


(6)

commit to user