persen. Angka negatif pada subsektor hiburan dan rekreasi ini, menunjukkan bahwa subsektor tersebut lebih dominan menggunakan impor dari luar daerah
ataupun dari luar negeri sebagai bahan-bahan baku dalam kegiatan proses produksinya untuk menghasilkan barang dan jasa. Misalnya alat yang digunakan
dalam pembuatan wahana rekreasi seperti perahu karet dan peralatan untuk outbound yang masih mengandalkan impor, sehingga mengalami defisit
perdagangan. Cara mengatasi masalah dalam penggunaan bahan-bahan baku yang masih
impor, dapat melalui substitusi impor dan promosi ekspor. Substitusi impor dengan mencintai produk lokal dalam negeri untuk penggunaan bahan-bahan baku
pada proses produksinya. Sedangkan promosi ekspor dengan mengikuti pameran pariwisata di tingkat nasional dan internasional, sehingga pariwisata Jawa Barat
akan meningkat secara perlahan.
5.1.6 Struktur Nilai Tambah Bruto
Nilai Tambah Bruto berdasarkan Tabel 5.5 dapat dilihat bahwa komponen yang memiliki kontribusi terbesar pada pembentukan Nilai Tambah Bruto adalah
Surplus Usaha yang mencapai Rp. 164,33 triliun atau sekitar 57,47 persen dari total Nilai Tambah Bruto Jawa Barat. Upah dan Gaji sebesar Rp. 90,29 triliun
30,48 persen berada pada urutan kedua, dan urutan ketiga adalah Penyusutan sebesar Rp. 2,78 triliun 9,7 persen.
Sektor yang mempunyai kontribusi tertinggi dalam nilai tambah bruto adalah sektor industri pengolahan yaitu sebesar Rp. 131,67 triliun atau sekitar
44,44 persen. Sektor perdagangan sebesar Rp. 41,37 triliun atau 13,97 persen,
sektor pertanian sebesar Rp. 36,67 triliun atau 12,38 persen dan sektor pariwisata sebesar Rp. 22,03 triliun atau 7,44 persen. Pada sektor pariwisata, subsektor yang
memiliki nilai nilai tambah bruto tertinggi adalah subsektor restoran sebesar Rp. 11,62 triliun 3,92 persen, subsektor pengangkutan Rp. 9,06 triliun 3,06 persen
subsektor hotel Rp. 1,17 triliun 0,40 persen, dan subsector hiburan dan rekreasi Rp. 0,17 triliun 0,06 persen.
Tabel. 5.5 Nilai Tambah Bruto Sektor-Sektor Perekonomian Jawa Barat
Sumber: Tabel Input-Output Provinsi Jawa Barat Tahun 2003 diolah
No Sektor
Upah dan Gaji Juta
Rupiah Surplus
Usaha Juta Rupiah
Rasio Penyusutan
Juta Rupiah
Pajak Tak Langsung
Juta Rupiah
Nilai Tambah Bruto Jumlah
Juta Rupiah
Persen
Non Pariwisata 84433611
152519180 8,80
24418196 12958950
274229937 92,56
1. Pertanian
9167669 26597882
0,34 520050
388241 36673842
12,38 2.
Pertambangan dan
Penggalian 1805591
13337802 0,14
746310 543885
16333588 5,51
3. Industri
Pengolahan 40864385
67624360 0,60
14811687 8370370
131670802 44,44
4. Listrik, Gas,
dan Air bersih 1203825
2514753 0,48
2504672 50175
6273425 2,12
5. Bangunan
4081014 2173821
1,88 512876
365847 7133558
2,41 6.
Perdagangan 9576664
27130750 0,35
2085302 2579884
41372600 13,97
7. Komunikasi
667093 1684032
0,40 722786
82911 3156822
1,07 8.
Keuangan, Persewaan,
dan Jasa Perusahaan
1839827 7976569
0,23 769273
356120 10941789
3,69 9.
Jasa-jasa 15227543
3479211 4,38
1745240 221517
20673511 6,98
Pariwisata 5859515
11809819 2,69
3354536 1003989
22027859 7,44
10. Hotel
395472 641305
0,62 68133
71708 1176618
0,40 11.
Restoran 3006636
7727032 0,39
398835 488392
11620895 3,92
12. Pengangkutan
2390001 3372044
0,71 2856063
439461 9057569
3,06 13.
Hiburan dan Rekreasi
67406 69438
0,97 31505
4428 172777
0,06
Total 90293126
164328999 27772732
13962939 296257796
100,00 Persen
30,48 55,47
9,37 4,71
100,03
Berdasarkan Tabel 5.5 dapat dilihat bahwa, nilai rasio sektor pariwisata berada pada peringkat dua. Nilai rasio tersebut merupakan perbandingan antara
nilai upah dan gaji dengan nilai surplus usaha. Rasio pada sektor pariwisata mempunyai nilai sebesar 2,69 dimana nilai tersebut lebih dari satu. Nilai rasio
yang mendekati satu atau lebih satu menunjukkan bahwa sektor tersebut berada pada titik keseimbangan antara pendapatan yang diterima tenagakerja dan
pendapatan yang diterima perusahaan. Dengan kondisi seperti ini maka sektor pariwisata harus tetap dijaga agar tetap konsisten, karena dengan nilai rasio
tersebut sektor ini sangat berpotensi dalam membangun kesejahteraan tenagakerja dan perusahaan.
5.2 Analisis Keterkaitan dan Dampak Penyebaran 5.2.1 Keterkaitan Langsung dan Tak Langsung ke Depan dan ke Belakang
Analisis Keterkaitan dapat dilihat menjadi dua yaitu: Keterkaitan ke belakang backward linkage, merupakan keterkaitan sektor produksi hilir tehadap
sektor-sektor hulunya. Sehingga dapat menunjukkan hubungan keterkaitan antar sektor dalam pembelian terhadap total pembelian input yang digunakan untuk
proses produksi. Dan Keterkaitan ke depan forward linkage menunjukkan hubungan keterkaitan antar sektor dalam penjualan terhadap total penjualan
output yang dihasilkannya. Atau merupakan keterkaitan sektor produksi hulu terhadap sektor produksi hilirnya.
Tabel 5.6 menunjukkan bahwa, nilai keterkaitan ke depan secara langsung, sektor pariwisata memiliki nilai 0,33972, nilai tersebut berarti bahwa ketika
adanya peningkatan pada permintaan akhir sebesar Rp. 1 juta, maka output sektor pariwisata yang dapat dialokasikan langsung ke sektor lainnya termasuk pada
sektor pariwisata itu sendiri terjadi peningkatan sebesar Rp. 339.720. Sektor pariwisata juga memiliki nilai keterkaitan ke depan secara langsung dan tidak
langsung sebesar 1,58243, yang dapat diartikan bahwa apabila terjadi peningkatan permintaan akhir sebesar Rp. 1 juta, maka output sektor pariwisata dialokasikan
baik secara langsung maupun tidak langsung ke sektor lain termasuk pada sektor pariwisata sendiri terjadi peningkatan sebesar Rp. 1.582.430
Sektor pariwisata dalam analisis keterkaitan ke belakang secara langsung mempunyai nilai 0,02086. Nilai tersebut menunjukkan bahwa, ketika adanya
peningkatan permintaan akhir sebesar Rp. 1 juta, maka sektor pariwisata dapat meningkatkan permintaan inputnya secara langsung terhadap sektor lainnya
termasuk pada sektor pariwisata sendiri sebesar Rp. 20.860. Nilai keterkaitan ke belakang secara langsung dan tidak langsung, sektor pariwisata memiliki nilai
1,34395, yang berarti apabila terjadi peningkatan permintaan akhir sebesar Rp. 1 juta, maka sektor pariwisata akan meningkatkan permintaan inputnya terhadap
sektor lain baik secara langsung maupun tidak langsung sebesar Rp. 1.343.950.
Tabel 5.6 Keterkaitan Langsung dan Keterkaitan Tidak Langsung ke Depan
dan ke Belakang Sektor Perekonomian Jawa Barat
Sektor Keterkaitan Langsung
Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung
Depan Belakang
Depan Belakang
Pertanian 0,13948
0,04042 1,23783
1,33556 Pertambangan dan
Penggalian 0,20172
0,03640 1,26014
1,92359 Industri Pengolahan
0,53349 0,24926
1,92266 3,79145
Listrik, Gas, dan Air bersih
0,66234 0,01616
2,0542 1,30431
Bangunan 0,68861
0,00275 2,25153
1,08094 Perdagangan
0,28394 0,03518
1,45664 1,38837
Pariwisata 0,33972
0,02086 1,58243
1,34395
Komunikasi 0,25234
0,00421 1,38266
1,12532 Keuangan, Persewaan,
dan Jasa Perusahaan 0,20372
0,02588 1,32536
1,56972 Jasa-jasa
0,36090 0,01047
1,63616 1,2464
Sumber: Tabel Input-Output Provinsi Jawa Barat Tahun 2003, Klasifikasi 10 sektor diolah.
Berdasarkan analisis keterkaitan yang terdapat dalam Tabel 5.6, dapat disimpulkan bahwa sektor pariwisata menduduki peringkat kelima dalam analisis
keterkaitan ke depan forward linkage baik langsung maupun langsung dan tidak langsung. Sedangkan untuk hasil analisis keterkaitan ke belakang backward
lingkage. Baik langsung maupun langsung dan tidak langsung sektor pariwisata berada pada urutan enam dan lima.
Nilai keterkaitan kedepan lebih besar daripada kebelakang, baik dalam analisis keterkaitan langsung maupun keterkaitan langsung dan tidak langsung.
Hal tersebut menunjukkan bahwa, sektor pariwisata lebih besar kontribusinya sebagai penyedia input bagi sektor-sektor lain dari pada sebagai pengguna input
dari sektor-sektor lain. Dengan demikian sektor pariwisata harus lebih memfokuskan diri sebagai penyedia input, atau meningkatkan produksi outputnya.
Tabel 5.7 menunjukkan bahwa, subsektor yang terdapat dalam sektor pariwisata mempunyai nilai tertinggi dalam keterkaitan langsung kedepan adalah
subsektor pengangkutan 0,40862 . Hal tersebut menunjukkan bahwa setiap
kenaikan Rp. 1 juta maka output dari subsektor pengangkutan akan dialokasikan kepada subsektor lain termasuk subsektor pengangkutan itu sendiri sebesar Rp.
408.620. Hal ini juga mengartikan bahwa setiap output yang dihasilkan oleh subsektor pengangkutan maka akan digunakan sebagai input bagi subsektor lain
dalam proses produksi untuk memenuhi permintaan akhir. Nilai keterkaitan langsung ke belakang tertinggi masih tetap diperoleh
subsektor pengangkutan 0,01461 diikuti subsektor restoran, subsektor hotel dan
subsektor rekreasi. Hal tersebut menunjukkan bahwa ketika terjadi kenaikan Rp. 1 juta permintaan akhir maka akan meningkatkan permintaan input bagi subsektor
lainnya termasuk subsektor pengangkutan itu sendiri sebesar Rp. 14.610. Hal ini juga menunjukkan bahwa, dalam kenaikan permintaan akhir maka akan
meningkatkan permintaan input pada subsektor pengangkutan untuk diproses menjadi output subsektor pengangkutan sebesar nilai tersebut.
Keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan yang terdapat dalam sektor pariwisata tertinggi adalah subsektor pengangkutan yaitu sebesar 1,70792,
yang berarti ketika terjadi peningkatan permintaan akhir pada subsektor pengangkutan sebesar Rp. 1 juta, maka akan meningkatkan output subsektor
pengangkutan secara langsung maupun tidak langsung sebesar Rp. 1.707.920. Nilai tertinggi yang diraih subsektor pengangkutan menunjukkan bahwa subsektor
pengangkutan mempunyai kontribusi terbesar dalam hal menyediakan input bagi subsektor-subsektor lain dalam pariwisata.
Nilai keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang tertinggi masih di pegang oleh seubsektor pengangkutan yaitu sebesar 1,28318. Arti dari nilai
tersebut adalah ketika terjadi peningkatan akhir pada subsektor pengangkutan sebesar Rp.1 juta, maka akan meningkatkan input untuk digunakan dalam
subsektor pengangkutan tersebut sebesar Rp. 1.283.180. Hal tersebut juga menunjukkan bahwa subsektor pengangkutan membutuhkan input dari berbagai
subsektor yang terdapat dalam sektor pariwisata tertinggi diantara subsektor- subsektor lainnya.
Tabel 5.7 Keterkaitan Langsung dan Keterkaitan Tidak Langsung ke Depan
dan ke Belakang Subsektor Perekonomian Jawa Barat
Sumber: Tabel Input-Output Provinsi Jawa Barat Tahun 2003, Klasifikasi 13 sektor diolah.
Subsektor pengangkutan mempunyai nilai keterkaitan terbesar diantara subsektor lainya dalam sektor pariwisata. Subsektor pengangkutan sangat
berpotensi untuk meningkatkan kontribusi pariwisata dalam perekonomian Jawa Barat. Nilai keterkaitan kedepan dalam analisis tersebut lebih besar daripada nilai
keterkaitan kebelakangnya. Sehingga subsektor pengangkutan lebih berkontribusi sebagai penyedia input bagi sektor yang lain. Dengan demikian subsektor
pengangkutan dapat dijadikan sebagai sarana tranportasi bagi sektor lain dalam setiap proses produksinya.
Sektor Keterkaitan Langsung
Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung
Depan Belakang
Depan Belakang
Hotel 0,36193
0,00127 1,60562
1,02700 Restoran
0,21316 0,00489
1,36259 1,10378
Pengangkutan 0,40862
0,01461 1,70792
1,28318
Hiburan dan Rekreasi 0,26387
0,00009 1,43980
1,04193
5.2.2 Analisis Penyebaran 5.2.2.1 Koefisien Penyebaran