Tinjauan Pustaka

2. Tempe

Tempe adalah makanan yang dihasilkan dari proses fermentasi kapang golongan Rhizopus. Pembuatan tempe membutuhkan bahan baku kedelai. Melalui proses fermentasi, komponen-komponen nutrisi yang kompleks pada kedelai dicerna oleh kapang dengan rekasi enzimatis dan Tempe adalah makanan yang dihasilkan dari proses fermentasi kapang golongan Rhizopus. Pembuatan tempe membutuhkan bahan baku kedelai. Melalui proses fermentasi, komponen-komponen nutrisi yang kompleks pada kedelai dicerna oleh kapang dengan rekasi enzimatis dan

Tempe hasil fermentasi mem punyai komposisi kimia yang bermanfaat bagi kesehatan manusia menurut pendapat Muchtadi, 2010. Komposisi kimia dalam tempe kedelai dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Komponen Kimia Tempe Kedelai (per 100 gr)

Komponen

Jumlah Mineral

Jumlah Vitamin Jumlah Energi, Kkal

Air, g

Protein, g

Lemak total, g

As. Lemak jenuh, g AL tidak jenuh tunggal, g

Kalsium, mg Zat besi, mg

Magnesium, mg Fosfor, mg

Kalium, mg

Natrium, mg

Vitamin C, mg Vitamin

B1,

mg Vitamin

B2,

mg Niasin

(B3),

mg As. Pantotenat, mg Vitamin

Sumber : Muchtadi, 2010

3. Bahan baku

Bahan baku merupakan bahan yang membentuk bagian menyeluruh dari produk jadi. Tanpa bahan baku suatu industri tidak dapat menghasilkan output produksinya. Pengertian Bahan baku (raw material) dalam staffsite.gunadarma.ac.id adalah bahan yang digunakan dalam membuat produk dimana bahan tersebut secara menyeluruh tampak pada produk jadinya (atau merupakan bagian terbesar dari bentuk barang).

Menurut Assauri (1999) pengertian bahan baku meliputi semua bahan yang dipergunakan dalam perusahaan pabrik, kecuali terdapat bahan-bahan yang secara fisik akan digabungkan dengan produk yang

satu unsur penting dalam proses produksi, dengan tersedianya bahan baku dalam jumlah dan waktu yang tepat akan memperlancar proses produksi dalam perusahaan, sehingga diharapkan dengan lancarnya proses produksi tersebut dapat menghasilkan produk yang sesuai dengan keinginan konsumen baik jumlah dan waktunya, sebaliknya jika proses produksi kurang lancar akan dapat menghasilkan produk yang kurang memuaskan konsumen dan konsumen sendiri akan berpindah ke produsen lain, apabila ini terjadi maka perusahaan akan kehilangan konsumennya, volume penjualan akan turun dan laba yang diraih akan berkurang. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa dengan tersedianya bahan baku dengan jumlah dan waktu yang tepat akan dapat menjamin kelangsungan hidup perusahaan. Perusahaan yang memiliki penguasaan atas produksi bahan baku sendiri lebih menjamin ketersediaan bahan baku dibandingkan bila pengadaan bahan baku tersebut dilakukan melalui pembelian (Gaspersz, 2002).

4. Persediaan Bahan Baku

Sediaan merupakan sumber daya ekonomi yang perlu disediakan dan disimpan untuk menunjang penyelesaian pengerjaan suatu produk (Haming, 2007). Sumber daya ekonomi tersebut dapat berupa kapasitas produksi, tenaga kerja, tenaga ah li, modal kerja, waktu yang tersedia, dan bahan baku serta bahan penolong. Namun demikian, sediaan yang sering dikaji dibatasi pada material, bahan baku, produk sedang dalam proses pengerjaan, dan barang jadi. Dengan demikian persediaan (inventory) adalah dumber daya ekonomi fisik yang perlu diadakan dan dipelihara untuk menunjang kelancaran produksi, meliputi bahan baku (raw material ), produk jadi (finish product), komponen rakitan (component), bahan pembantu (substance material) dan barang sedang dalam pengerjaan (working in process inventory).

Persediaan merupakan aktiva yang meliputi barang-barang m ilik perusahaan dengan maksud untuk dijual dalam suatu periode usaha, atau Persediaan merupakan aktiva yang meliputi barang-barang m ilik perusahaan dengan maksud untuk dijual dalam suatu periode usaha, atau

Menurut Barry Render dan Jay Haizer (2001), macam persediaan berdasarkan jenis barang dalam urutan pengerjaannya, dapat dikelompokkan menjadi empat, yaitu :

a. Persediaan bahan mentah/ bahan baku (raw material inventory) yaitu persediaan barang-barang yang akan digunakan dalam proses produksi. Bahan baku ini didapatkan langsung dari alam atau dari perusahaan dimana bahan baku tersebut dibeli.

b. Persediaan barang dalam proses/barang setengah jadi yaitu persediaan barang-barang yang keluar dari tiap bagian suatu pabrik tetapi masih perlu diproses lebih lanjut sehingga menjadi barang jadi.

c. Persediaan MRO (maintenance, repair and operation) Persediaan yang khusus untuk pelengkap pemeliharaan atau perbaikan atau operasi.

Pengadaan sediaan pada umumnya ditujukan untuk memenuhi tujuan berikut :

a. Untuk memelihara indenpedensi operasi. Apabila sediaan material yang diperlukan ditahan pada pusat kegiatan pengerjaan dan jika pengerjaan yang dilaksanakan oleh pusat kegiatan produksi tersebut tidak membutuhkan material yang bersangkutan segera maka akan terjadi fleksibelitas pada pusat kegiatan produksi. Fleksibelitas tersebut terjadi karena sistem mempunyai sediaan yang cukup untuk menjamin keberlangsungan proses produksi. Akan tetapi, sepanjang diperlukannya penyetelan mesin-mesin untuk tujuan menghasilkan produk yang baru, maka mempertimbangkan jumlah produksi yang ekonomis. Manajemen dapat memperhitungkan bahan yang

Apabila bahan yang dialokasikan tidak selesai d iproses dalam waktu yang telah ditentukan maka akan tercipta persediaan atas produk yang sedang dalam pengerjaan.

b. Untuk memenuhi tingkat permintaan yang bervariasi. Apabila volume permintaan dapat diketahui dengan hasil pasti maka perusahaan memiliki peluang untuk menentukan volume produksi yang persis sama dengan voume permintaan tersebut. Sejalan dengan itu, perusahaan tidak perlu menyediakan persediaan pengaman (safety stock ) yang diperlukan untuk menjawab fluktuasi permintaan. Akan tetapi di dunia nyata, volume permintaan tidak dapat ditentukan secara pasti. Volume permintaan dapat saa melebihi perkiraaan karena keberhasilan dalam aktifitas promosi penjualan. Sebaliknya, volume permintaan dapat pula kurang dari yang d iramalkan karena adanyatekanan persaingan yang ketat, rendahnya daya beli masyarakat atau pengaruh factor musiman. Sehubungan dengan itu, volume permintaan tersebut, perusahaan perlu mempersiapkan persediaan pengaman.

c. Untuk menerima manfaat ekonomi atas pemesanan bahan dalam jumlah tertentu. Apabila dilakukan pemesanan material dalam jumlah tertentu, biasanya perusahaan pemasok akan memberikan potongan harga (quantity discount). Di samping itu, frekuensi pemesanan juga akan berkurang. Dengan demikian, biaya pemesanan (ordering cost), termasuk biaya pengiriman sediaan, menjadi berkurang.

d. Untuk menyediakan suatu perlindungan terhadap variasi dalam waktu penyerahan variasi waktu penyerahan bahan baku. Penyerahan bahan baku oleh pemasok kepada perusahaan memiliki kemungkinan untuk tertunda karena berbagai penyebab. Penyebabnya bisa berua pemogokan pada

perusahaan

pemasok,

pada perusahaan pengangkutan, atau oleh buruh pelabuhan. Mungkin pula terjadi permintaan jaminan yang disampaikan ditolak oleh pemasok karena pada perusahaan pengangkutan, atau oleh buruh pelabuhan. Mungkin pula terjadi permintaan jaminan yang disampaikan ditolak oleh pemasok karena

perusahaan perlu mempersiapkan sediaan pengaman (safety stock) yang cukup, guna mengantisipasi kekekurangan sediaan karena faktor lead time ynag dimaksud.

e. Untuk menunjang fleksibelitas penjadwalan produksi. Sehubungan dengan adanya gejala fluktuatif atas permintaan pasar maka perusahaan perlu pula mengatur penjadwalan produksi yang bervariasi. Volume permintaan pasar yang berfluktuasi perlu diantisipasi dengan volume keluaran yang juga bervariasi. Variasi volume produksi dapat pula mempengaruhi penggunaan kapasitas, khususnya jumlah shift buruh yang harus dipekerjakan untuk menunjang rencana produksi tersebut. Selain itu, berpengaruh juga terhadap jumlah bahan baku dan bahan pembantu yang harus disediakan o leh perusahaan. Untuk menunjang terwujudnya fleksibelitas dalam penjadwalan produksi, manajemen perlu mengatur jumlah persediaan bahan yang perlu dipelihara setiap saat. (Haming, 2007)

Fungsi utama persediaan disebutkan dalam ocw.usu.ac.id yaitu sebagai penyangga, penghubung antar proses produksi dan distribusi untuk memperoleh efisiensi. Fungsi lain persediaan yaitu sebagai stabilisator harga terhadap fluktuasi permintaan. Lebih spesifik, persediaan dapat dikategorikan berdasarkan fungsinya sebagai berikut :

a. Persediaan dalam Lot Size Persediaan muncul karena ada persyaratan ekonomis untuk penyediaan (replishment) kembali. Penyediaan dalam lot yang besar atau dengan kecepatan sedikit lebih cepat dari permintaan akan lebih ekonomis. Faktor penentu persyaratan ekonomis antara lain biaya setup, biaya persiapan produksi atau pembelian dan biaya transport.

Pengendalian persediaan timbul berkenaan dengan ketidakpastian. Peramalan permintaan konsumen biasanya disertai kesalahan peramalan. Waktu siklus produksi (lead time) mungkin lebih dalam dari yang diprediksi. Jumlah produksi yang ditolak (reject) hanya bisa diprediksi dalam proses. Persediaan cadangan mengamankan kegagalan mencapai permintaan konsumen atau memenuhi kebutuhan manufaktur tepat pada waktunya.

c. Persediaan antisipasi Persediaan dapat timbul mengantisipasi terjadinya penuruan persediaan (supply) dan kenaikan permintaan (demand) atau kenaikan harga. Untuk menjaga kontinuitas pengiriman produk ke konsumen, suatu perusahan dapat memelihara persediaan dalam rangka liburan tenaga kerja atau antisipasi terjadinya pemogokan tenaga kerja.

d. Persediaan pipeline Sistem persediaan dapat diibaratkan sebagai sekumpulan tempat (stock point) dengan aliran diantara tempat persediaan tersebut. Pengendalian persediaan terdiri dari pengendalian aliran persediaan dan jumlah persediaan akan terakumulasi ditempat persediaan. Jika aliran melibatkan perubahan fisik produk, seperti perlakuan panas atau perakitan beberapa komponen, persediaan dalam aliran tersebut persediaan setengah jadi (work in process). Jika suatu produk idak dapat berubah secara fisik tetapi dipindahkan dari suatu tempat penyimpanan ke tempat penyimpanan lain, persediaan disebut persediaan transportasi. Jumlah dari persediaan setengah jadi dan persediaan transportasi disebut persediaan pipeline. Persediaan pipeline. Persediaan pipeline merupakan total investasi perubahan dan harus dikendalikan.

Yaitu persediaan yang tidak dapat digunakan karena kelebihan atau kerusakan fisik yang terjadi.

5. Pengendalian Persediaan

Kebutuhan akan pengendalian persediaan merupakan suatu masalah yang utama dalam setiap usaha produksi. Persediaan cenderung berfluktuasi dan jauh lebih sulit dikontrol daripada instalasi dan peralatan. Pada waktu orang memasukan persediaan lanjutan produksi, ini berarti ada sejumlah uang yang terikat.

Fungsi sistem pengendalian persediaan berbeda antara perusahaan yang satu dengan yang lain. Ada beberapa perusahaan yang mempergunakan pengendalian persediaan terutama untuk penyesuaian bagi produksi musiman. Pada perusahaan yang lainya, seperti pedagang besar makanan dan minuman, sistem ini merupakan pusat operasi. Namun pada umumnya fungsi pengendalian persediaan yang terpenting adalah sebagai berikut:

a. Menyediakan informasi bagi manajemen mengenai persediaan.

b. Mempertahankan suatu tingkat persediaan yang ekonomis.

c. Menyediakan persediaan dalam jumlah secukupnya untuk menjaga jangan sampai produksi terhenti dalam hal pensuplai tidak dapat menyerahkan barang tepat pada waktunya.

d. Mengalokasikan ruang penyimpanan untuk barang yang sedang diproses serta barang jadi.

e. Memungkinkan bagian penjualan beroperasi pada berbagai tingkat melalui penyediaan persediaan barang jadi.

f. Mengkaitkan pemakaian bahan dengan tersedianya keuangan.

g. Merencanakan penyediaan bahan dengan kontrak jangka panjang berdasarkan program produksi. (Harding, 1987)

Penyebab timbulnya persediaan adalah

1. Mekanisme pemenuhan atas permintaan

Permintaan terhadap suatu barang tidak dapat dipenuhi seketika bila barang tersebut tidak tersedia sebelumnya. Untuk menyiapkan barang ini diperlukan waktu untuk pembuatan dan pengiriman, maka adanya persediaan merupakan hal yang sulit dihindarkan

2. Keinginan untuk meredam ketidakpastian

Ketidakpastian terjadi akibat : perm intaan yang bervariasi dan tidak pasti dalam jumlah maupun waktu kedatangan, waktu pembuatan yang cenderung tidak konstan antara satu produk dengan produk berikutnya, waktu tenggang (lead time) yang cenderung tidak pasti karena banyak faktor yang tidak dapat dikendalikan.

3. Keinginan melakukan spekulasi yang bertujuan mendapatkan keuntungan besar dari kenaikan harga di masa yang akan datang

(Baroto, 2002) Menurut survei yang dilakukan Balitro tahun 2003-2004 dalam Majalah Prespektif edisi Juni 2009, menunjukkan bahwa pabrikan membeli bahan baku tergantung pada beberapa hal, diantaranya adalah trend permintaan jamu, harga dipasaran dan stok yang dimiliki. Dalam penyelenggaraan persediaan bahan baku untuk pelaksanaan proses produksi dari suatu perusahan, terdapat beberapa faktor yang akan mempengaruhi persediaan bahan baku, dimana faktor faktor tersebut saling berhubungan satu dengan yang lain. Adapun berbagai faktor tersebut menurut Ahyari ( 2003), antara lain :

a. Perkiraan pemakaian bahan baku Sebelum perusahaan mengadakan pembelian bahan baku, maka selayaknya manajemen perusahaan mengadakan penyusunan perkiraan pemakaian bahan baku untuk keperluan proses produksi. Hal ini dapat dilakukan dengan mendasark:an pada perencanaan produksi dan a. Perkiraan pemakaian bahan baku Sebelum perusahaan mengadakan pembelian bahan baku, maka selayaknya manajemen perusahaan mengadakan penyusunan perkiraan pemakaian bahan baku untuk keperluan proses produksi. Hal ini dapat dilakukan dengan mendasark:an pada perencanaan produksi dan

b. Harga bahan baku Harga bahan baku yang akan digunakan dalam preses produksi merupakan salah satu faktor penentu seberapa besar dana yang harus disediakan oleh perusahaan yang bersangkutan apabila perusahaan tersebut akan menyelenggarakan persediaan bahan bakau dalam jumlah unit tertentu. Semakin tinggi harga bahan baku yang digunakan perusahaan tersebut, maka untuk mencapai sejumlah persediaan tertentu akan memerlukan dana yang semakin besar pula. Dengan demikian, biaya modal dari modal yang tertanam dalam bahan baku akan semakin besar pula.

c. Biaya biaya persediaan Dalam hubungannya dengan biaya biaya persediaan ini, dikenal tiga macam biaya persediaan, yaitu biaya penyimpanan, biaya. pemesanan, dan biaya tetap persediaan. Biaya penyimpanan merupakan biaya persediaan yang jumlahnya semakin besar apabila jumlah unit bahan yang disimpan di dalam perusahaan tersebut semakin tinggi. Biaya pemesanan merupakan biaya persediaan yang jumlahnya semakin besar apabila frekuensi pemesanan bahan baku yang digunakan dalam perusahaan semakin besar. Biaya tetap persediaan merupakan biaya persediaan yang jumlahnya tidak terpengaruh baik oleh jumlah unit yang disimpan dalam perusahaan ataupun frekuensi pemesanan bahan baku yang dilaksanakan oleh perusahaan tersebut.

d. Kebijaksanaan pembelanjaan Kebijaksanaan pembelanjaan yang dilaksanakan di dalam perusahaan akan berpengaruh terhadap penyelenggaraan persediaaan bahan baku d. Kebijaksanaan pembelanjaan Kebijaksanaan pembelanjaan yang dilaksanakan di dalam perusahaan akan berpengaruh terhadap penyelenggaraan persediaaan bahan baku

e. Pemakaian Bahan Hubungan antara perkiraan pemakaian bahan baku dengan pemakaian senyatanya di dalam perusahaan yang bersangkutan untuk keperluan pelaksanaan proses produksi akan lebih baik apabila diadakan analisis secara teratur, sehingga akan dapat diketahui pola penyerapan bahan baku tersebut. Dengan analisis in i maka dapat diketahui apakah model peramalan yang digunakan sebagai dasar perkiraan pemakaian bahan ini sesuai dengan pemakaian senyatanya atau tidak. Revisi dari model yang digunakan tentunya akan lebih baik dilaksanakan apabila ternyata model peramalan penyerapan bahan baku yang digunakan tersebut tidak sesuai dengan kenyataan yang yang ada.

f. Waktu tunggu Waktu tunggu merupakan tenggang waktu yang diperlukan antara saat pemesanan bahan baku tersebut dilaksanakan dengan datangnya bahan baku yang dipesan tersebut. Apabila pemesanan bahan baku yang akan digunakan oleh perusahaan tersebut tidak memperhitungkan waktu tunggu, maka akan terjadi kekurangan bahan baku (walaupun sudah dipesan) karena bahan baku tersebut belum datang ke perusahaan. Namun demikian, apabila perusahaan tersebut memperhitungkan waktu tunggu ini lebih dari yang semestinya diperlukan, maka perusahaan yang bersangkutan tersebut akan mengalami penumpukan bahan baku, dan keadaan ini akan merugikan perusahaan yang bersangkutan.

Model pembelian bahan baku yang digunakan perusahaan sangat berpengaruh terhadap persediaan bahan baku yang dimiliki perusahaan. Model pembelian yang berbeda akan menghasilkan jumlah pembelian optimal yang beubeda pula. Pemilihan model pembelian yang akan digunakati oleh suatu perusahan akan disesuaikan dengan situasi dan kondisi dari persediaan bahan buku untuk masing masing perusahaan yang bersangkutan. Karakteristik masing masing bahan baku yang digunakan dalam perusahaan dapat dijadikan dasar untuk mengadakan pemilihan model pembelian yang sesuai dengan masing-masing bahasa baku dalam perusahaan tersebut. Sampai saat ini, model pembelian yang sering digunakan dalam perusahaan adalah model pembalian dengan kuantitas pembelian yang optimal ( EOQ ).

h. Persediaan Pengaman Persediaan pengaman untuk menanggulangi kehabisan bahan baku dalam perusahaan, maka diadakan persediaan pengaman (safety stock). Persediaan pengaman digunakan perusahaan apabila terjadi kekurangan bahan baku, atau keterlambatan datangnya bahan baku yang dibeli oleh perusahaan. Dengan adanya persediaan pengaman maka proses produksi dalam perusahaan akan dapat betjalan tanpa adanya gangguan kehabisan bahan baku, walaupun bahan baku yang dibeli perusahaan tersebut terlambat dari waktu yang diperhitungkan. Persediaan pengaman ini akan diselenggarakan dalam suatu jumlah tertentu, dimana jumlah ini merupakan suatu jumlah tetap di dalam suatu periode yang telah ditentukan sebelumnya.

i. Pembelian kembali Dalam melaksanakan pembelian kembali tentunya manajemen yang bersangkutan akan mempertimbangkan panjangnya waktu tunggu yang diperlukan didalam pembelian bahan baku tersebut. Dengan demikian maka pembelian kembali yang dilaksanakan ini akan mendatangkan i. Pembelian kembali Dalam melaksanakan pembelian kembali tentunya manajemen yang bersangkutan akan mempertimbangkan panjangnya waktu tunggu yang diperlukan didalam pembelian bahan baku tersebut. Dengan demikian maka pembelian kembali yang dilaksanakan ini akan mendatangkan

7. Biaya Persediaan

Sediaan yang diusahakan oleh perusahaan mempunyai biaya yang dikenakan mulai dari pemesanan sampai penyimpanan. Menurut Haming (2007), biaya persediaan terdiri atas biaya variabel dan biaya tetap. Biaya variabel persediaan meliputi:

a. Ordering cost (biaya pemesanan), meliputi biaya menunggu permintaan pembelian, penyampaian pemesanan pembelian, dan yang berhubungan dengan biaya akuntasi, serta biaya penerimaan dan pemeriksaan pesanan. Sehubungan dengan itu, untuk meminimumkan biaya pemesanan, perusahaan arus mampu melakukan pemesanan dalam jumlah besar, yang pada giliranya akan meminimumkan biaya pemesanan. Jumlah unit yang dipesan berbanding terbalik dengan frekuensi pemesanan. Apabila jumlah unit yang dipesan diperbesar maka frekuensi pemesanan akan berkurang. Sebaliknya, jika unit yang dipesan diperkecil maka frekuensi pemesanan akan meningkat. Untuk mendapatkan tingkat biaya pemesanan yang optimal, estimasi nilai tersebut akan diperoleh pada titik keseimbangan dengan biaya penyimpanan.

b. Storage or holding (biaya penyimpanan) or carrying cost, adalah biaya atas sediaan yang terjadi sehubungan dengan penyimpanan sejumlah sediaan tertentu dalam perusahaan. Biaya ini mencakup biaya pemanasan ruangan, pendinginan ruangan penyimpanan, biaya penerangan, keamanan, sewa gudang, pemeliharaan sediaan, kerusakan sediaan, serta kerugian karena perubahan harga, terbakar, pencurian, bunga, premi asuransi, pajak, administrasi persediaan, dan biaya penjaga gudang. Biaya penyimpanan umumnya dihitung dengan persen tertentu terhadap harga sediaan, misalnya 15% sampai 20%.

hal ini, harga dipandang sebagai biaya tetap karena pendekatan yang dipakai dalam biaya persediaan ialah harga sediaan yang diketahui tetap dan tidak berubah.

Salah satu tujuan dari pengendalian persediaan adalah meminimalkan biaya-biaya yang timbul akibat dari adanya persediaan tersebut. Adapun biaya-biaya tersebut adalah:

a. Holding cost, adalah biaya yang ditimbulkan oleh penyimpanan persediaan dalam gudang pada periode waktu tertentu, termasuk pula di dalamnya biaya asuransi, penyusutan, bunga dan lain-lainnya.

b. Ordering/Setup cost. Ordering cost adalah biaya yang ditimbulkan oleh adanya kegiatan pemesanan persediaan dalam sekali pesan, misal: formulir, supplies, proses pemesanan dan administrasi; selama bahan/barang belum tersedia untuk diproses lebih lanjut. Sementara setup cost adalah biaya untuk mempersiapkan mesin atau proses produksi untuk membuat suatu pesanan atau biaya-biaya yang dibutuhkan untuk melakukan penyesuaian pada saat bahan/barang diproses. Secara prinsip, setup cost adalah order cost pada saat bahan telah/sedang diproses. Pada banyak kasus, setup cost sangat berkorelasi dengan setup time (setup time dapat dieliminasi dengan inovasi mesin dan perbaikan standard bahan baku).

c. Stock out cost, adalah kerugian akibat demand tidak terpenuhi pada periode tertentu, seperti: kehilangan penjualan, kehilangan pelanggan, biaya pemesan-an khusus, adanya selisih harga, terganggunya operasi, dan tambahan pengeluaran kegiatan manajerial.

8. Metode Economic Order Quantity (EOQ)

Economic Order Quantity (EOQ) menurut Riyanto (2001) adalah jumlah kuantitas barang yang dapat diperoleh dengan biaya yang minimal, atau sering dikatakan sebagai jumlah pembelian yang optimal. Economic Order Quantity (EOQ) merupakan salah satu teknik pengendalian persediaan tertua dan paling terkenal. Freddy Rangkuti (2004) juga Economic Order Quantity (EOQ) menurut Riyanto (2001) adalah jumlah kuantitas barang yang dapat diperoleh dengan biaya yang minimal, atau sering dikatakan sebagai jumlah pembelian yang optimal. Economic Order Quantity (EOQ) merupakan salah satu teknik pengendalian persediaan tertua dan paling terkenal. Freddy Rangkuti (2004) juga

Menurut Baroto (2002), model EOQ diperkenalkan pertama kali oleh Ford Harris dari Westnghouse pada tahun 1915. Metode ini merupakan inspirasi bagi para pakar persediaan untuk mengembangkan metode- metode pengendalian persediaan lainnya. Metode ini dikembangkan atas fakta adanya biaya variabel dan biaya tetap dari proses produksi atau pemesanan barang. Jika suatu barang dipesan dari pemasok, berapapun jumlah barang yang dipesan, biaya pemesanan (telepon, pengiriman, administrasi dan lain-lain) besarnya selalu sama. Artinya biaya pemesanan tidak tergantung pada jumlah pemesanan melainkan pada berapa kali jumlah pemesanan. Jika suatu barang diproduksi, perusahaan harus men- ’set-up’ mesin dan fasilitas produksi lainnya, harus membuat rencana dan lain-lain yang baiaya tersebut tidak akan berbeda untuk jumlah produksi yang berbeda. Fakta yang lainnya, ada biaya yang berubah jika jumlah unit yang diproduksi atau dipesan berubah. Biaya ini berbanding lurus dengan jumlah yang diproduksi. Termasuk kategori ini adalah harga barang, biaya penyimpanan, biaya penanganan dan lain-lain.

Baroto (2002) juga menyebutkan, berdasarkan fakta tersebut, dapa dibuat generalisasi bahwa dalam setiap pemesanan atau pembuatan produk, biaya dapat diklarifikasikan ke dalam dua jenis, yaitu biaya tetap dan biaya variabel. Pada praktiknya, kedua biaya ini tidak bisa dipisahkan secara tegas dalam dua kategori ini. Akibat adanya dua tipe biaya ini biaya total (biaya variabel dan biaya tetap) akan menjadi berbeda bila jumlah unit yang diproduksi berbeda. Bila barang yan diproduksi satu atau seribu, biaya tetap ini besarnya tetap. Selanjutnya, bila biaya tetap ini dibebankan pada biaya produksi per unit, maka biaya tetap ini akan dibagi oleh ‘jumlah unit’ yang diproduksi. Jadi, semakin banyak jumlah yang diproduksi, akan semakin kecil. Logikanya terdapat titik temu (optimal)

Ford Harris tersebut adalah :

Keterangan : A

= order cost

D = permintaan per periode

I = holding cost (dalam desimal)

C = harga per unit

Barry Render dan Jay Haizer (2001) mengatakan teknik ini relatif mudah digunakan, tetapi didasarkan pada beberapa asumsi, antara lain:

a. Tingkat permintaan diketahui dan bersifat konstan

b. Lead time, yaitu waktu antara pemesanan dan penerimaan pesanan, diketahui, dan bersifat konstan.

c. Persediaan diterima dengan segera. Dengan kata lain, persediaan yang dipesan tiba dalam bentuk kumpulan produk, pada satu waktu.

d. Tidak mungkin diberikan diskon.

e. Biaya variabel yang muncul hanya biaya pemasangan atau pemesanan dan biaya penahanan atau penyimpanan persediaan sepanjang waktu.

f. Keadaan kehabisan stok (kekurangan) dapat dihindari sama sekali bila pemesanan dilakukan pada waktu yang tepat. Pendekatan Economic Order Quantity (EOQ), pada tingkat ekonomis dicapai pada keseimbangan antara biaya pemesanan (setup cost) dan biaya penyimpanan (holding cost). Jika ukuran lot besar maka biaya pemesanan akan turun tetapi biaya penyimpanan naik. Sebaliknya, jika ukuran lot kecil maka biaya pemesanan akan naik tetapi biaya penyimpanan turun. Model EOQ menyarankan untuk memelihara lot pesanan yang menyeimbangkan biaya pemesanan dan biaya penyimpanan. Dengan model EOQ, jumlah pesanan optimal akan muncul di titik dimana biaya pemesanan totalnya sama dengan biaya penyimpanan total (Haming, 2007).

Gambar 1. Biaya Total sebagai Fungsi Jumlah Pesanan Don R. Hansen, Maryanne M. Mowen (2001) dalam jurnal Akurat Jurnal Ilmiah Akuntansi Nomor 05 Tahun ke-2 Mei-Agustus 2011, menjelaskan prinsip EOQ yaitu:

a. Untuk menghadapi ketidakpastian dalam permintaan sebagaimana diketahui bahwa adanya kemungkinan permintaan yang berfluktuasi, sehingga dapat memuaskan permintaan pelanggan (misalnya utuk memenuhi jatuh tempo pengiriman).

b. Untuk menghindari fasilitas manufaktur yang tidak bisa bekerja lagi karena adanya kegagalan mesin, suku cadang yang rusak, suku cadang yang tidak tersedia, dan pengiriman suku cadang yang terlambat.

c. Untuk mengambil keuntungan dari diskon-diskon.

d. Untuk berjaga-jaga jika terjadi kenaikan harga di masa datang. Sinuraya dan Sakkung (2011) mengemukakan bahwa keunggulan metode EOQ adalah:

a. dapat digunakan untuk mengetahui berapa banyak persediaan yang harus dipesan, dalam hal ini bahan baku, dan kapan seharusnya pemesanan dilakukan,

b. dapat mengatasi ketidakpastian permintaan dengan adanya persediaan pengaman (safety stock),

c. mudah diaplikasikan pada proses produksi secara massal,

d. lazim digunakan pada rumah sakit, yaitu pada persediaan obat.

Biaya tetap

Jumlah pesanan optimal

Jumlah pesanan

Kurva untuk total penyimpapan

dan pemesanan

Kurva biaya penyimpanan

Kurva biaya pemesanan

menempatkan pemasok sebagai mitra bisnis sementara karena paradigma untung-rugi diterapkan oleh mereka, sehingga penggunaan model ini menyebabkan berganti-ganti pemasok, dan hal ini dapat mengganggu proses produksi akibat relasi perusahaan dengan pemasok yang tidak berdasar pada hubungan kerjasama yang erat.

9. Safety Stock

Safety stock atau sering pula disebut dengan buffer stock, Murdifin Haming dan Mahfud Nurnajamuddin (2007) merupakan persediaan yang selalu harus ada dalam perusahaan untuk mengantisipasi fluktuasi permintaan.

Menurut Buffa (1993), penyediaan penyangga dirancang untuk menyerap naik turunnya permintaan pembeli akhir, dengan demikian memisahkan kegiatan mulai dari akibat variabilitas permintaan. Besarnya persediaan ini tergantung pada sifat distribusi (statistik) permintaan dan tingkat pelayanan yang ditentukan. Persediaan penyangga yang dibutuhkan untuk menangkal akibat permintaan yang melebihi perm intaan adalah selisih antara permintaan wajar yang maksimum dengan permintaan rata-rata selama tenggang waktu suplai (supply lead time).

10. Reorder Point

Reorder point ialah saat atau titik di mana harus diadakan pesanan lagi sedemikian rupa sehingga kedatangan atau penerimaan material yang dipesan itu adalah tepat pada waktu dimana persediaan di atas safety stock sama dengan nol.

Model persediaan sederhana mengasumsikan bahwa penerimaan suatu pesanan bersifat seketika. Dengan kata lain, model-model persediaan mengasumsikan bahwa suatu perusahaan akan menunggu sampai tingkat persediaannya mencapai nol sebelum perusahaan memesan lagi, dan dengan seketika kiriman yang dipesan akan diterima. Akan tetapi, waktu antara dilakukannya pemesanan disebut leadtime atau waktu pengiriman, bisa lebih cepat, beberapa jam atau lambat, beberapa bulan. Maka, Model persediaan sederhana mengasumsikan bahwa penerimaan suatu pesanan bersifat seketika. Dengan kata lain, model-model persediaan mengasumsikan bahwa suatu perusahaan akan menunggu sampai tingkat persediaannya mencapai nol sebelum perusahaan memesan lagi, dan dengan seketika kiriman yang dipesan akan diterima. Akan tetapi, waktu antara dilakukannya pemesanan disebut leadtime atau waktu pengiriman, bisa lebih cepat, beberapa jam atau lambat, beberapa bulan. Maka,

hari) =dxL Persamaan di atas mengasumsikan bahwa permintaannya sama dan

bersifat konstan. Bila tidak demikian halnya, harus ditambahkan stok tambahan, yang seringkali disebut pengaman (safety stock).

Q* Slope = unit/hari = d

ROP (Un it) waktu (hari)

waktu lama = L

Gambar 2. Kurva Titik Pemesanan Ulang