Sosiologi Pengarang Pramudya Ananta Toer

30 Layar Terkembang; b Eksperimental yaitu penelitian resepsi sastra diperkenalkan terhadap karya sastra pada satu periode yaitu masa kini. Penelitian ini dapat dilakukan dengan cara menyebarkan angket atau kuesioner dengan meminjam metodologi penelitian sosial; c kritik sastra yaitu penelitan resepsi sastra dalam metode kritik sastra dapat dilakukan dengan dua cara yaitu secara metode sinkronik dan diakronik, metode sinkronik dilakukan dalam satu kurun waktu atau periode tertentu. Kritik atau tanggapan pembaca dapat diambil dari penerbitan periode yang diteliti. Metode diakronik dilakukan melalui kritik pembaca dari satu periode ke periode berikutnya. Penelitian ini dapat dilakukan dengan cara menyimpulkan tanggapan pembaca ahli sehingga wakil pembaca dari setiap periode dapat diwakili. Berdasar dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan resepsi sastra adalah satu metode kritik sastra yang menitik beratkan pada pendapat atau tanggapan pembaca dalam menilai karya sastra.

4. Sosiologi Pengarang Pramudya Ananta Toer

Pramoedya dilahirkan di Blora, Jawa Tengah pada tahun 1925 sebagai anak sulung dalam keluarganya. Ayahnya ialah guru dan ibunya ialah pedagang nasi. Ia meneruskan pada Sekolah Kejuruan Radio di Surabaya dan bekerja sebagai juru ketik untuk surat kabar Jepang di Jakarta selama pendudukan Jepang di Indonesia. Pada masa kemerdekaan Indonesia, ia mengikuti kelompok militer di Jawa dan seringkali ditempatkan di Jakarta di akhir perang kemerdekaan. Ia menulis cerpen dan buku sepanjang karir militernya dan dipenjara Belanda di Jakarta pada 1948 dan 1949. Pada 1950-an ia sanggup tinggal di Belanda sebagai bagian program pertukaran budaya, dan saat kembalinya ia menjadi anggota Lekra, organisasi sayap kiri di Indonesia. Gaya penulisannya berubah selama masa itu, sebagaimana yang ditunjukkan dalam karyanya Korupsi, fiksi kritik pada pamong praja yang jatuh di atas perangkap korupsi. Ini menciptakan friksi antara dia dan pemerintahan Soekarno. commit to user 31 a. Hoakiau di Indonesia Selama masa itu, ia mulai mempelajari penyiksaan terhadap Tionghoa Indonesia, dan pada saat yang sama mulai berhubungan erat dengan para penulis di China. Khususnya, ia menerbitkan rangkaian surat menyurat dengan penulis Tionghoa yang membicarakan sejarah Tionghoa di Indonesia, berjudul Hoakiau di Indonesia. Ia merupakan kritikus yang tak mengacuhkan pemerintahan Jawa-sentris pada keperluan dan keinginan dari daerah lain di Indonesia, dan secara terkenal mengusulkan bahwa mesti dipindahkan ke luar Jawa. Pada 1960-an ia ditahan pemerintahan Soeharto karena pandangan pro- Komunis Chinanya. Bukunya dilarang dari peredaran, dan ia ditahan tanpa pengadilan di Nusakambangan di lepas pantai Jawa, dan akhirnya di pulau-pulau di sebeluah timur Indonesia. Selain pernah ditahan selama 3 tahun pada masa kolonial dan 1 tahun pada masa Orde Lama, selama masa Orde Baru Pramoedya merasakan 14 tahun ditahan sebagai tahanan politik tanpa proses pengadilan: 13 Oktober 1965 - Juli 1969, Juli 1969 - 16 Agustus 1969 di Pulau Nusakambangan, Agustus 1969 - 12 November 1979 di Pulau Buru, November - 21 Desember 1979 di Magelang . Ia dilarang menulis selama masa penahanannya di Pulau Buru, namun tetap mengatur untuk menulis serial karya terkenalnya yang berjudul Bumi Manusia, serial 4 kronik novel semi-fiksi sejarah Indonesia. Tokoh utamanaya Minke, bangsawan kecil Jawa, dicerminkan pada pengalamannya sendiri. Jilid pertamanya dibawakan secara oral pada para kawan sepenjaranya, dan sisanya diselundupkan ke luar negeri untuk dikoleksi pengarang Australia dan kemudian diterbitkan dalam bahasa Inggris dan Indonesia. Pramoedya dibebaskan dari tahanan pada 21 Desember 1979 dan mendapatkan surat pembebasan secara hukum tidak bersalah dan tidak terlibat G30S, tapi masih dikenakan tahanan rumah di Jakarta hingga 1992, serta tahanan kota dan tahanan negara hingga 1999, dan juga perpustakaan.uns.ac.id commit to user 32 wajib lapor satu kali seminggu ke Kodim Jakarta Timur selama kurang lebih 2 tahun. Selama masa itu ia menulis Gadis Pantai, novel semi-fiksi lainnya berdasarkan pengalaman neneknya sendiri. Ia juga menulis Nyanyi Sunyi Seorang Bisu 1995, otobiografi berdasarkan tulisan yang ditulisnya untuk putrinya namun tak diizinkan untuk dikirimkan, dan Arus Balik 1995. b. Kontroversi Ketika Pramoedya mendapatkan Ramon Magsasay Award, 1995, diberitakan sebanyak 26 tokoh sastra Indonesia menulis surat protes ke yayasan Ramon Magsasay. Mereka tidak setuju, Pramoedya yang dituding sebagai jubir sekaligus algojo Lekra paling galak, menghantam, menggasak, membantai dan mengganyang di masa demokrasi terpimpin, tidak pantas diberikan hadiah dan menuntut pencabutan penghargaan yang dianugerahkan kepada Pramoedya. Tetapi beberapa hari kemudian, Taufik Ismail sebagai pemrakarsa, meralat pemberitaan itu. Katanya, bukan menuntut pencabutan, tetapi mengingatkan siapa Pramoedya itu. Katanya, banyak orang tidak mengetahui reputasi gelap Pram dulu. Dan pemberian penghargaan Magsasay dikatakan sebagai suatu kecerobohan. Tetapi di pihak lain, Mochtar Lubis malah mengancam mengembalikan hadiah Magsasay yang dianugerahkan padanya di tahun 1958, jika Pram tetap akan dianugerahkan hadiah yang sama. Lubis juga mengatakan, HB Yassin pun akan mengembalikan hadiah Magsasay yang pernah diterimanya. Tetapi, ternyata dalam pemberitaan berikutnya, HB Yassin malah mengatakan yang lain sama sekali dari pernyataan Mochtar Lubis. Dalam berbagai opini-opininya di media, para penandatangan petisi 26 ini merasa sebagai korban dari keadaan pra-1965. Dan mereka menuntut pertanggungan jawab Pram, untuk mengakui dan meminta maaf akan segala peran tidak terpuji pada masa paling gelap bagi commit to user 33 kreativitas pada jaman demokrasi terpimpin. Pram, kata Mochtar Lubis, memimpin penindasan sesama seniman yang tak sepaham dengannya. Sementara Pramoedya sendiri menilai segala tulisan dan pidatonya di masa pra-1965 itu tidak lebih dari golongan polemik biasa yang boleh diikuti siapa saja. Dia menyangkal terlibat dalam pelbagai aksi yang kelewat jauh. Dia juga merasa difitnah, ketika dituduh ikut membakar buku segala. Bahkan dia menyarankan agar perkaranya dibawa ke pengadilan saja jika memang materi cukup. Kalau tidak cukup, bawa ke forum terbuka, katanya, tetapi dengan ketentuan saya boleh menjawab dan membela diri, tambahnya. Semenjak Orde Baru berkuasa, Pramoedya tidak pernah mendapat kebebasan menyuarakan suaranya sendiri, dan telah beberapa kali dirinya diserang dan dikeroyok secara terbuka di koran. c. Multikulturalis Pramoedya telah menulis banyak kolom dan artikel pendek yang mengkritik pemerintahan Indonesia terkini. Ia menulis buku Perawan Remaja dalam Cengkraman Militer, dokumentasi yang ditulis dalam gaya menyedihkan para wanita Jawa yang dipaksa menjadi wanita penghibur selama masa pendudukan Jepang. Semuanya dibawa ke Pulau Buru di mana mereka mengalami kekerasan seksual, mengakhiri tinggal di sana daripada kembali ke Jawa. Pramoedya membuat perkenalannya saat ia sendiri merupakan tahanan politik di Pulau Buru selama masa 1970-an. Banyak dari tulisannya menyentuh tema interaksi antarbudaya; antara Belanda, kerajaan Jawa, orang Jawa secara umum, dan Tionghoa. Banyak dari tulisannya juga semi-otobiografi, di mana ia menggambar pengalamannya sendiri. Ia terus aktif sebagai penulis dan kolumnis. Ia memperoleh Hadiah Ramon Magsaysay untuk Jurnalisme, Sastra, dan Seni Komunikasi Kreatif 1995. Ia juga telah dipertimbangkan untuk Hadiah Nobel Sastra. Ia juga memenangkan Hadiah Budaya Asia Fukuoka XI 2000 dan pada 2004 Norwegian perpustakaan.uns.ac.id commit to user 34 Authors Union Award untuk sumbangannya pada sastra dunia. Ia menyelesaikan perjalanan ke Amerika Utara pada 1999 dan memenangkan hadiah dari Universitas Michigan. Sampai akhir hayatnya ia aktif menulis, walaupun kesehatannya telah menurun akibat usianya yang lanjut dan kegemarannya merokok. Pada 12 Januari 2006, ia dikabarkan telah dua minggu terbaring sakit di rumahnya di Bojong Gede, Bogor, dan sedang dirawat di rumah sakit. Menurut laporan, Pramoedya menderita diabetes, sesak napas dan jantungnya melemah. Pada 6 Februari 2006 di Teater Kecil Taman Ismail Marzuki diadakan pameran khusus tentang sampul buku dari karya Pramoedya. Pameran ini sekaligus hadiah ulang tahun ke-81 untuk Pramoedya. Pameran bertajuk Pram, Buku dan Angkatan Muda menghadirkan sampul-sampul buku yang pernah diterbitkan di mancanegara. Ada sekitar 200 buku yang pernah diterjemahkan ke berbagai bahasa dunia. 5. Nilai Pendidikan Karya Sastra Karya sastra yang baik adalah karya sastra yang memiliki nilai, termasuk di dalamnya nilai edukatif atau pendidikan. Nilai yang terkandung di dalam karya sastra dapat dijadikan pedoman bagi penikmatnya, terutama bagi anak-anak atau generasi muda. Ada beberapa nilai yang harus dimiliki sebuah karya sastra yang baik, yaitu: nilai estetika, nilai moral, nilai konsepsional, nilai sosial budaya, dan nilai-nilai lainnya. Sebuah karya sastra yang baik pada dasarnya mengandung nilai- nilai yang perlu ditanamkan pada anak atau generasi muda. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Ahmadi dan Uhbiyati 1991: 69 bahwa nilai dalam sastra dapat menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi- tingginya. Sutrisno 1997: 63 juga menyatakan bahwa nilai-nilai dari sebuah karya sastra dapat tergambar melalui tema-tema besar mengenai commit to user 35 siapa manusia, keberadaannya di dunia dan didalam masyarakat; apa itu kebudayaannya dan proses pendidikannya; semua ini dipigurakan dalam refleksi konkret fenomenal- berdasar fenomena eksistensi manusia- dan direfleksi sebagai rentangan perjalanan bereksistensi. Nilai edukatif disebut juga nilai pendidikan. Nilai pendidikan dapat diperoleh pembaca setelah membaca karya sastra. Dengan membaca, memahami, dan merenungkannya pembaca akan memperoleh pengetahuan dan pendidikan. Semi 1993: 20 mengungkapkan bahwa nilai didik dalam karya sastra memang banyak diharapkan dapat memberi solusi atas sebagaian masalah dalam kehidupan bermasyarakat. Sastra merupakan alat penting bagi pemikir-pemikir untuk menggerakkan pembaca pada kenyataan dan menolongnya mengambil suatu keputusan apabila Ia menghadapi masalah. Nilai pendidikan dalam karya sastra tidak akan terlepas dari karya sastra itu sendiri. Karya sastra dapat memberikan pengalaman yang tidak diberikan media lain Suyitno, 2000:3. Bertolak dari pendapat Suyitno tersebut, nilai pendidikan dalam karya sastra tidak selalu berupa nasihat atau petuah bagi pembaca, namun juga dapat berupa kritikan pedas bagi seseorang, kelompok atau sebuah struktur sosial yang sesuai dengan harapan pengarang dalam kehidupan nyata. Semi 1993: 20 mengungkapkan bahwa nilai didik dalam karya sastra memang banyak diharapkan dapat memberi solusi atas sebagaian masalah dalam kehidupan bermasyarakat. Sastra merupakan alat penting bagi pemikir-pemikir untuk menggerakkan pembaca pada kenyataan dan menolongnya mengambil suatu keputusan apabila Ia menghadapi masalah. Sugono 2003: 111 menjelaskan bahwa nilai-nilai yang terdapat dalam karya sastra adalah sebagai berikut: a nilai hedonik, yaitu nilai yang dapat memberikan kesenangan secara langsung kepada pembaca; b nilai artistik, yaitu nilai yang dapat dimanifestasikan sebagai suatu seni atau ketrampilan dalam melakukan suatu pekerjaan; c nilai kultural, yaitu nilai yang dapat memberikan atau mengandung hubungan yang mendalam dengan perpustakaan.uns.ac.id commit to user 36 suatu masyarakat, peradaban, dan keagamaan; d nilai etis, moral, dan agama, yaitu nilai yang dapat memberikan atau memancarkan petuah atau ajaran yang berkaitan dengan etika, moral, atau agama; dan e nilai praktis, yaitu nilai yang mengandung hal-hal praktis yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Sastrowardoyo dalam Tuloli, 1999: 232 menjelaskan bahwa sebenarnya dalam masyarakat modern kesusastraan dapat berkembang dengan subur dan nilai-nilainya dapat dirasakan manfaatnya oleh umum. Kesusastraan sendiri mengandung potensi-potensi ke arah keluasan kemanusiaan dan semangat hidup serta mengandung ekspresi total pribadi manusia yang meliputi tingkat pengalaman biologi, sosial, intelektual, dan religius. Nilai-nilai seperti itu sangat dibutuhkan oleh masyarakat modern karena merupakan hasil observasi yang teliti dari pengarang yang dituangkan dalam karya sastra. Tillman 2004: xx-xxi mengemukakan bahwa nilai-nilai yang terkandung dalam sastra, yaitu: a kedamaian, merupakan suatu keadaan yang ditandai tidak adanya kekerasan, adanya penerimaan, komunikasi keadilan, komunikasi, ketenangan, dan sebagainya; b penghargaan, yaitu mengenal kualitas individu, karena setiap individu adalah berharga; c cinta, maksudnya dalam pribadi yang baik selalu ada cinta yang tulus, memberikan kebaikan, pemeliharaan dan pengertian, melenyapkan kecemburuan, dan menjaga tingkah laku; d toleransi, yakni sifat terbuka dan reseptif pada indahnya perbedaan atau saling menghargai melalui saling pengertian; e kejujuran yang berarti menyatakan bahwa kebenaran tidak ada kontradiksi dalam pikiran, kata atau tindakan serta tidak ada kemunafikan; f kerendahan hati, artinya mengizinkan diri untuk tumbuh dalam kemuliaan dan integritas; g kerja sama yang disebabkan karena ada prinsip saling menghargai, keberanian, pertimbangan pemeliharaan, membagi keuntungan, dan adanya penerimaan; h Kebahagiaan sebagai akibat adanya kepuasan; i tanggung jawab, yaitu melakukan kewajiban dengan sepenuh hati; perpustakaan.uns.ac.id commit to user 37 j kesederhanaan, maksudnya kemampuan mempertimbangkan hal-hal yang tidak perlu; k kebebasan yang berarti adanya keseimbangan antara hak dan kewajiban dan pilihan seimbang dengan konsekuensinya; dan l Persatuan yang merupakan keharmonisan antara individu dalam suatu kelompok serta dibangun dari saling berbagi pandangan, harapan, dan tujuan mulia atau demi kebaikan bersama. Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa karya sastra mengandung nilai-nilai pendidikan yang sangat bermanfaat bagi pendidikan batin pembacanya atau penikmatnya. Peneliti menyimpulkan bahwa secara umum nilai-nilai didik yang terdapat dalam karya sastra yaitu: a nilai religius agama; b nilai moral etika; c nilai estetis; d nilai kepahlawanan; dan e nilai sosial. a. Nilai Religius Agama Agama dapat bertindak sebagai pemacu faktor kreatif, kedinamisan hidup, dan perangsang atau pemberi makna kehidupan. Melalui agama manusia pun dapat mempertahankan keutuhan masyarakat agar hidup dalam pola kemasyarakatan yang telah tetap sekaligus menuntun untuk meraih masa depan yang lebih baik. Sebuah karya sastra yang mengangkat masalah kemanusiaan yang berdasarkan kebenaran akan menggugah hati nurani dan memberikan kemungkinan pertimbangan baru pada diri penikmatnya. Hal itu tentu ada kaitannya dengan tiga wilayah fundamental yang menjadi sumber penciptaan karya sastra, yaitu: kehidupan agama, sosial, dan individual. Oleh karena itu, cukup beralasan apabila sastra dapat berfungsi sebagai peneguh batin pembaca dalam menjalankan keyakinan agamanya Sugono, 2003: 115. b. Nilai Estetis Horatius penyair Romawi kuno menyatakan manfaat karya sastra dengan ungkapan yang padat, yaitu dulce et utile perpustakaan.uns.ac.id commit to user 38 menyenangkan dan bermanfaat. Menyenangkan dapat dikaitkan dengan aspek hiburan yang ditawarkannya, sedangkan bermanfaat dapat dihubungkan dengan pengalaman hidup yang diberikan sastra Sugono, 2003: 61. Keestetikan dalam karya sastra dapat ditengarai sebagai berikut : 1 karya itu mampu menghidupkan atau memperbarui pengetahuan pembaca, menuntunnya melihat berbagai kenyataan kehidupan, dan memberikan orientasi baru terhadap hal yang dimiliki; 2 karya itu mampu membangkitkan aspirasi pembaca untuk berpikir, berbuat lebih banyak, dan berkarya lebih baik bagi penyempurnaan kehidupan; dan 3 karya itu mampu memperlihatkan peristiwa kebudayaan, sosial, keagamaan, dan politik masa lalu yang berkaitan dengan peristiwa masa kini dan masa depan. c. Nilai Moral Etika Nilai moral yang dimaksud dalam konteks ini menyangkut baik dan buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, dan kewajiban. Moral juga dapat dikatakan sebagai ajaran kesusilaan yang dapat ditarik dari suatu rangkaian cerita. Pernyataan ini sejalan dengan pendapat Dendy Sugono 2003: 182 yang menjelaskan bahwa karya sastra dikatakan memunyai nilai moral apabila karya sastra itu menyajikan, mendukung, dan menghargai nilai-nilai kehidupan yang berlaku. d. Nilai Kepahlawanan Heroik Para pahlawan adalah orang yang rela mengorbankan kepunyaannya demi membela kebenaran. dan berusaha mewujudkan keyakinan tersebut. Kepahlawanan yang dimaksud adalah sifat atau karakter tokoh-tokoh yang diceritakan dalam lagu, berjuang mewujudkan cita-citanya. Dengan demikian tokoh yang menjadi pahlawanan dalam konteks pembahasan ini adalah perjuangan tokoh yang diceritakan dalam lagu membela keyakinannya. commit to user 39 e. Nilai Sosial Nilai sosial mencakup kebutuhan hidup bersama, seperti kasih sayang, kepercayaan, pengakuan, dan penghargaan. Nilai sosial yang dimaksud adalah kepedulian terhadap lingkungan sekitar. Kepedulian tersebut dapat berupa perhatian maupun berupa kritik. Kritik tersebut sendiri dilatarbelakangi dorongan untuk memprotes ketidakadilan yang dilihat, didengar, maupun dialaminya. Dendy Sugono 2003: 111 menjelaskan bahwa nilai-nilai yang terdapat dalam karya sastra adalah sebagai berikut: 1 nilai hedonik, yaitu nilai yang dapat memberikan kesenangan secara langsung kepada pembaca; 2 nilai artistik, yaitu nilai yang dapat dimanifestasikan sebagai suatu seni atau ketrampilan dalam melakukan suatu pekerjaan; 3 nilai kultural, yaitu nilai yang dapat memberikan atau mengandung hubungan yang mendalam dengan suatu masyarakat, peradaban, dan keagamaan; 4 nilai etis, moral, dan agama, yaitu nilai yang dapat memberikan atau memancarkan petuah atau ajaran yang berkaitan dengan etika, moral, atau agama; dan 5 nilai praktis, yaitu nilai yang mengandung hal-hal praktis yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Sastrowardoyo dalam Tuloli, 1999: 232 menjelaskan bahwa sebenarnya dalam masyarakat modern kesusastraan dapat berkembang dengan subur dan nilai-nilainya dapat dirasakan manfaatnya oleh umum. Kesusastraan sendiri mengandung potensi-potensi ke arah keluasan kemanusiaan dan semangat hidup serta mengandung ekspresi total pribadi manusia yang meliputi tingkat pengalaman biologi, sosial, intelektual, dan religius. Nilai-nilai seperti itu sangat dibutuhkan oleh masyarakat modern karena merupakan hasil observasi yang teliti dari pengarang yang dituangkan dalam karya sastra. Waluyo 1990: 27 mengemukakan bahwa nilai sastra berarti kebaikan yang ada dalam makna karya sastra bagi kehidupan. Nilai sastra commit to user 40 dapat berupa nilai medial menjadi sarana, nilai final yang dikejar seseorang, nilai cultural, nilai kesusilaan, dan nilai agama. Setiap karya sastra yang baik selalu mengungkapkan nilai-nilai luhur yang bermanfaat bagi pembacanya. Nilai merupakan sesuatu yang abstrak, namun secara fungsional mempunyai ciri yang mampu membedakan antara satu dengan yang lain. Suatu nilai jika dihayati seseorang, maka akan sangat berpengaruh terhadap cara berpikir, cara bersikap, maupun cara bertindakdemi mencapai tujuan hidupnya. Nilai selalu menjadi ukuran dalam menentukan kebenaran dan keadilan, sehingga tidak akan pernah lepas dari sumber asalnya yaitu berupa ajaran agama, logika, dan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat. Sementara itu, menurut Suyitno nilai merupakan sesuatu yang kita alami sebagai ajakan dari panggilan untuk dihadapi. Nilai-nilai berarti tidak melanggar norma-norma, menjunjung budi pekerti, sedangkan pelanggaran terhadap nilai-nilai merupakan pelanggaran norma atau susila. Nilai-nilai ditunjukkan oleh perilaku baik yang sesuai dengan norma-norma atau aturan yang ada dan pelanggaran nilai-nilai berkaitan dengan hal-hal yang tidak baik serta melanggar norma atau aturan yang ada. Nilai atau nilai-nilai merupakan suatu konsep, yaitu pembentukan mentalita yang dirumuskan dari tingkah laku manusia sehingga menjadi sejumlah anggapan yang hakiki, baik dan perlu dihargai sebagaimana mestinya. Nilai-nilai menyediakan prinsip umum dan yang menjadi acuan serta tolok ukur standar dalam membuat keputusan, pilihan tindakan, dan tujuan tertentu bagi para anggota suatu masyarakat. Lebih lanjut Grana menjelaskan bahwa nilai merupakan gabungan semua unsur kebudayaan yang dianggap baik buruk dalam suatu masyarakat, karena itu pula masyarakat mendorong dan mengharuskan warga untuk menghayati serta mengamalkan nilai yang dianggap ideal itu. commit to user 41 Dari teori di atas tersirat pengertian bahwa pendidikan merupakan usaha untuk membentuk nilai hidup, sikap hidup, kepribadian, dan intelektualitas seseorang. Karya sastra dapat berperan sebagai media pendidikan masyarakat. Selain itu, sastra dapat berfungsi sebagai alat untuk memberikan dorongan, semangat, memulihkan kepercayaan diri, dan melepaskan ketegangan batin.

B. Penelitian Sebelumnya yang Relevan