30
Layar Terkembang; b Eksperimental yaitu penelitian resepsi sastra diperkenalkan terhadap karya sastra pada satu periode yaitu masa kini.
Penelitian ini dapat dilakukan dengan cara menyebarkan angket atau kuesioner dengan meminjam metodologi penelitian sosial; c kritik sastra
yaitu penelitan resepsi sastra dalam metode kritik sastra dapat dilakukan dengan dua cara yaitu secara metode sinkronik dan diakronik, metode
sinkronik dilakukan dalam satu kurun waktu atau periode tertentu. Kritik atau tanggapan pembaca dapat diambil dari penerbitan periode yang
diteliti. Metode diakronik dilakukan melalui kritik pembaca dari satu periode ke periode berikutnya. Penelitian ini dapat dilakukan dengan cara
menyimpulkan tanggapan pembaca ahli sehingga wakil pembaca dari setiap periode dapat diwakili.
Berdasar dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan resepsi sastra adalah satu metode kritik sastra yang menitik beratkan pada
pendapat atau tanggapan pembaca dalam menilai karya sastra.
4. Sosiologi Pengarang Pramudya Ananta Toer
Pramoedya dilahirkan di Blora, Jawa Tengah pada tahun 1925 sebagai anak sulung dalam keluarganya. Ayahnya ialah guru dan ibunya
ialah pedagang nasi. Ia meneruskan pada Sekolah Kejuruan Radio di Surabaya dan bekerja sebagai juru ketik untuk surat kabar Jepang di Jakarta
selama pendudukan Jepang di Indonesia. Pada masa kemerdekaan Indonesia, ia mengikuti kelompok militer di
Jawa dan seringkali ditempatkan di Jakarta di akhir perang kemerdekaan. Ia menulis cerpen dan buku sepanjang karir militernya dan dipenjara Belanda
di Jakarta pada 1948 dan 1949. Pada 1950-an ia sanggup tinggal di Belanda sebagai bagian program pertukaran budaya, dan saat kembalinya ia menjadi
anggota Lekra, organisasi sayap kiri di Indonesia. Gaya penulisannya berubah selama masa itu, sebagaimana yang ditunjukkan dalam karyanya
Korupsi, fiksi kritik pada pamong praja yang jatuh di atas perangkap korupsi. Ini menciptakan friksi antara dia dan pemerintahan Soekarno.
commit to user
31
a. Hoakiau di Indonesia Selama masa itu, ia mulai mempelajari penyiksaan terhadap
Tionghoa Indonesia, dan pada saat yang sama mulai berhubungan erat dengan para penulis di China. Khususnya, ia menerbitkan rangkaian surat
menyurat dengan penulis Tionghoa yang membicarakan sejarah Tionghoa di Indonesia, berjudul Hoakiau di Indonesia. Ia merupakan
kritikus yang tak mengacuhkan pemerintahan Jawa-sentris pada keperluan dan keinginan dari daerah lain di Indonesia, dan secara
terkenal mengusulkan bahwa mesti dipindahkan ke luar Jawa. Pada 1960-an ia ditahan pemerintahan Soeharto karena pandangan pro-
Komunis Chinanya. Bukunya dilarang dari peredaran, dan ia ditahan tanpa pengadilan di Nusakambangan di lepas pantai Jawa, dan akhirnya
di pulau-pulau di sebeluah timur Indonesia. Selain pernah ditahan selama 3 tahun pada masa kolonial dan 1
tahun pada masa Orde Lama, selama masa Orde Baru Pramoedya merasakan 14 tahun ditahan sebagai tahanan politik tanpa proses
pengadilan: 13 Oktober 1965 - Juli 1969, Juli 1969 - 16 Agustus 1969 di Pulau Nusakambangan, Agustus 1969 - 12 November 1979 di Pulau
Buru, November - 21 Desember 1979 di Magelang . Ia dilarang menulis selama masa penahanannya di Pulau Buru, namun
tetap mengatur untuk menulis serial karya terkenalnya yang berjudul Bumi Manusia, serial 4 kronik novel semi-fiksi sejarah Indonesia. Tokoh
utamanaya Minke, bangsawan kecil Jawa, dicerminkan pada pengalamannya sendiri. Jilid pertamanya dibawakan secara oral pada
para kawan sepenjaranya, dan sisanya diselundupkan ke luar negeri untuk dikoleksi pengarang Australia dan kemudian diterbitkan dalam
bahasa Inggris dan Indonesia. Pramoedya dibebaskan dari tahanan pada 21 Desember 1979 dan
mendapatkan surat pembebasan secara hukum tidak bersalah dan tidak terlibat G30S, tapi masih dikenakan tahanan rumah di Jakarta hingga
1992, serta tahanan kota dan tahanan negara hingga 1999, dan juga perpustakaan.uns.ac.id
commit to user
32
wajib lapor satu kali seminggu ke Kodim Jakarta Timur selama kurang lebih 2 tahun.
Selama masa itu ia menulis Gadis Pantai, novel semi-fiksi lainnya berdasarkan pengalaman neneknya sendiri. Ia juga menulis Nyanyi
Sunyi Seorang Bisu 1995, otobiografi berdasarkan tulisan yang ditulisnya untuk putrinya namun tak diizinkan untuk dikirimkan, dan
Arus Balik 1995. b. Kontroversi
Ketika Pramoedya mendapatkan Ramon Magsasay Award, 1995, diberitakan sebanyak 26 tokoh sastra Indonesia menulis surat protes ke
yayasan Ramon Magsasay. Mereka tidak setuju, Pramoedya yang dituding sebagai jubir sekaligus algojo Lekra paling galak,
menghantam, menggasak, membantai dan mengganyang di masa demokrasi terpimpin, tidak pantas diberikan hadiah dan menuntut
pencabutan penghargaan yang dianugerahkan kepada Pramoedya. Tetapi beberapa hari kemudian, Taufik Ismail sebagai
pemrakarsa, meralat pemberitaan itu. Katanya, bukan menuntut pencabutan, tetapi mengingatkan siapa Pramoedya itu. Katanya,
banyak orang tidak mengetahui reputasi gelap Pram dulu. Dan pemberian
penghargaan Magsasay
dikatakan sebagai
suatu kecerobohan. Tetapi di pihak lain, Mochtar Lubis malah mengancam
mengembalikan hadiah Magsasay yang dianugerahkan padanya di tahun 1958, jika Pram tetap akan dianugerahkan hadiah yang sama.
Lubis juga mengatakan, HB Yassin pun akan mengembalikan hadiah Magsasay yang pernah diterimanya. Tetapi, ternyata dalam
pemberitaan berikutnya, HB Yassin malah mengatakan yang lain sama sekali dari pernyataan Mochtar Lubis.
Dalam berbagai opini-opininya di media, para penandatangan petisi 26 ini merasa sebagai korban dari keadaan pra-1965. Dan mereka
menuntut pertanggungan jawab Pram, untuk mengakui dan meminta maaf akan segala peran tidak terpuji pada masa paling gelap bagi
commit to user
33
kreativitas pada jaman demokrasi terpimpin. Pram, kata Mochtar Lubis, memimpin penindasan sesama seniman yang tak sepaham dengannya.
Sementara Pramoedya sendiri menilai segala tulisan dan pidatonya di masa pra-1965 itu tidak lebih dari golongan polemik biasa
yang boleh diikuti siapa saja. Dia menyangkal terlibat dalam pelbagai aksi yang kelewat jauh. Dia juga merasa difitnah, ketika dituduh ikut
membakar buku segala. Bahkan dia menyarankan agar perkaranya dibawa ke pengadilan saja jika memang materi cukup. Kalau tidak
cukup, bawa ke forum terbuka, katanya, tetapi dengan ketentuan saya boleh menjawab dan membela diri, tambahnya.
Semenjak Orde Baru berkuasa, Pramoedya tidak pernah mendapat kebebasan menyuarakan suaranya sendiri, dan telah beberapa
kali dirinya diserang dan dikeroyok secara terbuka di koran. c. Multikulturalis
Pramoedya telah menulis banyak kolom dan artikel pendek yang mengkritik pemerintahan Indonesia terkini. Ia menulis buku Perawan
Remaja dalam Cengkraman Militer, dokumentasi yang ditulis dalam gaya menyedihkan para wanita Jawa yang dipaksa menjadi wanita
penghibur selama masa pendudukan Jepang. Semuanya dibawa ke Pulau Buru di mana mereka mengalami kekerasan seksual, mengakhiri
tinggal di sana daripada kembali ke Jawa. Pramoedya membuat perkenalannya saat ia sendiri merupakan tahanan politik di Pulau Buru
selama masa 1970-an. Banyak dari tulisannya menyentuh tema interaksi antarbudaya;
antara Belanda, kerajaan Jawa, orang Jawa secara umum, dan Tionghoa. Banyak dari tulisannya juga semi-otobiografi, di mana ia
menggambar pengalamannya sendiri. Ia terus aktif sebagai penulis dan kolumnis. Ia memperoleh Hadiah Ramon Magsaysay untuk Jurnalisme,
Sastra, dan Seni Komunikasi Kreatif 1995. Ia juga telah dipertimbangkan untuk Hadiah Nobel Sastra. Ia juga memenangkan
Hadiah Budaya Asia Fukuoka XI 2000 dan pada 2004 Norwegian perpustakaan.uns.ac.id
commit to user
34
Authors Union Award untuk sumbangannya pada sastra dunia. Ia menyelesaikan perjalanan ke Amerika Utara pada 1999 dan
memenangkan hadiah dari Universitas Michigan. Sampai akhir hayatnya ia aktif menulis, walaupun kesehatannya
telah menurun akibat usianya yang lanjut dan kegemarannya merokok. Pada 12 Januari 2006, ia dikabarkan telah dua minggu terbaring sakit di
rumahnya di Bojong Gede, Bogor, dan sedang dirawat di rumah sakit. Menurut laporan, Pramoedya menderita diabetes, sesak napas dan
jantungnya melemah. Pada 6 Februari 2006 di Teater Kecil Taman Ismail Marzuki
diadakan pameran khusus tentang sampul buku dari karya Pramoedya. Pameran ini sekaligus hadiah ulang tahun ke-81 untuk Pramoedya.
Pameran bertajuk Pram, Buku dan Angkatan Muda menghadirkan sampul-sampul buku yang pernah diterbitkan di mancanegara. Ada
sekitar 200 buku yang pernah diterjemahkan ke berbagai bahasa dunia.
5.
Nilai Pendidikan Karya Sastra
Karya sastra yang baik adalah karya sastra yang memiliki nilai, termasuk di dalamnya nilai edukatif atau pendidikan. Nilai yang
terkandung di dalam karya sastra dapat dijadikan pedoman bagi penikmatnya, terutama bagi anak-anak atau generasi muda. Ada beberapa
nilai yang harus dimiliki sebuah karya sastra yang baik, yaitu: nilai estetika, nilai moral, nilai konsepsional, nilai sosial budaya, dan nilai-nilai
lainnya. Sebuah karya sastra yang baik pada dasarnya mengandung nilai- nilai yang perlu ditanamkan pada anak atau generasi muda.
Hal tersebut sesuai dengan pendapat Ahmadi dan Uhbiyati 1991: 69 bahwa nilai dalam sastra dapat menuntun segala kekuatan kodrat yang
ada pada anak-anak, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-
tingginya. Sutrisno 1997: 63 juga menyatakan bahwa nilai-nilai dari sebuah karya sastra dapat tergambar melalui tema-tema besar mengenai
commit to user
35
siapa manusia, keberadaannya di dunia dan didalam masyarakat; apa itu kebudayaannya dan proses pendidikannya; semua ini dipigurakan dalam
refleksi konkret fenomenal- berdasar fenomena eksistensi manusia- dan direfleksi sebagai rentangan perjalanan bereksistensi.
Nilai edukatif disebut juga nilai pendidikan. Nilai pendidikan dapat diperoleh pembaca setelah membaca karya sastra. Dengan membaca,
memahami, dan merenungkannya pembaca akan memperoleh pengetahuan dan pendidikan.
Semi 1993: 20 mengungkapkan bahwa nilai didik dalam karya sastra memang banyak diharapkan dapat memberi solusi atas sebagaian
masalah dalam kehidupan bermasyarakat. Sastra merupakan alat penting bagi pemikir-pemikir untuk menggerakkan pembaca pada kenyataan dan
menolongnya mengambil suatu keputusan apabila Ia menghadapi masalah. Nilai pendidikan dalam karya sastra tidak akan terlepas dari karya
sastra itu sendiri. Karya sastra dapat memberikan pengalaman yang tidak diberikan media lain Suyitno, 2000:3. Bertolak dari pendapat Suyitno
tersebut, nilai pendidikan dalam karya sastra tidak selalu berupa nasihat atau petuah bagi pembaca, namun juga dapat berupa kritikan pedas bagi
seseorang, kelompok atau sebuah struktur sosial yang sesuai dengan harapan pengarang dalam kehidupan nyata.
Semi 1993: 20 mengungkapkan bahwa nilai didik dalam karya sastra memang banyak diharapkan dapat memberi solusi atas sebagaian
masalah dalam kehidupan bermasyarakat. Sastra merupakan alat penting bagi pemikir-pemikir untuk menggerakkan pembaca pada kenyataan dan
menolongnya mengambil suatu keputusan apabila Ia menghadapi masalah. Sugono 2003: 111 menjelaskan bahwa nilai-nilai yang terdapat
dalam karya sastra adalah sebagai berikut: a nilai hedonik, yaitu nilai yang dapat memberikan kesenangan secara langsung kepada pembaca; b nilai
artistik, yaitu nilai yang dapat dimanifestasikan sebagai suatu seni atau ketrampilan dalam melakukan suatu pekerjaan; c nilai kultural, yaitu nilai
yang dapat memberikan atau mengandung hubungan yang mendalam dengan perpustakaan.uns.ac.id
commit to user
36
suatu masyarakat, peradaban, dan keagamaan; d nilai etis, moral, dan agama, yaitu nilai yang dapat memberikan atau memancarkan petuah atau
ajaran yang berkaitan dengan etika, moral, atau agama; dan e nilai praktis, yaitu nilai yang mengandung hal-hal praktis yang dapat diterapkan dalam
kehidupan sehari-hari. Sastrowardoyo dalam Tuloli, 1999: 232 menjelaskan bahwa
sebenarnya dalam masyarakat modern kesusastraan dapat berkembang dengan subur dan nilai-nilainya dapat dirasakan manfaatnya oleh umum.
Kesusastraan sendiri mengandung potensi-potensi ke arah keluasan kemanusiaan dan semangat hidup serta mengandung ekspresi total pribadi
manusia yang meliputi tingkat pengalaman biologi, sosial, intelektual, dan religius. Nilai-nilai seperti itu sangat dibutuhkan oleh masyarakat modern
karena merupakan hasil observasi yang teliti dari pengarang yang dituangkan dalam karya sastra.
Tillman 2004: xx-xxi mengemukakan bahwa nilai-nilai yang terkandung dalam sastra, yaitu: a kedamaian, merupakan suatu keadaan
yang ditandai tidak adanya kekerasan, adanya penerimaan, komunikasi keadilan, komunikasi, ketenangan, dan sebagainya; b penghargaan,
yaitu mengenal kualitas individu, karena setiap individu adalah berharga; c cinta, maksudnya dalam pribadi yang baik selalu ada
cinta yang tulus, memberikan kebaikan, pemeliharaan dan pengertian, melenyapkan kecemburuan, dan menjaga tingkah laku; d toleransi,
yakni sifat terbuka dan reseptif pada indahnya perbedaan atau saling menghargai melalui saling pengertian; e kejujuran yang berarti
menyatakan bahwa kebenaran tidak ada kontradiksi dalam pikiran, kata atau tindakan serta tidak ada kemunafikan; f kerendahan hati, artinya
mengizinkan diri untuk tumbuh dalam kemuliaan dan integritas; g kerja sama yang disebabkan karena ada prinsip saling menghargai,
keberanian, pertimbangan pemeliharaan, membagi keuntungan, dan adanya penerimaan; h Kebahagiaan sebagai akibat adanya kepuasan;
i tanggung jawab, yaitu melakukan kewajiban dengan sepenuh hati; perpustakaan.uns.ac.id
commit to user
37
j kesederhanaan, maksudnya kemampuan mempertimbangkan hal-hal yang tidak perlu; k kebebasan yang berarti adanya keseimbangan
antara hak
dan kewajiban
dan pilihan
seimbang dengan
konsekuensinya; dan l Persatuan yang merupakan keharmonisan antara individu dalam suatu kelompok serta dibangun dari saling
berbagi pandangan, harapan, dan tujuan mulia atau demi kebaikan bersama.
Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa karya sastra mengandung nilai-nilai pendidikan yang sangat bermanfaat bagi
pendidikan batin pembacanya atau penikmatnya. Peneliti menyimpulkan bahwa secara umum nilai-nilai didik yang terdapat dalam karya sastra
yaitu: a nilai religius agama; b nilai moral etika; c nilai estetis; d nilai kepahlawanan; dan e nilai sosial.
a. Nilai Religius Agama
Agama dapat bertindak sebagai pemacu faktor kreatif, kedinamisan hidup, dan perangsang atau pemberi makna kehidupan.
Melalui agama manusia pun dapat mempertahankan keutuhan masyarakat agar hidup dalam pola kemasyarakatan yang telah tetap
sekaligus menuntun untuk meraih masa depan yang lebih baik. Sebuah karya sastra yang mengangkat masalah kemanusiaan yang
berdasarkan kebenaran akan menggugah hati nurani dan memberikan kemungkinan pertimbangan baru pada diri penikmatnya. Hal itu
tentu ada kaitannya dengan tiga wilayah fundamental yang menjadi sumber penciptaan karya sastra, yaitu: kehidupan agama, sosial, dan
individual. Oleh karena itu, cukup beralasan apabila sastra dapat berfungsi sebagai peneguh batin pembaca dalam menjalankan
keyakinan agamanya Sugono, 2003: 115. b.
Nilai Estetis Horatius penyair Romawi kuno menyatakan manfaat karya
sastra dengan ungkapan yang padat, yaitu dulce et utile perpustakaan.uns.ac.id
commit to user
38
menyenangkan dan bermanfaat. Menyenangkan dapat dikaitkan dengan aspek hiburan yang ditawarkannya, sedangkan bermanfaat
dapat dihubungkan dengan pengalaman hidup yang diberikan sastra Sugono, 2003: 61. Keestetikan dalam karya sastra dapat ditengarai
sebagai berikut : 1 karya itu mampu menghidupkan atau memperbarui pengetahuan pembaca, menuntunnya melihat berbagai
kenyataan kehidupan, dan memberikan orientasi baru terhadap hal yang dimiliki; 2 karya itu mampu membangkitkan aspirasi
pembaca untuk berpikir, berbuat lebih banyak, dan berkarya lebih baik bagi penyempurnaan kehidupan; dan 3 karya itu mampu
memperlihatkan peristiwa kebudayaan, sosial, keagamaan, dan politik masa lalu yang berkaitan dengan peristiwa masa kini dan
masa depan. c.
Nilai Moral Etika Nilai moral yang dimaksud dalam konteks ini menyangkut
baik dan buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, dan kewajiban. Moral juga dapat dikatakan sebagai ajaran kesusilaan
yang dapat ditarik dari suatu rangkaian cerita. Pernyataan ini sejalan dengan pendapat Dendy Sugono 2003: 182 yang menjelaskan
bahwa karya sastra dikatakan memunyai nilai moral apabila karya sastra itu menyajikan, mendukung, dan menghargai nilai-nilai
kehidupan yang berlaku. d.
Nilai Kepahlawanan Heroik Para pahlawan adalah orang yang rela mengorbankan
kepunyaannya demi membela kebenaran. dan berusaha mewujudkan keyakinan tersebut. Kepahlawanan yang dimaksud adalah sifat atau
karakter tokoh-tokoh yang diceritakan dalam lagu, berjuang mewujudkan cita-citanya. Dengan demikian tokoh yang menjadi
pahlawanan dalam konteks pembahasan ini adalah perjuangan tokoh yang diceritakan dalam lagu membela keyakinannya.
commit to user
39
e. Nilai Sosial
Nilai sosial mencakup kebutuhan hidup bersama, seperti kasih sayang, kepercayaan, pengakuan, dan penghargaan. Nilai
sosial yang dimaksud adalah kepedulian terhadap lingkungan sekitar. Kepedulian tersebut dapat berupa perhatian maupun berupa kritik.
Kritik tersebut sendiri dilatarbelakangi dorongan untuk memprotes ketidakadilan yang dilihat, didengar, maupun dialaminya.
Dendy Sugono 2003: 111 menjelaskan bahwa nilai-nilai yang terdapat dalam karya sastra adalah sebagai berikut: 1 nilai hedonik, yaitu
nilai yang dapat memberikan kesenangan secara langsung kepada pembaca; 2 nilai artistik, yaitu nilai yang dapat dimanifestasikan sebagai suatu seni
atau ketrampilan dalam melakukan suatu pekerjaan; 3 nilai kultural, yaitu nilai yang dapat memberikan atau mengandung hubungan yang mendalam
dengan suatu masyarakat, peradaban, dan keagamaan; 4 nilai etis, moral, dan agama, yaitu nilai yang dapat memberikan atau memancarkan petuah
atau ajaran yang berkaitan dengan etika, moral, atau agama; dan 5 nilai praktis, yaitu nilai yang mengandung hal-hal praktis yang dapat diterapkan
dalam kehidupan sehari-hari. Sastrowardoyo dalam Tuloli, 1999: 232 menjelaskan bahwa
sebenarnya dalam masyarakat modern kesusastraan dapat berkembang dengan subur dan nilai-nilainya dapat dirasakan manfaatnya oleh umum.
Kesusastraan sendiri mengandung potensi-potensi ke arah keluasan kemanusiaan dan semangat hidup serta mengandung ekspresi total
pribadi manusia yang meliputi tingkat pengalaman biologi, sosial, intelektual, dan religius. Nilai-nilai seperti itu sangat dibutuhkan oleh
masyarakat modern karena merupakan hasil observasi yang teliti dari pengarang yang dituangkan dalam karya sastra.
Waluyo 1990: 27 mengemukakan bahwa nilai sastra berarti kebaikan yang ada dalam makna karya sastra bagi kehidupan. Nilai sastra
commit to user
40
dapat berupa nilai medial menjadi sarana, nilai final yang dikejar seseorang, nilai cultural, nilai kesusilaan, dan nilai agama. Setiap karya
sastra yang baik selalu mengungkapkan nilai-nilai luhur yang bermanfaat bagi pembacanya.
Nilai merupakan sesuatu yang abstrak, namun secara fungsional mempunyai ciri yang mampu membedakan antara satu dengan yang lain.
Suatu nilai jika dihayati seseorang, maka akan sangat berpengaruh terhadap cara berpikir, cara bersikap, maupun cara bertindakdemi
mencapai tujuan hidupnya. Nilai selalu menjadi ukuran dalam menentukan kebenaran dan
keadilan, sehingga tidak akan pernah lepas dari sumber asalnya yaitu berupa ajaran agama, logika, dan norma-norma yang berlaku dalam
masyarakat. Sementara itu, menurut Suyitno nilai merupakan sesuatu yang kita alami sebagai ajakan dari panggilan untuk dihadapi.
Nilai-nilai berarti tidak melanggar norma-norma, menjunjung budi pekerti, sedangkan pelanggaran terhadap nilai-nilai merupakan
pelanggaran norma atau susila. Nilai-nilai ditunjukkan oleh perilaku baik yang sesuai dengan norma-norma atau aturan yang ada dan pelanggaran
nilai-nilai berkaitan dengan hal-hal yang tidak baik serta melanggar norma atau aturan yang ada. Nilai atau nilai-nilai merupakan suatu
konsep, yaitu pembentukan mentalita yang dirumuskan dari tingkah laku manusia sehingga menjadi sejumlah anggapan yang hakiki, baik dan
perlu dihargai sebagaimana mestinya. Nilai-nilai menyediakan prinsip umum dan yang menjadi acuan serta tolok ukur standar dalam membuat
keputusan, pilihan tindakan, dan tujuan tertentu bagi para anggota suatu masyarakat. Lebih lanjut Grana menjelaskan bahwa nilai merupakan
gabungan semua unsur kebudayaan yang dianggap baik buruk dalam suatu masyarakat, karena itu pula masyarakat mendorong dan
mengharuskan warga untuk menghayati serta mengamalkan nilai yang dianggap ideal itu.
commit to user
41
Dari teori di atas tersirat pengertian bahwa pendidikan merupakan usaha untuk membentuk nilai hidup, sikap hidup, kepribadian, dan
intelektualitas seseorang. Karya sastra dapat berperan sebagai media pendidikan masyarakat. Selain itu, sastra dapat berfungsi sebagai alat
untuk memberikan dorongan, semangat, memulihkan kepercayaan diri, dan melepaskan ketegangan batin.
B. Penelitian Sebelumnya yang Relevan