oleh peningkatan beban berat tubuh yang menyebabkan semakin meningkatnya trauma seiring berjalannya waktu Kumar, et al 2007.
Obesitas dan kanker juga memiliki kaitan, terutama kanker endometrium dan payudara. Pada kanker endometrium, dijelaskan bahwa obesitas meningkatkan
kadar estrogen, dan dari kadar estrogen yang tinggi meningkatkan risiko terjadinya kanker endometrium. Sedangkan pada kanker payudara, studi observasi
menunjukkan adanya peningkatan risiko terjadinya kanker pada wanita pascamenopause dan dengan obesitas sentral Kumar, et al., 2007.
2.6 Faktor Penyebab Penumpukan Lemak Berlebih
Penyebab overweight hingga menjadi obese sangat kompleks. Meskipun gen berperan penting dalam menentukan asupan makanan dan metabolisme energi,
gaya hidup dan faktor lingkungan dapat berperan penting pada banyak orang dengan berat badan berlebih. Peningkatan prevalensi obesitas yang cepat dalam
kurun waktu 20 sampai 30 tahun terakhir, memperkuat pentingnya peran faktor lingkungan dan gaya hidup Kumar, et al., 2007; Guyton Hall, 2007. Faktor
penyebabnya adalah sebagai berikut : a.
Gaya Hidup Penyebab utama terjadinya berat badan berlebih adalah gaya hidup
tidak aktif dimana aktivitas fisik dan latihan fisik yang teratur dapat meningkatkan massa otot dan mengurangi massa lemak tubuh, sedangkan
sebaliknya, aktivitas yang tidak adekuat dapat menyebabkan pengurangan massa otot dan peningkatan adipositas. Sekitar 25 hingga 30 persen energi
yang digunakan setiap hari oleh rata-rata orang ditujukan untuk aktivitas
otot, dan pada seorang pekerja kasar buruh, sebanyak 60-70 persen digunakan untuk tujuan tersebut. Pada orang dengan obesitas, peningkatan
aktivitas fisik biasanya akan meningkatkan pengeluaran energi melebihi asupan makanan, yang berakibat penurunan berat badan yang bermakna.
Bahkan sebuah episode aktivitas berat dapat meningkatkan pengeluaran energi basal selama beberapa jam setelah aktivitas fisik tersebut dihentikan.
Karena aktivitas otot adalah cara terpenting untuk mengeluarkan energi dari tubuh, peningkatan aktivitas fisik sering kali menjadi cara yang efektif
untuk mengurangi simpanan lemak Kumar, et al., 2007; Guyton Hall, 2007.
b. Prilaku Makan
Prilaku makan seperti faktor mulut juga ikut andil dalam menyebabkan kejadian penumpukan lemak berlebih, yang berkaitan dengan
prilaku mengunyah, salivasi, menelan, dan mengecap, akan mengukur makanan sewaktu makanan tersebut memasuki mulut, dan bila makanan
dalam jumlah tertentu sudah masuk , pusat makan di hipotalamus akan dihambat. Efek inhibisi ini tidak terlalu kuat dan hanya berlangsung singkat
selama 20 sampai 40 menit. Prilaku makan juga ditentukan oleh suhu lingkungan yang telah diteliti pada hewan termasuk mamalia manusia. Bila
suhu lingkungan yang terpapar adalah udara dingin, maka akan terjadi kecenderung peningkatan prilaku makan, sebaliknya bila terpapar udara
panas, cenderung untuk mengurangi asupan kalorinya. Ini terjadi akibat adanya interaksi antara sistem pengaturan suhu dan sistem pengaturan
asupan makan di dalam hipotalamus. Proses ini penting dikarenakan asupan makanan pada tubuh yang kedinginan akan meningkatkan kecepatan
metabolisme tubuh dan menyediakan banyak lemak yang berfungsi sebagai penahan panas, sehingga kedua hal tersebut akan mengurangi rasa dingin
pada tubuh Kumar, et al., 2007; Guyton Hall, 2007; Campbell Reece, 2010; Pearce, 2011.
c. Lingkungan dan Psikologis
Faktor selanjutnya adalah faktor lingkungan dan psikologis yang saling berkaitan. Faktor lingkungan yang sangat terlihat dampaknya
terdapat pada sebagian besar negara maju, dimana jumlah makanan dengan kandungan energi tinggi terutama makanan berlemak berlimpah disertai
dengan perkembangan teknologi yang membuat pekerjaan manusia jauh lebih ringan sehingga meningkatkan gaya hidup tidak aktif. Faktor
psikologis yang paling banyak terjadi adalah bila individu mengalami stress hingga depresi dan prilaku makan menjadi sarana penyaluran stress
sehingga berdampak pada kenaikan berat badan Guyton Hall, 2007; Powers Howley, 2009.
d. Pola Makan Dini
Pada tahun-tahun pertama kehidupan, kecepatan pembentukan sel- sel lemak yang baru meningkat pesat dan makin besar kecepatan
penyimpanan lemak, makin besar pula jumlah sel lemak. Anak-anak cenderung untuk mengikuti pola makan dalam keluarganya dan ini
menentukan bagaimana prilaku makan anak tersebut hingga tua nanti. Bila
kebiasaan keluarganya menerapkan pola makan yang teratur dengan apa yang dimakan harus sampai pada kondisi mengenyangkan, ini bisa
menyebabkan dampak obese pada anak tersebut. Secara fisiologis, jumlah sel lemak pada anak obese tiga kali lebih banyak dari jumlah sel lemak pada
anak dengan berat badan normal. Demikian, prilaku nutrisi yang diberikan pada masa anak-anak-terutama pada bayi dan yang lebih jarang pada masa
kanak-kanak berikutnya dapat menimbulkan obesitas di kemudian hari Guyton Hall, 2007; Pearce, 2011.
e. Kelainan Neurogenik
Kelainan neurogenik juga dapat menyebabkan penumpukan lemak berlebih. Kelainan yang dimaksud bisa berupa lesi pada nucleus
ventromedial hipotalamus yang dapat menyebabkan makan secara berlebihan, bisa juga pada individu dengan gangguan tumor hipofisis yang
menginvasi hipotalamaus yang sering kali mengalami obesitas yang progresif. Walaupun kerusakan hipotalamus pada orang obese sangat
jarang terjadi, namun susunan fungsional hipotalamus atau pusat makan neurogenik lainnya pada orang obese dapat berbeda dengan orang normal.
Abnormalitas neurotransmitter juga dijumpai pada jaras saraf hipotalamus yang mengatur prilaku makan. Teori ini dibuktikan dengan penelitian yang
dilakukan pada orang obese dimana diberlakukan diet ketat sehingga berat badan orang tersebut normal kembali. Hasilnya berupa rasa lapar yang jauh
lebih hebat daripada orang normal. Hal tersebut diartikan sebagai set-point sistem pengaturan prilaku makan pada orang obese diatur pada tingkat
penyimpanan zat nutrisi yang lebih tinggi daripada tingkat set-point pada orang non-obese. Ini menandakan terjadinya perubahan yang nyata pada
hipotalamus yang menimbulkan rasa lapar yang hebat dan penurunan berat badan yang drastis. Sebagian dari perubahan ini meliputi peningkatan
produksi neurotransmitter oreksigenik seperti NPY dan penurunan pembentukan zat anoreksigenik seperti leptin dan α-MSH Kumar, et al.,
2007; Guyton Hall, 2007. f.
Genetik Obesitas jelas menurun dalam keluarga dengan angka kejadian 20
sampai 25 persen obesitas disebabkan oleh faktor genetik. Gen dapat berperan dalam obesitas dengan menyebabkan abnormalitas satu atau lebih
jaras yang mengatur pusat makan dan pengeluaran energi dan penyimpanan lemak. Selanjutnya, penyebab monogenik dari obesitas bisa berupa mutasi
MCR-4 penyebab monogenik tersering, defisiensi leptin kongenital yang diakibatkan mutasi gen namun sangat jarang terjadi, dan mutasi reseptor
leptin yang juga jarang terjadi. Penyebab monogenik hanya ditemukan pada persentase sangat kecil dari keseluruhan kasus obesitas Kumar, et al., 2007;
Guyton Hall, 2007.
2.7 Teknik Pengukuran Komposisi Tubuh