PENGERTIAN PERJANJIAN GAMBARAN UMUM TENTANG PERJANJIAN MENURUT KITAB

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PERJANJIAN MENURUT KITAB

UNDANG UNDANG HUKUM PERDATA

A. PENGERTIAN PERJANJIAN

Pengertian perjanjian terdapat dalam KUH Perdata, terdapat dalam buku III yaitu mengatur tentang perikatan Verbintenis, dimana setiap perikatan-perikatan yang timbul dari suatu perjanjian. Hal itu diatur dalam pasal 1313 sd 1351. Pada Pasal 1313 KUH Perdata dinyatakan “ suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih 12 Perjanjian sering disebut kontrak dalam pergaulan bisnis sehari-hari diliputi oleh berbagai istilah yang bagi banyak pihak dapat menimbulkan kebingungan atau malah dianggap sama, pada hal hakekatnya berbeda. Kata perjanjian dan kata perikatan merupakan istilah yang telah dikenal dalam kitab undang-undang hukum perdata KUH Perdata. Pada dasarnya KUH Perdata tidak secara tegas memberikn defenisi dari perikatan, akan tetapi pendekatan terhadap pengertian perikatan dapat diketahui dari pengertian perjanjian dalam pasal 1313 KUH Perdata yang didefenisikan sebagai suatu perbuatan hukum dengan mana salah satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. Hukum perjanjian dalam KUH Perdata menganut asas konsensualisme. Konsensualisme berasal dari akar kata konsensus yang berarti sepakat. Kesepakatan dapat berupa suatu perjanjian tertulis, atau lisan atau kebiasaan yang terjadi dalam satu sifat atau lingkup transaksi tertentu. Menurut pendapat R. Subekti . 12 KUH Perdata pasal 1313 sd 1351. Universitas Sumatera Utara 1992 bahwa perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. 13 Dalam Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen dinyatakan bahwa Klausula Baku adalah setiap aturan atau ketentuan dan syarat-syarat Perikatan merupakan suatu perjanjian abstrak, sedangkan suatu perjanjian adalah suatu peristiwa hukum yang konkrit. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata terjemahan R. Subekti dan R. Tjitrosdibio tidak dipakai istilah perjanjian melainkan yang dipakai adalah perikatan. Jadi kedua istilah tersebut adalah sama artinya. Dengan demikian hubungan antara perikatan dengan perjanjian adalah bahwa perjanjian itu dapat menimbulkan perikatan dikalangan para pihak yang mengadakan perjanjian itu atau diantara para pihak yang bersepakat di dalam perjanjian itu. Jadi perjanjian adalah merupakan salah satu sumber perikatan di samping sumber-sumber perikatan lainnya. Perjanjian disebut sebagai persepakatn atau persetujuan, sebab para pihak yang membuatnya tentunya menyetujui atau menyepakati isi dari perjanjian yang dibuat untuk melaksankan sesuatu prestasi tententu. Berdasarkan hal tersebut di atas, maka perikatan adalah suatu pengertian yang abstrak sedangkan perjanjian adalah merupakan hal yang nyata atau suatu peristiwa konkrit. Sebab perikatan tidak dapar terlihat secara nyatamelainkan hanya dapat dibayangkan sedangkan perjanjian pada umumnya terlihat jika itu dalam bentuk tertulis dan jika hanya lisan saja, maka perjanjian dapat didengar isinya atau perkataan- perkataan yang mengandung janji tersebut. 13 R. Subekti. 1992. Aneka Perjanjian. Jakarta : PT. Intermasa Universitas Sumatera Utara yang telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen dan atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen. Secara sepintas, dapat terkesan bahwa perjanjian baku bertentangan atau tidak sejalan dengan asas-asas umum perjanjian seperti asas sepakat dan konsensual, mengingat terms and cinditionnya telah ditetapkan pre determined secara sepihak. Namun demikian, bahwa dengan diterimanya syarat-syarat oleh pihak lainnya dapat diartikan bahwa secara sukarela yang bersangkutan telah mengikatkan diri untuk menerima persyaratan-persyaratan dimaksud. Mengingat penundukan sukarela yang demikian, maka penting dijaga bahwa terms and cindition teresbut memenuhi unsur-unsur keadilan, kepatutan, keseimbangan dan perlidungan bagi pihak yang secara objektif faktual berada dalam posisi yang tidak seimbang. Kondisi objektif faktual tersebut antara lain dapar berupa tidak adanya alternatif untuk mendapatkan pilihan-pilihan yang terbuka, atau tidak adanya waktu yang cukup bagi satu pihak untuk merundingkan terms and cindition atau posiis tawar yang relatif lebih lemah baik karena kedudukan monopolistis atau karena sifat barang dan atau jasa yang menjadi objek perjanjian. Kontrak baku adalah kebutuhan nyata dalam sebuah bisnis. Kebutuhan tersebut timbul mengingat sifat-sifat dan transaksi seperti berulang-ulang dan relatif hmogen, berlaku umum dan massal serta telah merupakan kebiasaan dalam dunia perdagangan. Namun demikian, Undang-Undang membatasi kebebasan dari satu pihak untuk mendiktekan dan sayarat-syaratnya untuk tidak bertentangan dengan asas-asas umum pada perikatan. Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 dalam konsideransnya Universitas Sumatera Utara menyatakan bahwa untuk meningkatkan harkat dan martabat konsumen perlu meningkatkan kesadaran, pengetahuan, kepedulian, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindumgi dirinya serta menumbuhkembangkan sikap pelaku usaha yang bertanggungjawab. Selain itu juga dalam pasal 3 dinyatakan bahwa penting untuk menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggungjawab dalam berusaha. Berdasarkan pasal 18 ayat 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999, pembatasan-pembatasan pada kontrak baku jstru diperlukan untuk melindungi asas kebebasan berkontrak yang berlaku secara universal itu. Selengkapnya bunyi pasal 18 Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 adalah sebagai berikut : 1. Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang membuat atau mencantumkan klausula baku pada setiap konsumen dan atau perjanjian apabila : a. menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha; b. menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali barang yang dibeli konsumen; c. menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali uang yang dibayarkan atas barang dan atau jasa yang dibeli oleh konsumen; d. menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha baik secara langsung maupun tidak langsung untuk melakukan segala tindakan sepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran; Universitas Sumatera Utara e. mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau pemanfaatan jasa yang dibeli oleh konsumen; f. memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa atau mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi objek jual beli jasa; g. menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa aturan baru, tambahan, lanjutan dan atau pengubahan lanjutan yang dibuat sepihak oleh pelaku usaha dalam masa konsumen memanfaatkan jasa yang dibelinya; h. menyatakan bahwa konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha untuk pembebanan hak tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan terhadap barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran. 2. Pelaku usaha dilarang mencantumkan klausula baku yamh letak atau bentuknya sulit terlihat atau tidak dapat dibaca secara jelas, atau yang pengungkapannya sulit dimengerti 3. Setiap klausula baku yang telah ditetapkan oleh pelaku pada dokumen atau perjanjian yang memenuhi ketentuan sebagiamana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2 dinyatakan batal demi hukum. 4. Pelaku usaha wajib menyesuaikan klausula baku yang bertentangan dengan Undang-Undang ini. Sebenarnya pengaturan perundang-undangan perlindungan konsumen ini adalah semacam lex specialist dari pengaturan umum yang ada pada perikatan dalam KUH Perdata, apada pasal 1493 dan pasal 1494 yang berbunyi sebagai berikut : Pasal 1493 kedua belah pihak, dengan persetujuan-persetujuan istimewa boleh memperluas atau mengurangi kewajiban yang ditetapkan oleh Universitas Sumatera Utara Undang-Undang ini bahkan mereka boleh mengadakan persetujuan bahwa penjual tidak wajib menanggung sesuatu apa pun.

B. PENGERTIAN HAK DAN KEWAJIBAN