Penetapan kadar air dilakukan untuk mengetahui apakah simplisia memenuhi persyaratan, karena air merupakan media yang baik untuk tumbuhnya
jamur, ternyata hasilnya memenuhi syarat yaitu 7,93 lebih kecil dari 10. Penetapan kadar sari larut air untuk mengetahui kadar senyawa yang bersifat
polar, sedangkan kadar sari larut dalam etanol dilakukan untuk mengetahui senyawa yang terlarut dalam etanol, baik polar maupun non polar. Penetapan
kadar abu total dilakukan untuk mengetahui kadar senyawa anorganik dalam simplisia, misalnya logam K, Ca, Na, Pb, Hg, silika, sedangkan penetapan kadar
abu tidak larut dalam asam dilakukan untuk mengetahui kadar senyawa yang tidak larut dalam asam, misalnya silika, logam-logam berat seperti Pb, Hg. Perhitungan
hasil karakterisasi simplisia dapat dilihat pada lampiran 8 halaman 58-61.
4.3 Hasil Pengujian Effective Concentration EC
80
Asetilkolin
Terlebih dahulu dilakukan pengujian
EC80
dengan pemberian kumulatif asetilkolin pada otot polos ileum terisolasi dengan konsentrasi bertingkat 10
-8
sampai 10
-2
M yang akan digunakan pada pengujian farmakodinamik. Pemberian kumulatif asetilkolin menyebabkan kontraksi otot polos ileum yang tampak
semakin meningkat dengan meningkatnya konsentrasi asetilkolin. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 4 dan Gambar 5.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4. Pola kenaikan kontraksi ileum terisolasi dari tikus pemberian
kumulatif Asetilkolin
EC80
1
EC80
2
EC80
=7,5x10
-5
Universitas Sumatera Utara
Gambar 5 Kurva - kumulatif pemberian asetilkolin pada ileum terisolasi dari
tikus. _____
asetilkolin pengujian 1, ____
asetilkolin pengujian 2 Hasil orientasi kumulatif asetilkolin dosis bertingkat didapat suatu dosis
EC80
asetilkolin pada konsentrasi 7,5x10
-4
M, yang memberikan pola kenaikan konsentrasi yang cukup nyata untuk memberikan gambaran tentang pola kerja
pada otot polos ileum yang terisolasi.
4.4 Hasil Pengujian Inhibition Concentration IC
80
Ekstrak Temulawak
Pemberian ekstrak temulawak Curcuma xanthorrizha Roxb. dengan berbagai konsentrasi yaitu 0,01 sampai 0,1 pada otot polos ileum terisolasi,
untuk memperoleh suatu nilai konsentrasi IC
80
yang akan digunakan pada pengujian farmakodinamik.
Bentuk sediaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ekstrak dengan menggunakan pelarut DMSO Dimethyl sulfoxida dengan pertimbangan
pelarut yang digunakan bersifat inert, tidak mudah menguap, tidak merusak organ usus halus yang terisolasi, dan dapat melarutkan zat-zat aktif yang terkandung
didalam temulawak.
a
Universitas Sumatera Utara
b Gambar 6. Pola penurunan kontraksi ileum terisolasi dari tikus pada pemberian
ekstrak temulawak. a pemberian ekstrak 1, b pemberian ekstrak 2
IC
80
=3x10
-2
Gambar 7. Kurva penurunan kontraksi ileum terisolasi dari tikus pada pemberian
ekstrak temulawak ___
pengujian ekstrak 1, __
pengujian ekstrak 2
Log [ Dose] -3.0
-3.5 -4.0
-4.5 -5.0
R e
s p
o n
s e
20 40
60 80
100 extrak 1
extrak 2
Log [ Dose] -3.0
-3.5 -4.0
-4.5 -5.0
R e
s p
o n
s e
20 40
60 80
100
Universitas Sumatera Utara
Dari hasil menunjukkan bahwa pada konsentrasi 3 x10
-2
yang merupakan dosis IC
80
sudah memberikan pola penurunan kontaksi ileum tikus yang cukup nyata untuk memberikan gambaran tentang pola kerja ekstrak temulawak pada
otot polos usus halus terisolasi. Pengujian ekstrak etanol rimpang temulawak pada konsentrasi 0,01 sampai 0,1 menunjukkan penghambatan pola kontraksi pada
otot polos ileum tikus terisolasi, sedangkan pengujian ekstrak etanol rimpang temulawak pada konsentrasi diatas 0,1 sebaliknya menunjukkan peningkatan
kontraksi, hal ini menunjukkan adanya perbedaan efek yang ditimbulkan dari tanaman temulawak dengan perbedaan konsentrasi penggunaan, mengingat bahwa
tanaman temulawak selain sebagai anti diare masyrakat juga menggunakan temulawak sebagai laksansia dan meningkatkan nafsu makan.
4.5 Hasil Pengujian IC