Analisis Faktor – faktor yang Mempengaruhi Tax Benefit dari Penggunaan Hutang pada Industri Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
TAX BENEFIT
DARI PENGGUNAAN HUTANG PADA
INDUSTRI MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR
DI BURSA EFEK JAKARTA
TESIS
Oleh
SEPTONY BENYAMIN SIAHAAN
037017005/Akt
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2008
SE K O L
A
H
P A
S C
A S A R JA
N
(2)
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
TAX BENEFIT
DARI PENGGUNAAN HUTANG PADA
INDUSTRI MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR
DI BURSA EFEK JAKARTA
TESIS
Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Ilmu Akuntansi
pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Oleh
SEPTONY BENYAMIN SIAHAAN
037017005/Akt
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2008
(3)
Judul Tesis : ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI TAX BENEFIT DARI
PENGGUNAAN HUTANG PADA INDUSTRI MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK JAKARTA
Nama Mahasiswa : Septony Benyamin Siahaan
Nomor Pokok : 037017005
Program Studi : Ilmu Akuntansi
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA, Ak) (Drs. Syamsul Bahri TRB, MM, Ak
Ketua Anggota
)
Ketua Program Studi Direktur
(Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA, Ak) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc)
(4)
Telah diuji pada
Tanggal 06 Maret 2008
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA, Ak Anggota : 1. Drs. Syamsul Bahri TRB, MM, Ak
2. Dr. Muslich Lufti, MBA 3. Drs. Rasdianto, M.Si, Ak
(5)
ABSTRAK
Penelitian ini ditujukan untuk menganalisis dan memberikan bukti empiris tentang pengaruh tingkat pajak, kesulitan keuangan, profitabilitas, ukuran perusahaan, likuiditas, pembayaran dividen dan struktur aktiva yang dihasilkan terhadap besarnya tax benefit dari penggunaan hutang.
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif korelasional dengan sampel penelitian perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta dan periode
yang diteliti tahun 2001 – 2003. Analisis data menggunakan regresi berganda
(multiple regression) untuk menguji variabel-variabel bebas terhadap variabel terikat. Hasil dari penelitian ini adalah : Pertama, tingkat pajak, kesulitan keuangan, kemampulabaan, ukuran perusahaan, pembayaran dividen, likuiditas dan struktur
aktiva, menunjukkan bahwa secara simultan berpengaruh terhadap besarnya tax
benefit dari penggunaan hutang. Kedua, faktor-faktor yang berpengaruh signifikan
terhadap besarnya tax benefit dari penggunaan hutang secara parsial adalah tingkat
pajak, kesulitan keuangan, ukuran perusahaan, pembayaran dividen.
Kata Kunci : Present Value Tax Shield, Tax Rate, Kesulitan Keuangan,
Profitabilitas, Ukuran Perusahaan, Pembayaran Dividen, Likuiditas, Struktur Aktiva.
(6)
Abstract : The research’s objective to analyzing and get the empirical proof about the effects of tax rate, financial distress, profitability, size, dividend pay out, likuidity and assets structure for tax benefit of debt. The research conducting by descriptif of corelation method and implement to manufactured companies that listed in Jakarta Stock Exchange at 2001 – 2003. The research explores using multiple regression to examine the independent variables effect to dependent variables. The result of this research is: fist, simultaneously, tax rate, financial distress, profitability, size, dividend pay out, likuidity and assets structure significantly for tax benefit of debt. Second, partially, tax rate, financial distress, size, dividend pay out significantly for tax benefit of debt.
Keywords: Present Value Tax Shield, Tax Rate, Financial Distress, Profitability, Size, Dividend Pay Out, Likuidity, Assets Structure.
(7)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan Rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan
judul “ Analisis Faktor – faktor yang Mempengaruhi Tax Benefit dari Penggunaan
Hutang pada Industri Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta “.
Tesis ini merupakan tugas akhir untuk menyelesaikan pendidikan di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. Dalam kesempatan ini penulis tidak lupa menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar – besarnya kepada :
1. Bapak Prof. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, SP.A(K), selaku Rektor Universitas
Sumatera Utara.
2. Ibu Prof. Dr. Ir. Chairun Nisa B, MSc, selaku Direktur Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara.
3. Ibu Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA, Ak, selaku Ketua Program Studi
Magister Akuntansi, Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, dan sekaligus sebagai dosen Pembimbing Pertama yang telah banyak memberikan waktu, bimbingan dan saran kepada penulis sehingga penyusunan tesis ini dapat diselesaikan.
4. Ibu Dra. Tapi Anda Sari Lubis, MSi ,Ak, selaku Sekretaris Program Studi
(8)
5. Bapak Drs. Syamsul Bahri TRB, MM, Ak, selaku dosen Pembimbing Kedua yang telah banyak memberikan pengarahan, saran dan juga bimbingan dalam proses penelitian sampai penelitian tesis ini selesai.
6. Bapak Rds. Rasdianto, MSi, Ak, Bapak Drs. Zainul Bahri Torong, MSi, Ak, dan
Bapak Dr. Muslich Lutfi, MBA, selaku dosen pembanding yang telah banyak memberikan saran dan kritik untuk perbaikan tesis ini.
7. Teman-teman mahasiswa Program Magister Akuntansi Universitas Sumatera
Utara yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan tesis ini.
8. Staf/karyawan sekretariat Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara serta
semua pihak yang telah banyak membantu dan memberikan saran serta pandangan sehingga penulisan tesis ini dapat diselesaikan.
Akhirnya penulis menghaturkan rasa terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada istri saya tercinta Oktaviani, serta kakak-kakak saya atas dukungannya dan pengorbanan baik moral, materil dan spiritual agar penyelesaian tesis ini terlaksana.
Semoga tesis ini bermanfaat bagi kita semua.
Medan, Maret 2008 Penulis
(9)
RIWAYAT HIDUP
Nama : Septony Benyamin Siahaan
DATA PRIBADI
Tempat / Tanggal Lahir : P. Siantar / 01 September 1971
Alamat : Jl. Jati III No. 123 – Medan 20217
Jenis Kelamin : Laki – laki
Agama : Kristen Protestan
RIWAYAT PENDIDIKAN
Tahun 2003 – 2008 : USU, Sekolah Pascasarjana (S2) – Program Magister
Akuntansi
Tahun 1991 – 1998 : USU, Sarjana (S1) Fakultas Ekonomi – Jurusan
Akuntansi
Tahun 1987 – 1990 : SMA Negeri V – Medan
Tahun 1984 – 1987 : SMP Negeri VII – Medan
Tahun 1978 – 1984 : SD Parulian “A” – Medan
PENGALAMAN KERJA
1. Staf Accounting pada PT Sinar Barat Persada – Medan, 1997 – 1999
2. Auditor pada Kantor Akuntan Publik “ Drs. Anggiat Sitohang & Rekan “ –
Jakarta, 2000 – Mei 2002
3. Staf Pengajar pada Universitas Kristen Indonesia – Jakarta, 2001- 2002
4. Staf Pengajar pada STIE Jayakarta – Jakarta, 2000 – 2002
5. Staf pada Kantor Konsultan Pajak “ Jasa Perpajakan Indonesia “ – Jakarta, Juni
2002 – Desember 2002
6. Auditor pada PT. Otehaes Dianeka Consultama ( PT ODC ) – Medan,
2003 – Juni 2006
7. Staf pada Kantor Konsultan Pajak “Bina Mandiri” – Medan, 2007 – sekarang
8. Staf pengajar pada Universitas Methodist Indonesia – Medan, 2007 – sekarang
(10)
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
RIWAYAT HIDUP ... v
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR ... x
DAFTAR LAMPIRAN ... xi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang Penelitain ... 1
1.2. Rumusan Masalah Penelitian ... 9
1.3. Tujuan Penelitian ... 9
1.4. Manfaat Penelitian ... 9
1.5. Batasan Penelitian ... 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS ... 11
2.1 Landasan Teori ... 11
2.1.1. Kebijakan Fiskal ... 11
2.1.2. Perpajakan Badan Usaha (Corporate Taxation) ... 12
2.1.3. Struktur Modal (Capital Structure) ... 16
2.1.4. Tax Benefit of Debt ... 18
2.1.5. Pembatasan Pembayaran Bunga yang Boleh Dikurangkan ... 20
(11)
2.1.6. Pendekatan Arus Kas atas Pembayaran Bunga ... 21
2.1.7. Pendekatan Arus Kas atas Beban Pajak ... 23
2.1.8. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kebijakan Hutang Perusahaan ... 24
2.2. Tinjauan Penelitian Terdahulu ... 28
2.3. Kerangka Konseptual ... 29
2.4. Hipotesis Penelitian ... 30
BAB III METODE PENELITIAN ... 31
3.1. Rancangan Penelitian ... 31
3.2. Populasi dan Sampel ... 31
3.3. Variabel Penelitian ... 32
3.3.1. Klasifikasi Variabel ... 32
3.3.2. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ... 32
3.4. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 37
3.5. Prosedur dan Pengambilan Data ... 37
3.6. Model dan Teknik Analisi Data ... 38
3.6.1 Pengujian Asumsi Klasik ... 38
3.6.2 Uji Hipotesis ... 38
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 43
4.1. Hasil Penelitian ... 43
4.1.1. Hasil Penarikan Sampel ... 43
4.1.2. Statistik Deskripsi Variabel Bebas ... 43
4.1.3. Uji Model ... 47
4.1.4. Analisi Regresi ... 51
4.2. Pembahasan ... 52
4.2.1 Uji Simultan dengan F – Test ... 52
(12)
4.2.3. Interpretasi Koefisien Determinasi ... 60
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 61
5.1. Kesimpulan ... 61
5.2. Saran ... 62
5.3. Batasan Hasil Penelitian ... 63
(13)
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
II.1 Tarif Pajak Penghasilan ... 12
II.2 Pendekatan Arus Kas atas Pembayaran Bunga ... 22
II.3 Pendekatan Arus Kas Atas Beban Pajak ... 23
II.4 Penelitian Terdahulu ... 28
III.1 Pengukuran Variabel ... 36
IV.1 Proses Pengambilan Sampel ... 43
IV.2 Deskriptif Statistik ... 44
IV.3 Uji Multikolonieritas ... 48
IV.4 Uji Autokorelasi ... 49
IV.5 Hasil Regresi ... 52
IV.6 Uji simultan terhadap Variabel Y (ANOVA b) ... 53
(14)
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
II.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kebijakan Hutang ... 12 IV.1 Uji Heteroskedastisitas ... 50 IV.2 Uji Normalitas ... 51
(15)
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
1 Daftar Perusahaan yang Menjadi Sampel Penelitian ... 67
2 Tax Rate Perusahaan pada Sampl Penelitian ... 69
3 Expected Cost of Financial Distress Perusahaan
pada Sampel Penelitian ... 71
4 Profitabilitas (ROA) Perusahaan pada Sampel Penelitian ... 73
5 Ukuran Perusahaan (Size) Perusahaan pada Sampel
Penelitian ... 75
6 Likuiditas (Current Ratio) Perusahaanpada Sampel
Penelitian ... 77
7 Pembayaran Dividen Perusahaan pada Sampel Penelitian .... 79
8 Struktur Aktiva (Assets Structure) Perusahaan pada Sampel
Penelitian ... 81
9 Tax Benefit of Debt (Present Value of Debt Tax Shield) ... 83
(16)
ABSTRAK
Penelitian ini ditujukan untuk menganalisis dan memberikan bukti empiris tentang pengaruh tingkat pajak, kesulitan keuangan, profitabilitas, ukuran perusahaan, likuiditas, pembayaran dividen dan struktur aktiva yang dihasilkan terhadap besarnya tax benefit dari penggunaan hutang.
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif korelasional dengan sampel penelitian perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta dan periode
yang diteliti tahun 2001 – 2003. Analisis data menggunakan regresi berganda
(multiple regression) untuk menguji variabel-variabel bebas terhadap variabel terikat. Hasil dari penelitian ini adalah : Pertama, tingkat pajak, kesulitan keuangan, kemampulabaan, ukuran perusahaan, pembayaran dividen, likuiditas dan struktur
aktiva, menunjukkan bahwa secara simultan berpengaruh terhadap besarnya tax
benefit dari penggunaan hutang. Kedua, faktor-faktor yang berpengaruh signifikan
terhadap besarnya tax benefit dari penggunaan hutang secara parsial adalah tingkat
pajak, kesulitan keuangan, ukuran perusahaan, pembayaran dividen.
Kata Kunci : Present Value Tax Shield, Tax Rate, Kesulitan Keuangan,
Profitabilitas, Ukuran Perusahaan, Pembayaran Dividen, Likuiditas, Struktur Aktiva.
(17)
Abstract : The research’s objective to analyzing and get the empirical proof about the effects of tax rate, financial distress, profitability, size, dividend pay out, likuidity and assets structure for tax benefit of debt. The research conducting by descriptif of corelation method and implement to manufactured companies that listed in Jakarta Stock Exchange at 2001 – 2003. The research explores using multiple regression to examine the independent variables effect to dependent variables. The result of this research is: fist, simultaneously, tax rate, financial distress, profitability, size, dividend pay out, likuidity and assets structure significantly for tax benefit of debt. Second, partially, tax rate, financial distress, size, dividend pay out significantly for tax benefit of debt.
Keywords: Present Value Tax Shield, Tax Rate, Financial Distress, Profitability, Size, Dividend Pay Out, Likuidity, Assets Structure.
(18)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Penelitian
Tujuan utama perusahaan adalah memaksimumkan kekayaan pemilik atau pemegang saham, ini diwujudkan dengan menaikkan harga saham biasa. Untuk
menaikkan harga saham tersebut: pertama, memerlukan operasi yang efisien untuk
memproduksi barang dengan mutu dan kuantitas yang diinginkan dan dengan biaya
serendah mungkin, kedua, memerlukan pengembangan produk yang diinginkan
konsumen sehingga motif mencari laba akan mendorong munculnya teknologi baru,
produk baru dan kesempatan kerja baru, ketiga, menuntut pelayanan yang efisien dan
memuaskan, persediaan barang dagang yang memadai, lokasi bisnis yang tepat, semua faktor ini untuk meningkatkan penjualan yang diperlukan dalam memperoleh laba (Weston dan Brigham, 1993: 19). Menghadapi kondisi seperti ini, banyak perusahaan baik yang berskala besar maupun kecil akan menaruh perhatian pada masalah manajemen pendanaan.
Pada prinsipnya, setiap perusahaan membutuhkan dana. Pemenuhan dana tersebut dapat berasal dari sumber intern maupun ekstern. Namun umumnya perusahaan cenderung menggunakan modal sendiri sebagai modal permanen ketimbang modal asing yang hanya digunakan sebagai pelengkap apabila dana yang dibutuhkan kurang mencukupi.
(19)
Karena itu, para manajer keuangan tetap memperhatikan cost of capital dalam menentukan struktur modal dalam upaya sendiri ataukah dipenuhi dengan modal asing.
Dalam pemilihan pendanaan dengan hutang dan ekuitas, tidak ada teori yang berlaku umum, karena masing-masing perusahaan memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Ada beberapa teori keuangan yang dapat digunakan sebagai bahan
pertimbangan dalam pemilihan pendanaan. Menurut Balance theory, perusahaan
mendasarkan keputusan pendanaan pada saat struktur modal yang optimal. Struktur modal yang optimal dibentuk dengan menyeimbangkan manfaat dari penghematan pajak atas penggunaan hutang terhadap biaya kebangkrutan (Fama & French, 2000 dalam Mayangsari, 2001). Berdasarkan Pecking order theory (Myers dan Majluf,
1984 dan Myers 1984 dalam Kaaro (2003), menunjukkan urutan pendanaan dimulai
dari laba ditahan, hutang dan penerbitan saham (ekuitas) pada urutan terakhir. Laba ditahan adalah sumber dana internal, sedangkan hutang dan ekuitas adalah sumber dana eksternal. Teori ini didasarkan pada argumentasi bahwa penggunaan laba ditahan lebih murah dibandingkan sumber dana eksternal. Penggunaan sumber dana eksternal melalui hutang hanya digunakan jika kebutuhan investasi lebih tinggi dari sumber dana internal.
Sedangkan free cash flow (Emery & Finnerty, 1997 dalam Ismiyanti & Mamduh, 2004), mengatakan bahwa perusahaan yang membagikan dividen dalam jumlah besar maka untuk membiayai investasinya diperlukan tambahan dana melalui hutang sehingga kebijakan dividen mempengaruhi kebijakan hutang secara searah.
(20)
Kas internal perusahan digunakan untuk membayar dividen sehingga diperlukan tambahan dana eksternal melalui hutang.
Dalam melakukan keputusan pendanaan, perusahaan dituntut untuk mempertimbangkan dan menganalisis kombinasi sumber dana ekonomis guna membelanjai kebutuhan-kebutuhan investasi serta kegiatan usaha. Untuk itu, dalam penetapan struktur modal, perusahaan perlu mempertimbangkan berbagai variabel yang mempengaruhinya. Bringham dan Houston (2001: 39-42) mengemukakan beberapa variabel yang mempengaruhi struktur modal perusahaan adalah stabilitas penjualan, struktur aktiva, leverage operasi, tingkat pertumbuhan, profitabilitas, pajak, pengendalian, sikap manajemen, sikap pemberi pinjaman, kondisi pasar, fleksibilitas keuangan.
Pajak penghasilan badan usaha merupakan biaya bisnis yang utama bagi hampir kebanyakan perusahaan. Akibatnya perusahaan menghabiskan banyak waktu dan usaha untuk meminimalkan beban pajaknya. Salah satu upaya yang dapat dilakukan yaitu dengan memilih pendanaan perusahaan melalui hutang karena sifat
bunga yang dibayarkan kepada pemberi pinjaman yang bersifat deductible atas laba
usaha sehingga mengurangi beban pajak perusahaan. Bringham dan Houston (2001) mengemukakan bahwa bunga merupakan beban yang dapat dikurangkan dengan tujuan perpajakan, dan pengurangan tersebut sangat bernilai bagi perusahaan yang terkena tarif pajak yang tinggi. Karena itu, makin tinggi tarif pajak perusahaan makin besar penggunaan hutang.
(21)
Sartono (2001) dalam Arryani (2003) menyatakan ada kecenderungan bahwa
penggunaan hutang akan memberikan manfaat berupa perlindungan pajak
(tax shield). Mackie (1990) dan Graham (2000) yang menyatakan bahwa perusahaan dengan tingkat pajak marjinal yang tinggi cenderung menggunakan hutang daripada
perusahaan yang tingkat pajak marjinalnya rendah untuk memanfaatkan interest tax
shield dari pembayaran hutang. Dalam mengukur manfaat pajak atas bunga tidak
hanya tingkat pajak saja yang perlu dipertimbangkan, tetapi seluruh tax benefit
function. Fungsi pajak perusahaan didefinisikan sebagai suatu rangkaian dari tingkat pajak marginal, yang masing-masing tingkat pajak perusahaan berhubungan dengan
tingkat tertentu dari pengurangan bunga (special level of interest deduction).
Berdasarkan metodologi dari Graham (1996) dalam Brealy dan Myers (2004:
496-497) masing-masing tingkat pajak marginal berintegrasi dengan efek dari non-debt
tax shield, tax loss carrybacks, carryforword.
Kredit pajak dan probabilitas interest tax shields akan digunakan dalam suatu
tahun tertentu. Fungsi pajak umumnya flat pada pengurangan bunga yang kecil (small
interest deduction), karena tingkat pajak turun akibat peningkatan bunga maka kurva tax rate akan menjadi downward sloping akibat peningkatan bunga (interesexpense).
Hal ini terjadi karena interest deduction mengurangi penghasilan kena pajak (taxable income). Sifat tax deductibility atas pembayaran bunga memberikan keuntungan bagi perusahaan dalam mendanai investasinya melalui hutang. Ini berarti semakin tinggi tingkat pajak maka perusahaan lebih memilih memperoleh dana melalui pinjaman/hutang. Hal ini telah dijelaskan dalam penelitian yang dilakukan
(22)
oleh Mackie (1990), Graham (2000) yang menyatakan bahwa keputusan pemilihan pendanaan dengan hutang relatif kecil/sedikit pada saat tingkat pajak rendah. Selain faktor pajak yang sangat menentukan dalam pemilihan kebijakan pendanaan perusahaan dengan hutang, perusahaan juga harus mempertimbangkan beberapa
faktor bukan pajak lainnya (non tax factors) yang digunakan, yaitu: kemungkinan
terjadinya kesulitan keuangan (financial distress) akibat dari jumlah hutang yang
berlebihan, struktur aktiva (assets structure), likuiditas, profitabilitas, informational asymmetry, pembayaran dividen, dan ukuran besarnya perusahaan (size) yang mempengaruhi kebijakan hutang perusahaan.
Namiko (2005) melakukan penelitian tentang “pengaruh struktur kepemilikan, pembayaran dividen, struktur aktiva dan pertumbuhan perusahaan terhadap kebijakan hutang pada perusahaan Go Publik”, periode penelitian tahun 1999 – 2001 dengan jumlah sampel sebanyak 91 perusahaan. Hasil penelitian ini menunjukkan pengujian secara regresi baik parsial maupun simultan bahwa hanya struktur aktiva yang berpengaruh signifikan terhadap kebijakan hutang.
Mayangsari (2001) dalam penelitiannya yang berjudul ”Faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan pendanaan eksternal hutang jangka panjang perusahaan”
ditinjau dari pecking order theory. Penelitian ini mengambil sampel perusahaan
manufaktur yang terdaftar di BEJ dengan periode penelitian pada tahun 1996. Variabel yang digunakan adalah pertumbuhan, laba bersih, perubahan modal kerja,
(23)
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa variabel laba bersih, perubahan
modal kerja, struktur aktiva, dan size berpengaruh secara signifikan terhadap
keputusan pendanaan eksternal jangka panjang, sedangkan variabel lainnya tidak berpengaruh secara signifikan.
Susilawati (2004) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keputusan Pendanaan Perusahaan Manufaktur” dengan periode penelitian tahun 1999 – 2003 dengan jumlah sampel sebanyak 157 perusahaan. Variabel yang digunakan yaitu struktur aktiva, profitabilitas dan struktur kepemilikan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa secara simultan faktor struktur aktiva, profitabilitas dan struktur kepemilikan berpengaruh signifikan terhadap keputusan pendanaan dari hutang jangka panjang, dan secara parsial faktor struktur aktiva dan profitabilitas yang berpengaruh signifikan terhadap keputusan pendanaan dari hutang jangka panjang.
Siahaan (2003) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Tax Benefit dari Penggunaan Hutang pada Industri Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta”,
periode penelitian tahun 1998 – 2000, dengan variabel bebas, yaitu: Tax rate,
Expected cost of financial distress, Profitabilitas, Likuiditas, Size, Informational asymmetry, Assets Structure, dan Product uniqueness, dan variabel terikat yaitu Tax Benefit of Debt. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa secara parsial yang berpengaruh signifikan terhadap tax benefit dari penggunaan hutang adalah Tax rate, Expected cost of financial distress, size dan Product uniqueness, dan secara simultan yang berpengaruh signifikan terhadap tax benefit dari penggunaan hutang adalah tax
(24)
rate, expected cost of financial distress, profitabilitas, likuiditas, size, informational asymmetry, assets structure, dan product uniqueness.
Berdasarkan beberapa penelitian terdahulu yang pernah dilakukan, penelitian ini merupakan kelanjutan dari penelitian sebelumnya atau extended replication dari penelitian yang dilakukan Siahaan (2003). Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya, yaitu:
Periode penelitian ini tahun 2001 sampai dengan 2003. Peneliti mengambil periode tersebut karena terjadi perubahan Undang-Undang Pajak Penghasilan yang berlaku sejak tahun 2001. Penelitian ini untuk menguji kekonsistenan penelitian sebelumnya dengan adanya perubahan undang-undang pajak penghasilan tersebut.
Penelitian ini tidak memasukkan variabel Product uniqueness, dengan alasan
bahwa ukuran dan kriteria keunikan produk sangat subjektif, juga peneliti sebelumnya hanya melihat dari prespektif produsen (produk yang dihasilkan) tanpa melihat dari prespektif konsumen. Dengan alasan di atas menurut peneliti apabila memasukkan variabel keunikan produk dapat mengakibatkan pengambilan kesimpulan yang bias.
Penelitian ini tidak memasukkan variabel Informational asymmetry, dengan
alasan, pertama, hasil penelitian sebelumnya menyimpulkan bahwa variabel Informational asymmetry terhadap tax benefit dari penggunaan hutang tidak
signifikan. Kedua, ukuran variabel Informational asymmetry yang dipakai peneliti
(25)
tidak membayar dividen. Menurut peneliti ukuran dummy dapat menimbulkan bias dalam memberikan kesimpulan.
Free cash flow (Emery & Finnerty, 1997 dalam Ismiyanti & Mamduh, 2004), mengatakan bahwa perusahaan yang membagikan dividen dalam jumlah besar maka untuk membiayai investasinya diperlukan tambahan dana melalui hutang sehingga kebijakan dividen mempengaruhi kebijakan hutang secara searah.
Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh (Hartono, 2000, Mahadwartha
dan Hartono, 2002 dalam Ismiyanti & Mamduh, 2004) bahwa kebijakan dividen
mempengaruhi kebijakan hutang perusahaan dengan hubungan yang positif. Pembayaran dividen yang dianut perusahaan juga dapat mempengaruhi kebijakan
hutang. Crutchley dan Hansen (1989) dalam Namiko (2005) menyatakan pembayaran
dividen akan mengurangi aliran kas bebas perusahaan dan manajemen terpaksa mencari pendanaan dari luar untuk membiayai investasinya. Berdasarkan teoritis diatas peneliti manambah variabel bebas yaitu Pembayaran Dividen.
Dengan mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan hutang yang akan menimbulkan manfaat pajak atas hutang, dapat membantu industri manufaktur dalam menentukan bagaimana seharusnnya pemenuhan kebutuhan dana harus dilakukan sehingga tujuan memaksimumkan kemakmuran para pemegang saham (pemilik) dapat tercapai.
(26)
1.2. Rumusan Masalah Penelitian
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka permasalahan dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:
Apakah tingkat pajak, kesulitan keuangan, profitabilitas, ukuran perusahaan, likuiditas, pembayaran dividen, dan struktur aktiva berpengaruh terhadap besarnya tax benefit dari penggunaan hutang?
1.3. Tujuan Penelitian
Penelitian ini ditujukan untuk menganalisis dan memberikan bukti empiris tentang pengaruh tingkat pajak, kesulitan keuangan, profitabilitas, ukuran perusahaan, likuiditas, pembayaran dividen dan struktur aktiva yang dihasilkan terhadap besarnya tax benefit dari penggunaan hutang.
1.4. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai:
1. Bahan masukan bagi industri manufaktur terutama manajer keuangan
untuk dijadikan pertimbangan dalam menentukan struktur pendanaan perusahaan sehingga diperoleh manfaat sebesar-besarnya berupa
penghematan pajak, dan untuk menganalisa besarnya tax benefit dari
penggunaan hutang terhadap nilai perusahaan.
2. Menjadi bahan pertimbangan bagi kreditur dalam menentukan kebijakan
(27)
3. Menjadi bahan pertimbangan bagi investor dalam menentukan kebijakan apakah membeli saham atau melepas saham yang dimiliki.
4. Penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi informasi dan
wawasan teoritis khususnya tentang manfaat pajak dari penggunaan hutang dalam industri manufaktur.
5. Sebagai bahan referensi dan pengetahuan bagi peneliti selanjutnya yang
ingin menganalis manfaat tax benefit dari penggunaan hutang.
1.5. Batasan Penelitian
Pada penelitian ini ditentukan batasan-batasan, antara lain:
1. Batasan Waktu
Penelitian ini memiliki batasan pengambilan data dalam kurun waktu tiga tahun meliputi tahun 2001, 2002 dan 2003.
2. Batasan Objek Penelitian
Objek penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta.
3. Batasan Aspek
Bidang kajian dari penelitian ini adalah laporan keuangan dengan
penekanan pada tax benefit dari penggunaan hutang pada perusahaan
(28)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
2.1. Landasan Teori
2.1.1 Kebijakan Fiskal
Kebijakan fiskal adalah langkah-langkah yang dilakukan oleh pemerintah
untuk melakukan perubahan dalam bidang perpajakan (tax) dan pengeluaran
pemerintah dengan tujuan untuk mempengaruhi pengeluaran agregat dalam perekonomian adapun dalam arti sempit, kebijakan fiskal adalah kebijakan yang berhubungan dengan penentuan siapa-siapa yang akan dikenakan pajak apa yang akan dijadikan dasar pengenaan pajak, bagaimana menghitung besarnya pajak yang akan harus dibayar dan bagaimana tata cara pembayaran pajak yang terhutang. Kebijakan fiskal dalam arti sempit inilah yang disebut juga sebagai kebijakan
perpajakan. Jhingan (1983), dalam Suandy (2002: 14) mengatakan bahwa suatu
kebijakan fiskal bertujuan:
1. Untuk meningkatkan laju investasi.
2. Untuk mendorong investasi yang optimal secara sosial.
3. Untuk meningkatkan kesempatan kerja.
4. Untuk meningkatkan stabilitas ekonomi ditengah ketidakstabilan
internasional.
5. Sebagai upaya menanggulangi inflasi.
(29)
2.1.2. Perpajakan Badan Usaha (Corporate Taxation)
Pajak badan usaha merupakan sumber penerimaan penting bagi pemerintah di seluruh dunia dan menjadi pertimbangan utama dalam perencanaan aktivitas bisnis perusahaan. Pajak badan usaha dikenakan atas laba yang dihasilkan perusahaan dalam suatu periode akuntansi. Struktur tingkat pajak penghasilan badan usaha biasanya progresif, yang berarti bahwa rata-rata tingkat pajak akan meningkat sesuai dengan penghasilan. Undang-Undang No. 17 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan, menjelaskan pada tabel di bawah ini:
Tabel II.1. Tarif Pajak Penghasilan
No Dasar Pengenaan Pajak Tarif Pajak Kenaikan % Tarif
1. Sampai dengan Rp 50.000.000,- 10 % - 2. Di atas Rp 50.000.000,-s/d Rp 100.000.000,- 15 % 5 % 3. Di atas Rp 100.000.000,- 30 % 15 %
Sumber: Lembaga Manajemen Formasi, Undang-Undang Perpajakan Indonesia 2000, Jakarta, Semar Publishing, 2001.
Pengenaan pajak atas laba perusahaan mendorong pengusaha dan manajer untuk membuat struktur dan melakukan operasi bisnis mereka dengan mendisign untuk mengurangi atau menghindari pajak yang akan mereka bayarkan. Perusahaan-perusahaan umumnya mengurangi kewajiban pajak mereka dan pemegang saham dengan menggunakan hutang atau pinjaman dari pendanaan dengan ekuitas, menginvestasikan dalam asset yang dapat dengan cepat didepresikan untuk tujuan pajak dan menghindari pembayaran dividen.
(30)
Pertimbangan pajak utama dalam keuangan perusahaan (corporate finance)
adalah pembayaran bunga kepada pemegang obligasi (bondholder) karena
pembayaran bunga pinjaman dapat dijadikan pengurang atas laba kena pajak, sementara pembayaran dividen kepada pemegang saham perusahaan tidak dapat dijadikan pengurang atas laba kena pajak. Sebagai akibatnya, perusahaan umumnya memiliki insentif pajak (tax insentives) mengeluarkan surat hutang dari pada ekuitas
dan menurut Auerbach (2001) dalam Siahaan (2003) dibuktikan hasilnya dengan
rasio hutang terhadap ekuitas yang tinggi.
Pajak badan usaha juga mempengaruhi waktu (timing), besaran (magnitude)
dan komposisi investasi perusahaan dalam pabrik dan peralatan, persediaan, penelitian dan pengembangan dan asset bisnis lainnya. Tingkat pajak yang tinggi
umumnya mengurangi investasi, tapi hal ini tergantung dari perlakuan pajak (tax
treatment) dari pengeluaran investasi. Investor umumnya tidak segera mengurangi penghasilan dengan pengeluaran yang besar dalam investasi bisnis melainkan mengamortisasi biaya pengeluaran investasi selama periode tahun di mana
pengurangan diizinkan. Pemerintah sering memberikan kredit pajak tertentu (special
tax credits) bagi investasi dalam kategori asset tertentu seperti penelitian dan pengembangan (misalnya negara Kanada, Jepang, Spanyol dan Amerika Serikat).
Menurut Hasset dan Hubbard (2001) dalam Siahaan (2003) tingkat investasi bisnis
(31)
Pajak badan juga mempengaruhi pemilihan bentuk dari suatu perusahaan.
Seperti di Amerika Serikat, partnerships, soleproprietorships dan limited liability
company merupakan bentuk usaha yang penghasilannya tidak dikenakan pajak penghasilan badan. Jadi penghasilan yang diperoleh dari bentuk-bentuk badan usaha tersebut hanya akan dikenakan pajak pada pemilik individual, dengan tidak ada pengenaan pajak tambahan pada tingkat entitas. Jadi insentif pajak mempengaruhi pilihan status bentuk usaha (Van Home & Wachowicz, 2001: 24-27).
Hal ini menyerupai dalam pemilihan pendanaan perusahaan apakah dengan hutang atau ekuitas. Akan tetapi terdapat beberapa aspek lain yang membedakan antara pemilihan bentuk badan usaha dan pemilihan pendanaan dengan hutang atau ekuitas. Pertama, pemilihan bentuk badan usaha tidak bersifat parsial atau sebagian, sedangkan pada pemilihan bentuk pendanaan dapat seluruhnya atau sebagian dengan
hutang atau sebaliknya melalui ekuitas. Kedua, biaya bukan pajak (non tax cost)
dalam pemilihan badan usaha berbeda dalam pemilihan pendanaan perusahaan.
Dalam pemilihan pendanaan, biaya yang timbul adalah agency cost dan bankruptcy
cost sedangkan pada pemilihan bentuk badan usaha yang bukan perseroan mencakup
pembatasan kepemilikan dan ekuitas yang diperdagangkan sehingga ekuitas menjadi tidak likuid dan beragam.
Keharusan bagi perusahaan untuk membayar pajak tidak berarti bahwa pemilik perlu menanggung beban pajak, karena beban ini dapat sebagian atau
seluruhnya dialihkan (shifted) ke konsumen dalam bentuk harga yang lebih tinggi,
(32)
Penghasilan kena pajak untuk wajib pajak badan sama dengan penghasilan yang merupakan objek pajak penghasilan dikurangi dengan pengurang yang diperkenankan dan kompensasi kerugian (sesuai Pasal 6 ayat 1 dan 2 UU No. 17 tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan) Penghasilan bruto dikurangi dengan biaya yang diperkenankan desebut dengan penghasilan neto. Oleh karena itu, Penghasilan Kena Pajak untuk Wajib Pajak badan sama dengan penghasilan neto dikurangi dengan kompensasi kerugian.
Walaupun Indonesia, pada umumnya menganut sistem unitary (global world
wide income taxation), untuk kemudahan dan kesederhanaan administrasi, dan memberikan kepastian hukum serta meningkatkan masyarakat pembayar pajak, maka diperlakukan pengenaan pajak tersendiri (final) atas beberapa kategori penghasilan. Pada umumnya, penghasilan dikenakan pajak tarif progresif (Tabel II.1). Berdasarkan ketentuan Pasal 17 ayat 2 UU No. 17 Tahun 2000 tentang PPh, dengan Peraturan Pemerintah tarif marginal tertinggi tersebut dapat diturunkan bertahap menjadi serendah-rendahnya 25%.
Beberapa penghasilan tertentu berdasarkan Pasal 4 ayat 2 UU PPh, dengan
Peraturan Pemerintah dapat dikenakan pajak dengan tarif sepadan (flat rate) dan
bersifat final (menyimpang dari system unitary). Hal demikian menyiratkan
sepertinya Indonesia juga menerapkan pemajakan sekuler. Beberapa penghasilan tersebut misalnya: bunga deposito/tabungan, penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya di bursa efek.
(33)
Pajak yang dapat dikreditkan terhadap pajak terutang diakhir tahun misalnya: pajak yang diangsur setiap bulan (PPh Pasal 25), Pajak Penghasilan yang dipotong dan dipungut (PPh Pasal 22 dan 23), dan fiskal luar negeri.
2.1.3. Struktur Modal (Capital Structure) dan Pajak
Beberapa teori struktur keuangan perusahaan menunjukkan bahwa bentuk pendanaan yang paling murah adalah dari arus kas yang dihasilkan dari dalam perusahaan (laba ditahan), hutang merupakan bentuk yang lebih mahal dan ekuitas eksternal merupakan bentuk yang paling mahal. Komponen pertama dan ketiga (laba
ditahan dan ekuitas) merupakan hak kepemilikan pemegang saham shareholders
sementara komponen kedua (hutang) merupakan hak milik dari debtholders. Untuk
mengurangi total biaya dari dana-dana tersebut, manajer keuangan pertama kali menggunakan sumber dana yang paling murah.
Tetapi karena terbatasnya sumber dana internal ini, maka perusahaan terpaksa menggunakan sumber dari dalam bentuk kredit/pinjaman dan saham tentunya membayar mahal untuk bentuk sumber pendanaan dari luar. Terhadap penggunaan modal yang bersumber dari luar perusahaan memiliki kewajiban untuk melunasinya dalam jangka waktu yang telah ditentukan namun terhadap modal yang bersumber dari dalam, kewajiban pelunasannya tidak terbatas pada waktu. Besarnya hutang yang digunakan oleh perusahaan untuk membiayai kegiatannya merupakan kebijakan perusahaan yang berhubungan dengan struktur modal. Struktur modal merupakan
(34)
perimbangan jumlah hutang jangka pendek yang bersifat permanen, hutang jangka panjang, saham preferen dan saham biasa.
Hal terpenting dari teori struktur modal adalah pajak badan usaha. Perusahaan
dapat meningkatkan nilai (value) dengan menggunakan pinjaman, karena bunga
utang merupakan tax deductible yang akan meningkatkan arus kas dari interest tax
shield. Bringham dan Houston (2001) mengemukakan bahwa bunga merupakan beban yang dapat dikurangkan dengan tujuan perpajakan, dan pengurangan tersebut sangat bernilai bagi perusahaan yang terkena tarif pajak yang tinggi. Karena itu, makin tinggi tarif pajak perusahaan makin besar penggunaan hutang. Sartono (2001) dalam Arryani (2003) dalam temuannya menyatakan ada kecenderungan bahwa
penggunaan hutang akan memberikan manfaat berupa perlindungan pajak (tax
shield). Homaifar (1994) dalam Mayangsari (2001) menunjukkan bahwa
faktor-faktor yang mempengaruhi struktur modal secara signifikan adalah corporate tax
rate, firm size, future growth opportunities, capital market condition dan eearning volatility.
Rajan dan Zingales (1995) dalam Arrayani (2003) menunjukkan bahwa
Tangible assets dan firm size mempunyai hubungan positif terhadap struktur modal, sedangkan prifitabilitas memiliki hubungan negatif terhadap struktur modal.
Dalam model Modiglina dan Miller, dengan adanya pajak, arus kas perusahaan dibagi antara pemilik hutang (kreditur), pemegang saham dan pemerintah (government). Dengan menghubungkan pajak dengan laba perusahaan, Modigliani
(35)
deductibility dari pembayaran bunga mengakibatkan perusahaan mengandalkan hutang seluruhnya dalam pendanaan perusahaan seluruhnya. Dengan kata lain, apabila ada dua perusahaan yang memperoleh laba operasi yang sama, tetapi yang satu menggunakan hutang, sedang yang satunya tidak, maka perusahaan yang membayar bunga akan membayar pajak penghasilan yang lebih kecil. Penghematan membayar pajak merupakan manfaat bagi pemilik perusahaan, maka sudah tentu nilai perusahaan yang menggunakan hutang akan lebih besar dari perusahaan yang tidak menggunakan hutang.
2.1.4. Tax Benefit of Debt
Manfaat atau keuntungan dari hutang timbul karena pembayaran bunga yang terutang kepada kreditur dapat dijadikan pengurang/beban dalam menghitung
penghasilan kena pajak perusahaan (taxable income). Akan tetapi pembayaran kepada
pemegang saham berupa dividen tidak dapat dijadikan pengurang laba perusahaan untuk mengurangi beban pajak hingga pada lapisan tingkat pajak terendah. De Angelo dan Masulis (1980) menekankan bahwa pajak yang memberikan manfaat/ keuntungan dari hutang akan menurun atau lebih kecil jika dibandingkan dengan besarnya beban bunga total dari perusahaan.
Tentunya dengan adanya pengurangan dari laba kena pajak selain pembayaran bunga mengurangi keuntungan yang diharapkan dari adanya hutang. Pengurang pajak
bukan bunga ini umum dikenal sebagai “non debt tax shields”. Contoh dari non debt
(36)
investasi (investment tax credit). Jadi perusahaan-perusahaan yang memiliki tax shields selain dari pembayaran bunga maka akan mengurangi besarnya tax shields dari hutang. Jika perusahaan dalam kondisi tersebut mengeluarkan surat hutang atau
meminjam dalam jumlah yang besar maka perusahaan menjadi “tax exhauted”
karena tidak mampu menggunakan tax shields yang optimal dari penggunaan hutang.
Ross, et.al (2003) menjelaskan bahwa perusahaan akan menghadapi penurunan dari
nilai interest tax saving yang diharapkan akibat peningkatan non debt tax shields. Peraturan pajak menjadikan hutang sebagai pembiayaan yang memberi keunggulan beban dibandingkan dengan saham, karena beban bunga merupakan
beban pengurang pajak. Keown, et.al (1999) mengatakan pembayaran bunga dapat
mengurangi pendapatan yang bukan merupakan aliran kas masuk dan pada akhirnya akan mengurangi pajak dibayar yang merupakan aliran kas keluar.
Hal ini menunjukkan bahwa sistem pajak badan biasanya cenderung mendorong pembiayaan dengan pinjaman yang menghasilkan pembayaran bunga kepada penyedia dana dibanding dana ekuitas yang akan memberikan hasil berupa dividen. Selain itu, perlu diperhatikan bagaimana bunga dan dividen dipajaki di tangan penerima. Dividen yang dapat dikurangkan berdasarkan pajak penghasilan badan merupakan suatu cara untuk memberikan relief terhadap pajak ganda atas laba yang didistribusikan, tetapi cara lain juga akan mendapatkan hasil yang sama seperti mengkreditkan pembayaran pajak atas dividen dari pemegang saham, atau mengeluarkan sebagian dari dividen dari penghasilan kena pajak ditingkat pemegang saham lebih umum dilakukan.
(37)
Berdasarkan penjelasan tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa sebagian besar sistem pajak yang ada, ternyata beban pajak secara keseluruhan dari bunga lebih rendah daripada dividen.
Diskriminasi pajak antara pembiayaan pinjaman dari ekuitas terjadi karena
dua alasan. Pertama, diskriminasi sebenarnya menciptakan peluang penghindaran
pajak, yang mempunyai pengaruh yang cukup berarti terhadap penerimaan negara dan keadilan dari sistem pajak. Kecanggihan sistem keuangan dalam menentukan peralatan baru untuk memanfaatkan peluang akan meningkatkan secara serius dimasa
yang akan datang. Kedua, suatu dorongan terhadap pembiayaan pinjaman mungkin
mempunyai pengaruh penting terhadap perilaku perusahaan. Dengan munculnya debt
equity ratio, keputusan investasi perusahaan hanya akan dipengaruhi oleh
pertimbangan kenaikan resiko terjadinya kebangkrutan (bankcruptcy cost) yang
meningkat serta biaya yang dibebankan terhadap ekonomi dalam bentuk sumber-sumber yang jatuh menuju kebangkrutan. Netralitas dalam perlakuan terhadap pembiayaan dengan pinjaman atau ekuitas demikian yang ingin dituju untuk suatu sistem pajak penghasilan.
2.1.5. Pembatasan Pembayaran Bunga yang Boleh Dikurangkan
Pembayaran bunga oleh perusahaan untuk tujuan pajak lebih disukai dibandingkan pembayaran dividen, perusahaan akan berusaha menyembunyikan
pembayaran melalui return kepada pemegang saham sebagai bunga. Ketentuan dalam
(38)
ini dalam berbagai cara, pengurangan atas bunga pinjaman mungkin diperbolehkan jika dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut, Shome (1995):
1. Pengadaan pinjaman dilakukan dengan tujuan bisnis yang dapat dikenakan
pajak.
2. Pinjaman tidak diperoleh dari pemegang saham atau hubungan istimewa
lainnya.
3. Bunga pinjaman tidak berlebihan.
4. Jumlah bunga yang dibayar berdasarkan kontrak pinjaman yang tidak
berhubungan dengan laba perusahaan dan beberapa ukuran lain terhadap prestasinya.
2.1.6. Pendekatan Arus Kas Atas Pembayaran Bunga
Sumber hutang/pinjaman perusahaan dapat diperoleh melalui bank dalam negeri maupun luar negeri dan non bank. Masing-masing sumber tersebut memiliki aspek pajak yang berbeda. Bunga pinjaman yang dibayar atau terutang kepada bank dalam negeri tidak terhutang PPh Pasal 26 sedangkan bunga pinjaman yang dibayar atau terutang kepada non bank terutang PPh Pasal 23 sebesar 15%. Adanya pemotongan pajak pada pinjaman tersebut akan mempengaruhi arus kas perusahaan. Pada pendekatan arus kas ini diasumsikan bahwa pajak yang dipotong atau terhutang atas bunga dibayarkan oleh kreditur sehingga tidak mempengaruhi arus kas kreditur. Pendekatan arus kas atas pembayaran bunga menunjukkan bahwa pembayaran bunga sebagai biaya yang dapat dikurangkan dari laba kena pajak akan meningkatkan penerimaan penghasilan serta keseluruhan dari kreditur dan pemegang saham. Sebagai ilustrasi dari pendekatan arus kas atas pembayaran bunga dapat dilihat pada Tabel II.2:
(39)
Tabel II.2. Pendekatan Arus Kas atas Pembayaran Bunga
Sumber: Brealey, Richard A et.al, (2004: 490)
Tabel di atas menunjukkan laporan laba rugi sederhana dari suatu perusahaan unleverage yang tidak menggunakan pinjaman dan perusahaan yang leverage yang meminjamkan sejumlah 1000 dengan tingkat bunga 8% per tahunnya. Penghasilan dari kreditur dan pemegang saham secara keseluruhan pada perusahaan L lebih besar
$ 28. jumlah tersebut merupakan interest tax shields dari penggunaan pinjaman
di perusahaan L. Dilihat dari sisi pemerintah, penerimaan negara berkurang sebesar $28 (35% x 80).
Apabila perusahaan mempunyai rencana untuk menggunakan pinjaman terus
menerus atau permanen dengan asumsi resiko dari interest tax shields adalah sama
dengan tingkat bunga pinjaman yaitu 8%. Dengan demikian penghasilan yang
diharapkan (expected rate of return) oleh investor atau potensi kehilangan
penerimaan negara dapat dihitung dengan cara sebagai berikut: Present value tax shield = 28 / 0,08 =350
Income Income
U Corp L Corp
EBIT $ 1000 $ 1000
Interest paid to bondholders 0 80
Pretax income 1000 920
Tax 350 322
Net income to stockholders 650 678 Total Income to both bondholders and stockholders 650 650
(40)
Present value tax shield akan berkurang jika perusahaan tidak mempunyai
rencana untuk meminjam secara terus menerus, atau tidak menggunakan tax shield
dimasa yang akan datang.
2.1.7. Pendekatan Arus Kas Atas Beban Pajak
Pendekatan arus kas atas beban pajak menunjukkan bahwa penggunaan pinjaman untuk membiayai investasi dapat mengurangi beban pajak dibanding ekuitas. Sebagaimana contoh yang akan diuraikan di bawah ini sebagai berikut.
A Corp suatu WP badan luar negeri yang memiliki seluruh saham dari PT B sebagai WP badan dalam negeri. PT B membutuhkan modal besar satu juta untuk membiayai kegiatan usahanya, untuk memenuhi hal tersebut A Corp dapat menerbitkan tambahan saham baru aau memberikan pinjaman kepada PT. B sebesar 1000.000. Jika PT B memperoleh penghasilan sebesar 100.000 sebelum dikurangi bunga, dividen dan pajak. Tingkat bunga yang wajar untuk pembayaran pinjaman adalah
10%, serta tarif withholding tax atas dividen 5% dan 10% untuk bunga. Sebagai
ilustrasi pendekatan arus kas beban pajak dapat dilihat pada tabel di bawah ini Tabel II.3. Pendekatan Arus Kas atas Beban Pajak
Debt Equity
Coorporate income before payment of interest or dividens 100.000 100.000
Deductions of interest 100.000 -
Taxable income - 100.000
Corporate tax (40 %) - 40.000
Dividens - 60.000
Withoulding tax 10.000 3.000
Total tax 10.000 43.000
(41)
Keuntungan relatif atas penggunaan pembiayaan pinjaman dibanding ekuitas. Dari Tabel II.3 nampak bahwa membiayai WP badan dalam negeri dengan pinjaman
lebih tepat untuk mengurangi beban pajak di negara PT B berada, dibanding dengan
ekuitas sebesar 33,000. Hal ini disebabkan karena bunga deductible, sedangkan
dividen non-deductible.
2.1.8. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kebijakan Hutang Perusahaan
1. Tingkat Pajak (Tax rate)
Faktor pajak (tax factor) merupakan faktor utama dalam menentukan kebijakan
hutang perusahaan. Karena dengan adanya pembayaran bunga atas hutang akan
memberikan penghematan pajak (tax saving) dalam bentuk pengurangan
penghasilan kena pajak melalui pembayaran bunga. Sehingga semakin besar tarif pajak perusahaan maka penggunaan hutang akan memperbesar manfaat pajak dari penggunaan hutang. Mackie (1990) dan Graham (2000) yang menyatakan bahwa perusahaan dengan tingkat pajak marjinal yang tinggi cenderung menggunakan hutang daripada perusahaan yang tingkat pajak
marjinalnya rendah untuk memanfaatkan interest tax shield dari pembayaran
hutang. Myers (2001) dalam temuannya mencatat bahwa terdapat hubungan yang terbalik antara penggunaan hutang dan profitabilitas, hal ini timbul karena perusahaan yang memilik profitabilitas yang tinggi lebih memilih mendanai aktivitas bisnisnya melalui dana internal berupa laba ditahan.
(42)
2. Kesulitan Keuangan (Financial Distress)
Financial distress adalah kondisi di mana perusahaan mengalami kesulitan keuangan dan terancam bangkrut. Apabila perusahaan mengalami bangkrut,
maka akan timbul biaya kebangkrutan (bankruptcy cost), yang disebabkan oleh
keterpaksaan menjual aktiva di bawah harga pasar, biaya likuidasi perusahaan, rusaknya aktiva tetap dimakan waktu sebelum terjual. Pada umumnya
kemungkinan financial distress semakin meningkat dengan adanya penggunaan
hutang. Logikanya semakin besar penggunaan hutang, semakin besar pula beban biaya bunga, semakin besar probabilitas bahwa penurunan penghasilan
akan menyebabkan financial distress, Lukas (1996) dalam Arrayani (2003).
Teori Trade off menyatakan bahwa perusahaan menggunakan hutang lebih
sedikit pada saat biaya yang diharapkan dari financial distress tinggi.
3. Kemampulabaan (Profitabilitas)
Perusahaan yang memiliki profitabilitas yang tinggi berarti perusahaan memiliki taxable income to shield yang tinggi sehingga perusahaan dapat menggunakan
hutang lebih besar. Modal berdasarkan pajak (tax-based model) mengharapkan
bahwa perusahaan yang profitabel harus meminjam banyak, ceteris paribus,
karena perusahaan mempunyai kebutuhan yang lebih besar untuk pengurangan
laba dari pajak penghasilan. Akan tetapi Chang (1999) dalam Nasruddin (2004)
menunjukkan bahwa kontrak yang optimal antara pihak dalam perusahaan dan investor luar yang dapat diinterprestasikan sebagai penggabungan hutang dan
(43)
ekuitas, dan perusahaan yang profitable cenderung menggunakan hutang yang sedikit.
4. Ukuran Perusahaan (Size)
Beberapa studi yang menunjukkan suatu hubungan positif antara leverage dan
ukuran perusahaan (size ). Marsh (1982) dalam Nasruddin (2004) menemukan
bahwa perusahaan besar lebih sering memilih hutang jangka panjang sedangkan perusahaan kecil memilih hutang jangka pendek. Perusahaan besar mungkin dapat memperoleh keuntungan dalam skala ekonomi dengan melakukan emisi
hutang jangka panjang, dan mungkin juga memiliki kekuatan barganing
terhadap kreditur. Secara umum, perusahaan yang lebih besar dengan sedikit
masalah asymmetric information akan cenderung untuk memilih lebih banyak
ekuitas dari hutang dan demikian memiliki leverage yang lebih rendah. Titman
dan Wessels (1998) berpendapat bahwa perusahaan-perusahaan yang besar cenderung lebih diversifikasi dibandingkan perusahaan yang lebih kecil sehingga jauh kemungkinan terjadi kebangkrutan. Perusahaan besar biasanya dapat menjamin dengan biaya lebih murah.
5. Likuiditas
Perusahaan yang tidak likuid memiliki jumlah hutang yang relatif kecil karena kreditur lebih memilih menginvestasikan dananya kepada perusahaan yang
memiliki likuiditas yang baik, sehingga tax benefit of debt dari penggunaan
(44)
6. Pembayaran Dividen (Dividend Payout)
Kebijakan mengenai struktur modal juga berkaitan dengan kebijakan dividen. Kebijakan dividen menyangkut keputusan untuk membagikan laba atau menahannya guna diinvestasikan kembali dalam perusahaan. Kebijakan dividen yang optimal adalah kebijakan dividen yang menciptakan keseimbangan diantara dividen saat ini dan pertumbuhan di masa mendatang sehingga memaksimumkan harga saham perusahaan. Pembayaran dividen yang dianut perusahaan juga dapat mempengaruhi kebijakan hutang. Crutchley dan Hansen (1989) menyatakan pembayaran dividen akan mengurangi aliran kas bebas perusahaan dan manajemen terpaksa mencari pendanaan dari luar untuk
membiayai investasinya. Sharpe dan Nguyen (1995) dalam Siahaan (2003)
berpendapat bahwa perusahaan yang tidak membayar dividen menghadapi informasi asymetri besar yang menyebabkan perusahaan lebih memilih pendanaan melalui hutang daripada ekuitas.
7. Struktur Aktiva(Assets Structure)
Perusahaan yang memiliki aktiva tetap dalam jumlah yang besar dapat menggunakan hutang dalam jumlah besar. Hal ini disebabkan karena dari skalanya perusahaan besar akan lebih mudah mendapatkan akses ke sumber dana dibandingkan dengan perusahaan kecil. Kemudian aktiva tetap dapat digunakan sebagai jaminan atau kolateral hutang perusahaan. Sartono (2001) dalam Arrayani (2003) mengemukakan apabila aktiva tetap perusahaan cocok
(45)
untuk dijadikan agunan kredit, maka perusahaan tersebut akan cenderung menggunakan hutang lebih besar. Williamson (1988) dan Harris dan Raviv
(1990) dalam Nasruddin (2004) dalam paper-nya menyatakan bahwa leverage
memiliki korelasi positif dengan struktur aktiva (tangibility).
2.2. Tinjauan Penelitian Terdahulu
Tabel II.4. Penelitian Terdahulu
No Nama/ Tahun
Judul Penelitian/Objek
Penelitian Variabel Penelitian Hasil Penelitian
1 Namiko
(2005)
Pengaruh struktur kepemilikan, pembayaran dividen, struktur aktiva dan pertumbuhan perusahaan terhadap kebijakan hutang pada perusahaan GO Publik
Struktur kepemilkan, pembayaran dividen, struktur aktiva, pertumbuhan
perusahaan.
Pengujian secara regresi baik parsial maupun simultan bahwa hanya struktur aktiva yang berpengaruh signifikan terhadap kebijakan hutang.
2 Mayangsari (2001)
Faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan pendanaan eksternal hutang jangka panjang perusahaan, ditinjau dari pecking order theory.
Pertumbuhan, laba bersih, perubahan modal kerja, struktur aset, size,operating leverage.
Laba bersih, perubahan modal kerja, struktur aset, dan size
berpengaruh secara signifikan.
Pertumbuhan dan operating
leverage tidak berpengaruh secara signifikan
3 Susilawati (2004)
Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan pendanaan perusahaan manufaktur. Struktur aktiva, profitabilitas, dan struktur kepemilikan.
1. Secara simultan faktor struktur aktiva, profitabilitas dan struktur kepemilikan berpengaruhi signifikan terhadap keputusan pendanaan dari hutang jangka panjang. 2. Secara parsial faktor struktur
aktiva dan profitabilitas bepengaruh signifikan terhadap keputusan pendanaan dari hutang jangka panjang.
(46)
No Nama/ Tahun
Judul Penelitian/Objek
Penelitian Variabel Penelitian Hasil Penelitian
4 Moh’d et. Al (1998)
Menguji mengenai struktur kepemilikan saham terhadap kebijakan hutang perusahaan
baik secara time series
maupun cross sectional.
Ownership structure, Dividend payments, Growth opportunities, Firm size, Assets structure, Assets risk, Profitability, Tax rate, Non debt tax shield, Uniqueness.
1. Ownership structure dan
Uniqueness mempunyai pengaruh signifikan terhadap kebijakan hutang perusahaan dan berhubungan negatif dengan rasio hutang perusahaan.
2. Variabel kontrol yang lain seperti size, assets structure, assets risk, tax rate, dan non debt tax shield mempunyai pengaruh yang signifikan dan mempunyai arah yang positif terhadap rasio hutang perusahaan.
5 Siahaan (2003)
Analisis tax benefit dari penggunaan hutang pada industri manufaktur di BEJ.
Tax rate, financial distress, profitabilitas, informational
asymmetry, likuiditas, assets structuure, size
dan uniqueness
1. Tax rate, financial distress, profitabilitas, likiditas, assets structure, size dan uniqueness
secara simultan berpengaruh signifikan terhadap besarnya
tax benefit dari penggunaan hutang.
2. Tax rate, financial distress, size dan uniqueness secara parsial berpengaruh signifikan tehadap besarnya tax benefit
dari penggunaan hutang.
2.3. Kerangka Konseptual
Perusahaan dalam menentukan struktur modalnya berusaha memaksimalkan
manfaat yang diperoleh dari penggunaan hutang tersebut berupa interest tax shield
yang ditimbulkan dari pembayaran bunga. Adapun kebijakan hutang (debt policy)
suatu perusahaan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut antara lain tingkat pajak, kesulitan keuangan, profitabilitas, ukuran perusahaan, likuiditas, pembayaran dividen dan struktur aktiva. Adanya penghematan pajak yang timbul Lanjutan Tabel II.4
(47)
dari penggunaan hutang tersebut pada akhirnya akan memberikan kontribusi terhadap market value perusahaan.
Kerangka konseptual yang dilakukan dalam penelitian ini ditunjukkan pada gambar di bawah ini.
Gambar II.1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kebijakan Hutang
2.4. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan landasan teori dan kerangka konseptual dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut:
Tingkat pajak, biaya kesulitan keuangan, profitabilitas, ukuran perusahaan, likuiditas, pembayaran dividen dan struktur aktiva berpengaruh terhadap besarnya manfaat pajak (tax benefit) dari penggunaan hutang.
Tax Benefit of debt (Y)
(present value tax saving)
Kesulitan Keuangan (X2) Tingkat Pajak (X1)
Kemampulabaan (X3)
Ukuran Perusahaan (X4)
Likuiditas (X5)
Pembayaran Dividen (X6)
(48)
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kausal komparatif yang bertujuan untuk menganalisa pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat.
3.2. Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah industri manufaktur yang telah terdaftar (listing) pada Bursa Efek Jakarta (BEJ) selama tahun 2001 sampai 2003, jumlah populasi sebanyak 157 perusahaan yang terdiri dari 20 sub sektor. Pengambilan
sampel dalam penelitian ini dilakukan secara purposive sampling atau judgement
sampling yaitu teknik pengambilan sampel berdasarkan kriteria yang disesuaikan dengan tujuan penelitian atau pertimbangan tertentu dari peneliti (Indiarto dan Supomo, 2002: 113). Adapun kriteria yang digunakan oleh peneliti untuk mengambil sampel adalah:
1. Emiten yang telah terdaftar di BEJ sejak tahun 2001 atau sebelumnya.
2. Emiten selama tahun pengamatan tidak pernah mengalami delisting.
3. Tersedia data laporan keuangan audited tahunan per 31 Desember berturut-turut
(49)
4. Tersedia variabel data penelitian yang dibutuhkan pada laporan keuangan selama tahun pengamatan.
3.3. Variabel Penelitian
3.3.1. Klasifikasi Variabel
a. Variabel Terikat (Y)
Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel bebas.
Variabel terikat yang digunakan dalam penelitian ini adalah tax benefit dari
penggunaan hutang dilambangkan sebagai Y. b. Variabel Bebas (Xn)
Variabel bebas adalah variabel yang diduga secara bebas berpengaruh
terhadap variabel terikat, yaitu tingkat pajak (X1), kesulitan keuangan (X2),
kemampulabaan (X3), ukuran perusahaan (X4), likuiditas (X5), pembayaran dividen
(X6) dan struktur aktiva (X7).
3.3.2. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel
1. Tax Benefit dari Penggunaan Hutang (Y)
Bringham dan Houston (2001) mengemukakan bahwa bunga merupakan beban yang dapat dikurangkan dengan tujuan perpajakan, dan pengurangan tersebut sangat bernilai bagi perusahaan yang terkena tarif pajak yang tinggi. Karena itu, makin tinggi tarif pajak perusahaan makin besar penggunaan hutang. Sartono
(50)
bahwa penggunaan hutang akan memberikan manfaat berupa perlindungan
pajak (tax shield). Brealy dan Myers (2004) menggunakan present value tax
shield untuk mengukur tax benefit dari penggunaan hutang yang dirumuskan sebagai berikut:
Corporate tax rate X expected interest payment
PV (tax shield) =
Expected return on debt
2. Tingkat Pajak (X1)
Pajak merupakan penghasilan perusahaan yang harus dibayar dengan tarif yang telah ditentukan oleh pemerintah. Tingkat pajak dalam penelitian ini diukur dengan melihat tarif pajak yang dikenakan atas penghasilan berdasarkan ketentuan pajak yang berlaku dan dinyatakan dalam bentuk (persentase). Dalam hal ini digunakan tarif marginal yaitu 30 %.
3. Kesulitan Keuangan (X2)
Menurut Karen H Wruck (1990) dalam Namiko (2005), kesulitan keuangan
(Financial Distress) adalah situasi di mana operating cash flow sebuah perusahaan tidak mencukupi untuk melunasi kewajiban yang jatuh tempo (seperti hutang usaha dan biaya bunga) dan perusahaan diharuskan untuk mengambil tindakan korektif. Kesulitan keuangan mungkin mengakibatkan perusahaan gagal memenuhi komitmen kontrak di mana perusahaan dapat melakukan rekonstruksasi keuangan antar perusahaan, kreditor dan pemegang
saham. Biasanya perusahaan diharuskan mempunyai cash flow yang cukup,
(51)
perusahaan mengalami kesulitan keuangan dan terancam bangkrut. Asquith et.al
(1994) dalam Almilia (2004) menggunakan Interest coverage ratio untuk
mengukur financial distress yang dirumuskan sebagai berikut:
Laba sebelum bunga dan pajak ( EBIT )
Financial Distress =
Beban Bunga
4. Profitabilitas (X3)
Kemampulabaan atau profitabilitas (Profitability) menunjukkan kemampuan
perusahaan dalam memperoleh laba. Perusahaan dengan tingkat pengembalian yang tinggi atas investasi menggunakan hutang yang relatif kecil karena kebutuhan pendanaan mereka dapat dipenuhi dari dana yang dihasilkan dari internal (Brigham dan Houston, 2001). Pada penelitian ini profitabilitas
disimbolkan dengan ROA (Return on Assets) yang mengacu pada penelitian
Mayangsari (2001) diukur dengan rumus: Laba Setelah Pajak (EAT) ROA =
Total Aktiva
5. Ukuran Perusahaan (X4)
Perusahaan besar umumnya lebih banyak menggunakan hutang dalam struktur modalnya karena potensi biaya potensi biaya kebangkrutannya lebih kecil dibandingkan dengan biaya tetapnya, sementara perusahaan kecil lebih memilih menggunakan hutang karena biaya ekuitasnya relatif lebih besar daripada biaya
hutang (Krishnan, 1996 dalam Kurniawan, 2004). Pengukuran terhadap ukuran
(52)
Kurniawan (2004). Parameter yang digunakan dalam mengukur besarnya perusahaan dalam penelitian ini di proxy dengan nilai logaritma dari total aktiva yang dirumuskan sebagai berikut:
Size = Log (TA 1)
Dimana : Size = Ukuran Perusahaan
TA1 = Total Aktiva Perusahaan
Penggunaan nilai logaritma dilakukan untuk menghindari deviasi yang besar antara perusahaan yang memiliki aktiva besar dengan perusahaan yang memiliki aktiva kecil.
6. Likuiditas (X5)
Dalam hal likuiditas, dugaan yang paling mendasar adalah jika perusahaan tidak likuid maka kemungkinan biaya meminjamnya akan lebih tinggi, sehingga perusahaan cenderung memiliki hutang sedikit.
Likuiditas dalam penelitian ini diukur dengan rasio lancar (Current Ratio)
Aktiva Lancar
Current Ratio =
Hutang Lancar
7. Pembayaran Dividen (X6)
Yang dimaksud dengan pembayaran dividen dalam penelitian ini adalah rasio pembayaran dividen terhadap laba operasi. Jensen et.al (1992) dalam Namiko (2005) mengukur dividen yang diberi simbol DivPay dengan membagi dividen dengan laba operasi, pengukuran variabel tersebut digunakan dengan rumus:
(53)
Dividen DIVIDEN =
Laba Operasi
8. Struktur Aktiva (X7)
Yang dimaksud dengan struktur aktiva dalam penelitian ini adalah rasio aktiva tetap terhadap total aktiva. Jensen, et.al (1992) dalam Namiko (2005) mengukur strukur aktiva diberi simbol ASSRUC dengan membagi aktiva tetap dengan total aktiva. Dalam penelitian ini rumus untuk mengukur struktur aktiva yang
digunakan: Total Aktiva Tetap
ASSTRUC =
Total Aktiva
Tabel III.1. Pengukuran Variabel
No Jenis Variabel Pengukuran Variabel Skala
Pengukuran 1 VARIABEL TERIKAT
Tax Benefit dari penggunaan hutang (Y)
: Corporate tax rate X
expected interest payment PV ( tax shield ) =
Nominal
2 VARIABEL BEBASTingkat Pajak (X1) :
Tarif Pajak Marginal Rasio
3 Kesulitan Keuangan (X2)
EBIT Findistress =
Beban Bunga Rasio
4 Kemampulabaan (X3) ROA = EAT
Total Aktiva
Rasio
5 Ukuran Perusahaan (X4) Size = Log ( Total Aktiva ) Nominal
6 Likuiditas (X5)
Aktiva Lancar Current Ratio =
Hutang Lancar
Rasio
7 Pembayaran Dividen (X6) Div Pay = Dividen Laba Operasi
Rasio
8 Struktur Aktiva (X7) ASSTRUC = Total Aktiva Tetap Total Aktiva
(54)
3.4. Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta sejak tahun 2001 atau sebelumnya, dan ruang lingkup penelitian ini adalah laporan keuangan yang memenuhi kriteria variabel penelitian dan tetap dipublikasikan selama tahun pengamatan.
3.5. Prosedur dan Pengambilan Data
Data yang diperoleh merupakan data sekunder (secondary data) yang meliputi
data laporan keuangan tahunan perusahaan yang sudah diaudit dan dipublikasikan melalui Bursa Efek Jakarta. Periode waktu pengamatan mulai tahun 2001 sampai
dengan 2003. Data diperoleh dari Indonesia Capital Markett Directory. Untuk
pengumpulan data menggunakan teknik dokumentasi dengan tipe pooled data. Pool
data dimaksudkan agar memenuhi jumlah observasi memenuhi syarat Ordinary Least Square (OLS) dalam analisis regresi. Dengan tipe pooled data jumlah observasi dalam penelitian ini adalah sebanyak 327 amatan yang diperoleh dari jumlah tahun
penelitian dikalikan dengan jumlah sampel, sehingga dapat dirumuskan: 327 = 3 x 109.
(55)
3.6. Model dan Teknik Analisis Data
3.6.1. Pengujian Asumsi Klasik
1. Uji Multikoliniaritas
Uji Multikoliniaritas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas. Konsekuensi praktis yang timbul sebagai adanya multikoliniaritas ini adalah kesalahan standar penaksir semakin besar dan probabilitas untuk menerima hipotesis yang salah semakin besar. Salah satu cara untuk mengetahui adanya multikoliniaritas adalah dengan melakukan uji VIF (Variance Inflation Factor) tidak lebih dari 10 dan
nilai tolerance tidak kurang dari 0,1, maka model dapat dikatakan terbebas
dari multikoliniaritas. VIF = 1/ Tolerance, jika VIF = 10 maka Tolerance = 1/
10 = 0,1. Semakin tinggi VIF maka semakin rendah Tolerance.
2. Uji Autokorelasi
Salah satu pengujian yang digunakan untuk mengetahui adanya autokorelasi adalah dengan memakai uji statistik Durbin – Watson (DW test). Jika nilai Durbin – Watson berada diantara -2 sampai +2 berarti tidak ada autokorelasi (Santoso, 2003).
3. Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dari model regresi yang terjadi ketidaksamaan varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Model regresi yang baik adalah yang homoskedastisitas atau tidak terjadinya heteroskedastisitas. Salah satu cara
(56)
untuk mendeteksi ada atau tidaknya heteroskedastisitas adalah dengan melihat grafik plot antara nilai prediksi variabel terikat dengan residualnya. Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas.
4. Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel terikat dan variabel bebas keduanya memiliki distribusi normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah memiliki distribusi data normal atau mendekati normal. Untuk melihat normalitas data dapat dilakukan dengan melihat histogram atau normal probabilitas plot.
3.6.2. Uji Hipotesis
Alat uji yang digunakan untuk analisis penelitian ini adalah Uji Regresi Linier
Berganda (Multiple regression analysis) untuk melihat pengaruh tingkat pajak,
kesulitan keuangan, profitabilitas, ukuran perusahaan, likuiditas, pembayaran dividen, dan struktur aktiva terhadap tax benefits dari penggunaan hutang. Analisis regresi berganda digunakan dalam penelitian ini karena variabel terikat yang dicari untuk dijelaskan hipotesis bergantung pada lebih dari satu variabel bebas atau variabel penjelas.
Analisis regresi berganda dapat dikategorikan sebagai analisis multivariate. Analisis Multivariate pada dasarnya adalah analisis untuk lebih dari 2 (dua) variabel dan prosesnya dilaksanakan secara simultan. Keunggulan dari regresi berganda
(57)
adalah dapat meningkatkan keakuratan hubungan variabel terikat dengan variabel- variabel bebas (Levin & Rubin, 1998). Model regresi berganda adalah sebagai berikut:
Y = βο + β1X1 + β2X2 + β3X3 +β4X4+β5X5+β6X6+β7X7+ ε
Keterangan : Y = variabel terikat;
βο = intersep atau konstanta;
X1 = variabel bebas 1 sampai ke k;
β1 = koefisien regresi variabel ke 1 sampai ke variabel 7;
ε = error term.
Asumsi yang dipergunakan dalam persamaan regresi berganda menurut Webster adalah:
1. e atau error term merupakan variabel random yang terdistribusi secara normal.
2. Varians dalam nilai Y sama.
3. Error term independent satu dengan yang lainnya.
4. Asumsi linearitas.
5. Jumlah data yang diobservasi (n) melebihi jumlah variabel bebas (k),
setidaknya dua.
6. Antar variabel bebas tidak ada hubungan linier.
Ketepatan fungsi regresi sampel dalam menaksir nilai aktual dapat diukur dari goodness of fit-nya. Secara statistik, setidaknya dapat diukur dari koefisien determinasi, nilai statistik F dan nilai statistik t.
(58)
Uji Simultan dengan F – Test
F – test ini bertujuan untuk melihat pengaruh variabel bebas (tingkat pajak, kesulitan keuangan, kemampulabaan, ukuran perusahaan, likuiditas, pembayaran dividen dan struktur aktiva) secara simultan terhadap variabel terikat (tax benefit) dari penggunaan hutang. Hasil F - test ini pada output SPSS dapat dilihat pada tabel ANOVA, yang menunjukkan jika F hitung > F tabel atau p-value pada kolom sig < level of significant (∝) maka variabel bebas secara simultan berpengaruh terhadap variabel terikat, demikian juga sebaliknya jika jika F hitung < F tabel atau p-value pada kolom sig > level of significant
(∝) maka variabel bebas secara simultan tidak berpengaruh terhadap variabel
terikat.
Uji Parsial dengan t – test
t-test bertujuan untuk mengetahui besarnya pengaruh variabel bebas (tingkat pajak, kesulitan keuangan, kemampulabaan, ukuran perusahaan, likuiditas, pembayaran dividen dan struktur aktiva) secara parsial terhadap variabel terikat (tax benefit) dari penggunaan hutang. Hasil uji ini pada output SPSS dapat dilihat pada tabel Coefficientsa. Nilai dari uji t-test dapat dilihat dari masing- masing variabel bebas, jika t-hitung > t-tabel atau p-value (kolom sig) < level of significant, maka variabel bebas secara parsial berpengaruh terhadap variabel terikat. Sebaliknya, jika t-hitung < t-tabel atau p-value (kolom sig) > level of
(59)
significant, maka variabel bebas secara parsial tidak berpengaruh terhadap variabel terikat.
(60)
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Penelitian
4.1.1. Hasil Penarikan Sampel
Berdasarkan kriteria sampel yang digunakan dalam Bab III, maka jumlah sampel yang terpilih sebanyak 109 perusahaan/emiten dengan proses pengambilan sampel sebagai berikut:
Tabel IV.1. Proses Pengambilan Sampel
No Keterangan Jumlah
Jumlah Populasi awal 157
1 Pelanggaran kriteria no. 1 (14)
2 Pelanggaran kriteria no.2 0
3 Pelanggaran kriteria no. 3 (12)
4 Pelanggaran kriteria no. 4 (22)
Jumlah sampel yang memenuhi syarat 109
4.1.2. Statistik Deskripsi Variabel Bebas
Statistik deskriptif untuk setiap variabel bebas yang dianalisis disajikan pada Tabel IV.2. Variabel bebas yang digunakan dalam analisis ini sebanyak 7 (tujuh),
yaitu tingkat pajak, kesulitan keuangan, kemampulabaan, ukuran perusahaan,
(61)
Tabel IV.2. Deskriptif Statistik
Variabel N Minimum Maximum Mean Std.
taxrate 327 .00 .30 .1651 .14946
findistress 327 -32963.00 19376.01 31.9440 2333.03663
ROA 327 -1.48 1.82 -.0012 .21971
Size 327 .11 13.18 9.1888 3.79824 Divpay 327 .04 18.72 1.7950 1.89372 Likuiditas 327 .00 2.76 .1110 .26612 Struktur 327 .00 .96 .4366 .20933 Taxshield 327 .01 .77 .0416 .06496
Valid N 327
1. Tingkat Pajak (Tax Rate)
Tax rate dapat diketahui berdasarkan tarif pajak yang dikenakan berdasarkan laba operasi perusahaan yang diatur menurut Undang-Undang Pajak Penghasilan Nomor 17 Tahun 2000. Dari sampel yang diperoleh diketahui bahwa secara umum rata-rata tingkat pajak sampel industri manufaktur 2001-2003 adalah sebesar 16,51%, di mana pada tahun 2001 sebesar 17,61% mengalami kenaikan sebesar 17,89% pada tahun 2002 dan pada tahun 2003 turun menjadi 14,04%.
2. Kesulitan Keuangan (Financial Distress)
Financial distress yang diukur dengan menggunakan Interest coverage rate, yaitu: Laba sebelum bunga dan pajak (EBIT) dibagi dengan beban bunga yang
ditunjukkan pada Lampiran 3 terlihat bahwa rata-rata financial distress sebesar
(62)
2001-2003 memiliki kemungkinan kesulitan keuangan (financial distress) akibat jumlah hutang yang berlebihan.
3. Kemampulabaan (Profitabilitas)
Profitabilitas dapat diketahui dengan melihat Return on Asets yang dapat
dihitungkan dengan membandingkan antara laba setelah pajak dengan total aktiva.
Rata-rata industri manufaktur 2001-2003 memiliki return on asset sebesar -0,12%
artinya rata-rata tingkat kemampuan perusahaan untuk mendapatkan laba dengan total asset yang digunakan adalah sebesar -0,12%. Hal ini terjadi karena peningkatan asset tidak diimbangi dengan laba setelah pajak. Perusahaan yang memiliki rasio tertinggi di atas rata-rata industri 2001-2003 adalah PT Alakasa Industrindo Tbk pada tahun 2002 sebesar 182% dan terendah PT Sorini Corporation Tbk pada tahun 2001 sebesar -148%.
4. Ukuran Perusahaan (Size)
Ukuran perusahaan dalam penelitian ini diukur dengan log total aktiva yang dimiliki perusahaan. Terlihat bahwa rata-rata ukuran perusahaan industri manufaktur 2001-2003 adalah sebesar 9,19 dengan rata-rata kisaran tertinggi dan terendah masing-masing 13,18 dan 0,11. Dalam periode tahunan rata-rata ukuran perusahaan menunjukkan peningkatan di mana pada tahun 2001 sebesar 7,07 tahun 2002 sebesar 9,90 dan tahun 2003 10,60. Hal ini disebabkan meningkatnya hutang dan modal sendiri tiap tahunnya.
(63)
5. Likuiditas
Likuiditas perusahaan dapat diketahui dengan melihat current ratio, yang
merupakan perbandingan antara aktiva lancar dengan hutang lancar. Rata-rata
industri manufaktur tahun 2001-2003 memiliki current ratio 0,1110. Rata-rata
current ratio untuk tahun 2001, 2002 dan 2003 adalah 1,8296; 1,7273; 1,8280. Hal ini berarti industri manufaktur memiliki likuiditas yang baik di mana hutang lancar dapat ditutupi seluruhnya dengan menggunakan aktiva lancar dan dengan rasio likuiditas yang masih di atas 1, dan perusahaan masih dapat meningkatkan pinjaman jangka pendek untuk memenuhi dana operasional peruasahaan.
6. Pembayaran Dividen (Dividend Payout)
Yang dimaksud dengan pembayaran dividen dalam penelitian ini adalah rasio pembayaran dividen terhadap laba operasi yang diukur dengan menggunakan rumus dividen dibagi laba operasi. Rata-rata pembayaran dividen oleh perusahaan manufaktur tahun 2001-2003 adalah sebesar 1,79%.
7. Struktur Aktiva (Assets Structure)
Yang dimaksud dengan struktur aktiva dalam penelitian ini adalah rasio aktiva tetap terhadap total aktiva. Perusahaan sampel selama periode 2001 – 2003 memiliki rata-rata struktur aktiva sebesar 43,66% dengan nilai tertinggi 96,00% pada PT Suba Indah dan nilai terendah 0.01% pada PT Multi Prima Sejahtera. Dengan demikian berarti, rata-rata industri manufaktur menginvestasikan dananya pada aktiva tetap sebesar 43,66% sedangkan sisanya sebesar 56,34% diinvestasikan dalam aktiva
(64)
lancar. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan kurang memiliki aktiva tetap yang dapat dijadikan sebagai agunan hutang jangka panjang.
4.1.3. Uji Model
Model regresi linier berganda dapat disebut sebagai model yang baik jika model tersebut memenuhi asumsi normalitas data dan terbebas dari asumsi-asumsi klasik statistik, baik itu uji autokorelasi, multikolonieritas dan heteroskedastisitas (Bhuono, 2005).
1. Uji Multikoloniaritas
Multikoliniaritas merupakan fenomena adanya korelasi yang sempurna antara satu variabel bebas dengan variabel bebas lain. Jika terjadi multikoliniaritas, akan mengakibatkan timbulnya kesalahan standar penaksir dan probabilitas untuk
menerima hipotesis yang salah semakin besar. Menurut Ghozali (2002) dalam
Nugroho (2005) salah satu cara untuk mengetahui adanya multikoliniaritas adalah dengan melakukan uji VIF (Variance Inflation Factor) yaitu jika VIF tidak lebih dari
10 dan nilai Tolerance tidak kurang dari 0,1 maka model dapat dikatakan terbebas
dari multikoliniaritas.
Berdasarkan hasil pengolahan SPSS atas data yang diperoleh, dapat dilihat pada Tabel IV.3 berikut:
(65)
Tabel IV.3. Uji Multikolonieritas
Variabel
Unstandardized t Sig. Collinearity
B Std. Error Tolerance VIF
(Constant) .021 .012 1.801 .073
taxrate .145 .024 6.048 .000 .749 1.336 findistress .000 .000 4.518 .000 .983 1.017 ROA .024 .016 1.544 .124 .809 1.236 Size -.002 .001 -2.638 .009 .941 1.062 Divpay .005 .002 2.988 .003 .802 1.247 Likuiditas .022 .013 1.714 .087 .847 1.181 Struktur .011 .016 .679 .497 .860 1.163
Dari tabel tersebut di atas dapat dilihat bahwa nilai VIF untuk masing-masing
variabel adalah < 10 dan Tolerance tidak kurang dari 0,1. Hal ini membuktikan
bahwa model regresi yang digunakan dalam penelitian ini tidak terdapat multikoliniaritas.
2. Uji Autokorelasi
Salah satu pengujian yang digunakan untuk mengetahui adanya autokorelasi
adalah dengan memakai uji statistik Durbin-Watson (DW-Test). Menurut Ghozali
(2005), “ada tidaknya autokorelasi dapat diuji dengan ketentuan: du < nilai DW <
4-du, du dapat dilihat pada tabel Durbin Watson dengan signifikansi 5%”. Seharusnya
pada model regressi berganda tidak terjadi autokorelasi. Berdasarkan hasil
pengolahan SPSS atas data yang diperoleh, dapat dilihat nilai Durbin Watson pada
(66)
Tabel IV.4. Uji Autokorelasi
Mode
l R
R Squar e Adjuste d R Square Std. Error of the Estimat e Change Statistics Durbin -Watson R Square Chang e F Chang e df
1 df2
Sig. F Chang
e
1 .519(a
) .269 .253 .05613 .269 16.803 7
31
9 .000 1.766
Dari hasil pengujian pada Tabel IV.4 terlihat bahwa nilai Durbin Watson
untuk keempat variabel, yaitu variabel tingkat pajak, kesulitan keuangan, kemampulabaan, ukuran perusahaan, likuiditas, pembayaran deviden dan struktur
aktiva adalah sebesar 1,766. Berdasarkan tabel Durbin Watson dengan nilai
signifikan 5% dan sampel 109, du = 0.729 sehingga 4 – du = 3.27. Hal ini menunjukkan bahwa tidak terjadi autokorelasi karena: 0.729 < 1,766 < 3.27.
3. Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dari model regresi yang terjadi ketidaksamaan varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Model regresi yang baik adalah yang homoskedastisitas atau tidak terjadinya heteroskedastisitas. Salah satu cara untuk mendeteksi ada atau tidaknya heteroskedastisitas adalah dengan melihat grafik plot antara nilai prediksi variabel terikat dengan residualnya. Jika ada pola tertentu, seperti titik- titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas.
(67)
Berdasarkan hasil pengolahan data, uji heteroskedastisitas dalam penelitian ini ditunjukkan pada Gambar IV.1:
-2.50.02.55.07.510.012.5
Regression Studentized Residual
-4-2024
Regression Standardized Predicted Value
Dependent Variable: Taxshield Scatterplot
Gambar IV.1. Uji Heteroskedastisitas
Berdasarkan gambar di atas tidak terlihat ada pola tertentu, serta titik- titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas.
4. Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel terikat dan variabel bebas keduanya memiliki distribusi normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah memiliki distribusi data normal atau mendekati normal.
Untuk melihat normalitas data dapat dilakukan dengan melihat histogram atau normal
probabilitas plot.
Berdasarkan hasil pengolahan data SPSS, Uji normalitas data dalam penelitian ini ditunjukkan pada Gambar IV.2 berikut ini:
(68)
0.00.20.40.60.81.0
Expected Cum Prob
Dependent Variable: Taxshield Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual
Gambar IV.2. Uji Normalitas
Berdasarkan gambar tersebut, dapat disimpulkan bahwa data yang digunakan menunjukkan indikasi normal. Santoso (2000), menyatakan bahwa jika data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas, dan sebaliknya apabila data model regresi tidak memenuhi asumsi-asumsi normalitas.
Analisis Regresi
Hasil regresi variabel-variabel X terhadap variabel Y adalah sebagaimana Tabel IV.5 berikut:
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)