selalu saja bertengkar setiap hari, Arimbi juga merasa tertekan melihat kedua orang tuanya berselingkuh, tanpa memperhatikan kehidupan Arimbi sebagai anak mereka.
Menurut Maslow kebutuhan dasar manusia dibedakan menjadi lima tingkat yaitu kebutuhan fisiologis, kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan akan rasa
memiliki–dimiliki dan akan kasih sayang, kebutuhan akan penghargaan dan kebutuhan akan aktualisasi diri. Berkaitan dengan tujuan penelitian ini, kebutuhan
dasar menurut Maslow yang akan diuraikan hanya kebutuhan yang berkaitan dengan ketertekanan batin tokoh Arimbi. Kebutuhan itu adalah kebutuhan akan rasa aman,
kebutuhan akan penghargaan, serta kebutuhan akan aktualisisi diri. Berikut ini akan dipaparkan hasil analisis dari ketiga kebutuhan dasar manusia
bagi tokoh Arimbi dan akibat tidak terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan tersebut yang menyebabkan tokoh Arimbi tertekan batinnya.
3.1.1 Tidak Terpenuhinya Kebutuhan Akan Rasa Aman
Kebutuhan akan rasa aman biasanya terpuaskan pada orang-orang dewasa yang norma l dan sehat, maka cara terbaik untuk memahaminya ialah denga n
menga mati anak-anak atau orang dewasa yang mengalami gangguan neurotik. Seseorang yang tidak aman memiliki kebutuhan akan keteraturan dan stabilitas secara
berlebihan serta berusaha keras menghindari hal- hal yang bersifat asing dan tidak diharapkannya. Orang sehat juga menginginkan keteraturan dan stabilitas, namun
kebutuhan tidak sampai menjadi hidup atau mati seperti pada orang neurotik Maslow via Goble, 1987 : 73
Setiap orang membutuhkan rasa aman baik itu dalam lingkungan sekitar atau dalam kehidupan berbeda dengan Arimbi, ia tidak pernah mendapatkan rasa aman
baik dalam keluarga, dan lingkungan apalagi dalam kehidupannya. Hal ini terlihat dala m kutipan berikut:
128 Di kamar ini, kesedihan adalah hal yang menyengat. Saya tak pernah
betah. hlm. 32. 129
Sebab di rumah saya kerap ada pertunjukan lenong di pagi hari. Lenong pertengkaran. Seperti suatu kali saya ingat, dari arah kamar
orang tua saya terdengar suara obrolan. Lama- lama pertengkaran. Akhirnya cekcok hebat, lalu cekcok mulut menjadi sengketa dan arena
caci maki. Kemudian perang mulut tak terbendung dengan teriakkan
melengking. hlm. 32. Arimbi juga, merasakan tidak pernah bebas, setiap kali berangkat ke sekolah,
Arimbi selalu saja diantar jemput oleh sopir yang bekerja di rumahnya. Arimbi merasa kehid upannya selalu saja diatur oleh orang tuanya. Hal ini terlihat dalam
kutipan berikut : 130
Saya tidak pernah disiksa panas terik matahari. Tentu, selain karena dipekarangan sekolah rimbun karena pepohonan, saya juga tak perlu
berlama-lama menerobos area yang disiram sinar matahari. Ketika bel pulang berbunyi dan kedua kaki saya mulai mengarah ke pintu pagar,
Pak Beno supir saya sudah melongok dengan paras siaga. Dia tak pernah membiarkan saya lebih dari lima menit menanti. Wajah
bulatnya membiasakan senyum kemenangan setiap kali dua mata tengkolnya menangkap bayangan saya. Kasihan sopir ini. Dia pikir
menemukan diri saya secepat mungkin selepas bel pulang adalah prestasi hlm. 27.
131 Sejujurnya, saya ingin seperti teman yang lain, yang menikmati peluh
dalam antrian tukang bakso kojek. Menjumput panganan yang tengik di pelataran sekolah. Sebagian lagi tak jajan apa-apa, tapi mereka main
dorong-dorongan, saya sering berharap pak Beno datang terlambat, dan saya leluasa berkelabat di antara gerobak- gerobak penjual jajanan,
berteriak bebas di tengah teman-teman sekolah. Tapi pak Beno takut
dipecat. Dia sadar sepenuhnya, bahwa setelah mata jengkolnya menangkap tubuh saya yang bulat-bulat, maka tugas selanjutnya
adalah membawa secepat mungkin kembali ke rumah. hlm. 27.
Rasa tidak aman juga dirasakan Arimbi ketika Arimbi bangun pagi hari, karena melihat mamannya sudah menyiapkan makanan yang selalu sama saja setiap
hari. Menunya tidak pernah diganti. Arimbi merasa tidak suka dengan cara mamanya yang sering mengaturnya pada waktu sarapan pagi. Hal ini terlihat dalam kutipan
berikut : 132
Setiap pagi adalah siksaan. Pagi-pagi saya sudah muak dua kali. Muak pertama adalah sarapan nasi goreng dengan rasa dan tatanan yang itu-
itu melulu. Gundukkan nasi goreng menyerupai mangkuk terbalik, telur mata sapi di sisi kanan, taburan abon di sisi kiri, dan irisan telur
dadar di atas nasi. Sisi kosong di piring diisi dengan irisan mentimun dan tomat. Mama mengajari saya dengan tahapan yang benar,
menghabiskan nasi dengan lauknya, dan mengakhiri dengan irisan mentimun. Setelah itu menenggak susu sampai tandas. hlm. 24.
133 Begitu telitinya mama melihat tata sarapan saya, sampai saya pernah
berpikir apakah saya akan mati bila menelan mentimun terlebih dulu atau menyikat susu pertama-tama, lalu memakan telurnya dan
membuang nasinya. Atau saya muntahkan semuanya. Bahkan, apa salahnya sesekali saya tidak sarapan? Tapi mama selalu menunggui
saya makan. hlm. 24. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Rasa cemas juga yang dirasakan oleh Arimbi, ketika ayahnya memukul ibunya sampai pingsan. Arimbi merasa cemas dan takut kalau-kalau terjadi sesuatu
pada ibunya. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut : 134
Kemudian papa tanpa bicara apa-apa langsung menggunakan tangan kanannya yang besar dan berotot ke wajah mama. Suara pukulan itu
kencang. Mama mengaduh, tidak hanya sekali. Papa mengayunkan satu tamparan lagi dengan punggung telapak tangan, terus beberapa
kali saya bergidik. Dia menampar mama seperti tukang sate mengibaskan kipas di atas panggangan. Berkali-kali, bertenaga, dan
tanpa emosi hlm. 39.
135 Herannya mama tidak berteriak lagi. Dia hanya mengaduh tertahan,
tubuhnya sudah setengah kelojotan, dengan kaki lengser perlahan ke bawah. Ketika mama jatuh tertunduk, papa tidak pergi, melainkan
berjongkok. hlm. 39. 136
Mereka melakukan pertolongan pada mama dengan gerakan tenang tapi pasti, sesuatu telah disuntikkan dilengan mama, dan membuatnya
tiba-tiba tidur. Papa berdiri mematung disudut kamar. Saya tak berani memandang wajahnya, rasa jijik dan takut sudah membaur dan
melumpuhkan hasrat saya untuk menyadari bahwa dia ada. hlm. 41.
137 Kesibukkan itu sedikit membuat perasaan saya tenang. Tapi tak
menyudahi kecemasan saya yang hebat, darah itu begitu banyak. Saya pernah mendengar orang bisa mati karena kehabisan darah. Apakah itu
juga yang menyebabkan papa tiba-tiba berlari keluar dan memanggil orang medis? Jika dia memang takut mama mati, kanapa dia
memukulinya? hlm. 41.
Kegelisahan juga yang dirasakan Arimbi, saat Arimbi merasa bahwa ia bingung untuk mengenal dirinya sendiri, Arimbi juga merasa bimbang dan ragu untuk
mengenali orang tuanya, yang membuat dia merasa tersiksa dengan kehidupan di rumah bersama orang tuanya. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut :
138 Saya bingung dengan perasaan saya sendiri. Saya tak mengenali orang
tua saya, dan saya mulai tak mengenali diri saya sendiri. Saya panik. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Pikiran berkecamuk tak tentu arah. Di rumah saya tersiksa dengan dua orang yang selalu bergumul dengan nafsu masing- masing. Di luar
rumah saya bergumul dengan diri saya sendiri. Mempertanyakan perasaan aneh yang semakin lama semakin mencekram saya dalam
kebingungan saya yang menyiksa. hlm. 56.
Kegelisahan juga yang dirasakan Arimbi, saat ia mengetahui bahwa ia lesbian, ketika ia melihat pembantunya memakai baju yang tipis. Arimbi merasakan ada
perasaan yang aneh dalam pikirannya. Arimbi merasa tiba-tiba tertarik dengan sikap pembantu yang bekerja di rumahnya yang begitu menarik perhatiannya dengan
mengenakan daster tipis berpotongan pendek, sampai-sampai dadanya kelihatan. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut :
139 Saya tahu perbedaan yang saya rasakan telah meluncur jauh dari batas
pikiran. Tanpa sadar saya telah memperlihatkannya dalam bentuk yang terlihat. Sikap. hlm. 56.
140 Mbok Nem, pembantu saya yang usianya paling muda, sekitar tiga
puluh tahuna n, masuk ke kemar tidur saya pada suatu siang, dia mengenakan daster tipis berpotongan dada rendah. Papa dan mama
sedang tak ada di rumah, sehingga dia berani memakai baju seperti itu
hlm. 56. 141
Saya tahu, saya takut atau benci pada lelaki, karena saya ingat papa. Dan saya enggan jadi perempuan kerena saya tak mau sebodoh mama.
Maka, akan jadi apa saya? Saya akan menjadi laki- laki yang tidak sejahat papa. Dan menjadi perempuan yang sebodoh mama. Tapi, lalu
saya menjadi ragu, apakah saya menjadi lesbian karena membenci papa? Atau meludahi mama? hlm. 59.
142 Saya menjadi ragu, sebab tak saya dapati nafsu ketika melihat siswa
pria paling baik hati di kelas. Tapi saya bisa sangat nafsu pada lekuk seksi siswi paling memuakkan didalam kelas. Tidak, saya tidak
menyukai laki- laki bukan karena saya membenci papa. Karena saya membenci kejahatan. Saya membenci laki- laki dan menyukai
perempuan karena saya terlahir berbeda. hlm. 59. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Perasaan khawatir juga terjadi pada Arimbi, ketika dia mengetahui, bahwa dia lesbian, Arimbi merasa bahwa kalau lesbiannya itu diketahui oleh para pembantunya,
dan para teman-teman sekolahnya, apa yang harus ia perbuat . Hal ini terlihat dalam kutipan berikut :
143 Saya tahu, saya telah membuat mbak Nem takut. Dan saya makin tahu,
semakin hari saya mulai membuat orang lain curiga. Bersamaan dengan itu saya tidak bisa membohongi sikap-sikap atau bahasa tubuh
yang menjawab desir yang mendebarkan disekujur tubuh saya. Setiap melihat sosok perempuan yang menggetarkan. hlm. 59.
144 Saya merasakan bahwa mata teman-teman perempuan saya mendadak
lebih mendelik ketika mereka berganti baju olah raga di ruang ganti, dan mata saya dengan tajam me nelusuri tubuh bugil mereka. hlm.
59.
Perasaan khawatir juga yang terjadi pada Arimbi, ketika bertemu dengan Rajib di sekolahnya. Rajib menawarkan sesuatu kepada Arimbi untuk merasakan obat
yang diberi oleh Rajib. Obat yang diberikan oleh Rajib adalah narkoba. Pada awalnya Arimbi menolaknya, karena Arimbi merasa orang itu, yaitu Rajib belum pernah ia
kenal. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut : 145
“Kamu sakit, ya?” saya tak menjawab, malas, karena belum kenal. “nama saya Rajib”. Matanya mencari bola mata saya.” Sory, kita
memang belum kenal….” Dia menjulurkan tangannya. Saya menanggapinya dengan biasa. Saya me ngulurkan tangan dengan cepat.
hlm. 62.
146 “Kalau sakit saya punya obatnya….” Saya membuang muka. “nggak
apa-apa kalau kamu malas menanggapi tawaran saya. Saya hanya… sering melihat kamu melamun dikantin. Sudah lama sih pengen kenal,
kayaknya saya bari berani sekarang ini,” katanya tanpa malu. hlm. 62.
147 “Saya nggak mau butuh bantuanmu. Maaf.”
“”nggak apa-apa, saya Cuma mau baik sama kamu.” Dia kelihatan gelisah. Lehernya meninggi, dan kepala nya menoleh ke beberapa
sudut hlm. 63.
148 Rajib tiba-tiba saja mendekatkan kepalanya kewajah saya. “kalau
kamu ga keberatan, saya mau memberimu sesuatu. Nggak penting sih… dibuang juga boleh. Nih “dia menarik tangan saya dan
menutupnya kembali dengan gerakan cepat. hlm. 63. Setelah Rajib menawarkan sesuatu yaitu narkoba, pada Arimbi, Arimbi
merasa tetap khawatir untuk mencobanya, karena Arimbi merasa bahwa obat ini adalah, obat yang membahayakan orang, obat ini lah yang sering dilarang, karena
kata orang bahwa narkoba adalah benda jahat. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut : 149
Itu pasti sejenis narkoba, entah shabu, putaw, atau apapun. Pokoknya sejenis bubuk itu. Saya berdiri ragu.
Seperti hipnotis. Buang ke tempat sampah?
Saya ada masalah? Benar-benar sekali …… Tapi ini apa… benda jahat itu? Yang sering dilarang- larang
Itu? Kayak gini nih bendanya? Saya nggak butuh.
Nggak berani.
Tapi saya ada masalah, kan? Banyak bahkan.
Cobain dikit. Atau buang. Sayang
Cobain dikit kan nggak ada salahnya Kalau nggak suka tinggal buang
Kalau suka?
Ini pasti putaw Nggak mau Nggak
Tapi, saya punya masalah, kan? hlm. 63-64. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Setelah Arimbi mencoba obat yang ditawarkan oleh Rajib padanya, Arimbi merasa gelisah dan tidak bisa tidur, karena obat yang dia hirup itu adalah narkoba.
Setelah ia menghirup obat itu, obat itu baru bereaksi dalam tubuhnya, Arimbi merasa seluruh tubuhnya terasa sakit. Anehnya Arimbi tidak merasa lapar atau sedih. Hal ini
terlihat dalam kutipan berikut : 150
Tiba-tiba saja, sekujur tubuh saya dialiri perasaan aneh. Benar-benar aneh. Seperti ada kerinduan yang hebat. Begitu hebatnya sehingga
terasa sakit. Anehnya, saya tak merasa lemas, lapar atau sedih. Saya hanya merasakan kesepian, tapi sekaligus tak menginginkan siapapun
ada. Saya ingin sendiri. Tapi saya butuh teman. Dan dia, bukan seseorang. Dia…. Aduh, kenapa diri saya? hlm. 66.
151 Saya mencoba berdiri. Tubuh saya limbang. Perasaan asing itu telah
melunglaikan seluruh persendian saya. Saya loncati lagi kusen jendela dan masuk kamar. Berjalan tertatih menuju sudut yang tak saya tuju.
Saya bahkan tak tahu ke mana harus berjalan. Saya mencoba berbaring. Rasa mual dan terbakar seperti tadi muncul lagi. Aduh,
kenapa saya? hlm. 66-67.
Kegelisahan juga selalu menyelimuti hati Arimbi bila tidak memakai narkoba. Arimbi me rasa bahwa tanpa narkoba dia tidak bisa hidup. Dengan memakai narkoba,
Arimbi bisa merasakan lebih hidup. Akibat dari narkoba inilah yang menyebabkan Arimbi di bawa ke panti rehabilitasi oleh orang tuanya. Hal ini terlihat dalam kutipan
berikut : 152
Mereka memenjarakan saya di atas kasur keras ini. Memberi makan tiga kali sehari, yang berkali-kali saya memuntahkan kembali. Mereka
merampas kebebasan saya nenikmati bubuk surga. Saya disiksa sakaw, tubuh saya seperti dirajam. Otot saya dibetot-betot. Darah saya
dibiarkan mendidih dan beku. Beganti- ganti. Daging saya dicabik- cabik. Seluruh persendian saya dijepit. Saya berteriak kesakitan. Saya
bukan mencari gara- gara, tapi tubuh ini memang sakit. Nyeri saya PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
kerap, berteriak histeris dengan kaki ditendang-tendang ke udara. Tangan saya terus meronta. Mata saya berair, dari hidung saya terus-
menerus keluar ingus. Saya muntah- muntah, karena terasa mual yang sangat. hlm. 99.
Arimbi juga merasa gelisah dan sedih saat orang tuanya mengatakan padanya, bahwa tolong hal ini dirahasiakan. Arimbi merasa bahwa orang tuanya, benar-benar
tidak memperdulikan kehidupan Arimbi. Orang tuanya selalu saja mementingkan kehormatan dan nama baik mereka, ketimbang nyawa anak mereka. Hal ini terlihat
dalam kutipan berikut : 153
“Ada satu yang mama pesan. Please, jika kamu sudah pulih dan bebas keluar nanti, jangan katakan pada siapa pun, kamu kena narkoba. Ya?”
cukup papa dan mama yang tahu. Bukannya apa-apa. Kamu kan tahu nama papa dan mama di luar sana cukup di kenal. Jadi, Bantu kami
agar nama keluarga tidak jadi tercoreng gara- gara kamu. Ya?” mama menepuk-nepuk pipi saya. Wajahnya kelihatan lega seperti seorang
dewa baru menumpangkan wangsitnya. Saya bertambah sedih. Hingga
detik ini, hal yang penting buat mereka adalah kehormatan diri. Bukan keadaan saya. Saya melamun hingga malam hari, pada hari pertama
kedatangan saya di rumah. hml. 104.
Rasa tidak aman juga yang dirasakan oleh Arimbi, ketika Rajib dan Vela tidak ada didekatnya. Arimbi merasakan bahwa Rajib dan Vela sudah pergi
meninggalkannya. Arimbi menjadi marah pada orang tuanya, karena orang tuanya lah Rajib dan Vela ditangkap oleh polisi. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut :
154 “Ma, siapa yang melaporkan Rajib?”
“cepat atau lambat dia akan tertangkap dengan sendirinya,” katanya dan melihat kearah saya” mama tersenyum setengah mencibir.”
Orang seperti dia memang harus dibereskan, “katanya penedek, tanpa emosi hlm. 193.
155 Saya ingin menampar wajah ibu saya. “lantas apakah saya tidak cukup
alasan untuk dibereskan? Kenapa mama menebus saya? Saya yang bersalah Saya memaksa Rajib memberi pekerjaan untuk saya Dia
tidak sepantasnya dipukuli, ma” saya menjerit-jerit dengan emosi dalam mobil hlm. 193.
156 “Tak ada orang yang bisa menubus Rajib. Tidak juga saya, sudah
nasibnya seperti ini. Dulu dia pernah bilang sama saya. Hidupnya akan berhenti begitu dia ditangkap. Sebab, dia bukan orang yang
terpandang atau punya cukup uang untuk menyelamtkan diri. Hanya saja saya tidak menyangka, dia akan benar-benar ditangkap.” hlm.
228.
Kekecewaan juga yang dirasakan oleh Arimbi, ketika mengetahui orang tuanya selingkuh. Perbuatan dari kedua orang tuanya inilah yang menyebabkan
Arimbi merasa bahwa Arimbi sudah tidak memiliki rasa kebahagiaan dalam keluarga. Arimbi merasa bahwa dalam keluarga juga dia tidak pernah diperhatikan, kedua
orang tuanya selalu saja sibuk dengan urusan mereka sendiri-sendiri. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut :
157 “Mereka punya kekasih masing-masing. Papa dengan pacar gelapnya.
Mama dengan pacar gelapnya. Mereka punya dunia indah masing- masing, tapi dengan bodoh mau mempersatukan diri dalam
pertarungan yang tak pernah berhenti di rumah ini.” hlm. 203.
3.1.2 Tidak Terpenuhinya Kebutuhan Akan Penghargaan