Patofisiologi Karakteristik Penderita Rinosinusitis Di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Tahun 2011

Beberapa faktor predisposisi selain yang di atas adalah lingkungan berpolusi, udara dingin dan kering serta kebiasaan merokok. Keadaan tersebut secara perlahan akan menyebabkan perubahan mukosa dan kerusakan silia dalam hidung dan sinus paranasal Mangunkusumo, 2010.

2.5. Patofisiologi

Sinus normal biasanya dalam keadaan yang steril. Bakteri yang masuk ke sinus dapat dieliminasi dengan cepat melalui sekresi mukus yang dikeluarkan oleh sel epitel kolumnar bersilia. Mukus itu sendiri dihasilkan oleh sel goblet dan kelenjar submukosa. Oleh karena itu, jika ada kelainan pada silia, maka proses eliminasi bakteri pun terhambat Lane, 2003. Baik atau tidak baiknya keadaan sinus dipengaruhi oleh 2 hal, yaitu patensi ostium-ostium sinus dan lancarnya klirens mukosiliar mucocilliary clearance di dalam kompleks ostio-meatal KOM. Mukus sangat bermanfaat dalam menjaga kesehatan sinus karena mengandung substansi antimikrobial immunoglobulin dan zat-zat yang berfungsi sebagai mekanisme pertahanan tubuh terhadap kuman yang masuk bersama-sama dengan udara pernafasan Soetjipto, 2010. Inflamasi hidung dan sinus dari berbagai penyebab dapat mengakibatkan obstruksi ostium-ostium sinus dan menjadi faktor predisposisi terhadap infeksi. Faktor yang berperan dalam terjadinya acute bacterial sinusitis ABRS banyak, secara garis besar dibagi atas 2 bagian, yaitu faktor manusia dan lingkungan. Faktor-faktor yang berhubungan dengan penderita itu sendiri faktor manusia, yaitu faktor genetik seperti sindrom silia imotil atau kista fibrosis, abnormalitas anatomi konka bulosa, kelainan septum, atau turbinatum paradoksal, penyakit sistemik, keganasan, dan alergi. Sedangkan faktor lingkungan meliputi infeksi bakteri, virus, jamur, atau paparan primer maupun sekunder asap tembakau, akut atau kronik bahan iritan atau bahan kimia berbahaya, faktor iatrogenik termasuk pembedahan, medikamentosa ataupun pemasangan NGT. Berdasarkan bukti-bukti yang ada saat ini, para individu dengan riwayat alergi memiliki tingkat insidensi yang lebih tinggi terjadinya rinosinusitis akut dan kronik Benninger, 2008. Universitas Sumatera Utara Rinosinusitis akut biasanya terjadi karena infeksi virus pada saluran pernafasan bagian atas. Infeksi ini lebih umum terjadi pada individu yang memiliki faktor-faktor predisposisi yang telah dijelaskan sebelumnya. Infeksi tersebut akan menyebabkan pembengkakan mukosa hidung sehingga mengakibatkan oklusi atau obstruksi ostium sinus Benninger, 2008. Apapun penyebabnya, sekali saja ostium mengalami oklusi, hipoksia lokal akan terjadi pada kavum sinus dan sekresi sinus menjadi terakumulasi. Kombinasi antara keadaan hipoksia dan sekresi yang tertumpuk tadi akan menyebabkan tumbuhnya bakteri patogen di dalam sinus Lane, 2003. Peradangan juga menyebabkan mukus menjadi lebih kental dan gerakan silia lebih lambat daripada normal. Alergi sangat berperan penting pada kejadian rinosinusitis. Reaksi antigen- antibodi pada keadaan alergi menyebabkan pelepasan mediator inflamasi, termasuk histamin. Mediator-mediator ini meningkatkan permeabilitas vaskular, edema mukosa, dan pada akhirnya mengakibatkan obstruksi ostia. Walaupun agen infeksius dapat menjadi penyebab utama inflamasi sinus, mereka juga ditemukan sebagai infeksi sekunder pada individu yang mengalami rinitis alergi Benninger, 2008. Berbeda dengan rinosinusitis akut, patofisiologi rinosinusitis kronik masih belum dapat diketahui secara jelas, namun faktor predisposisi lebih berperan penting, misalnya seperti penyakit sistemik dan lingkungan Shah, 2008. Pada pasien rinosinusitis kronis yang penyebabnya bakteri patogen, organisme terbanyak adalah Staphylococcus sp. 55 dan Staphylococcus aureus 20. Beberapa studi lain menyebutkan prevalensi yang tinggi ditemukan dengan infeksi enterobakter, bakteri anaerob, bakteri gram-negatif, dan jamur Benninger, 2008.

2.6. Gejala Klinis