Perbaikan Kualitas Tanah Pascatambang

b Sengon sebagai Tanaman Revegetasi Lahan Pascatambang Revegetasi adalah usaha untuk memperbaiki dan memulihkan vegetasi yang rusak melalui kegiatan penanaman dan pemeliharaan pada lahan bekas penggunaan kawasan hutan Permenhut No. P.4Menhut-II2011. Revegetasi umumnya dilakukan dalam tiga tahap, mulai dari penanaman vegetasi penutup tanah cover crops, kemudian penanaman pohon cepat tumbuh fast growing species dan terakhir menanam tanaman sisipan dengan jenis pohon hutan klimaks climax species Darmawan dan Irawan 2009. Lebih lanjut Iskandar 2008b mengemukakan bahwa tanaman yang digunakan untuk revegetasi adalah tanaman yang dinilai mampu mempercepat dan meningkatkan keberhasilan usaha reklamasi, misalnya tanaman asli lokal maupun tanaman kehutanan introduksi. Sebelum revegatasi dilakukan terlebih dahulu ditanami oleh tanaman cover crop dengan tujuan untuk mengatasi terjadinya erosi dan meningkatkan kadar bahan organik secara merata dalam tanah. Upaya merevegetasi lahan bekas tambang perlu pemilihan cover crop yang baik. Hal inilah yang dapat menentukan keberhasilan reklamasi lahan pascatambang. Kriteria cover crop yang baik yaitu mudah ditanam, cepat tumbuh dan rapat, bersimbiosis dengan bakteri atau jamur fungi, mudah terdekomposisi, serta tidak berkompetisi dengan tanaman pokok serta tidak melilit Ambodo 2008. Selain vegetasi penutup, perlu dilakukan pula penanaman tanaman berkayu dan pemeliharaan tanaman agar lahan tambang bisa kembali seperti semula. Secara berkala dilakukan pemupukan dua tahun sekali, yakni pada awal musim penghujan dan awal musim kemarau. Tanah di sekitar tanaman reklamasi juga perlu dibersihkan menggunakan sistim piringan mengikuti tajuk tanaman, diberi mulsa rumput lokal guna mengendalikan pertumbuhan gulma, mengurangi evaporasi, sekaligus sebagai sumber bahan organik. Kriteria pemilihan jenis yang berpotensi untuk revegetasi lahan pascatambang adalah pohon yang bersifat intoleran, yaitu tahan hidup pada tempat terbuka. Jenis-jenis pohon yang intoleran umumnya ditemukan pada hutan-hutan sekunder dan sebagian merupakan jenis-jenis pionir. Salah satu tanaman yang biasa digunakan dalam revegetasi lahan bekas tambang adalah tanaman sengon Paraserianthes falcataria. Sengon juga memiliki sifat intoleran dengan kemampuannya untuk tumbuh di lahan kritis, di tanah-tanah kering maupun lembab sehingga cocok digunakan sebagai tanaman revegetasi. Tanaman ini dapat tumbuh pada iklim basah sampai agak kering dengan hujan rata-rata 2000-2700 mmtahun Adnan 2012. Selain itu, sengon memiliki kemampuan menyuburkan tanah, bahkan semua tanaman yang hidup di bawahnya dapat tumbuh dengan baik. Selain itu, sengon dapat ditanam pada lahan yang tidak subur meskipun tidak diberikan pupuk. Hal ini karena tanaman sengon dapat menyesuaikan dengan kondisi lingkungan yang ada di sekitarnya Krisnawati et al. 2011. Sengon merupakan jenis tanaman yang cepat tumbuh dan telah banyak dibudidayakan oleh masyarakat. Hal ini tidak terlepas dari nilai guna kayu sengon yang cukup tinggi sehingga pemasarannya relatif mudah. Kayu sengon bisa digunakan untuk bahan bangunan dan perabot rumah tangga. Tanaman sengon mempunyai banyak kelebihan dan manfaat diantaranya tidak terlalu menuntut syarat tumbuh yang tinggi, kayunya sebagai bahan baku pulp dan kertas, peti kemas, daunnya digunakan sebagai pakan ternak dan tanaman konservasi tanah karena dapat meningkatkan unsur hara nitrogen dalam tanah Suhartati 2007. Sengon prosfektif untuk upaya peningkatan pendapatan masyarakat petani hutan rakyat di pedesaan dan berperan positif secara lingkungan dalam hal pengurangan emisi CO 2 Dwi et al. 2009.

2.3. Pemanfaatan Bahan Organik

Pemberian bahan organik merupakan tindakan pengelolaan untuk memperbaiki kesuburan tanah, seperti perbaikan sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa bahan organik dapat meningkatkan efisiensi pemberian pupuk anorganik, sehingga menunjang produksi yang maksimal. Pemberian bahan organik dan pupuk anorganik N, P dan K merupakan suatu usaha dalam memenuhi kebutuhan hara bagi tanaman. Hal ini dimaksudkan untuk memperbaiki keseimbangan hara yang terdapat di dalam tanah. Adapun fungsi bahan organik, yakni 1 memperbaiki struktur tanah, 2 menambah ketersediaan unsur N, P dan S, 3 meningkatkan kemampuan tanah mengikat air, 4 memperbesar kapasitas tukar kation KTK dan 5 mengaktifkan mikroorganisme Leiwakabessy et al. 2003; Hardjowigeno 2010. Penelitian yang dilakukan Hermawan 2002 menjelaskan bahwa pemberian bahan organik dan pemberian pupuk anorganik dapat meningkatkan pH tanah, N- total, P-tersedia dan K-tersedia di dalam tanah, kadar dan serapan hara N, P, dan K tanaman serta meningkatkan produksi tanaman kedelai. Bahan organik dalam tanah, terbagi atas bahan organik kasar dan bahan organik halus humus. Bahan organik yang diberikan dalam tanah akan mengalami proses pelapukan dan perombakan untuk menghasilkan humus Sarief 1985. Humus memiliki daya memegang air water holding capacity yang tinggi, sehingga pada musim kemarau tanah tidak mudah kering. Dengan terikatnya air oleh humus berarti dapat mengurangi penguapan air melalui tanah Fitter dan Hay 1998. Pembentukan bahan organik dalam tanah memiliki peran untuk mengatur pasokan hara tanaman sehingga mudah tersedia bagi tanaman. Kemampuan lainnya adalah dapat mengurangi toksisitas logam, misalnya Al dan Mn pada tanah yang masam Munawar 2011. Menurut Tan 1998, bahan organik merupakan bahan yang memiliki kemampuan dalam pelepasan unsur hara maupun perbaikan siklus O 2 serta menaikkan pH, sehingga fosfat dapat tersedia dalam jumlah yang banyak. Sariwahyuni 2012, pernah melaporkan bahwa lahan bekas tambang nikel yang diberikan bahan organik dengan takaran 400 gpolybag B2 atau setara dengan 19 tonha bersama bakteri Bacillus megaterium dan Pseudomonas aeruginosa terhadap tanaman jagung memberikan peningkatan kandungan fosfat secara signifikan, mengurangi kemasaman tanah, menurunkan konsentrasi Ni II dalam tanah dan meningkatkan bobot biji tanaman jagung. Lebih lanjut dijelaskan Munawar 2011 bahwa bahan organik adalah pemasok unsur hara di dalam tanah melalui proses mineralisasi dan tersimpan dalam bentuk serasah organik. Kegiatan penambangan nikel seringkali mengakibatkan penurunan kualitas tanah dengan memperlihatkan ketidaksuburan tanah. Kondisi ini menyebabkan tanaman akan sulit untuk tumbuh, akar tanaman sukar menembus tanah, tanaman menjadi kerdil dan lain sebagainya. Upaya memperbaiki kualitas tanah perlu dilakukan dengan pemberian bahan organik bahan humat dan kompos. a Bahan Humat Munawar 2011 menyebutkan bahwa bahan organik halus atau humus dalam tanah digolongkan dalam 3 fraksi kimia meliputi: 1. Asam fulvat memiliki ciri-ciri: berwarna terang, larut di dalam asam dan basa, dan paling mudah terombak oleh mikroba 15-50 tahun. 2. Asam humat memiliki ciri-ciri: berwarna sedang, larut di dalam basa tetapi tidak larut dalam asam dan memiliki potensi degradasi sedang 100 tahun atau lebih. 3. Humin mempunyai ciri-ciri: tidak larut dalam asam maupun basa dan memiliki kemampuan menahan serangan mikroba. Istilah asam humat dikemukakan oleh Berzelius pada tahun 1830 dengan menggolongkan fraksi humat ke dalam: 1 Asam humat, yakni fraksi yang larut dalam basa, 2 Asam krenik dan apokrenik, yakni fraksi yang larut dalam asam, dan 3 Humin, yakni bagian yang tidak larut dalam air dan basa. Asam humat juga disebut sebagai ulmat dan humin sebagai ulmin oleh Mulder pada tahun 1840. Tahun 1912, Olden mengusulkan penggunaan nama asam fulvat untuk menggantikan istilah asam krenik dan apokrenik. Sekarang senyawa humat didefinisikan sebagai bahan koloidal terdispersi bersifat amorf, berwarna kuning hingga coklat-hitam dan mempunyai berat molekul relatif tinggi Tan 1998; Millar 1959; Stevenson 1994. Pemanfaatan bahan humat dapat dilakukan untuk mengelola air limbah, remidiasi tanah tercemar, peningkatan hasil pertanian dan melindungi produksi tanaman. Jika dilihat dari sisi produktivitas pertanian dan biokontrol, bahan humat bermanfaat dalam perbaikan agregasi tanah, nutrisi tanaman dan perkembangan mikroorganisme tanah yang bukan bersifat patogen Pereira et al. 2014. Bahan humat adalah bahan yang terbesar dari bahan organik dan memiliki peran dalam reaksi kimia yang kompleks dalam tanah. Bahan humat sangat sulit mengalami penguraian apabila berinteraksi antara fase mineral tanah sehingga mikroorganisme tanah tidak dapat menggunakannya secara langsung. Bahan humat memiliki kemampuan untuk berinteraksi dengan ion logam, oksida, hidroksida, mineral dan senyawa organik, termasuk polutan yang beracun sekalipun Albers et al. 2008; Cattani et al. 2009. Bahan humat merupakan bahan organik yang terdapat banyak di alam. Pemberian bahan humat dapat berpengaruh positif terhadap fisiologi tanaman, memperbaiki struktur dan kesuburan tanah sehingga mempengaruhi serapan hara lebih baik dan pembentukan sistem perakaran tanaman. Bahan humat memainkan peran penting dalam mengendalikan perilaku dan mobilitas pencemar di lingkungan dan berkontribusi secara substansial dalam meningkatkan status kesuburan tanah. Penggunaan bahan humat dalam remediasi logam berat dapat mengurangi dan menghindari kontaminasi berlebih dari aluminium, chromium dan Arsenik. Selain itu, juga dapat berinteraksi dengan molekul organik xenobiotik seperti pestisida Janos et al. 2009; Trevisan et al. 2010. Zat humat merupakan senyawa makromolekul organik yang bersifat heterogen, terdiri dari asam humat, asam fulvat, dan humin. Bahan humat dapat meningkatkan kesuburan tanah melalui perbaikan tanah terutama pada sifat-sifat fisik tanah melalui perbaikan struktur tanah, sebagai sumber nutrisi dan mineral untuk diserap oleh tanaman dan sebagai media kegiatan mikroorganisme tanah yang penting dalam siklus kehidupan di bumi. Selanjutnya mempengaruhi fisiologis, metabolisme dan proses perkembangan tanaman. Selain itu, zat humat diserap oleh tanaman melalui aktivasi dari membran plasma H + -ATPase, respirasi dan aktivasi gen yang terlibat dalam nitrat NO 3 . Penelitian telah menunjukkan bahwa penggunaan bahan humat fraksi berat molekul tinggi dan rendah dapat memacu pembukaan stomata dalam proses respirasi. Selain meningkatkan komposisi bahan organik tanah, bahan humat merupakan bahan yang efektif dalam mekanisme pemulihan lingkungan melalui kegiatan fitoremediasi Schmidt et al. 2008. Bahan humat adalah senyawa organik alami, dimana 50-90 berasal dari gambut, batubara serta dari bahan organik tak hidup yang berasal dari tanah dan ekosistem air. Bahan humat memiliki peranan dalam melindungi mikroorganisme tanah dan tanaman tingkat tinggi dari kondisi iklim yang ekstrim dan tekanan teknogenik, misalnya polusi, radiasi UV, organisme patogen dan infeksi virus Kulikova et al. 2010. Menurut Schnitzer dan Khan 1978, bahwa senyawa humat memiliki kemampuan untuk berinteraksi, mengikat dan mereduksi ion-ion logam dalam tanah sehingga jumlahnya dapat berkurang. Baldotto et al. 2011 mengatakan bahwa pemberian asam humat mampu merangsang pertumbuhan akar Arabidopsis thaliana L. Selain itu, asam humat lebih stabil diisolasi dari tanah yang mengalami pelapukan yang rendah. Kondisi tanah liat dan kejenuhan basa yang tinggi dapat memberikan stimulasi fisiologi terbaik bagi tanaman Arabidopsis. Berikut urutan peningkatan pembentukan akar dan panjang akar lateral pada masing-masing tanah yang diberikan asam humat: LuvisolChernosolAcrisolLatosol. b Kompos Kompos merupakan campuran bahan organik yang telah terdekomposisi baik sebagian atau seluruhnya, berasal dari hewan atau tanaman dan mungkin mengandung abu, kapur dan bahan senyawa kimia lain. Bahan yang dapat dikomposkan dapat berasal dari limbah pertanian, seperti jerami, serasah daun, sekam padi, ampas tebu, atau kotoran cair atau padat dari manusia dan hewan, juga dapat berasal dari sampah rumah tangga dan residu hutan Gaur 1982; Millar 1959. Kompos merupakan bahan organik yang kaya nutrisi, seperti nitrogen dan fosfor. Pemberian kompos dapat meningkatkan aktivitas mikroba tanah, meningkatkan pertumbuhan tanaman, menahan hama dan penyakit pada tanaman. serta merangsang serapan hara dan meningkatkan ketersediaan hara di dalam tanah Ahmad et al. 2007. Penelitian yang dilakukan oleh Zhen et al. 2014 menyimpulkan bahwa pemberian kompos mampu meningkatkan keragaman bakteri dan jamur seiring meningkatnya total karbon dalam tanah. Peningkatan mikroorganisme dalam tanah memicu tersedianya unsur hara N yang tinggi untuk pertumbuhan tanaman. Selain meningkatkan unsur hara tanah, sejumlah penelitian melaporkan bahwa aplikasi kompos dapat menekan penyakit pada tanaman. Zaller 2006, melaporkan bahwa pemberian ekstrak kompos ke daun