2. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan
mengenai bahan hukum primer, seperti misalnya, rancangan undang- undang, hasil-hasil penelitian, hasil karya dari kalangan hukum, dan
seterusnya.
33
3. Bahan hukum tersier, yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun
penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder. Contohnya adalah kamus, ensiklopedia, indeks kumulatif dan seterusnya.
34
3. Analisis Data
Data yang diperoleh dari penelusuran kepustakaan anak dianalisis dengan menggunakan metode deduktif dan induktif yang berpedoman kepada teori-teori
hukum pidana khususnya tentang pertimbangan hakim dalam menjatuhkan hukuman kepada anak pelaku tindak pidana pencabulan. Analisis secara
deduktif artinya semaksimal mungkin penulis berupaya memaparkan data-data sebenarnya. Analisis secara induktif artinya berdasarkan yurisprudensi dan
peraturan-peraturan yang berlaku di Indonesia tentang Anak sebagai pelaku tindak pidana yang dijadikan pedoman untuk mengambil kesimpulan yang
bersifat khusus berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian.
G. Sistematika Penulisan
Penulisan penelitian ini secara garis besar terdiri dari lima bab dan sub-sub bab yang diuraikan sebagai berikut :
33
Ibid, Hal. 52.
34
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini berisi tentang latar belakang, perumusan masalah, keaslian penulisan,
tujuan penulisan,
manfaat penulisan,
tinjauan kepustakaan, metode penelitian, dan yang terakhir sistematika
penulisan. BAB II
PENGATURAN HUKUM DI INDONESIA MENGENAI ANAK SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA PENCABULAN
Didalam bab ini akan dibahas pengaturan hukum di Indonesia yang mengatur tentang anak sebagai pelaku tindak pidana pencabulan.
Dimana pengaturan hukumnya terdapat didalam Kitab Undang- Undang Hukum Pidana KUH PIDANA, Undang-Undang Nomor
35 Tahun 2014 jo Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012
Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. BAB III
ANALISIS PERTIMBANGAN
HAKIM TERHADAP
PENJATUHAN HUKUMAN KEPADA ANAK PELAKU TINDAK PIDANA PENCABULAN Studi Putusan Pengadilan
Negeri Pontianak Nomor: IPid.Sus.Anak2014PN.PTK; Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor: 2Pid.Sus-Anak2014PN.Mdn
Secara umum bab ini berisi tentang pertimbangan hakim didalam menjatuhkan hukuman kepada anak sebagai pelaku tindak pidana
pencabulan. Pertimbangan hakim ini dapat dilihat dari dua putusan yang dijadikan bahan penelitian dengan membahas posisi kasus
Universitas Sumatera Utara
yang terdiri dari kronologi kasus, dakwaan jaksa penuntut umum, fakta hukum dan menganalisis putusan hakim.
BAB IV PENUTUP
Bab ini merupakan bab terakhir, yaitu sebagai bab kesimpulan dan saran yang berisi kesimpulan mengenai permasalahan yang dibahas
dan saran-saran dari penulis berkaitan dengan pembahasan skripsi.
Universitas Sumatera Utara
BAB II PENGATURAN HUKUM DI INDONESIA MENGENAI ANAK SEBAGAI
PELAKU TINDAK PIDANA PENCABULAN
A. Pengaturan Hukum Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
Pasal 1 ayat 1 kitab Undang-Undang Hukum Pidana menyebutkan: “Tiada suatu perbuatan dapat dipidana kecuali atas kekuatan aturan dalam
perundang- undangan yang telah ada, sebelum perbuatan itu dilakukan”.
Pasal 1 ayat 1 KUH Pidana ini merupakan perundang-undangan hukum pidana modern yang menuntut bahwa ketentuan pidana harus ditetapkan dalam undang-
undang yang sah. Hal ini berarti bahwa larangan-larangan menurut adat tidak berlaku untuk menghukum orang, kecuali tercantum dalam Pasal 1 KUH Pidana
dimaksud, selanjutnya KUH Pidana menuntut pula bahwa ketentuan pidana dalam undang-undang tidak dapat dikenakan kepada perbuatan yang telah
dilakukan sebelum ketentuan pidana dalam undang-undang itu diadakan, berarti bahwa undang-undang tidak mungkin berlaku surut.
KUH Pidana telah menentukan bagaimana sikap yang dapat diambil oleh seorang hakim dalam mengadili seseorang yang telah melakukan tindak pidana
sebelum berumur 16 Tahun karna penerapan hukuman terhadap anak berkaitan dengan usia anak tersebut. Hukuman adalah suatu perasaan tidak enak
sengsara yang dijatuhkan oleh hakim dengan vonis pada orang yang telah
Universitas Sumatera Utara
melanggar undang-undang hukum pidana.
35
KUH Pidana dalam Pasal 10 menyebutkan:
a. Hukuman Pokok terdiri dari :
1 Hukuman Mati
2 Hukuman Penjara
3 Hukuman Kurungan
4 Hukuman Denda
b. Hukuman Tambahan terdiri dari: 1
Pencabutan beberapa hak tertentu 2
Perampasan beberapa hak tertentu 3
Pengumuman keputusan Hakim Urutan ini dibuat menurut beratnya pidana, dimana yang terberat disebutkan
terlebih dahulu. Hukuman tambahan dimaksudkan sebagai tambahan terhadap pidana pokok.
KUH Pidana Indonesia telah mengenal isitilah “Pencabulan” yang merupakan kejahatan terhadap kesopanankesusilaan. Kejahatan Pencabulan
yang dimasukkan dalam klasifikasi kejahatan kesusilaan. Pengaturan mengenai tindak pidana pencabulan atau lebih dikenal dengan tindak pidana cabul dalam
KUH Pidana diatur dalam Pasal 289, 290 ayat 1, 2, 3, 291 ayat 1,2 dan 292. Semua aturan tersbeut masing-masing memiliki aturan yang berbeda
mengenai tindak pidana cabul juga memilki sanksi yang berbeda pula satu smaa lain.
35
R.Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Serta Komentar- Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, 1994, Hal. 135.
Universitas Sumatera Utara
1. Pasal 289 KUHP sebagai berikut :
“Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, diancam karena
melakukan perbuatan yang menyerang kehormatan kesusilaan dengan pidana
penjara paling lama Sembilan tahun.” Yang dimaksudkan dengan “perbuatan cabul” ialah segala perbuatan yang
melanggar kesusilaan atau perbuatan yang keji, semuanya itu dalam lingkungan nafsu berahi kelamin.
36
Adapun mengenai unsur-unsur dalam tindak pidana pencabulan menurut Pasal 289 KUHP adalah unsur memaksa sebagai suatu
perbuatan yang demikian rupa sehingga tak berdaya untuk menghindarinya. Kekerasan yang dimaksudkan yaitu setiap perbuatan yang agak hebat. Pasal 89
KUHP memperluas pengertian kekerasan sehingga memingsankan atau melemahkan orang, disamakan dengan melakukan kekerasan.
Dalam rumusan Pasal 289 KUHP tidak ditegaskan kepada siapa perbuatan cabul itu dilakukan. Hanya aja tersirat dalam pasal ini ancaman kekerasan yang
ditujukan terhadap wanita itu sendiri dan bersifat sedemikian rupa hingga berbuat lain tidak memungkinkan bagi wanita tersebut selain membiarkan
dirinya untuk disetubuhi oleh orang yang melakukan pemaksaan tersebut. Sehingga perbuatan cabul itu adalah berupa perbuatan paksaan kepada korban.
Tujuan diterapkannya Pasal 289 KUH Pidana tersebut, telah mampu mengantisipasi anak yang melakukan tindak pidana pencabulan dan juga bagi
para korban tindak pidana tersebut mampu untuk kembali hidup seperti biasa tanpa mengalami suatu trauma akibat apa yang pernah dialaminya di waktu ia
36
Ibid, Hal. 212.
Universitas Sumatera Utara
belum dewasa dan juga dapat memberikan efek jera kepada para pelaku pencabulan tersebut.
Pasal 289 KUH Pidana dalam perkembangannya di masyarakat memang sudah cukup mampu menjerat para pelaku tindak pidana pelecehan seksual. Itu
jelas terlihat dalam perumusan pasal terse but yang mengatakan bahwa “barang
siap a” dimana dengan kalimat tersebut membuat pasal ini juga mampu menjerat
anak-anak sebagai pelaku pencabulan. 2.
Pasal 290 KUH Pidana dimuat bahwa: “Dengan hukuman penjara selama-lamanya tujuh tahun dihukum:
1e. Barangsiapa melakukan perbuatan cabul dengan seseorang, sedang diketahuinya bahwa orang itu pingsan atau tidak berdaya.
2e. Barangsiapa melakukan perbuatan cabul dengan seseorang sedang diketahuinya atau patut harus disangkanya bahwa umur orang itu belum
cukup 15 tahun atau kalau tidak nyata berapa umurnya bahwa orang itu belum masanya buat kawin.
3e. Barangsiapa membujuk menggoda seseorang yang diketahuinya atau patut disangkanya bahwa umur orang itu belum cukup 15 tahun atau kalau tidak
nyata berapa umurnya, bahwa ia belum masanya buat kawin akan melakukan atau membiarkan dilakukan pada dirinya perbuatan cabul atau
akan bersetubuh dengan orang lain dengan tiada kawin.
Pasal ini mengatakan te ntang “berbuat cabul”, yang isinya hampir sama dengan
pasal 286 dan 287 KUHP. Menurut pasal ini dapat dihukum juga: orang yang membujuk atau menggoda seseorang yang umurnya belum cukup 15 tahun atau
belum masanya untuk kawin atau orang yang membujuk atau menggoda seseorang untuk bersetubuh dengan orang lain diluar nikah.
37
37
Ibid, Hal. 213.
Universitas Sumatera Utara
B. Pengaturan Hukum Menurut Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014