Keaslian Penulisan Tinjauan Kepustakaan

1. Untuk mengetahui pengaturan hukum di Indonesia yang mengatur mengenai anak sebagai pelaku tindak pidana pencabulan 2. Untuk mengetahui pertimbangan yang digunakan hakim terhadap penjatuhan hukuman kepada anak pelaku tindak pidana pencabulan Adapun yang menjadi manfaat penulisan skripsi ini tidak dapat dipisahkan dari tujuan penulisan yang telah diuraikan diatas, yaitu: 1. Manfaat secara teoritis Penulisan skripsi ini diharapkan dapat memberikan sumbangan dan masukan pemikiran di bidang ilmu pengetahuan hukum, khususnya pengetahuan ilmu hukum pidana. Selain itu, diharapkan juga dapat menjadi referensi bagi penelitian selanjutnya. 2. Manfaat secara praktis Secara praktis diharapkan agar penulisan skripsi ini dapat dijadikan sebagai pedoman bagi mahasiswa, penegak hukum dalam melakukan penelitian yang berhubungan dengan penulisan skripsi ini. Serta dapat memberikan informasi yang tepat kepada masyarakat mengenai tindak pidana pencabulan yang dilakukan oleh anak dan apa saja yang dijadikan pertimbangan hukum bagi hakim dalam menjatuhkan hukuman kepada anak sebagai pelaku tindak pidana.

D. Keaslian Penulisan

Penulisan skripsi ini berjudul “Analisis Pertimbangan Hakim Terhadap Penjatuhan Hukuman Kepada Anak Pelaku Tindak Pidana Pencabulan Studi Putusan Pengadilan Negeri Pontianak Nomor: IPid.Sus.Anak2014PN.PTK; Universitas Sumatera Utara Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor: 2Pid.Sus-Anak2014PN.Mdn belum pernah ditulis di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini adalah murni hasil pemikiran dan pemahaman dari penulis yang dikaitkan dengan teori-teori hukum yang berlaku maupun dengan fenomena tindak pidana pencabulan yang dilakukan oleh anak yang ada melalui referensi buku-buku, media elektronik, dan bantuan berbagai pihak. Pengujian tentang kesamaan dan keaslian penulisan judul juga telah dilakukan dan dilewati, maka ini juga dapat mendukung tentang keaslian penulisan. Apabila ternyata di kemudian hari terdapat judul dan permasalahan yang sama, maka penulis akan bertanggung jawab sepenuhnya terhadap skripsi ini.

E. Tinjauan Kepustakaan

1. Tindak Pidana dan Tindak Pidana Pencabulan a. Pengertian Tindak Pidana Istilah tindak pidana berasal dari istilah yang dikenal dalam hukum pidana Belanda yaitu strafbaar feit. Walaupun istilah ini terdapat dalam WvS Belanda, dengan demikian juga WvS Hindia Belanda KUHP, tetapi tidak ada penjelasan resmi tentang apa yang dimaksud dengan strafbaar feit itu. Oleh karena itu, para ahli hukum berusaha untuk memberikan arti dan isi dari istilah itu tetapi sampai saat ini belum ada keseragaman pendapat. 12 12 Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana Bagian I, Jakarta: Rajawali Pers, 2002, Hal. 67. Universitas Sumatera Utara Pompe merumuskan bahwa suatu strafbaar feit itu sebenarnya adalah tidak lain daripada suatu “tindakan yang menurut sesuatu rumusan undang- undang telah dinyatakan sebagai tindakan yang dapat dihukum”. 13 Vos juga merumuskan pengertian strafbaar feit adalah suatu kelakuan manusia yang diancam pidana oleh peraturan perundang-undangan. 14 Wirjono Prodjodikoro, menyatakan bahwa tindak pidana adalah suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan hukuman pidana. 15 Simons dalam Roni Wiyanto mendefinisikan tindak pidana sebagai suatu perbuatan handeling yang diancam dengan pidana oleh undang-undang, bertentangan dengan hukum onrechtmatig dilakukan dengan kesalahan schuld oleh seseorang yang mampu bertanggung jawab. Rumusan pengertian tindak pidana oleh simons dipandang sebagai rumusan yang lengkap karena akan meliputi : 16 1. Diancam dengan pidana oleh hukum 2. Bertentangan dengan hukum 3. Dilakukan oleh seseorang dengan kesalahan schuld 4. Seseorang itu dipandang bertanggung jawab atas perbuatannya 13 Ibid, Hal. 72. 14 Ibid. 15 Ibid, Hal. 75. 16 Roni Wiyanto, Asas-asas Hukum Pidana Indonesia, Bandung: C.V Mandar Maju, 2012, Hal. 160. Universitas Sumatera Utara b. Unsur-Unsur Tindak Pidana Simons merumuskan unsur-unsur dalam suatu tindak pidana meliputi unsur subyektif dan unsur obyektif yaitu: 17 Unsur Subyektif: 1.Orang yang mampu bertanggungjawab 2.Adanya kesalahan Dollus atau Culpa, setiap perbuatan harus dilakukan dengan kesalahan. Kesalahan ini dapat berhubungan dengan akibat dari perbuatan atau dengan keadaan mana perbuatan itu dilakukan. Unsur Obyektif: 1.Perbuatan orang 2.Akibat yang kelihatan dari perbuatan itu 3.Mungkin ada keadaan tertentu yang menyertai perbuatan itu seperti dalam Pasal 281 KUHP sifat “openbaar’ atau dimuka umum. Menurut uraian tindak pidana yang dikemukakan oleh Vos, Unsur-Unsur Tindak Pidana meliputi : 18 1. Kelakuan manusia 2. Diancam dengan Pidana 3. Dalam Peraturan Perundang-Undangan Sementara itu, Schravendijk dalam batasan yang dibuatnya secara panjang lebar, jika dirinci terdapat unsur-unsur sebagai berikut: 19 1. Kelakuan orang yang 17 TenagaSosial.Com,Unsur-UnsurTindakPidana, http:www.tenagasosial.com201308unsur-unsur-tindak-pidana.html,DiaksesTanggal 19 April 2015, Pukul 12.22 WIB. 18 Adami Chazawi, Op.Cit, Hal. 80. 19 Ibid, Hal. 81. Universitas Sumatera Utara 2. Bertentangan dengan keinsyafan hukum 3. Diancam dengan hukuman 4. Dilakukan oelh orang yang dapat 5. Dipersalahkan kesalahan c. Jenis-Jenis Tindak Pidana Membagi kelompok benda atau manusia dalam jenis-jenis tertentu atau mengklasifikasikan dapat sangat beraneka ragam sesuai dengan kehendak yang mengklasifikasikan, menurut dasar apa yang diinginkan, demikian pula halnya dengan jenis-jenis tindak pidana. KUHP telah mengklasifikasikan tindak pidana ke dalam 2 dua kelompok besar, yaitu dalam buku kedua dan ketiga masing- masing menjadi kelompok kejahatan dan pelanggaran. Secara umum jenis-jenis tindak pidana dapat juga dibagi kedalam beberapa kelompok, yaitu: 20 1 Menurut sistem KUHP Dibedakan antara kejahatan yang dimuat dalam buku II dan pelanggaran yang dimuat dalam buku III Alasan pembedaan antara kejahatan dan pelanggaran adalah jenis pelanggaran lebih ringan dibandingkan kejahatan. Hal ini dapat diketahui dari ancaman pidana pada pelanggaran tidak ada yang diancam dengan pidana penjara, tetapi berupa pidana kurungan dan denda, sedangkan kejahatan dengan ancaman pidana penjara. 20 Nur Ikhsan Fiandy, Tinjuan Yuridis Terhadap Tindak Pidana Penipuan, Skripsi Ilmu Hukum- Universitas Hasanudin-2012, Hal. 14-18. Universitas Sumatera Utara 2 Menurut cara merumuskannya Dibedakan antara tindak pidana formil dan tindak pidana materil. Tindak pidana formil adalah tindak pidana yang dirumuskan sedemikian rupa sehingga memberikan arti bahwa larangan yang dirumuskan adalah melakukan suatu perbuatan tertentu. Perumusan tindak pidana formil tidak memerlukan danatau tidak memerlukan timbulnya suatu akibat tertentu dari perbuatan sebagai syarat penyelesaian tindak pidana, melainkan hanya pada perbuatannya. Tindak pidana materil adalah menimbulkan akibat yang dilarang. Oleh karena itu, siapa yang menimbulkan akibat yang dilarang itulah yang dipertanggungjawabkan dan dipidana. 3 Berdasarkan bentuk kesalahan Dibedakan antara tindak pidana sengaja dolus dan tindak pidana tidak dengan sengaja culpa. Tindak pidana sengaja adalah tindak pidana yang dalam rumusannya dilakukan dengan kesengajaan atau mengandung unsurkesengajaan, sedangkan tindak pidana tidak sengaja adalah tindak pidana yang dalam rumusannya mengandung culpa. 4 Berdasarkan macam perbuatannya Dapat dibedakan antara tindak pidana aktif dan dapat juga disebut tindak pidana komisi dan tindak pidana pasif disebut juga tindak pidana omisi. Tindak pidana aktif adalah tindak pidana yang perbuatannya berupa perbuatan aktif. Perbuatan aktif adalah perbuatan yang untuk mewujudkannya diisyaratkan adanya gerakan dari anggota tubuh orang yang berbuat. Bagian terbesar tindak pidana yang dirumuskan dalam KUHP adalah tindak pidana aktif. Tindak Universitas Sumatera Utara pidana pasif ada 2 dua, yaitu tindak pidana pasif murni dan tindak pidana pasif yang tidak murni.Tindak pidana pasif murni adalah tindak pidana yang dirumuskan secara formil atau tindak pidana yang pada dasarnya semata-mata unsur perbuatannya adalah berupa perbuatan pasif. Sementara itu, tindak pidana pasif yang tidak murni berupa tindak pidana yang pada dasarnya berupa tindak pidana positif, tetapi dapat dilakukan dengan cara tidak berbuat aktif atau tindak pidana yang mengandung suatu akibat terlarang, tetapi dilakukan dengan tidak berbuat atau mengabaikan sehingga akibat itu benar benar timbul. 5 Berdasarkan saat dan jangka waktu terjadinya Dapat dibedakan antara tindak pidana terjadi seketika dan tindak pidana terjadi dalam waktu lama atau berlangsung lama atau berlangsung terus menerus. Tindak pidana yang dirumuskan sedemikian rupa sehingga untuk terwujudnya atau terjadinya dalam waktu seketika atau waktu singkat saja, disebut juga dengan aflopende delicten. Sebaliknya, ada tindak pidana yang dirumuskan sedemikian rupa sehingga terjadinya tindak pidana itu berlangsung lama, yakni setelah perbuatan dilakukan, tindak pidana itu masih berlangsung terus menerus yang disebut dengan voordurende delicten. Tindak pidana ini juga dapat disebut sebagai tindak pidana yang menciptakan suatu keadaan yang terlarang. 6 Berdasarkan sumbernya Dapat dibedakan antara tindak pidana umum dan tindak pidana khusus. Tindak pidana umum adalah semua tindak pidana yang dimuat dalam KUHP sebagai kodifikasi hukum pidana materil Buku II dan Buku III. Sementara itu, Universitas Sumatera Utara tindak pidana khusus adalah semua tindak pidana yang terdapat di luar kodifikasi KUHP. 7 Dilihat dari segi subjeknya Dapat dibedakan antara tindak pidana communia tindak pidana yang dapat dilakukan oleh semua orang dan tindak pidana propria tindak pidana yang hanya dapat dilakukan oleh orang yang berkualitas tertentu. Pada umumnya tindak pidana itu dibentuk dan dirumuskan untuk berlaku pada semua orang. Akan tetapi, ada perbuatan yang tidak patut yang khusus hanya dapat dilakukan oleh orang yang berkualitas tertentu saja, misalnya: pegawai negeri pada kejahatan jabatan dan nakhoda pada kejahatan pelayaran. 8 Berdasarkan berat-ringannya pidana yang diancamkan, Dapat dibedakan antara tindak pidana bentuk pokok, tindak pidana diperberat dan tindak pidana yang diperingan. Dilihat dari berat ringannya, ada tindak pidana tertentu yang dibentuk menjadi : 1. Dalam bentuk pokok disebut juga bentuk sederhana atau dapat juga disebut dengan bentuk standar; 2. Dalam bentuk yang diperberat; 3. Dalam bentuk ringan. Tindak pidana dalam bentuk pokok dirumuskan secara lengkap, artinya semua unsurnya dicantumkan dalam rumusan. Sementara itu, pada bentuk yang diperberat danatau diperingan tidak mengulang kembali unsur-unsur bentuk pokok, melainkan sekedar menyebut kualifikasi bentuk pokoknya atau pasal bentuk pokoknya, kemudian disebutkan atau ditambahkan unsur yang bersifat Universitas Sumatera Utara memberatkan atau meringankan secara tegas dalam rumusan. Adanya faktor pemberat atau faktor peringan menjadikan ancaman pidana terhadap bentuk tindak pidana yang diperberat atau yang diperingan itu menjadi lebih berat atau lebih ringan dari pada bentuk pokoknya. 21 d. Tindak Pidana Pencabulan Pencabulan merupakan kecenderungan untuk melakukan aktivitas seksual dengan orang yang tidak berdaya seperti anak, baik pria maupun wanita, dengan kekerasan maupun tanpa kekerasan. Pengertian pencabulan atau cabul dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, diartikan sebagai berikut: pencabulan adalah kata dasar dari cabul, yaitu kotor dan keji sifatnya tidak sesuai dengan sopan santun tidak senonoh, tidak susila, bercabul: berzinah, melakukan tindak pidana asusila,mencabul: menzinahi, memperkosa, mencemari kehormatan perempuan, dll. 22 Pencabulan atau perbuatan cabul Ontuchtige Handelingen dapat juga diartikan sebagai segala macam wujud perbuatan, baik yang dilakukan diri sendiri maupun pada orang lain mengenai dan yang berhubungan dengan alat kelamin atau bagian tubuh lainnya yang dapat merangsang nafsu seksual. Dari pengertian di atas, dapatlah diketahui oleh siapapun yang tidak memiliki 21 Amir Ilyas, Asas-Asas Hukum Pidana, Makassar: Rangkang Education, 2012 Hal. 28. 22 Chasyati, Tindakan Asusila Pencabulan, Chasyati.blogspot.com201405tulisan- tindakan-asusila-pencabulan.html, Diakses Tanggal 19 April 2015, Pukul 14.15 WIB. Universitas Sumatera Utara legalitas hukum dalam hubungan suami istri tetap dipidana sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. 23 Pengertian pencabulan itu sendiri lebih luas dari pengertian bersetubuh. Sebagaimana pengertian bersetubuh menurut Hoge Raad yang mengandung pengertian perpaduan alat kelamin laki-laki dan alat kelamin perempuan, dimana disyaratkan masuknya penis kedalam liang vagina, kemudian penis mengeluarkan sperma sebagaimana biasanya membuahkan kehamilan. Sementara itu, apabila tidak memenuhi salah satu syarat saja, misalnya penis belum masuk spermanya sudah keluar, kejadian ini bukanlah persetubuhan namanya, tetapi perbuatan cabul sehingga bila dilakukan dengan memaksa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, kejadian itu adalah perkosaan berbuat cabul. 24 e. Unsur-unsur Tindak Pidana Pencabulan Untuk dapat menyatakan seseorang bersalah telah melakukan perbuatan cabul yang melanggar Pasal 290 KUHP maka harus memenuhi unsur- unsur sebagai berikut: 25 Unsur-unsur Pasal 290 a.Unsur objektif: 1 Barang siapa; Yang dimaksud dengan perkataan barang siapa adalah menunjukkan bahwa siapa saja yang apabila orang tersebut terbukti memenuhi semua unsur 23 Chazawi Adami, Tindak Pidana Mengenai Kesopanaan, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002, Hal. 80. 24 Ibid 25 Chasyati, Op.Cit. Universitas Sumatera Utara dari tindak pidana yang dimaksud di dalam ketentuan pidana yang diatur dalam Pasal 290 sub 1 e KUHP, maka ia dapat disebut sebagai palaku dari tidak pidana tersebut. 2 Melakukan pencabulan dengan seseorang; Yang dimaksud dengan melakukan perbuatan cabul adalah melakukan perbuatan yang melanggar kesusilaan kesopanan atau perbuatan yang keji dalam lingkungan nafsu birahi kelamin, misalnya cium-ciuman, meraba-raba anggota kemaluan, meraba-raba, buah dada dan sebagainya. b.Unsur subjektif: Diketahuinya bahwa orang itu pingsan atau tidak berdaya. 2. Pengertian Anak dan Kedudukan Anak dalam Hukum Terdapat beberapa pengertian anak menurut peraturan perundang- undangan begitu juga menurut para pakar. Namun tidak ada keseragaman mengenai pengertian anak tersebut. Secara umum dapat diketahui yang dimaksud dengan anak yaitu orang yang masih belum dewasa atau masih belum kawin. Pengertian anak yang terdapat dalam Pasal 45 Kitab Undang-undang Hukum Pidana selanjutnya disingkat dengan KUH Pidana yaitu, Anak yang belum dewasa apabila belum berumur 16 enam belas tahun, di dalam hal penuntutan pidana terhadap orang yang belum dewasa karena melakukan suatu perbuatan sebelum umur enam belas tahun, hakim dapat menentukan: memerintahkan supaya yang bersalah dikembalikan kepada orang tuanya, Universitas Sumatera Utara walinya atau pemeliharanya, tanpa pidana apa pun; atau memerintahkan supaya yang bersalah diserahkan kepada pemerintah tanpa pidana apa pun, jika perbuatan merupakan kejahatan atau salah satu pelanggaran berdasarkan pasal- pasal 489, 490, 492, 496, 497, 503-505, 514, 517 – 519, 526, 531, 532, 536, dan 540 serta belum lewat dua tahun sejak dinyatakan bersalah karena melakukan kejahatan atau salah satu pelanggaran tersebut di atas, dan putusannya telah menjadi tetap; atau menjatuhkan pidana kepada yang bersalah. Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dalam Pasal 330 dimuat bahwa belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai genap umur 21 Tahun dan tidak lebih dahulu kawin. Dalam Undang-Undang No 23 Tahun 2002 jo Undang-Undang No 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak dalam Pasal 1 dinyatakan bahwa “Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 Tahun termasuk anak yang masih dalam kandun gan”. Pasal 7 1 Undang-undang Pokok Perkawinan Undang-undang No.1 Tahun 1974 mengatakan, seorang pria hanya diizinkan kawin apabila telah mencapai usia 19 sembilan belas tahun dan pihak wanita telah mencapai umur 16 enam belas tahun. Penyimpangan atas hal tersebut hanya dapat dimintakan dispensasi kepada Pengadilan Negeri. Menurut Sugiri sebagai mana yang dikutip dalam buku karya Maidin Gultom mengatakan bahwa: “Selama di tubuhnya masih berjalan proses pertumbuhan dan perkembangan, anak itu masih menjadi anak dan baru menjadi dewasa bila proses perkembangan dan pertumbuhan itu selesai, jadi batas umur Universitas Sumatera Utara anak-anak adalah sama dengan permulaan menjadi dewasa, yaitu 18 delapan belas tahun untuk wanita dan 21 dua puluh tahun untuk laki-laki ”. 26 Batasan usia bagi anak juga dapat dilihat pada dokumen-dokumen internasional seperti: 27 a. Task Force on Juvenile Deliquency Prevention, menentukan bahwa seyogianya batas usia penentuan seseorang dikategorikan sebagai anak dalam konteks pertanggungjawaban pidananya, ditetapkan usia terendah 10 Tahun dan batas antara 16-18 Tahun. b. Resolusi PBB 4033 tentang UN Standard Minimum Rules for the Administration of Juvenile Justice Beijing Rules menetapkan batasan anak yaitu seseorang yang berusia 7-18 Tahun. c. Resolusi PBB 45113 hanya menentukan batas atas 18 Tahun, artinya anak adalah seseorang yang berusia dibawah 18 Tahun. Signifikasi kedudukan khusus anak dalam Hukum, Sama halnya dengan orang dewasa, anak dengan segala keterbatasan biologis dan psikisnya mempunyai hak yang sama dalam setiap aspek kehidupan, baik itu aspek kehidupan sosial, budaya, ekonomi, politik, hankam, dan hukum. Prinsip kesamaan hak antara anak dan orang dewasa dilatar belakangi oleh unsur internal dan eksternal yang melekat pada diri anak tersebut, yaitu: Unsur internal pada diri anak, meliputi : 28 26 Maidin Gultom, Perlindungan Hukum Terhadap Anak, Cetakan Kedua, Bandung,: P.T.Refika Aditama, 2010, Hal. 32. 27 Nashriana, Op.Cit, Hal. 9. 28 Rian Suheri Akbar, Tinjauan Kriminologis Terhadap Kejahatan Pembunuhan Berencana Yang Dilakukan Oleh Anak, Skripsi Ilmu Hukum- Universitas Hasanuddin- 2012, Hal. 20. Universitas Sumatera Utara a Bahwa anak tersebut merupakan subjek hukum sama seperti orang dewasa, artinya sebagai seorang manusia, anak juga digolongkan sebagai human rights yang terikat dengan ketentuan perundang-undangan. b Persamaan hak dan kewajiban anak, maksudnya adalah seorang anak juga mempunyai hak dan kewajiban yang sama dengan orang dewasa yang diberikan oleh ketentuan perundang-undangan dalam melakukan perbuatan hukumnya. Hukum meletakkan anak dalam reposisi sebagai perantara hukum untuk dapat memperoleh hak atau melakukan kewajiban-kewajiban. dan atau untuk dapat disejajarkan dengan kedudukan orang dewasa; atau disebut sebagai subjek hukum yang normal. Meskipun pada prinsipnya kedudukan anak dan orang dewasa sebagai manusia adalah sama di mata hukum, namun hukum juga meletakkan anak pada posisi yang istimewa khusus. Artinya, ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku pada anak dibedakan dengan ketentuan Hukum yang diberlakukan kepada orang dewasa, setidaknya terdapat jaminan-jaminan khusus bagi anak dalam proses acara di pengadilan. 3. Anak Pelaku Tindak Pidana Pencabulan Anak sebagai pelaku tindak pidana merujuk kepada Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 1PUU-VIII2010 yaitu batas usia anak yang dapat dipertanggungjawabkan bukan lagi telah mencapai 8 tahun dan belum 18 tahun tetapi telah mencapai umur 12 tahun dan belum 18 tahun. Di Indonesia ada beberapa Rujukan Perundang-Undangan yang mengatur tentang anak, misalnya Universitas Sumatera Utara Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak, Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Pengadilan Anak, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia, Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 jo Undang-Undang 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, dan berbagai peraturan lainnya yang berkaitan dengan masalah anak. Anak sebagai pelaku tindak pidana sering disebut sebagai Anak Nakal, dimana Anak Nakal menurut Sudarto adalah : 29 a.Yang melakukan tindak pidana: b.Yang tidak dapat diatur dan tidak taat kepada orangtuawalipengasuh; c.Yang sering meninggalkan rumah, tanpa ijinpengetahuan orang tuawalipengasuh; d.Yang bergaul dengan penjahat-penjahat atau orang-orang yang tidak bermoral, sedang anak tersebut mengetahui hal itu; e. Yang kerapkali mengunjungi tempat-tempat yang terlarang bagi anak; f. Yang sering menggunakan kata-kata kotor; g.Yang melakukan perbuatan yang mempunyai akibat yang tidak baik bagi perkembangan pribadi, sosial, rohani dan jasmani anak itu. Pelaku tindak pidana adalah mereka yang melakukan suatu perbuatan yang oleh hukum peraturan yang telah ada disebut secara tegas sebagai suatu perbuatan yang terlarang dan dapat dipidana. Pelaku tindak pidana dapat pula mencakup mereka yang turut serta melakukan, menyuruh melakukan, ataupun membujuk seseorang agar melakukan sesuatu perbuatan pidana. 29 Arnaz Dwijayanto, Tinjauan Yuridis Terhadap Tindak Pidana Persetubuhan yang Dilakukan Oleh Anak Terhadap Anak, Skripsi Ilmu Hukum-Universitas Hasanudin-2014, Hal. 21-22. Universitas Sumatera Utara Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012 Tentang Pengadilan Anak memuat didalam Pasal 1 ayat 3 bahwa: “Anak yang Berkonflik dengan Hukum yang selanjutnya disebut Anak adalah anak yang telah berumur 12 dua belas tahun, tetapi belum berumur 18 delapan belas tahun yang diduga melakukan tindak pidana ”. Dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 jo Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak ditentukan bahwa: “Bagi setiap orang baik orang dewasa maupun anak sebagai pelaku tindak pidana pencabulan adalah mereka yang dengan sengaja melakukan kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk seorang anak untuk melakukan perbuatan cabul dipidana dengan penjara paling lama 15 Tahun dan paling singkat tiga tahun dan denda paling banyak Rp. 300.000.000 dan paling sedikit Rp. 60.000.000 ”. Meskipun demikian, anak sebagai pelaku tindak pidana pencabulan tetap mempunyai hak untuk mendapatkan perlindungan serta jaminan atas hak-hak anak dalam menjalani sebuah proses peradilan atas perbuatan yang dilakukannya. Oleh karena itu, dalan hal menjatuhkan vonis hukuman terhadap anak pelaku tindak pidana, Hakim patut memperhatikan secara cermat akan jaminan masa depan si anak kelak dikemudian hari atas vonis yang dijalaninya nanti. 4. Pertimbangan Hakim Didalam banyak literatur dikenal ada dua dasar pertimbangan yang dapat digunakan oleh hakim untuk menjatuhkan suatu putusan. Menurut Muhammad Rusli, pertimbangan hakim dibagi atas : Universitas Sumatera Utara A. Pertimbangan yang bersifat yuridis 30 Pertimbangan yang bersifat yuridis adalah pertimbangan hakim yang didasarkan pada fakta-fakta yuridis yang terungkap dalam persidangan dan oleh Undang-Undang ditetapkan sebagai hal yang harus dimuat di dalam putusan. Hal-hal yang dimaksud tersebut antara lain: 1 Dakwaan jaksa penuntut umum Dakwaan merupakan dasar hukum acara pidana karena berdasar itulah pemeriksaan di persidangan dilakukan. Dakwaan selain berisikan identitas terdakwa, juga memuat uraian tindak pidana yang didakwakan dengan menyebut waktu dan tempat tindak pidana itu dilakukan. Dakwaan yang dijadikan pertimbangan hakim adalah dakwaan yang telah dibacakan di depan sidang pengadilan. 2 Keterangan terdakwa Keterangan terdakwa menurut Pasal 184 butir e KUHAP, digolongkan sebagai alat bukti. Keterangan terdakwa adalah apa yang dinyatakan terdakwa di sidang tentang perbuatan yang ia lakukan atau yang ia ketahui sendiri atau dialami sendiri. Keterangan terdakwa sekaligus juga merupakan jawaban atas pertanyaan hakim, jaksa penuntut umum ataupun dari penasihat hukum 3 Keterangan saksi Keterangan saksi dapat dikategorikan sebagai alat bukti sepanjang keterangan itu mengenai sesuatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, alami sendiri, dan harus disampaikan di dalam sidang pengadilan 30 Muhammad Rusli, Hukum Acara Pidana Kontemporer, Bandung: PT.Citra Aditya Bakti, 2007, Hal. 212-220. Universitas Sumatera Utara dengan mengangkat sumpah. Keterangan saksi menjadi pertimbangan utama dan selalu dipertimbangkan oleh hakim dalam putusannya. 4 Barang-barang bukti Pengertian barang bukti disini adalah semua benda yang dapat dikenakan penyitaan dan diajukan oleh penuntut umum di depan sidang pengadilan, yang meliputi: 1. Benda atau tagihan tersangka atau terdakwa seluruhnya atau sebagian diduga diperoleh dari tindak pidana atau sebagai hasil tindak pidana; 2. Benda yang dipergunakan secara langsung untuk melakukan tindak pidana atau untuk mempersiapkan; 3. Benda yang digunakan untuk menghalang-halangi penyidikan tindak pidana; 4. Benda lain yang mempunyai hubungan langsung tindak pidana yang dilakukan. Barang-barang bukti yang dimaksud di atas tidak termasuk alat bukti. Sebab Undang-Undang menetapkan lima macam alat bukti yaitu keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa. Adanya barang bukti yang terungkap pada persidangan akan menambah keyakinan hakim dalam menilai benar tidaknya perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa, dan sudah barang tentu hakim akan lebih yakin apabila barang bukti itu dikenal dan diakui oleh terdakwa ataupun saksi-saksi. Universitas Sumatera Utara 5 Pasal-pasal dalam peraturan hukum pidana Dalam praktek persidangan, pasal peraturan hukum pidana itu selalu dihubungkan dengan perbuatan terdakwa. Dalam hal ini, penuntut umum dan hakim berusaha untuk membuktikan dan memeriksa melalui alat-alat bukti tentang apakah perbuatan terdakwa telah atau tidak memenuhi unsur-unsur yang dirumuskan dalam pasal peraturan hukum pidana.

B. Pertimbangan yang bersifat non yuridis:

Dokumen yang terkait

Pertimbangan Hakim Dalam Penjatuhan Hukuman Terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana Penggelapan (Studi Putusan Nomor : 06/Pid.Sus-Anak/2014/Pn.Mdn)

2 50 101

Pertanggungjawaban Pidana Pelaku Tindak Pidana Pencabulan (Analisis Yuridis Putusan Pengadilan Negeri Boyolali No. 142/Pid.Sus/2011/Pn-Bi)

5 92 87

Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Perdagangan Orang (Studi Beberapa Putusan Pengadilan Negeri di Indonesia)

1 74 133

Penegakan Hukum Terhadap Oknum Polri Sebagai Pelaku Tindak Pidana Narkotika (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor 479/Pid.B/2011/Pn.Mdn)

1 50 102

SKRIPSI PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA “PENGEDAR NARKOTIKA".

0 3 14

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Hukuman Kepada Anak Pelaku Tindak Pidana Pencabulan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Pontianak Nomor: I/Pid.Sus.Anak/2014/PN.Ptk dan Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor: 2/Pid.Su

0 0 34

BAB II RESTORATIVE JUSTICE DAN DIVERSI - Pertimbangan Hakim Dalam Penjatuhan Hukuman Terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana Penggelapan (Studi Putusan Nomor : 06/Pid.Sus-Anak/2014/Pn.Mdn)

0 1 19

Pertimbangan Hakim Dalam Penjatuhan Hukuman Terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana Penggelapan (Studi Putusan Nomor : 06/Pid.Sus-Anak/2014/Pn.Mdn)

0 0 34

BAB II PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN TERHADAP ANAK PELAKU TINDAK PIDANA PENGGUNA NARKOTIKA A. Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Putusan Terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana Pengguna Narkotika - Peranan Hakim Dalam Menjatuhkan Putusan Terha

0 0 51

PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENCABULAN ANAK DIBAWAH UMUR DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM (STUDI KASUS DI PENGADILAN NEGERI MAKASSAR)

0 23 95