Latar Belakang Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Hukuman Kepada Anak Pelaku Tindak Pidana Pencabulan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Pontianak Nomor: I/Pid.Sus.Anak/2014/PN.Ptk dan Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor: 2/Pid.Sus-Anak/2014/PN.Mdn)

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Anak adalah karunia yang terbesar bagi keluarga, agama, bangsa, dan negara. Anak merupakan cikal bakal lahirnya generasi baru yang merupakan penerus cita-cita perjuangan bangsa dan sumber daya manusia bagi pembangunan Nasional. Masa depan bangsa dan Negara dimasa yang akan datang berada ditangan anak sekarang. Anak adalah tunas, potensi dan generasi muda penerus cita-cita perjuangan bangsa, memiliki peran strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus yang menjamin kelangsungan eksistensi bangsa dan negara pada masa depan. 1 Pembicaraan mengenai anak tidak akan pernah berhenti sepanjang sejarah kehidupan, karena anak adalah generasi penerus bangsa dan penerus pembangunan, yaitu generasi yang dipersiapkan sebagai subjek pelaksana pembangunan yang berkelanjutan dan pemegang kendali masa depan suatu negara, tidak terkecuali Indonesia. 2 Oleh karena itu diharapkan agar setiap anak kelak mampu memikul tanggung jawab tersebut, maka ia perlu mendapat kesempatan yang seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang secara optimal, baik fisik, mental maupun sosial, dan berakhlak mulia. Dalam konteks Indonesia, anak adalah penerus cita-cita perjuangan suatu bangsa. Selain itu, anak merupakan harapan orang tua, harapan bangsa dan 1 Mukaddimah Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak 2 Nashriana, Perlindungan Hukum Pidana Bagi Anak Di Indonesia, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2011, Hal.1. Universitas Sumatera Utara negara yang akan melanjutkan tongkat estafet pembangunan serta memiliki peran strategis, mempunyai ciri atau sifat khusus yang akan menjamin kelangsungan eksistensi bangsa dan negara pada masa depan. Setiap anak harus mendapatkan pembinaan sejak dini, anak perlu mendapat kesempatan yang seluas-luasnya untuk dapat tumbuh dan berkembang secara optimal, baik fisik, mental maupun sosial. Terlebih lagi bahwa masa kanak-kanak merupakan periode pembentukan watak, kepribadian dan karakter diri seorang manusia, agar kehidupan mereka memiliki kekuatan dan kemampuan serta berdiri tegar dalam meniti kehidupan. 3 Berkaitan dengan hal diatas, Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia MPR RI melalui ketetapannya No. II1993, tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara, Bab IV PELITA VI, bagian Kesejahteraan Rakyat, Pendidikan dan Kebudayaan angka 7 huruf a, khusus Masalah Anak dan Remaja ditegaskan : “Pembinaan anak dan remaja dilaksanakan melalui peningkatan mutu gizi, pembinaan perilaku kehidupan beragama dan budi pekerti luhur, penumbuhan minat belajar, peningkatan daya cipta dan daya nalar serta kreativitas, penumbuhan kesadaran akan hidup sehat, serta penumbuhan idealisme dan patriotisme dalam pembangunan nasional sebagai pengamalan pancasila dan peningkatan kemampuan menyesuaikan diri dengan lingkungan dan masyarakat”. 4 3 Maidin Gultom, Perlindungan Hukum Terhadap Anak dalam Sistem Peradilan Pidana Anak di Indonesia, Bandung: Refika Aditama, 2008, Hal. 1. 4 Bunadi Hidayat, Pemidanaan Anak Dibawah Umur, Bandung: PT Alumni, 2010, Hal.1. Universitas Sumatera Utara Anak dalam perkembangannya menuju kedewasaan, ada kalanya melakukan perbuatan yang lepas kontrol, yaitu melakukan perbuatan yang tidak baik sehingga dapat merugikan dirinya sendiri, bahkan dapat merugikan orang lain. Tingkah laku yang demikian disebabkan karena dalam masa pertumbuhan sikap dan mental anak belum stabil, dan juga tidak terlepas dari lingkungan tempat ia bergaul. Sudah banyak terjadi karena lepas kendali, kenakalan anak berubah menjadi tindak pidana atau kejahatan, sehingga perbuatan tersebut tidak dapat ditolerir lagi. Anak yang melakukan tindak pidana harus berhadapan dengan aparat penegak hukum untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. 5 Kenakalan anak setiap tahun selalu meningkat. Apabila dicermati perkembangan tindak pidana yang dilakukan anak selama ini, baik dari kualitas maupun modus operandi, pelanggaran yang dilakukan anak tersebut dirasakan telah meresahkan semua pihak khusunya para orang tua. Fenomena meningkatnya perilaku tindak pidana yang dilakukan oleh anak seolah-olah tidak berbanding lurus dengan usia pelaku. 6 Kesejahteraan terhadap anak dalam hal ini juga sangatlah perlu diperhatikan, tidak sedikit alasan anak yang melakukan tindak pidana adalah dikarenakan kehidupan sosial nya yang tidak sejahtera. Hal ini membuat anak terkadang tidak dapat berfikir secara baik dan matang dalam mengambil keputusan apakah tindakan yang akan dilakukannya dapat berdampak hukum atau tidak bagi dirinya sendiri. 5 Gatot Supramono, Hukum Acara Pengadilan Anak, Jakarta: Djambatan, 2000, Hal. ix. 6 Nandang Sambas, Pembaharuan Sistem Pemidanaan Anak di Indonesia, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010, Hal. 2013 Universitas Sumatera Utara Anak yang melakukan tindak pidana tersebut tidak terlepas dari pertanggungjawaban hukum positif terhadap perbuatan yang dilakukannya sehingga timbul tugas yang mulia bagi hakim untuk menjatuhkan sanksi yang sesuai dan tepat bagi anak mengingat anak tersebut masih memiliki masa depan yang panjang. Anak sebagai sosok yang lemah dan tidak berdaya tentu belum memahami apa yang baik dan buruk untuk dilakukan. Perilaku anak dibawah umur yang berkaitan dengan pencabulan tidak cukup hanya dipandang sebagai kenakalan biasa. Anak yang melakukan tindak pidana pencabulan ini bisa karena beberapa faktor, diantaranya adalah adanya rasa ingin tahu yang besar yang dimiliki oleh anak, banyaknya peredaran video porno, gaya pacaran anak zaman sekarang yang kurang terkontrol, perkembangan teknologi, faktor keluarga, faktor meniru perilaku orang-orang disekitarnya, nilai-nilai keagamaan yang semakin hilang di masyarakat, tayangan televisi dan jaringan internet yang kian menyediakan situs-situs tidak baik bagi anak-anak. 7 Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah meningkatnya tindak pidana yang dilakukan anak adalah dengan diterapkannya sanksi hukum pidana bagi anak yang melakukan kejahatan. Dalam hal ini peranan hakim yang menangani perkara pidana anak sangatlah penting. Hakim mempunyai wewenang untuk melaksanakan peradilan. Hakim wajib menggali dan memahami faktor-faktor yang menjadi penyebab seorang anak melakukan tindak pidana. Hakim sebagai aparat pemerintah, mempunyai tugas memeriksa, menyelesaikan, dan memutus setiap perkara yang diajukan kepadanya. 7 Yenni Widyaastuti, “Tinjauan Yuridis Terhadap Tindak Pidana Yang Dilakukan Oleh Anak Studi Kasus Putusan No.49Pid.B2013PN.Sungguminasa Skripsi Ilmu Hukum- Universitas Hasanuddin, 2014, Hal. 3. Universitas Sumatera Utara Hakim harus dapat memberikan putusan yang seadil-adilnya, yang dapat dipertanggungjawabkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, dan masyarakat. Dalam menjatuhkan putusan pidana, hakim harus mempertimbangkan tujuan dari pemidanaan itu sendiri, yaitu membuat pelaku tindak pidana jera dan tidak akan mengulangi perbuatannya lagi. Hakim tidak boleh hanya memperhatikan kepentingan anak sebagai pelaku tindak pidana. Berbagai pihak yang harus bertanggung jawab dalam menghadapi masalah anak adalah sekolah, orang tua, masyarakat sekitar, penegak hukum, dan pemerintah. Pihak-pihak tersebut harus lebih memberikan perhatian dan penanganan secara khusus dengan melakukan pembinaan, pendidikan, dan pengembangan perilaku anak tersebut. Dalam penegakan hukum, ada beberapa hal yang harus diperhatikan yaitu kepastian hukum, kemanfaatan, dan keadilan. 8 Maraknya kasus yang sampai dipengadilan terkait dengan anak sebagai pelaku tindak pidana yang dalam hal ini tindak pidana pencabulan membuat perlu dijadikan suatu pembahasan yang serius. Perlu diingat bahwa sejak diberlakukannya Undang-Undang Pengadilan Anak yang saat ini belum secara efektif diterapkan, membuat pelaksanaan hukum pidana anak di pengadilan menjadi tidak menentu baik dilihat dari visi penjatuhan pidana maupun dari misi mekanismenya. 9 Beberapa kasus mengenai tindak pidana pencabulan yang dilakukan oleh anak yang sempat menjadi sorotan adalah Kasus Moch Yusuf Bin Haryono 8 Fajar Deni Kusumawati, “Analisis Terhadap Putusan Hakim Berupa Pemidanaan Terhadap Perkara Tindak Pidana Anak ”, Skripsi Ilmu Hukum--Universitas Sebelas Maret Surakarta, 2008, Hal.3. 9 Bunadi Hidayat, Op.Cit, Hal. 87. Universitas Sumatera Utara berumur 16 tahun, yang terbukti secara sah melakukan perbuatan cabul dengan seorang perempuan yang berumur 4 tahun. Akibat perbuatannya Moch. Yusuf dijatuhi pidana oleh hakim 1 tahun potong masa tahanan di Pengadilan Negeri Bojonegoro. Berbeda dengan Kasus Budi Santoso yang berumur 15 tahun, yang terbukti secara sah melakukan perbuatan cabul dengan seorng perempuan berumur 7 tahun. Akibat perbuatannya Budi Santoso dijatuhi hukuman pidana 2 bulan potong masa tahanan oleh Pengadilan Negeri Malang. Pada Putusan Pengadilan Negeri Pontianak Nomor: IPid.Sus.Anak2014PN.PTK dengan Terdakwa bernama Ghumantar als Patih Ghumantar als Tatar yang terbukti secara sah melakukan pencabulan dengan perempuan berumur 4 tahun, dimana putusan hakimnya yaitu tindakan pengembalian kepada orang tua dan pidana pelatihan kerja selama 3 bulan. Berbeda lagi dengan Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor: 2Pid.Sus- Anak2014PN.Mdn dengan terdakwa yaitu Muhammad Lutfi Efriadi yang terbukti secara sah melakukan perbuatan dengan sengaja membujuk untuk melakukan persetubuhan dengan perempuan berumur 15 tahun yang dimana hukuman yang dijatuhi oleh hakimnya yaitu pidana penjara selama 2 tahun dan denda sebesar Rp. 60.000.000 enam puluh juta rupiah. Berdasarkan penjelasan beberapa contoh diatas, terlihat adanya perbedaan putusan pidana yang diberikan oleh hakim bagi anak pelaku tindak pidana pencabulan. Dalam dunia hukum terjadinya perbedaan mencolok dalam proses Universitas Sumatera Utara penjatuhan putusan pidana terhadap pelaku dalam perkara yang sama atau berkarakter sama sering disebut dengan disparitas pidana. 10 Disparitas pidana ini pun membawa problematika tersendiri dalam penegakan hukum di Indonesia. Di satu sisi pemidanaan yang berbeda disparitas pidana merupakan bentuk dari diskresi hakim dalam menjatuhkan putusan, tapi di sisi lain pemidanaan yang berbedadisparitas pidana ini pun membawa ketidakpuasan bagi terpidana bahkan masyarakat pada umumnya. Muncul pula kecemburuan sosial dan juga pandangan negatif oleh masyarakat pada institusi peradilan, yang kemudian diwujudkan dalam bentuk ketidakpedulian pada penegakan hukum dalam masyarakat. Kepercayaan masyarakat pun semakin lama semakin menurun pada peradilan, sehingga terjadilah kondisi dimana peradilan tidak lagi dipercaya atau dianggap sebagai rumah keadilan bagi mereka atau dengan kata lain terjadi kegagalan dari sistem peradilan pidana. Keadaan ini tentu menimbulkan inkonsistensi putusan peradilan dan juga bertentangan dengan konsep rule of law yang dianut oleh Negara kita, dimana pemerintahan diselenggarakan berdasarkan hukum dan didukung dengan adanya lembaga yudikatif yakni institusi peradilan untuk menegakkan hukum. 11 Perbedaan pertimbangan yang digunakan oleh hakim yang menyebabkan perbedaan terhadap penjatuhan pidana bagi anak sebagai pelaku tindak pidana pencabulan menjadi sangat menarik untuk diteliti lebih dalam. 10 SanthosWachjoe,DisparitasPutusanHakim,http:santhoshakim.blogspot.com20 1311disparitas-putusan-hakim.html, Diakses Tanggal 23 April 2015, Pukul 13.22 Wib. 11 Ibid. Universitas Sumatera Utara Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka penulis tertarik untuk mengangkat masalah tersebut menjadi sebuah skripsi yang berjudul “Analisis Pertimbangan Hakim Terhadap Penjatuhan Hukuman Kepada Anak Pelaku Tindak Pidana Pencabulan Studi Putusan Pengadilan Negeri Pontianak Nomor: IPid.Sus.Anak2014PN.PTK; Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor: 2Pid.Sus- Anak2014PN.Mdn”

B. Rumusan Masalah

Dokumen yang terkait

Pertimbangan Hakim Dalam Penjatuhan Hukuman Terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana Penggelapan (Studi Putusan Nomor : 06/Pid.Sus-Anak/2014/Pn.Mdn)

2 50 101

Pertanggungjawaban Pidana Pelaku Tindak Pidana Pencabulan (Analisis Yuridis Putusan Pengadilan Negeri Boyolali No. 142/Pid.Sus/2011/Pn-Bi)

5 92 87

Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Perdagangan Orang (Studi Beberapa Putusan Pengadilan Negeri di Indonesia)

1 74 133

Penegakan Hukum Terhadap Oknum Polri Sebagai Pelaku Tindak Pidana Narkotika (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor 479/Pid.B/2011/Pn.Mdn)

1 50 102

SKRIPSI PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA “PENGEDAR NARKOTIKA".

0 3 14

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Hukuman Kepada Anak Pelaku Tindak Pidana Pencabulan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Pontianak Nomor: I/Pid.Sus.Anak/2014/PN.Ptk dan Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor: 2/Pid.Su

0 0 34

BAB II RESTORATIVE JUSTICE DAN DIVERSI - Pertimbangan Hakim Dalam Penjatuhan Hukuman Terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana Penggelapan (Studi Putusan Nomor : 06/Pid.Sus-Anak/2014/Pn.Mdn)

0 1 19

Pertimbangan Hakim Dalam Penjatuhan Hukuman Terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana Penggelapan (Studi Putusan Nomor : 06/Pid.Sus-Anak/2014/Pn.Mdn)

0 0 34

BAB II PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN TERHADAP ANAK PELAKU TINDAK PIDANA PENGGUNA NARKOTIKA A. Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Putusan Terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana Pengguna Narkotika - Peranan Hakim Dalam Menjatuhkan Putusan Terha

0 0 51

PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENCABULAN ANAK DIBAWAH UMUR DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM (STUDI KASUS DI PENGADILAN NEGERI MAKASSAR)

0 23 95