Potensi Esktrak Umbi Bawang Lokio (Allium chinense G. Don) Dalam Menghambat Escherichia coli Dan Meningkatkan Masa Simpan Ikan Nila (Oreochromis niloticus L.)

(1)

POTENSI EKSTRAK UMBI BAWANG LOKIO

(Allium chinense G. Don) DALAM MENGHAMBATEscherichia

coli DAN MENINGKATKAN MASA SIMPAN IKAN NILA

(Oreochromis niloticus L.)

SKRIPSI

OLEH:

GRACE E. M. LUMBANTORUAN 110805034

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015


(2)

POTENSI EKSTRAK UMBI BAWANG LOKIO

(Allium chinense G. Don) DALAM MENGHAMBAT Escherichia

coli DAN MENINGKATKAN MASA SIMPAN IKAN NILA

(Oreochromis niloticus L.)

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

OLEH:

GRACE E. M. LUMBANTORUAN 110805034

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015


(3)

i

PERSETUJUAN

Judul : Potensi Esktrak Umbi Bawang Lokio (Allium

chinense G. Don) Dalam Menghambat Escherichia coli Dan Meningkatkan Masa Simpan Ikan Nila (Oreochromis niloticus L.)

Kategori : Skripsi

Nama : Grace E. M. Lumbantoruan

Nomor Induk Mahasiswa : 110805034

Program Studi : Sarjana (S1) Biologi

Departemen : Biologi

Fakultas : Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Sumatera Utara

Disetujui di Medan, November 2015

Komisi Pembimbing :

Pembimbing 2, Pembimbing 1,

Dr. It Jamilah, M.Sc. NIP. 196310121991032003

Dra. Nunuk Priyani, M.Sc. NIP: 196404281999032002

Disetujui Oleh

Departemen Biologi FMIPA USU Ketua,

Dr. Nursahara Pasaribu, M. Sc. NIP. 196301231990032001


(4)

ii

PERNYATAAN

POTENSI EKSTRAK UMBI BAWANG LOKIO

(Allium chinense G. Don) DALAM MENGHAMBAT Escherichia coli DAN MENINGKATKAN MASA SIMPAN IKAN NILA (Oreochromis niloticus L.)

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil karya sendiri. Kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, November 2015

Grace E. M. Lumbantoruan 110805034


(5)

iii

PENGHARGAAN

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas kasih dan anugerahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Potensi Ekstrak Umbi Bawang Lokio (Allium chinense G. Don) Dalam Menghambat Escherichia coli Dan Meningkatkan Masa Simpan Ikan Nila (Oreochromis niloticus L.)”,Skripsi ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Sains pada Fakultas MIPA USU Medan.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada kedua orang tua penulis, ayahanda dan ibunda tercinta,Ir. M.E.P. Lumbantoruan dan Ir. M.S. Hutahaean yang selalu memberikan doa, kasih sayang, semangat, perhatian dan pengorbanan yang begitu besar kepada penulis. Kepada adinda Immanuel Lumbantoruan yang telah membantu penulis.Kepada seluruh keluarga besarpenulis atas segala bantuan yang diberikan kepada baik moril maupun materil.

Terimakasih penulis sampaikan kepada Ibu Dra. Nunuk Priyani M.Sc. selaku pembimbing I dan Ibu Dr. It Jamilah M. Sc. selaku pembimbing II yang telah banyak meluangkan waktu, tenaga dan pikiran selama masa penelitian dan bimbingan penulisan skiripsi ini.Ucapan terimakasih juga penulis ucapkan kepada Bapak Prof. Dr. Dwi Suryanto, M. Sc, Bapak Prof. Dr. Erman Munir, M. Sc dan Ibu Dr. Hesti Wahyuningsih M. Si. selaku dosen penguji yang telah memberikan banyak masukan dan arahan dalam penyempurnaan penulisan skripsi ini. Ibu Dr. Erni Jumilawaty, M.Si selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan nasehat dan semangat selama masa perkuliahan. Ibu Dr. Nursahara Pasaribu M. Sc. selaku ketua Departemen Biologi FMIPA USU. Ibu Nurhasni Muluk, Kak Siti, Bang Erwin dan Ibu Rosalina Ginting selaku staf pegawai Departemen Biologi FMIPA USU.

Penulis juga menyampaikan terimakasih kepada Unit Pelaksana Teknis Laboratorium Pengendalian dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan Medan (UPT LPPMHP) yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk melakukan penelitian ini. Kepada Bapak Eka Budiyulianto, S.St.Pi selaku Manajer Teknis.Ibu Christina M. Sibarani, A.Md selaku Penyelia Laboratorium Mikrobiologi.Kakak Sri Masnita Tarigan, S.St.Pi, kakak Dorlita Siregar, S.St.Pi, kakak Evalina Pakpahan, S.St.Pi, abang Nanda Syahputra, S.Pi dan abang Mustafa Rico Harahap, S.Pi selaku staf analisis laboratorium mikrobiologi.Serta kepada seluruh staf laboratorium kimia dan organoleptik juga bagian tata usaha.

Dalam kesempatan ini penulis juga menyampaikan terimakasih kepada abangda terkasih, Anderson Jonathan Silalahi, S.Si untuk semua bimbingan dan pelajaran hidup, terimakasih telah menjadi pasangan terbaik penulis sejak awal perkuliahan. Sahabat terkasih “Partner 7”, Famela Sipayung, Grace Sonia, Rani Artha, Nellyandries Zebua, Ribka Zebua dan Siska Renata, terimakasih telah mendengar curahan hati dan membantu penelitian penulis. Teman-teman seperjuangan di Laboratorium Mikrobiologi Frico, Chandra, Steven, Poppy, Virza, Rasmin, Harnisya, Imelda, Sisca Teresya dan Dewi, terimakasih atas canda dan tawa yang menghiasi hari-hari penulis selama penelitian dan pengerjaan skiripsi ini. Teman-teman Biologi 2011 (Jordani, Natanail, Junaydi, Taufik, Nasir, Sera, Pufeb, Rinda, Romida, Arisa, Titis, Riski, Feby, Sisdew, Khairiyah, Nana, Maya, Yentiti, Desmun, Budi, Pucil, Venita, Violita, dan lain-lain yang tidak


(6)

iv

dapat disebutkan), terimakasih atas semangat dan kerja samanya. Terimakasih kepada rekan-rekan asisten Laboratorium Genetika (Bang Aan, S.Si, Bang Norton S.Si, Kak Yantika S.Si, Kak Noni S.Si, Freddy, Riri, Rumaisha, Nolo, Wilda). Kepada kakak asuh Febrin Setiani Pandiangan, S.Si, adik asuh Nadya Damanik dan seluruh mahasiswa Biologi atas kerja samanya selama di bangku perkuliahan. Teman-teman asisten Laboratorium Kimia Organik, Indayana dan Deby yang telah membantu ekstraksi penelitian penulis.

Akhirnya dengan penuh ketulusan dan kerendahan hati, penulis menyadari bahwa skiripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangundemi kesempurnaan skiripsi ini. Semoga Tuhan Yang Maha Esa membalas kebaikan kita semua. Atas partisipasi dan dukungannya penulis ucapkan terimakasih.

Medan, November 2015


(7)

v

POTENSI EKSTRAK UMBI BAWANG LOKIO

(Allium chinense G. Don) DALAM MENGHAMBAT Escherichia coli DAN MENINGKATKAN MASA SIMPAN IKAN NILA (Oreochromis niloticus L.)

ABSTRAK

Bawang Lokio (Allium chinense G. Don) tumbuh secara luas di Sumatera Utara, Indonesia, sehingga disebut “Bawang Batak” oleh suku Batak. Eksplorasi dari potensi senyawa alami dari tanaman ini dalam pengawetan makanan segar masih jarang dilaporkan. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan konsentrasi hambat minimum dari ekstrak etanol umbi bawang Lokio dalam menghambat bakteri Escherichia coli yang diisolasi dari ikan Nila dan meningkatkan masa simpan ikan Nila. Aktivitas antimikroba diuji menggunakan metode difusi cakram dengan konsentrasi 0, 7.5, 10, 20, 30, 40 dan 50% (w/v). Untuk uji pengawetan ikan segar, ikan Nila yang telah disiangi, direndam dalam ekstrak umbi bawang Lokio konsentrasi 100%. Ikan Nila disimpan selama 36 jam pada suhu ambient (27 °C) dan kulkas (4 °C) dengan waktu pengamatan setiap interval 6 jam. Parameter pengamatan ialah perubahan organoleptik, Angka Lempeng Total (ALT) bakteri dan Total Volatile Base Nitrogen(TVBN). Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) dari ekstrak etanol umbi bawang Lokio adalah 10 % menghambat E. coli dengan kategori antimikroba sedang. Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI), nilai organoleptik ikan Nila masih dapat diterima hingga penyimpanan jam ke-30, sementara nilai ALT dan TVBN pada jam ke-18. Jika dibandingkan dengan kontrol negatif (tanpa penambahan ekstrak, penyimpanan suhu ambient) hanya bertahan 6 jam. Perbedaan aktivitas senyawa antimikroba dan suhu penyimpanan menjadi penyebab turunnya mutu ikan. Dapat disimpulkan bahwa ekstrak etanol umbi bawang Lokio menghambat E. coli pada konsentrasi hambat minimum 10% serta masa simpan ikan Nila maksimal adalah 18 jam pada suhu ambient.


(8)

vi

POTENCY OF BAWANG LOKIO BULB EXTRACT

(Allium chinense G. Don) IN AGAINST Escherichia coli AND EXTEND THE SELF LIFE OF TILAPIA FISH (Oreochromis niloticus L.)

ABSTRACT

Bawang Lokio (Allium chinense G. Don) grows extensively in North Sumatera, Indonesia, so called as “Bawang Batak” by the Batak tribe. Exploration of the natural compoundpotency of this plant in fresh food preservation is rarely reported. The aim of this research were to determine the minimum inhibition concentration of bawang Lokio bulb extract with ethanol againsts Escherichia coli isolated from Tilapia fish and to extend the self life of fresh Tilapia fish. Antimicrobial activity was examined by disc diffusion method in concentration of 0, 7.5, 10, 20, 30, 40 and 50% (w/v). For fresh fish preservation, the gutted Tilapia fish were soaked in concentration of 100% bawang Lokio bulb extract. Tilapia fish were stored for 36 hours at ambient (27 °C) and fridge (4 °C) temperatures with 6 hours interval of observation. The observation parameters were organoleptic test, Total Bacterial Count (TBC) and Total Volatile Base Nitrogen (TVBN). The Minimum Inhibition Concentration (MIC) of ethanol extract of bawang Lokio bulb was 10% against E. coli with medium antimicrobial category.Based on Standard Nasional Indonesia (SNI), the organoleptic test of Tilapia fish was still accepted until 30 hours of storage while TBC and TVBN 18 hours. If it was compared by negative control (without addition of extract, ambient temperature storage) which could stay for 6 hours. The different activities of antimicrobial compound and temperature of storage were assumed as the cause of decreasing fish quality. It could be concluded that ethanol extract of bawang Lokio bulb was against Escherichia coli in minimum inhibition concentration of 10% and maximum self life of Tilapia fish were 18 hours at ambient temperature. Keywords: Bawang Lokio, North Sumatera, self life, Tilapia fish.


(9)

vii

DAFTAR ISI

Halaman

PERSETUJUAN i

PERNYATAAN ii

PENGHARGAAN iii

ABSTRAK v

ABSTRACT vi

DAFTAR ISI vii

DAFTAR TABEL ix

DAFTAR GAMBAR x

DAFTAR LAMPIRAN xi

BAB1PENDAHULUAN 1

1.1. Latar Belakang 1

1.2. Permasalahan 2

1.3. Tujuan 3

1.4. Hipotesis 3

1.5. Manfaat 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4

2.1. Botani Bawang Lokio (Allium chinense G. Don) 4

2.2. Aktivitas Antimikroba dari Allium 5

2.3. Pengawetan Ikan 6

2.3.1. Ikan Nila (Oreochromis niloticus L.) 8

2.4. Sifat Antimikroba pada Makanan 9

BAB 3BAHAN DAN METODE 11

3.1. Waktu dan Tempat 11

3.2.Prosedur Percobaan 11

3.2.1. Lokasi dan Tahap Pengambilan sampel Ikan Nila 11

3.2.2. Isolasi Escherichia coli dari Ikan Nila 12

3.2.3. Isolasi Vibrio cholerae dari Ikan Nila 12

3.2.4. Penyiapan Sampel Ekstraksi 12

3.2.5. Ekstraksi Umbi Bawang Lokio dengan Pelarut N-heksana 12 3.2.6. Ekstraksi Umbi Bawang Lokio dengan Pelarut Etil asetat 13 3.2.7. Ekstraksi Umbi Bawang Lokio dengan Pelarut Etanol 13

3.2.8. Penyiapan Isolat Mikroba Indikator 13

3.2.9. Uji Antimikroba Ekstrak Umbi Bawang Lokio terhadap

Mikroba Indikator 14

3.2.10. Penentuan Konsentrasi Hambat Minimum Ekstrak

Umbi Bawang Lokio 14

3.2.11. Uji Organoleptik Ekstrak Bawang Lokio pada Ikan Nila 14

3.2.12. Penentuan Angka Lempeng Total pada Ikan Nila 15

3.2.13. Penentuan Total Volatile Base Nitrogen pada Ikan Nila 15


(10)

viii

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 17

4.1. Isolasi Escherichia coli dan Vibrio cholerae dari Ikan Nila 17 4.2. Deteksi Escherichia coli pada Sampel Air Tambak Bakti Mulyo 18 4.3. Uji Antimikroba dan Penentuan Konsentrasi Hambat Minimum

Ekstrak Umbi Bawang Lokio 20

4.4. Uji Organoleptik Ekstrak Umbi Bawang Lokio pada Ikan Nila 22

4.5. Penentuan Angka Lempeng Total (ALT) pada Ikan Nila 25

4.6. Penentuan Total Volatile Base – Nitrogen (TVBN) pada Ikan Nila 27

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 30

5.1. Kesimpulan 30

5.2. Saran 30

DAFTARPUSTAKA 31


(11)

ix

DAFTAR TABEL

Tabel Judul Halaman

1. Pengujian Escherichia coli dan Vibrio cholerae pada ikan

Nila 17

2. Diameter zona hambat ekstrak terhadap isolat bakteri

Escherichia coli 20

3. Konsentrasi Hambat Minimum ekstrak umbi bawang


(12)

x

DAFTAR GAMBAR

Gambar Judul Halaman

1. Tanaman bawang Lokio (Allium chinense G. Don) 4

2. Tambak ikan Nila Bakti Mulyo 12

3. Deteksi Escherichia coli pada sampel air tambak Bakti

Mulyo 19

4. 5.

Uji antimikroba ekstrak umbi bawang Lokio

Perubahan nilai organoleptik ikan Nila hingga akhir penyimpanan

20 22

6. Perubahan nilai ALT ikan Nila hingga akhir penyimpanan 25

7. Perubahan nilai TVBN ikan Nila hingga akhir


(13)

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Judul Halaman

1. Prosedur pengujian Escherichia coli pada Produk

Perikanan (SNI 01.2332.1-2006) 37

2. Prosedur pengujian Vibrio cholerae pada Produk

Perikanan (SNI 01.2332.4-2006) 38

3. Prosedur Uji Kualitas Air Tambak Ikan Nila

(BAM, 2002 Chapter 4) 39

4. 5. 6.

Lembar Penilaian Organoleptik Ikan Segar (SNI 01.2346-2006)

Foto Hasil Foto Kerja

40 42 43


(14)

v

POTENSI EKSTRAK UMBI BAWANG LOKIO

(Allium chinense G. Don) DALAM MENGHAMBAT Escherichia coli DAN MENINGKATKAN MASA SIMPAN IKAN NILA (Oreochromis niloticus L.)

ABSTRAK

Bawang Lokio (Allium chinense G. Don) tumbuh secara luas di Sumatera Utara, Indonesia, sehingga disebut “Bawang Batak” oleh suku Batak. Eksplorasi dari potensi senyawa alami dari tanaman ini dalam pengawetan makanan segar masih jarang dilaporkan. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan konsentrasi hambat minimum dari ekstrak etanol umbi bawang Lokio dalam menghambat bakteri Escherichia coli yang diisolasi dari ikan Nila dan meningkatkan masa simpan ikan Nila. Aktivitas antimikroba diuji menggunakan metode difusi cakram dengan konsentrasi 0, 7.5, 10, 20, 30, 40 dan 50% (w/v). Untuk uji pengawetan ikan segar, ikan Nila yang telah disiangi, direndam dalam ekstrak umbi bawang Lokio konsentrasi 100%. Ikan Nila disimpan selama 36 jam pada suhu ambient (27 °C) dan kulkas (4 °C) dengan waktu pengamatan setiap interval 6 jam. Parameter pengamatan ialah perubahan organoleptik, Angka Lempeng Total (ALT) bakteri dan Total Volatile Base Nitrogen(TVBN). Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) dari ekstrak etanol umbi bawang Lokio adalah 10 % menghambat E. coli dengan kategori antimikroba sedang. Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI), nilai organoleptik ikan Nila masih dapat diterima hingga penyimpanan jam ke-30, sementara nilai ALT dan TVBN pada jam ke-18. Jika dibandingkan dengan kontrol negatif (tanpa penambahan ekstrak, penyimpanan suhu ambient) hanya bertahan 6 jam. Perbedaan aktivitas senyawa antimikroba dan suhu penyimpanan menjadi penyebab turunnya mutu ikan. Dapat disimpulkan bahwa ekstrak etanol umbi bawang Lokio menghambat E. coli pada konsentrasi hambat minimum 10% serta masa simpan ikan Nila maksimal adalah 18 jam pada suhu ambient.


(15)

vi

POTENCY OF BAWANG LOKIO BULB EXTRACT

(Allium chinense G. Don) IN AGAINST Escherichia coli AND EXTEND THE SELF LIFE OF TILAPIA FISH (Oreochromis niloticus L.)

ABSTRACT

Bawang Lokio (Allium chinense G. Don) grows extensively in North Sumatera, Indonesia, so called as “Bawang Batak” by the Batak tribe. Exploration of the natural compoundpotency of this plant in fresh food preservation is rarely reported. The aim of this research were to determine the minimum inhibition concentration of bawang Lokio bulb extract with ethanol againsts Escherichia coli isolated from Tilapia fish and to extend the self life of fresh Tilapia fish. Antimicrobial activity was examined by disc diffusion method in concentration of 0, 7.5, 10, 20, 30, 40 and 50% (w/v). For fresh fish preservation, the gutted Tilapia fish were soaked in concentration of 100% bawang Lokio bulb extract. Tilapia fish were stored for 36 hours at ambient (27 °C) and fridge (4 °C) temperatures with 6 hours interval of observation. The observation parameters were organoleptic test, Total Bacterial Count (TBC) and Total Volatile Base Nitrogen (TVBN). The Minimum Inhibition Concentration (MIC) of ethanol extract of bawang Lokio bulb was 10% against E. coli with medium antimicrobial category.Based on Standard Nasional Indonesia (SNI), the organoleptic test of Tilapia fish was still accepted until 30 hours of storage while TBC and TVBN 18 hours. If it was compared by negative control (without addition of extract, ambient temperature storage) which could stay for 6 hours. The different activities of antimicrobial compound and temperature of storage were assumed as the cause of decreasing fish quality. It could be concluded that ethanol extract of bawang Lokio bulb was against Escherichia coli in minimum inhibition concentration of 10% and maximum self life of Tilapia fish were 18 hours at ambient temperature. Keywords: Bawang Lokio, North Sumatera, self life, Tilapia fish.


(16)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia yang beriklim tropis termasuk perairan tropis terkenal kaya dalam perbendaharaan jenis-jenis ikannya. Berdasarkan penelitian dan beberapa literatur diketahui tidak kurang dari 3.000 jenis ikan yang hidup di Indonesia. Dari 3.000 jenis tersebut sebanyak 2.700 jenis (90%) hidup di perairan laut dan sisanya 300 jenis (10%) hidup di perairan air tawar dan payau (Genisa, 1999).

Sebagai komoditi utama dalam sektor perikanan di Indonesia, ikan Nila (Nila Tilapia = Oreochromis niloticus L.) memiliki nilai gizi tinggi bagi manusia. Kandungan protein ikan Nila sebesar 43,76%; lemak 7,01%; kadar abu 6,80% dan air 4,28% / 100 g ikan (Leksono dan Syahrul, 2001). Kandungan kimia, ukuran dan nilai gizinya tergantung pada jenis, umur, kelamin, tingkat kematangan dan kondisi tempat hidupnya (Adawyah, 2008).

Ikan segar merupakan ikan yang baru saja ditangkap belum diawetkan dan mempunyai mutu yang tidak berubah serta tidak mengalami kerusakan (SNI 01-2729-2006). Ikan yang ditangkap dan didaratkan akan menimbulkan proses perubahan yang mengarah pada kerusakan hanya dalam waktu sekitar 8 jam (Adawyah, 2008). Pembusukan ikan disebabkan oleh mekanisme enzim autolisis, oksidasi dan pertumbuhan mikroba (Ghaly et al., 2010).

Pengolahan merupakan cara untuk mempertahankan ikan dari pembusukan sehingga mampu disimpan lama sampai dijadikan bahan konsumsi. Usaha yang dilakukan dalam pengolahan ikan dapat memanfaatkan bahan alami yaitu tanaman Allium. Tanaman Allium merupakan jenis tanaman tertua dunia yang banyak dilaporkan manfaat diantaranya sebagai hiasan, sayuran, rempah dan obat. Senyawa yang dikandung dari tanaman Allium merupakan thiosulfinat dan senyawa organosulfur. Penggunaan senyawa bioaktif alami thiosulfinat ini berpotensial sebagai pengawet dalam makanan, pengganti bahan kimia dan memperpanjang masa simpan produk pangan (Benkeblia and Lanzotti, 2007).


(17)

2

Senyawa antimikroba yang akan diteliti dari ekstrak Allium mampu menyelesaikan permasalahan resistensi mikroba patogen yang timbul akibat pemakaian antibiotik. Resistensi mikroba timbul dari paparan senyawa antibiotik secara terus menerus sehingga menyebabkan kesempatan materi genetik mikroba untuk termutasi dan kebal terhadap antibiotik.Adanya perubahan pola hidup, peningkatan pengetahuan dan kesadaran pentingnya menjaga kesehatan, telah mengubah pola pikir sebagian masyarakat untuk cenderung memilih senyawa antimikroba dan pengawet pangan alami (Yasni, 2013). Penggunaan bahan alami tersebut diharapkan dapat mengurangi kecepatan kemunduran mutu ikan terutama dalam penurunan aktivitas mikroba dan reaksi kimia seperti penguraian protein.

Beberapa penelitian yang menggunakan ekstrak bahan alami sebagai bahan pengawet pada produk perikanan antara lain jinten, kayu manis, cengkeh, ketumbar, bawang putih, (Antara dan Wartini, 2013), lidah buaya (Putri, 2014), lengkuas, sosor bebek, jambu mete, mahkota dewa (Agustini et al., 2011), jahe (Iheagwara, 2013), kunyit (Hidayati, 2002), asam sunti (Rahayu, 2011), biji picung (Kusmarwati dan Indriati, 2008) dan rumput laut (Husni et al., 2014). Penelitian tersebut membuktikan bahwa masyarakat Indonesia dapat menciptakan teknologi penanganan ikan segar yang murah dan ramah lingkungan.

Bawang Lokio (Allium chinense G.Don) merupakan tanaman bawang lokal (bawang Batak) di Sumatera Utara yang dikonsumsi oleh masyarakat khususnya pada masakan khas Batak.Berdasarkan studi literatur, penelitian mengenai tanaman bawang Lokio masih sedikit terutama informasi mengenai senyawa antimikroba dan pemanfaatan ekstrak umbi bawang Lokio. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk menggali potensi aktivitas antimikroba dari umbi bawang Lokio terhadap mikroba patogen pangan yang diisolasi langsung dari ikan Nila dan pemanfaatannya untuk dapat mempertahankan kesegaran ikan berdasarkan potensi kandungan bahan bioaktif, kemudahan bahan untuk diperoleh, mudah dibudidayakan, harga relatif murah dan teknik aplikasi yang mudah.

1.2. Permasalahan

Penentuan mutu produk perikanan sangat bergantung pada berbagai faktor yaitu: nilai gizi, citarasa, warna dan tekstur. Untuk memperbaiki faktor tersebut


(18)

3

dan meningkatkan masa simpan ikan diperlukan bahan pengawet. Berbagai bahan pengawet yang berbahaya telahdilarang penggunaannya tetapi upaya ini tidak akan relevan jika belum ditemukan senyawa atau metode baru yang murah, praktis dan efektif untuk menggantikannya. Potensi tanaman Sumatera Utara yaitu bawang Lokio/ bawang Batak (Allium chinense G. Don) layak diteliti dan diuji terhadappatogen pangan yang diisolasi dari ikan Nila serta pemanfaatannya dalam meningkatkan masa simpan ikan Nila (Oreochromis niloticus L.)

1.3. Tujuan

Tujuan dari penelitian ini ialah:

1. mengetahuipotensiekstrak umbi bawang Lokio fraksi n-heksana, etil asetat dan etanol dalam menghambat pertumbuhan mikroba patogen pangan (E. coli) yang langsung diisolasi dari ikan Nila (Oreochromis niloticus L.).

2. menentukanKonsentrasi Hambat Minimum (KHM) ekstrak umbi bawang Lokio dalam menghambat pertumbuhan mikroba patogen pangan (E. coli) yang langsung diisolasi dari ikan Nila (Oreochromis niloticus L.).

3. mengetahui potensi ekstrak umbi bawang Lokio dalam meningkatkan masa simpan ikan Nila.

1.4. Hipotesis

Hipotesis dari penelitian ini ialah:

1. Ekstrak umbi bawang Lokio memiliki aktivitas antimikroba dan perbedaan kemampuan antar pelarut pada variasi konsentrasi terhadapmikroba patogen pangan pada ikan Nila (E. coli)

2. Ekstrak umbi bawang Lokio memiliki potensi untuk meningkatkan masa

simpan ikan Nila.

1.5. Manfaat

Manfaat dari penelitian ini ialah memberikan informasi mengenai pemanfaatan ekstrak umbi bawang Lokio pada konsentrasi tertentu sebagai bahan pengawet alami alternatif pada ikan Nila secara khusus dan untuk mendapatkan informasi awal khasiat ekstrak secara klinis dan ilmiah.


(19)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Botani Bawang Lokio (Allium chinense G.Don)

Allium, genus terbesar dari Alliaceae mencakup sekitar 700 spesies, masing-masing spesies memiliki perbedaan rasa, bentuk dan warna, tetapi dikenal memiliki sifat biokimia dan fitokimia khas (Benkeblia et al., 2000). Spesies ini terdistribusi terutama di Amerika Utara, Afrika Selatan dan Asia (Benkeblia and Lanzotti, 2007).Allium chinensememiliki nama asing yaitu Rakkyo (Oriental Garlic) dan Jiaotou yang dikultivasi di China, Tiongkok, Korea, Jepang, Vietnam, Indonesia, dan negara lain di Asia Tenggara(Rabinowitch and Currah, 2002). Indonesia, dikategorikan sebagai negara penghasil tanaman bawang A.chinense skala kecil hingga menengah. Provinsi Sumatera Utara khususnya memiliki perkebunan tanaman A. chinense atau bawang Batak/ bawang Lokio yaitu dataran tinggi Berastagi, Sidikalang, Tapanuli dan daerah sekitarnya. Bawang Lokio/ bawang Batak yang digunakan pada penelitian ini berasal dari perkebunan rakyat di Siborong-borong (Tapanuli Utara) dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Tanaman bawang Lokio/ bawang Batak (Allium chinense G. Don)

Bah et al., (2012) mendeskripsikan A.chinense sebagai berikut: Tanaman Rakkyotanaman perennial dan anggota dari famili Alliaceaeyang mampu tumbuh di berbagai kondisi iklim dari tropis hingga temperate. Tinggi tanaman dapat


(20)

5

mencapai 0,5cmdan menghasilkan umbi sepanjang tahun. Daun memiliki penampakan ramping, bersegi 3 hingga 5, tidak kokoh, dan berongga.Bunga memiliki warna seperti lavender dan panjang tangkai bunga mencapai 40-50 cm. Akar memiliki panjang 45-55cm yang tumbuh dari umbi.Umbi memiliki warna putih, putih keabu-abuan dan putih keunguan.Umbi memiliki diameter 4-5 cm dan teksturnya renyah ketika dimakan. Jorge et al., (2001) meneliti kandungan nutrisi dari umbi yang terdiri dari: karbohidrat 18,3%, protein total 3,1%, lemak 0,12% dan abu 0,7%. Menurut Bah et al., (2012), umbi A. chinensejuga mengandung kalsium, magnesium dan posfor, sementara besi, tembaga, mangan, strontium dan seng dalam konsentrasi kecil. Komponen lainnya termasuk vitamin C, 16 asam amino dan minyak atsiri juga terdapat pada umbi tumbuhan ini.

2.2. Aktivitas Antimikroba dari Allium

Rempah-rempah dan herbal telah memperlihatkan kemampuannya sebagai obat-obatan, terutama sebagai antimikroba. Berbagai senyawa bioaktif yang telah diteliti baik dari umbi maupun daunnya yakni senyawa organosulfur meliputi thiosulfinat, alisin, allyl alkohol, diallyl sulfida, dan senyawa saponin seperti saponin steroid.Kedua golongan senyawa tersebut diisolasi menggunakan teknik ekstraksi dan isolasi yang bervariasi dan manfaatnya telah dikaji secara laboratorium.Di China, tanaman Jiaotou (Allium chinense) bernilai tinggi karena kandungan senyawanya yang digunakan sebagai perkembangan insektisida terbaru dan senyawa antimikroba (Bah et al., 2012).

Antibakteri dari A. sativum, alisin, pertama diisolasi, dikarakterisasi dan diuji senyawa antibakterinya oleh Cavallito dan Bailey pada tahun 1944. Penelitian tersebut mencatat bahwa secara in vitro, senyawa alisin dapat menghambat sintesis DNA dan protein sebagian, sedangkan sintesis RNA secara total dapat dihambat, inilah target utama mekanisme kerja senyawa alisin. Aktivitas antibakteri dan antijamur dari alisin mampu menghambat pertumbuhan beberapa jenis bakteri dari gram negatif dan gram positif, seperti Helicobacter pylori, Bacillus subtilis,Escherichia coli, Flavobacterium sp., Listeria monocytogenes, Pseudomonas aeruginosa, Salmonella typhimurium, Shigella dysenteriae, Enterococcus,Staphylococcus aureus, Vibrio parahaemolyticus,


(21)

6

Aspergillus flavus dan Aspergillus niger (Benkeblia and Lanzotti, 2007), Klebsiella, Proteus dan Mycobacterium tuberculosis (Ankri and Mirelman, 1999).

2.3. Pengawetan Ikan

Organisme lautan termasuk ikan dan invertebrata laut mengandung senyawa nutrisi dan fungsional yang baik untuk kesehatan manusia. Senyawa-senyawa tersebut antara lain protein, lemak, vitamin, mineral, karotenoid, omega-3, taurine dll. Senyawa fungsional dalam ikan tersebut dapat dimanfaatkan dalam bentuk makanan, minuman maupun obat-obatan (Larsen, 2011).

Ikan merupakan produk pangan yang sangat mudah rusak karena mengandung kadar protein yang tinggi dengan kandungan asam amino bebas yang digunakan untuk metabolisme mikroorganisme, produksi amonia, biogenik amine, asam organik, keton dan komponen sulfur (Susanto et al., 2011). Pembusukan ikan terjadi segera setelah ikan ditangkap atau mati. Pada kondisi suhu tropis, ikan membusuk dalam waktu 12-20 jam tergantung spesies, alat atau cara penangkapan. Pada suhu 15 °C-20 °C, ikan dapat disimpan hingga sekitar 2 hari, pada suhu 5 °C tahan selama5-6 hari dan pada suhu 0°C dapat mencapai 9-14 hari, tergantung spesies ikan. Oleh karena itu banyak orang berpendapat untuk meningkatkan mutu kesegaran ikan yang terbaikyang sangat terkait dengan penangkapan ikan pasca panen (Mahatmawanti et al., 2008).

Tingginya suhu di Indonesia dan minimnya sanitasi dan higienis pada penangkapan ikan menyebabkan ikan lebih cepat busuk. Para nelayan mencari alternatif cara pengawetan ikan yang murah, mudah diperoleh dan memiliki efek nyata pada mutu ikan segar, meskipun dari segi keamanan sangat berbahaya seperti penggunaan formalin dan boraks pada ikan segar (Agustini et al., 2008).

Komposisi biokimia dari makanan (faktor intrinsik) dan hubungannya dengan faktor ekstrinsik selama penyimpanan menimbulkan pengaruh yang berdampak bagi kesegaran serta kualitas ikan dan sebagian untuk mengurangi dan meningkatkan pertumbuhan mikroba itu sendiri. Komponen yang menyatu dengan senyawa non-protein seperti: trimetilamin oksida (TMAO), kreatin, metionin, asam amino bebas, sistin, histamin, karsonin, basa nitrogen volatil seperti urea terutama pada ikan bertulang lunak yang mendukung pertumbuhan mikroba dan


(22)

7

menghasilkan metabolit sampingan yang sangat rentan terhadap pembusukan ikan selama proses penyimpanan (storage) (Huss, 1988). Umur simpan produk pangan dapat dilihat melalui parameter perpindahan uap air, oksidasi lipid, pertumbuhan bakteri, uji sensori dan TVB-N.

Ikan yang ditangkap dan diangkat dari dalam air tidak langsung menjadi mati. Ikan akan mati jika kekurangan oksigen, oleh karena itu ikan tidak dapat hidup di udara terbuka dalam waktu yang terlalu lama. Sirkulasi darah ikan saat mati akan terhenti dan akibatnya dapat memengaruhi proses biokimiawi yang diikuti dengan perubahan fisik pada dagingnya. Tahapan perubahan sejak ikan mati hingga busuk adalah sebagai berikut:

1. Perubahan biokimiawi yang terjadi sebelum ikan menjadi kaku. Pembongkaran ATP dan kreatin-fosfat akan menghasilkan tenaga, glikogen juga akan mengalami pembongkaran menjadi asam laktat pada proses glikolisis yang menyebabkan daging menjadi asam dan aktivitas enzim ATP-ase dan kreatin-fosfokinase meningkat. Tahap ini berlangsung dalam waktu antara 1-7 jam sejak ikan mati.

2. Daging ikan akan menjadi lebih keras dari keadaan sebelumnya. Penggabungan protein aktin dan protein miosin akan menjadi protein kompleks aktomiosin. 3. Daging ikan akan kembali menjadi lunak secara perlahan, sehingga secara

organoleptik akan meningkatkan derajat penerimaan konsumen sampai pada tingkat optimal. Pada umumnya, hal ini berlangsung singkat karena bakteri segera berkembang. Adanya darah dalam tubuh ikan dapat mempercepat proses pembusukan karena darah merupakan tempat yang baik untuk pertumbuhan mikroorganisme (Adawyah, 2008). Rigor mortis adalah proses dimana ikan kehilangan fleksibilitasnya karena mengerasnya otot ikan setelah beberapa jam kematiannya (Ghaly et al., 2010).

Pada dasarnya pengawetan ikan bertujuan untuk mencegah bakteri pembusuk masuk ke dalam ikan dan memperpanjang masa simpan ikan sebelum sampai ke konsumen. Ada beberapa dasar prinsip pengolahan bahan makanan untuk pengawetan yaitu: pengurangan air (dehidrasi, pengeringan dan pengentalan), perlakuan panas (blanching, pasteurisasi dan sterilisasi), perlakuan


(23)

8

suhu rendah (pendinginan dan pembekuan), pengendalian makanan (fermentasi dan asam aditif), berbagai macam zat kimia aditif dan iradiasi (Fardiaz, 1992).

Seiring dengan perkembangan zaman, konsumen sudah mulai menghindari penggunaan bahan-bahan pengawet sintetis. Kondisi ini memberikan peluang penggunaan bahan antimikroba alami oleh industri pangan untuk memperpanjang masa simpan bahan pangan seperti dalam bentuk enzim (laktoperoksidase, laktoferin, avidin, lisozim), antimikroba yang diproduksi menggunakan kultur mikroba (nisin dan jenis bakteriosin lainnya) dan yang bersumber dari tanaman (rempah-rempah dan herbal berupa ekstrak, minyak atsiri ataupun komponen yang diisolasi dari rempah-rempah dan herbal) (Antara dan Wartini, 2012).

2.3.1. Ikan Nila (Oreochromis niloticusL.)

Ikan Nila (Tilapia) merupakan salah satu spesies dari famili Cichlidae. Bibit ikan Nila didatangkan ke Indonesia resmi oleh Balai Peneliti Perikanan Air Tawar (Balitkanwar) dari Taiwan pada tahun 1969. Setelah melalui masa penelitian dan adaptasi, ikan ini kemudian disebarluaskan kepada petani di seluruh Indonesia. Nila adalah nama khas Indonesia yang diberikan oleh pemerintah melalui Direktur Jenderal Perikanan (Dinas Kelautan dan Perikanan, 2010). Permintaan ikan Nila tidak sebatas dalam negeri, tetapi juga pasar luar negeri dalam bentuk fillet.

Industri perikanan menjadikan ikan Nila sebagai komoditas unggul karena memiliki tekstur yang lembut, masa pemijahan yang relatif cepat, memiliki protein yang tinggi dan rendah lemak sehingga banyak diminati oleh masyarakat. Ikan Nila sangat resisten terhadap penyakit dibandingkan spesies lain dan dapat mentoleransi secara relatif konsentrasi tinggi dari amoniak dan konsentrasi rendah dari oksigen terlarut. Ada beberapa penggunaan antibiotik, obat-obatan dan senyawa kimia lainnya untuk mengontrol penyakit dan kualitas air kolam untuk meningkatkan pertumbuhan ikan Nila (Boyd, 2004). Bakteri enterik pada ikan Nila termasuk E. coli, Klebsiella spp, Citrobacter spp, Enterobacter spp, Serratia spp dan Edwardsiella spp (Mandal et al., 2009).

Beberapa penelitian yang dilakukan guna mengawetkan pada suhu dingin dan menghambat pertumbuhan mikroba patogen ikan Nila diantaranya kitosan (Mahatmawanti et al., 2008), ekstrak rimpang jahe (Purwani et al., 2009), ekstrak


(24)

9

bunga kecombrang (Naufalin et al., 2010), pengasapan (Bernard et al., 2010), asap cair (David dan Kasim, 2013), rafinosa biji kapas (Khairanita et al., 2013), ekstrak rumput laut (Husni et al., 2014) dan ozon (Rahmahidayati et al., 2014).

2.4. Sifat Antimikroba pada Makanan

Indonesia kaya akan bahan alami yang jumlahnya mencapai ribuan jenis. Berdasarkan aspek biokimia dan mikrobiologi, kemunduran mutu ikan dapat diatasi dengan pemanfaatan bahan-bahan alami yang memiliki berbagai aktivitas biologi seperti antibakteri, antioksidan, antiinflamasi dan sebagainya. Nelayan dan konsumen tidak akan mau mengaplikasikan dan menerima metode pengawetan ikan segar apabila setelah perlakuan akan memberikan perubahan sensori pada ikan tersebut meskipun tidak membahayakan. Untuk itu perlu diketahui pengaruh dari bahan alami tersebut dalam mempertahankan mutu kesegaran ikan tanpa menimbulkan efek negatif pada nilai organoleptiknya. (Agustini dkk., 2008).

Perkembangan lebih lanjut dari industri dunia perikanan terhalang karena tingginya kematian ikan disebabkan oleh penyakit. Untuk mengatasi masalah ini, antibiotik semakin sering digunakan. Fakta menyatakan bahwa jumlah bakteri resisten antibiotik yang berpotensial patogen pada ikan telah meningkat, bakteri ini dapat mengirim gen resistennya pada bakteri lain yang mampu menyebabkan infeksi pada manusia dan hewan (Albert and Ransangan, 2013).

Perkembangan teknologi pengawetan untuk memperpanjang masa simpan produk pangan sangat pesat seiring dengan meningkatnya kebutuhan industri pangan dan penyediaan pangan sepanjang tahun. Relatif masih sedikit penelitian yang menggunakan ekstrak rempah dan herbal sebagai antimikroba (pengawet) dalam model makanan yang sebenarnya. Kemampuan antimikroba minyak esensial in vitro sering lebih besar dibandingkan in vivo dalam makanan. Pengaruh ekstrak ini sangat bergantung pada jenis makanan dan kondisi makanan seperti pH, emulsi, suhu dan komposisi makanan (Antara dan Wartini, 2012).

Menurut Galvez et al., (2014), senyawa utama dalam komposisi antimikroba diantaranya saponin, flavonoid, carvacrol, thymol, citral, eugenool, linool, terpen serta prekursor turunannya dan peptida antimikroba (tionin, defensin, siklotida). Kelas fenol memiliki mekanisme dalam menghilangkan


(25)

10

substrat, merusak membran, inaktifasi enzim dan mengikat protein. Kelas terpenoid dan minyak atsiri berperan dalam merusak membran. Kelas alkaloid berperan dalam interaksi sel masuk dan keluar (Cowan, 1999). Komponen antimikroba turunan dari Allium mampu menghambat mikroorganisme melalui reaksi golongan sulfidril (SH) dalam protein sel. Aktivitas antibakteri dari minyak atsiri dan ekstrak tanaman lain mendapat perhatian besar untuk pengaplikasian dari eksrak kasar atau senyawa bioaktifnya dalam pengawetan makanan. Dalam konsentrasi sekitar 0,05-0,1%, minyak atsiri mampu menghambat patogen, seperti S. typhimurium, E. coli O157:H7, L. monocytogenes, B. cereus dan S. aureus dalam makanan (Galvez et al., 2014).

Bakteri patogen yang berasosiasi dengan ikan diantaranya bakteri pada lingkungan perairan/ laut (Vibrio parahaemolyticus, Vibrio cholerae, Clostridium botulinum, Aeromonas hydrophila), bakteri enterik (Escherichia coli, Shigella sp, Campylobacter sp, Yersinia enterolityca) dan pengkontaminasi selama penyimpanan (Bacillus cereus, Listeria monocytogenes, Staphylococcus aureus, Clostridium perfringens) (Bomfeh, 2011). Mikroba patogen pada pangan ini menyebabkan penyakit diare, listeriasis, kolera hingga menyebabkan kematian apabila makanan yang terkontaminasi dikonsumsi secara terus menerus. Aktivitas hambat mikroorganisme pada produk makanan harus lebih tinggi daripada konsentrasi yang diaplikasikan untuk organoleptik (Ghaly et al., 2010).

Pengujian organoleptik merupakan penggunaan alat indera untuk menilai spesifikasi mutu kenampakan, bau, rasa dan tekstur untuk mengetahui penyimpangan dan perubahan suatu produk. Dalam beberapa hal, penilaian dengan indera bahkan melebihi ketelitian alat yang sensitif. Oleh karena sifat pengujiannya yang subyektif, maka diperlukan suatu standar dalam melakukan penilaian organoleptik/ sensori (SNI 01-2346-2006).

Suhu penyimpanan ikan dan produk perikanan yang dianjurkan adalah antara 4,4 °C hingga 10 °C. Ini dikarenakan pertumbuhan dari bakteri patogen pembusuk makanan sangat lambat pada suhu ini dan waktu yang diperlukan untuk pertumbuhan signifikan lebih lama. Penyimpangan yang signifikan juga terjadi antara data mikrobiologi pada produk tertentu dan prediksi dapat terjadi, termasuk untuk fase lag pertumbuhan (perhatikan waktu dan suhu) (FDA, 2011).


(26)

BAB 3

BAHAN DAN METODE

3.1. Waktu dan Tempat

Penelitian inidilaksanakan pada bulan April sampai Juli 2015 di Laboratorium Mikrobiologi, Departemen Biologi,Laboratorium Kimia Organik, Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam dan Unit Pelaksana Teknis Laboratorium Pengendalian dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan (UPT LPPMHP) Provinsi Sumatera Utara, Medan.

3.2. Prosedur Penelitian

3.2.1. Lokasi dan Tahap Pengambilan Sampel Ikan Nila

Ikan Nila (Oreochromis niloticus L.) diambil dari lokasi Tambak Bakti Mulyo Desa Lantasan Lama, Kecamatan Patumbak, Kabupaten Deli Serdang. Pada lokasi ini tidak terdapat tumbuhan air di sekelilingnya, warna air keruh dan luas tambak sekitar 1 ha dengan kedalaman 120 cm (Gambar 2). Sampel ikan diambil secara acak dari tambak sebanyak 1 kg (6 ekor) dalam keadaan hidup dan dimasukkan ke dalam plastik ukuran 5 kg kemudian dimasukkan ke dalam box styrofoam yang berisi es. Ikan dibawa ke Laboratorium Pengendalian dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan (LPPMHP) untuk diisolasi mikroba selanjutnya.


(27)

12


(28)

13

3.2.2. Isolasi Escherichia colidari Ikan Nila (Oreochromis niloticus L.)

Sampel ikan Nila sebanyak 25 g ditimbang secara aseptis dan dimasukkan ke dalam wadah. Sampel dimasukkan ke dalam 225 mL larutan Butterfield’s Phosphate Buffer (BFP). Sampel dihomogenisasi menggunakan stomacher selama 2 menit, homogenat ini merupakan pengenceran 10-1, kemudian dilanjutkan dengan uji pendugaan coliform, penegasan coliform, pendugaan E. coli dan penegasan E. coli (Lamp. 1.Hlm. 37) (SNI 01.2332.1-2006). Apabila ikan dinyatakan positif E. coli maka perlu dilakukan uji kualitas air (keberadaan E. coli) pada tambak tersebut (Lamp. 3 Hlm. 39).

3.2.3. Isolasi Vibrio choleraedari Ikan Nila(Oreochromis niloticus L.)

Sampel ikan Nila sebanyak 25 g ditimbang secara aseptis dan dimasukkan ke dalam wadah. Sampel dimasukkan ke dalam 225 mL larutan Alkaline Pepton Water (APW). Sampel dihomogenisasi menggunakan stomacher selama 2 menit,

homogenat ini merupakan pengenceran 10-1, kemudian dilanjutkan dengan

pengkayaan, pemurnian, uji biokimia pendahuluan, pewarnaan Gram, uji biokimia lanjutan dan uji serologi (Lamp. 2. Hlm. 38) (SNI 01.2332.4-2006).

3.2.4. Penyiapan Sampel Ekstraksi

Sebanyak 5 kg umbi bawang Lokio yang telah dipotong bagian akar dan daunnya, dicuci hingga bersih. Umbi dipotong sama besar. Potongan umbi dikeringkan dalam oven pada suhu 37-40 oC selama 1-2hari.Hasil pengeringan dihancurkan menggunakan blender untuk mendapatkan bentuk simplisia (Lamp. 5CHlm. 42). Simplisia umbi bawang Lokio dimasukkan ke dalam botol kaca untuk tahap ekstraksi selanjutnya.

3.2.5. Ekstraksi Umbi Bawang Lokio dengan Pelarut N-heksana

Prinsip dari ekstraksi dalam penelitian ini ialah pengikatan senyawa non polar dan polar dengan pelarut organik berdasarkan metode Harborne (1973).Pelarut n-heksana dimasukkan kedalam botol kaca yang telah berisikan umbi bawang Lokio hasil pengeringan sebanyak 1:1 (w/v).Botol kaca ditutup menggunakan plastik dan karet dan dimaserasi selama 3 hari menggunakan mesin penggoyang.Setelah 3 hari, maserat dipisahkan dari padatan dan disaring


(29)

14

menggunakan kertas saring untuk mendapatkan ekstrak.Padatan dimasukkan kedalam botol kaca dan disimpan untuk ekstraksi kedua.Ekstrak yang didapat lalu dimasukkan kedalam corong Buchner dan didapat dua lapisan.Ekstrak ditampung dalam labu kaca dan diuapkan menggunakan rotaryevaporator selama 30 menit pada suhu 70°C.Hasil dari evaporasi merupakan ekstrak kental untuk uji antimikroba selanjutnya.

3.2.6. Ekstraksi Umbi Bawang Lokio dengan Pelarut Etil Asetat

Padatan hasil maserasi menggunakan pelarut N-heksana dimasukkan kedalam botol kaca yang telah berisi pelarut etil asetat dengan kadar 1:1 (w/v). Padatan dimaserasi selama 3 hari menggunakan mesin penggoyang.Setelah 3 hari, maserat dipisahkan dari padatan dan disaring menggunakan kertas saring untuk mendapatkan ekstrak.Ekstrak ditampung dalam labu kaca dan diuapkan menggunakan rotaryevaporator selama 60 menit pada suhu 65°C.Hasil dari evaporasi merupakan ekstrak kental untuk uji antimikroba selanjutnya.

3.2.7. Ekstraksi Umbi Bawang Lokio dengan Pelarut Etanol

Padatan hasil maserasi menggunakan pelarut N-heksana dimasukkan kedalam botol kaca yang telah berisi pelarut etil asetat dengan kadar 1:1 (w/v). Padatan dimaserasi selama 3 hari menggunakan mesin penggoyang.Setelah 3 hari, maserat dipisahkan dari padatan dan disaring menggunakan kertas saring untuk mendapatkan ekstrak.Ekstrak ditampung dalam labu kaca dan diuapkan menggunakan rotaryevaporator selama 60 menit pada suhu 65°C.Hasil dari evaporasi merupakan ekstrak kental untuk uji antimikroba selanjutnya.

3.2.8. Penyiapan Isolat Mikroba Indikator

Isolatbakteri indikatorEscherichia coli dan Vibrio cholerae yang diisolasi dari ikan Nila ditumbuhkan kedalam media peremajaan Tripton Soya Agar(TSA) selama 24 jam di inkubator 35 °C. Sebanyak 10 mL NaCl 0,9% dimasukkan ke dalam tabung reaksi secara aseptis. Isolat bakteridiinokulasikan ke dalam tabung reaksi yang berisi NaCl 0,9% menggunakan jarum ose bengkok, kemudian disamakan kekeruhannya sesuai dengan OD600= 0,5 (setara 108 CFU/ mL).


(30)

15

3.2.9. Uji Antimikroba Ekstrak Umbi Bawang Lokio terhadap Mikroba Indikator

Pengujian daya hambat isolat mikroba patogen menggunakan metode difusi cakram kertas (Bauer et al., 1966). Cakram kertas ditetesiekstrak n-heksana, etil asetat dan etanol bawang Lokio sebanyak 20 µ L, ditiriskan lalu diletakkan di

atas sebaranmikroba uji dengan OD600=0,5 pada media MHA, kemudian

diinkubasi selama 24 jam pada suhu 35 °C.Pengujian dilakukan dengan 2 kali ulangan (duplo).Pengamatan dilakukan denganmengukur zona hambat yang terbentuk di sekitar cakram kertas menggunakan jangka sorong.

3.2.10. Penentuan Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) Ekstrak Umbi Bawang Lokio

Ekstrak kental n-heksana, etil asetat dan etanol dari umbi bawang Lokio

dibuat konsentrasi bervariasi menggunakan pelarut DMSO

(Dimetilsulfoksida).Konsentrasi ekstrak n-heksana, etil asetat dan etanol yang digunakan yaitu 2.5, 5, 7.5, 10, 20, 30, 40 dan 50% (v/v). Sebagai kontrol (-) digunakan cakram kertas mengandung DMSO, kontrol (+) digunakan cakram kloramfenikol. Cakram kertas diletakkan di atas sebaranmikroba uji dengan OD600= 0,5 pada media MHA, kemudian diinkubasi selama 24 jam pada suhu 35

°C. Nilai KHM ditentukan dari konsentrasi ekstrak terendah yang menunjukkan aktivitas antimikroba melalui pengukuran zona hambat yang terbentuk di sekitar cakram kertas.

3.2.11. Uji Organoleptik Ekstrak Bawang Lokio pada Ikan Nila

Ekstrak etanol bawang Lokio dengan konsentrasi 100% diaplikasikan untuk melihat masa simpan ikan segar dengan uji organoleptik. Uji dilakukan dengan metode perendaman ikan pada 50 mL ekstrak bawang Lokio di dalam boxstyrofoam (masing-masing 2 ekor ikan/ box) lalu disimpan pada suhu 27 °C. Sebagai perbandingan, dibuat kontrol dengan tanpa perendaman yang disimpan di ruangan pada suhu 27 °C dan 4 °C (kulkas). Sampel ikan diamati setiap 6 jam selama 36 jam.Uji organoleptik ikan segar dilakukan berdasarkan SNI 01-2346-2006 (Lamp. 4. Hlm. 40) Pengujian organoleptik dilakukan oleh 7 orang panelis


(31)

16

terlatih dari UPTLPPMHP Medan. Pengujian tesebut dilakukan dengan menggunakan range skor 1-9, 1 untuk nilai terburuk dan 9 untuk nilai terbaik. 3.2.12. Penentuan Angka Lempeng Total (ALT) pada Ikan Nila

Pengujian jumlah total bakteri pada sampel ikan Nila berdasarkan SNI 01-2332.3-2006. Sebanyak 25 g sampel ikan ditimbang lalu dimasukkan ke dalam stomacher. Sampel ikan ditambahkan 225 mL larutan BFP, dihomogenkan selama 2 menit.Homogenat dipipet sebanyak 1 mL lalu dimasukkan dalam larutan BFP 9 mL, lakukan pengenceran metode cawan tuang. Sebanyak 1 mLhomogenat dari pengenceran 10-3, 10-4 di atas diambil dengan menggunakan pipet, dimasukkan ke dalam petri steril. Sebanyak 12-15 mL media Plate Count Agar(PCA) dituang ke dalam cawan petri steril dan didinginkan. Kontrol dilakukan dengan mencampurkan larutan BFP dengan media PCA. Pengujian dilakukan dengan 2 kali ulangan. Setelah media agar memadat, kemudian cawan petri diinkubasi pada inkubator suhu 35 °C dengan posisi cawan terbalik selama ± 48 jam. Koloni bakteri yang tumbuh dihitung.

3.2.13 Pengujian Total VolatileBase-Nitrogen (TVB-N) pada Ikan Nila

Uji TVB-N dilakukan berdasarkan SNI 2354.8:2009. Sampel ikan Nila ditimbang sebanyak 10 g menggunakan gelas piala lalu ditambahkan 90 mL asam perklorat (PCA) 6%. Sampel dihomogenkan menggunakan homogenizer dan disaring ekstrak sampel menggunakan kertas saring. Ekstrak dimasukkan ke dalam tabung destilasi sebanyak 50 mL lalu ditambahkan beberapa tetes indikator Fenolftalein. Tabung destilasi dipasangkan pada peralatan destilasi uap kemudian ditambahkan 10 mL NaOH 20%. Penampung erlenmeyer diisidengan 100 mL H3BO4 3% dan 3-5 tetes indikator Tashiro (larutan berwarna ungu). Larutan

didestilasi uap ± 10 menit sampai diperoleh destilat 100 mL, sehingga volume akhir terdapat 200 mL larutan berwarna hijau kemudian dilanjutkan destilasi larutan blanko dengan mengganti ekstrak sampel dengan 50 mL PCA 6%, pengerjaannya selanjutnya sama dengan sampel. Larutandititrasi terhadap destilat sampel dan blanko dengan menggunakan larutan HCl 0,02 N. Titik akhir titrasi ditandai dengan terbentuknya kembali warna ungu.


(32)

17

Perhitungan TVB-N sebagai berikut:

(Vs – Vb) x N x 14,007 x 2 x 100

TVB-N (mg/ 100g) =

W

Keterangan : Vs = volume larutan HCl pada titrasi sampel;

Vb = volume larutan HCl pada titrasi blanko;

N = normalitas larutan HCl; W = berat sampel (g); 14,007 = berat atom Nitrogen; 2 = faktor pengenceran. 3.2.14. Analisis Data

Pengujian dilakukan dengan 2 kali ulangan untuk masing-masing uji. Data analisis kualitas (organoleptik) dan kuantitas (Angka Lempeng Total bakteri dan TVBN) disajikan dalam bentuk tabel dan grafik.


(33)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Deteksi Escherichia coli danVibrio choleraedari Sampel Ikan Nila (Oreochromis niloticus L.)

Deteksi Escherichia coli dan Vibrio cholerae dilakukan dari sampel ikan Nila segar (± 300-350 g/ ekor) masing-masing 2 ekor ikan secara aseptis. Pengujian E. coli dilakukan berdasarkan SNI 01-2332.1-2006 dan V. cholerae berdasarkan SNI 01-2332.4-2006. Hasil deteksi menyatakan bahwa ikan Nila tambak tersebut positif tercemar E. coli, namun tidak tercemar V. cholerae disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Pengujian Escherichia colidan Vibrio cholerae dari Ikan Nila

No. Pengujian Hasil

1. Pendugaan coliform (+) gelembung udara pada media LTB.

2. Penegasan faecal coliform (+) gelembung udara pada media EC broth (>1100 APM/ g coliform)

3. Pendugaan E. Coli Koloni hitam dengan / tanpa hijau metalik

pada media LEMB agar.

4. Penegasan E. Coli (+) pada media PCA miring.

Uji Biokimia : (+) produksi indol, (+) uji Voges Proskauer, Uji Metil Red, (-) Uji Sitrat dan (+) produksi Laktosa.

Uji Morfologi dan Pewarnaan : berbentuk batang pendek dan Gram negatif, tidak berspora.

5. Pengkayaan V. Cholerae (-) koloni kuning pada media TCBS agar.

Pengujian ini dilakukan dalam waktu yang berbeda. Hasil menunjukkan bahwa ikan Nila tercemar E. coli namun tidak tercemar V. cholerae. Pencemaran E. coli diduga berasal dari air tambak yang terkontaminasi dengan bangkai ikan yang dibuang di sekitar tambak, pengairan yang tidak lancar sehingga air tampak keruh, juga adanya aktivitas manusia yang membuang kotoran di sekitar tambak.

Menurut Mandal et al., (2009), faecal coliform seperti E. coli biasanya berasal dari feses hewan berdarah panas. Faecal coliform pada ikan menunjukkan tingkat pencemaran lingkungannya karena coliform bukan flora normal pada ikan.


(34)

19

Kontaminasi juga berasal dari usus ikan yang pecah selama penanganan dan pencucian yang kurang baik.Kontaminasi ikan dari bakteri enterik manusia atau hewan akan menyebabkan pembusukan pada berbagai makanan. Populasi E. coli terdapat pada daging, insang dan usus dari ikan Nila Tilapia yang diperoleh dari kolam. Adanya faecal coliform lebih berdampak bagi manusia daripada organisme perairan itu sendiri. Disentri, demam tipoid, gastroenteritis dan penyakit yang serupa merupakan penyakit yang ditimbulkan dari kontaminasi faecal coliform. Mandal et al., (2009) menambahkan bahwa adanya endapan kotoran manusia di dalam kolam ikan menyebabkan air terkontaminasi dan ketika air yang terkontaminasi itu dicerna oleh ikan maka ikan menjadi terkontaminasi.

Tingginya nilai APM/ g coliform menunjukkan kontaminasi yang tinggi terjadi pada ikan yang akan mempengaruhi kesehatan ikan Nila lainnya pada kolam yang sama. Menurut Adams et al., (1999) bahwa ikan Tilapia memiliki kandungan nitrogen yang banyak dan sangat mudah mengalami pembusukan. Laju pembusukan berhubungan dengan adanya mikroba yang melekat pada tubuh ikan, khususnya Enterobacteriaceae. Shinkafi (2010), menambahkan bahwa dengan melihat kandungan bakteri pada organ ikan, kualitas ikan dapat diperkirakan hingga waktu penyimpanannya. Informasi tentang jenis dan banyaknya bakteri yang berasosiasi dengan ikan Nila akan mempengaruhi kesehatan ikan Nila dan dapat mencegah terjangkitnya penyakit pada suatu kolam.

4.2. Deteksi Escherichia coli pada Sampel Air Tambak Bakti Mulyo

Metode ini dilakukan untuk mengetahui kemungkinan kontaminasi ikan berasal dari perairan tambak ikan Nila Bakti Mulyo. Suhu dan pH sampel air tambak pada saat diuji masing-masing 20 °C dan 6,8. Sampel air tambak ikan Nila diambil sebanyak 100 mL dimasukkan ke dalam botol Schootdan disimpan dalam cool boxuntuk mencegah adannya kontaminasi selama penanganan kemudian diuji keberadaan E. coliberdasarkan BAM 2002 oleh Feng et al.,(2002) (Lamp. 3 Hlm. 39).Hasil pengujian sampel air tambak ikan Nila disajikan pada Gambar 3.


(35)

20

Gambar 3. Deteksi E. coli pada sampel air tambak Bakti Mulyo; (a) media LST sebelum diinkubasi; (b) media LST berpendar saat disinari UV-Lamp; (c) media LST (+) cincin merah setelah ditetesi reagent Kovacs.

Media LST (Fluorocult®) yang telah diinokulasi air tambak setelah diinkubasi 48 jam, akan berubah warna menjadi hijau dan disinari UV Lampakan berpendar. Media berpendar menandakan bahwa air tercemar coliform. Media berpendar kemudian ditetesi dengan reagent Kovacs dan jika menghasilkan cincin merah itu menandakan bahwa air tercemar E. coli. Media LST dibuat berdasarkan adanya aktivitas enzimatis dari β-glucoronidase (GUD) yang memecah substrat 4-methylumbelliferyl (MU). Saat disinar dengan UV Lamp (λ= 365 nm), MU menghambat berpendarnya warna biru yang terekspresi di media. Lebih dari 95% E. coli memproduksi GUD, kecuali E. coli O157:H7 (Feng et al., 2002).

Berdasarkan penelitian ini, didapatkan hasil bahwa sampel ikan Nila dan sampel air tambak positif tercemar E. coli serta adanya kemungkinan ikan Nila terkontaminasi dari air tambak. Tambak ikan Nila Bakti Mulyo terbuat dari tanah yang memiliki saluran air yang mengalir melalui pipa dan adanya kolam air berisi sampah diperkirakan penyebab kontaminasi. Menurut Adams et al., (1999), perairan atau sungai dan danau memiliki mikroorganisme yang lengkap termasuk hewan dan tumbuhan air. Aktivitas manusia sangat berdampak bagi kualitas air. Jika air telah terkontaminasi dengan kotoran, maka resiko bakteri enterik menginfeksi manusia pun muncul. Penanganan yang tidak baik juga mengakibatkan flora normal dari lingkungan akan mengkontaminasi organisme air, seperti bakteri dari famili Enterobacteriaceae dan Staphylococcus aureus dimana bakteri ini dapat tumbuh dengan baik pada suhu 30-37 °C.


(36)

21

4. 3. Uji Antimikroba Ekstrak Umbi Bawang Lokio (Allium chinense G. Don) Dari hasil deteksi dan pemurnian pada media TSA, diperoleh 2 isolat bakteri uji E. coli kode 1- 3C dan 2-1A pada Lamp. 5EHlm. 42. Kemungkinan strain masing-masing isolat bakteri uji E. coli sama karena diisolasi dari spesies ikan yang sama. Uji antimikroba ekstrak umbi bawang Lokio fraksi N-heksana, etil asetat dan etanol dilakukan dengan metode difusi cakram terhadap bakteri E. coli. Metode ini dilakukan dengan melihat zona hambat di sekeliling kertas cakram.

Gambar 4. Uji antimikroba ekstrak umbi bawang Lokio terhadap E. coli Tengah: kontrol + (Chloramphenicol),

Atas bawah : ekstrak etanol umbi bawang Lokio Kiri kanan : ekstrak etil asetat umbi bawang Lokio

Hasil diameter zona hambat uji antimikroba ekstrak umbi bawang lokio dengan konsentrasi 100% terhadap isolat bakteri patogen E. coli yang diisolasi dari ikan Nila disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Diameter Zona Hambat Ekstrak terhadap 2 Isolat Bakteri E. coli

Fraksi Diameter Zona Hambat (mm) Kategori Daya

Hambat* E. coli 1-3C E. coli 2-1A

N- heksana - - -

Etil asetat 16 16,4 Kuat

Etanol 10,7 11,2 Kuat

Kontrol positif 30,5 28 Sangat kuat

Kontrol negatif - - -

Catatan (*) : berdasarkan Davis and Stout (1971).

Hasil diameter zona hambat menunjukkan bahwa ekstrak etil asetat dan etanol umbi bawang Lokio dapat menghambat pertumbuhan isolat bakteri E. coli yang langsung diisolasi dari ikan Nila dengan kategori daya hambat kuat. Kemampuan ekstrak umbi bawang Lokio dalam menghasilkan aktivitas


(37)

22

antimikroba juga dipengaruhi oleh tingkat solubilitas ekstrak. Adanya senyawa yang menguap (volatile) juga dapat mengurangi senyawa bioaktif pada ekstrak umbi bawang Lokio fraksi etil asetat dan etanol.

Bah et al.,(2012), menyatakan bahwa senyawa volatil dari Jiaotou (nama lokal bawang Lokio di Cina) diantaranya thiolanes, alkohol, keton dan minyak atsiri lainnya dan senyawa bioaktifnya diantaranya organosulfur. Senyawa inilah yang berpotensi sebagai antimikroba bagi umbi bawang Lokio. Menurut Kuroda et al., (1995), umbi Jiaotou dilaporkan memiliki beberapa senyawa saponin, senyawa ini efektif digunakan sebagai obat tradisional di Cina.

Perbedaan besarnya zona hambat antara perlakuan kontrol positif (cakram Chloramphenicol) dan ekstrak disebabkan pada ekstrak yang belum dimurnikan (ekstrak kasar) seperti penelitian yang telah dilakukan oleh Poeloengan (2012). Hasil uji in vitro perasan bawang putih (Allium sativum L.) pada konsentrasi 50% mempunyai efektivitas sebagai antibakteri terhadap E. coli yang diisolasi dari telur ayam kampung dengan diameter zona hambat sebesar 15,67 mm. Potensi antibakteri juga ditunjukkan oleh ekstrak etanol bawang dayak (Eleutherine palmifolia L.Merr) dalam menghambat pertumbuhan bakteri E. coli pada konsentrasi 40 mg/ mL sebesar 10 mm (Amanda, 2014).

Adanya perbedaan pH oleh masing-masing pelarut seperti etil asetat dan etanol serta preparasi sampel yang mungkin kurang baik dapat mempengaruhi besar zona hambat bakteri. Kemungkinan adanya sisa pelarut etil asetat yang membuat zona hambat oleh pelarut etil asetat lebih besar. Penelitian oleh Hartanto (2015), ekstrak etanol umbi bawang Lokio menghambat isolat klinis memiliki zona hambat yang lebih tinggi dibandingkan dengan ekstrak etil asetat. Berbeda dengan hasil penelitian Naibaho (2015), ekstrak etil asetat umbi bawang Lokio memiliki zona hambat yang lebih tinggi dibandingkan ekstrak etanol.

Pada umumnya, diameter zona hambat cenderung meningkat sebanding dengan meningkatnya konsentrasi ekstrak dan perbedaan pelarut ekstrak. Besar zona hambat disajikan pada Tabel 3 dan foto uji pada Lamp. 5GHlm. 42.


(38)

23

Tabel 3. Konsentrasi Hambat Minimum ekstrak umbi bawang Lokio terhadap Escherichia coli

Diameter Zona Hambat (mm) Konsentrasi

Pelarut

50% 40% 30% 20% 10% 7,5%

Etil asetat 13,25 11,5 11,75 9,5 9 -

Etanol 11,75 9,5 9 8,75 8 -

Hasil menunjukkan bahwa konsentrasi hambat minimum ekstrak umbi bawang Lokio fraksi etanol dan etil asetat adalah sama, dengan konsentrasi 10% masing-masing diameter zona hambat sebesar 8 mm dan 9 mm. Potensi yang sama juga dihasilkan dari ekstrak etanol bawang dayak (Eleutherine palmifolia) 10 mg/ mL dengan diameter zona hambat sebesar 8 mm (Amanda, 2014). Penelitian Najjaa et al., (2009) menambahkan bahwa Allium roseum pada konsentrasi 2% juga menghasilkan diameter zona hambat sebesar 9 mm.Penelitian Tajkarimi et al., (2010) terkait dengan beberapa ekstrak bahan alami masing-masing pada konsentrasi 0,5% dalam menghambat pertumbuhan bakteri E. coli diantaranya ialah ekstrak kayu manis sebesar 8 mm, ekstrak cengkeh sebesar 11,6 mm, ekstrak bawang putih 10 mm dan ekstrak jahe 9,3 mm.

4.4. Uji Organoleptik Ikan Nila yang diberi Ekstrak Umbi Bawang Lokio Ikan Nila yang ditangkap hidup dari tambak Bakti Mulyo dibawa ke laboratotorium untuk selanjutnya dibersihkan dan diberi perlakuan. Hasil uji organoleptik ikan Nila disajikan pada Gambar 5 berikut dan Lamp. 5LHlm. 42

Gambar 5. Perubahan nilai organoleptik ikan Nila hingga akhir penyimpanan. 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

0 6 12 18 24 30 36

Waktu Penyimpanan (jam) Nil ai org ano lep tik


(39)

24

( ) Kontrol + (4°C), ( ) Perlakuan, ( ) Kontrol - (27°C), (---) batas kelayakan.

Perubahan nilai organoleptik ikan Nila baik kontrol maupun dengan perlakuan penambahan ekstrak umbi bawang Lokio dan disimpan memiliki pola penurunan nilai organoleptik yang sama dengan tingkat kecepatan yang berbeda. Hingga akhir penyimpanan (jam ke-36) tingkat penurunan nilai organoleptik terlambat terlihat pada kontrol positif (penyimpanan pada suhu 4 °C), diikuti dengan perlakuan penambahan ekstrak dan kontrol negatif. Dari hasil diperoleh bahwa ikan dengan perlakuan ekstrak masih dapat diterima konsumen hingga jam ke- 30 dengan nilai organoleptik 7,16.

Hasil organoleptik kontrol negatif dan perlakuan pada jam ke-12 menunjukkan perbedaan yang cukup jauh, sementara disimpan pada suhu yang sama. Perbedaan tingkat kecepatan penurunan nilai organoleptik pada ikan Nila dengan perlakuan penambahan ekstrak dikarenakan aktivitas senyawa antibakteri pada ekstrak. Menurut Kyung (2012), aktivitas antimikroba dari kebanyakan Alliumyang berperan utama adalah thiosulfinat. Senyawa antimikroba turunan Allium ini menghambat pertumbuhan mikroba melalui pengikatan dengan kelompok protein sel sulfihydryl (SH). Tajkarimi et al., (2010) menambahkan bahwa aktivitas antibakteri dari minyak atsiri dan ekstrak tanaman dapat diaplikasikan ekstrak kasar maupun senyawa bioaktifnya dalam pengawetan. Namun, ekstrak umbi bawang Lokio pada penelitian ini dapat mengubah warna mata dan tubuh ikan serta menimbulkan bau khas sulfur ekstrak pada daging ikan.

Adanya perbedaan cara mati ikan dan pembersihan isi perut juga insang (penyiangan) juga mempengaruhi kesegaran ikan. Penelitian yang dilakukan oleh Munandar et al.,(2009), bahwa ikan Nila yang mati ditusuk dengan penyiangan akan lebih lama mengalami fase rigor mortis dibandingkan dengan mati menggelepar dan tanpa penyiangan.Menurut Ghaly et al., (2010), pengeluaran isi perut (penyiangan) bertujuan untuk mengurangi enzim protease dari saluran pencernaan. Enzim digestif keluar saat post mortem bersamaan dengan pecahnya dinding perut. Bagaimanapun, kesempatan kontaminasi silang bakteri mungkin terjadi selama proses pengeluaran isi perut.


(40)

25

Tingkat kelayakan konsumsi ikan Nila ditentukan berdasarkan SNI 01.2346.2006, dimana batas nilai kelayakan organoleptik untuk konsumsi ikan segar adalah 7. Ikan Nila kontrol mulai ditolak oleh konsumen pada penyimpanan jam ke-12 sedangkan ikan Nila dengan perlakuan penambahan ekstrak mulai ditolak pada penyimpanan jam ke-36. Hasil ini lebih tinggi dibanding dengan penelitian yang dilakukan oleh Putro et al., (2008) bahwa perendaman ikan kembung oleh ekstrak bawang putih layak dikonsumsi hingga 12 jam penyimpanan pada suhu kamar.

Perbedaan suhu penyimpanan ikan menurut Chebet (2010), bahwa pembusukan ikan Nila pada suhu ambient (20-30 °C) ditandai dengan bau busuk yang kuat, bau amis dan bau hidrogen sulfida; terjadi dalam waktu 11-17 jam. Produksi bau ini merupakan aktivitas dari bakteri Aeromonas spp dan Enterobacteriaceae yang menyebabkan penurunan trimetilamin oksida (TMAO) menjadi TMA dan produksi hidrogen sulfida dari asam amino. Penelitian Adoga et al., (2010) juga menegaskan bahwa kualitas organoleptik ikan Nila tilapia yang diterima ialah 12 jam pada suhu ambient dan selama 15 hari pada penambahan es.

Bahar (2006), menjelaskan bahwa semakin tinggi temperatur akan menyebabkan waktu berlangsungnya rigor mortis semakin cepat. Ikan yang disimpan pada suhu lebih tinggi mempunyai mutu organoleptik yang lebih rendah daripada ikan yang disimpan pada suhu lebih rendah. Huss (1995), menambahkan bahwa rentang kebusukan pada ikan segar yang disimpan pada suhu yang sama akan sama pada semua jenis ikan. Rentang kebusukan ikan pada penyimpanan suhu 20-30 °C akan 25 kali lebih tinggi daripada penyimpanan suhu 0 °C.

SNI 01.2346.2006 menetapkan parameter kenampakan mata, insang, lendir permukaan badan, warna dan kenampakan badan, bau serta tekstur sebagai kriteria organoleptik ikan segar. Menurut Moeljanto (1982), daging ikan mengandung jaringan ikat (tendon) sedikit, sehingga mudah dicerna oleh enzim autolisis. Hasil pencernaan ini mengakibatkan daging menjadi lunak dan cocok untuk pertumbuhan mikroba sehingga warna dagingnya kusam. Menurut Soewedo (1983), pada umumnya kerusakan warna ikan terjadi karena pada senyawa-senyawa pigmen yang ada pada ikan karena proses oksidasi. Hal ini berhubungan dengan kadar protein ikan (mioglobin dan hemoglobin) yang memberi warna


(41)

26

merah pada darah. Warna cokelat atau abu-abu disebabkan karena mioglobin berubah menjadi metmioglobin dan methemoglobin. Menurut Afrianto dan Liviawaty (1991), bakteri sarkosplasma dalam tubuh ikan menyebabkan bau tengik. Namun adanya pendinginan yang tinggi dapat mencegah terjadinya degradasi lemak dan protein yang menyebabkan bau tengik.

Adanya lendir pada permukaan ikan diduga merupakan hasil metabolisme bakteri mesofil yang berkembang cepat. Rahayu (2011), menjelaskan bahwa timbulnya lendir sebagai akibat dari berlangsungnya proses biokimiawi dan berkembangnya mikroba. Rusaknya jaringan pada daging menyebabkan kesegarannya akan hilang, timbul cairan sebagai tetes-tetes air yang mengalir keluar. Pratiwanggini (1986), menambahkan bahwa bakteri yang dominan pada ikan segar terutama pada saluran pencernaan, insang dan lendir adalah Pseudomonas sp., Acinetobacter moraxella, Bacillus sp., Proteus sp., Serratia sp., Escherichia sp., Alcaligenes sp.

4.5. Penentuan Angka Lempeng Total (ALT) Bakteri pada Ikan Nila

Gambar 6. Perubahan nilai ALT ikan Nilahingga akhir penyimpanan. ( ) Kontrol + (4°C), ( ) Perlakuan, ( ) Kontrol - (27°C), (---) batas kelayakan.

Jumlah total bakteri ikan Nila pada awal penyimpanan pada perlakuan penambahan ekstrak adalah 3x105 CFU/g dan mencapai nilai tertinggi pada jam ke-18 yaitu sebanyak 43,6x105CFU/g. Perlakuan kontrol mengalami peningkatan

0 10 20 30 40 50

0 6 12 18 24 30 36

Waktu penyimpanan (jam) To

tal ba kt eri (x 10

5


(42)

27

jumlah bakteri pada jam ke-6 yaitu sebanyak 38,4x105CFU/g. Hasil ALT dapat dilihat pada Lamp. 5Q- 5THlm.43. Sedangkan ALT pada jam ke- 24, ke-30 dan ke-36 tidak dapat dihitung pada pengenceran 105. Menurut SNI 01-2729.2-2006, standar jumlah kandungan bakteri ikan segar yaitu 5 x 105CFU/ g, perlakuan penambahan ekstrak masih memenuhi standar tersebut. Peningkatan jumlah total bakteri dapat dikaitkan dengan suhu penyimpanan ikan.

Ikan Nila yang diberi perlakuan penambahan ekstrak etanol umbi bawang Lokio mampu memperlambat laju pertumbuhan bakteri bila dibandingkan dengan kontrol negatif (Gambar6.). Ekstrak umbi bawang lokio mengandung senyawa organosulfur dan thiosulfinat (Benkeblia and Lanzotti, 2007), senyawa inilah yang berfungsi sebagai antibakteri bagi daging ikan, khususnya bakteri E. coli yang diisolasi dari ikan Nila pada penelitian ini, namun bakteri yang dihambat pada uji ini bukan saja E. coli melainkan jenis bakteri pembusuk lainnya. Hasil ALT dan organoleptik pada jam ke-18 menunjukkan sesuatu yang berbeda karena jumlah ALT yang tinggi namun uji organoleptik yang masih dapat diterima. Hal ini kemungkinan dikarenakan jumlah total bakteri tersebut tidak semua yang bersifat pembusuk. Adanya kemungkinan juga kandungan dari salah satu senyawa dari ekstrak umbi bawang lokio yang bersifat prebiotik bagi ikan.

Jumlah bakteri pada ikan semakin meningkat seiring dengan penyimpanan hal ini dikarenakan lingkungan yang optimal untuk pertumbuhan bakteri. Berdasarkan penelitian Adoga et al., (2010), bahwa sampel ikan Nila dapat mempertahankan kesegarannya hanya selama 12 jam pada suhu ambient dengan total bakteri 2,6x105CFU/ g. Penelitian Munandar et al., (2009) menambahkan bahwa ikan Nila dengan mati menggelepar dengan penyiangan yang disimpan selama4 hari pada suhu 2 °C sebesar 4,8x105 CFU/ g. Sedangkan perendaman dengan ekstrak bawang putih pada jam ke-12 penyimpanan suhu ambient berkisar antara 7,1 x 106 CFU/g (Putro et al., 2008).

Menurut Gram and Huss (2000), pertumbuhan dan metabolisme mikroba adalah penyebab utama pembusukan ikan yang menghasilkan amina, amina biogenik seperti putrescine, histamin dan cadavarine, asam organik, sulfida, alkohol, aldehid dan keton dengan bau yang tidak enak. Untuk ikan yang tidak diawetkan, pembusukan disebabkan oleh bakteri gram negatif, bakteri fermentatif


(43)

28

(seperti Vibrionaceae), gram negatif psikotoleran (seperti Pseudomonas spp. dan Shewanella spp.) cenderung membusukkan ikan bersuhu dingin.

Hingga akhir penyimpanan (jam ke-36) baik perlakuan maupun kontrol positif dan negatif telah melebihi batas jumlah bakteri, namun pada kontrol positif lebih cenderung mengandung sedikit bakteri. Johnston et al., (1994) menambahkan bahwa ikan mengandung 60-80% air tergantung spesiesnya. Metode penyimpanan pada suhu rendah telah digunakan sebagai pengawet untuk memperlambat pertumbuhan mikroba. Proses ini tidak membunuh mikroba namun mengurangi metabolisme mikroba yang kemungkinan menyebabkan pembusukan dan tidak menjamin kualitas ikan tersebut. Berkel et al., (2004) menambahkan bahwa 2 kemungkinan untuk menyimpan ikan pada suhu rendah yaitu: pendinginan suhu -1 °C sampai 4 °C untuk menghambat pertumbuhan mikroba dan pembekuan pada suhu -18 °C sampai -30 °C untuk menghentikan pertumbuhan bakteri.

4.6 Penentuan Total Volatile Base- Nitrogen pada Ikan Nila

Gambar 7. Perubahan NilaiTVBN ikan Nila hingga akhir penyimpanan. ( ) Kontrol + (4°C), ( ) Perlakuan, ( ) Kontrol - (27°C), (---) batas kelayakan.

Nilai TVB-N meningkat seiring dengan bertambahnya waktu penyimpanan ikan Nila pada semua perlakuan. Peningkatan nilai TVB-N tercepat terjadi pada kontrol, sedangkan yang terlambat pada ikan Nila yang disimpan pada suhu 4 °C (kontrol positif). Pada perlakuan kontrol positif, dimana suhu penyimpanan lebih

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90

0 6 12 18 24 30 36

Waktu penyimpanan (jam) TV

B-N (M g/ N)


(44)

29

rendah mampu memperlambat laju peningkatan TVB-N. Berdasarkan SNI 2354.8:2009 bahwa tingkat batas penerimaan adalah 20 mg/N. Dari hasil diperoleh bahwa nilai TVB-N ikan Nila perlakuan ekstrak dapat diterima hingga penyimpanan jam ke-18 yaitu sebesar 19,6 mg/N. Sedangkan pada kontrol positif (4 °C), hingga akhir penyimpanan (jam ke-36) masih memenuhi SNI yaitu 12,9 mg/N dan daya tahannya kemungkinan masih lebih panjang lagi (tidak diuji dalam penelitian ini), hasil ini sangat berbeda jauh dengan kontrol negatif (27 °C) pada jam ke-12 sudah tidak memenuhi SNI yaitu 27 mg/N.

Berdasarkan penelitian Adoga et al., (2010), nilai TVB-N pada ikan Nila Tilapia yang disimpan pada suhu ambient masih diterima hingga jam ke-9. Nilai TVBN menjadi indikator kesegaran yang baik apabila disimpan di es dan tidak pada suhu ambient. Meningkatnya kadar TVBN disebabkan oleh enzim proteolitik menjadi asam karboksilat, asam sulfida, ammonia maupun jenis asam lain. Penambahan ekstrak bawang putih dengan waktu penyimpanan 12 jam pada suhu ambient menghasilkan TVBN sebanyak 40 mg/N (Putro et al., 2008).

Pada kontrol positif (4 °C), nilai TVBN masih dibawah standar mutu. Pada perlakuan pemberian ekstrak, nilai TVBN menunjukkan perubahan yang lebih cepat namun lebih lambat dibandingkan kontrol negatif (27 °C). Hal ini menunjukkan bahwa ikan yang diberi ekstrak umbi bawang Lokio mampu mengurangi laju pembentukan basa nitrogen dalam daging.

Peningkatan jumlah TVB-N disebabkan meningkatnya aktivitas mikroba yang menghasilkan berbagai senyawa yang berbeda dan sebagian besar diantaranya adalah basa. Menurut Goulas & Kontominas (2007), nilai TVB-N dipengaruhi oleh jumlah non-protein nitrogen yang ada pada ikan yang semuanya tergantung pada tipe makanan, musim penangkapan dan ukuran ikan. Clucas & Ward (1996), menyatakan bahwa suhu rendah antara 0-6 °C menyebabkan aktivitas mikroorganisme dan enzim penyebab pembusukan terganggu sehingga pembentuk basa volatile nitrogen yang diduga akibat reaksi kimia setelah proses post rigor mortis dan aktivitas bakteri juga akan terganggu. Apabila kesegaran ikan menurun maka kandungan nitrogen yang mudah menguap akan meningkat sehingga akan meningkatkan kadar TVB-N.


(45)

30

Nilai TVB-N tidak meningkat selama awal penyimpanan, namun meningkat pada akhir penyimpanan seiring dengan peningkatan aktivitas bakteri. Perubahan TVB-N ini juga sesuai dengan penelitian Susanto et al., (2011) bahwa pemberian ekstrak bahan alami (jahe dan sosor bebek) pada ikan kembung selama 12 hari pada suhu dingin akan meningkatkan TVB-N. Nilai organoleptik berhubungan dengan analisa jumlah total bakteri dan analisa TVB-N. Nilai organoleptik mempunyai hubungan yang berbanding terbalik dengan nilai log bakteri dan nilai TVB-N, yakni semakin lama penyimpanan ikan maka nilai organoleptik akan semakin menurun akan tetapi nilai dari log total bakteri meningkat demikian juga nilai TVB-N.

Perbedaan nilai TVBN ini dipengaruhi oleh cara mati ikan tersebut dan penyiangan. Menurut Munandar et al., (2009), ikan yang mengeluarkan banyak energi sebelum mati (menggelepar), pHnya akan lebih cepat turun dan mengaktifkan enzim katepsin yang mampu menguraikan senyawa yang bersifat volatil. Isi perut merupakan sumber bakteri yang mampu menguraikan protein menjadi asam amino, sehingga jika dibuang pembusukan berlangsung lambat. Pernyataan tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Ozogul (2004) yang menyatakan bahwa sebagian besar senyawa-senyawa yang bersifat volatil dihasilkan oleh aktivitas bakteri yang berpusat pada isi perut ikan. Selain sebagai sumber bakteri di dalam isi perut ikan juga mengandung beberapa enzim yang dapat menguraikan protein. Enzim yang terdapat pada organ pencernaan ini adalah tripsin, kemotripsin, pepsin (Grigor 2002).


(46)

31

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Adapun kesimpulan dari penelitian ini ialah:

1. Potensi ekstrak umbi bawang Lokio tertinggi dalam menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli yang diisolasi langsung dari ikan Nila dicapai oleh berturut-turut fraksi etil asetat (16,4 mm) dan etanol (11,2 mm) dengan kategori antimikroba kuat.

2. Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) ekstrak umbi bawang Lokio menggunakan metode difusi cakram terhadap bakteri Escherichia coli tampak pada fraksi etil asetat 10% sebesar 9 mm dan fraksi etanol 10% sebesar 8 mm. 3. Potensi ekstrak umbi bawang Lokio pada konsentrasi 100% dalam

meningkatkan masa simpan ikan Nila berdasarkan SNI ialah selama 18 jam pada suhu ambient melalui uji organoleptik, uji angka lempeng total (ALT) bakteri dan uji TVBN. Penambahan ekstrak umbi bawang Lokio juga dapat menambah citarasa pada ikan nila.

5. 2 Saran

Perlunya penentuan daya simpan ekstrak umbi bawang Lokio untuk mengetahui kemampuannya dalam menghambat dan meningkatkan masa simpan ikan Nila. Dalam aplikasi ekstrak, penyimpanan suhu dingin dengan penyiangan ikan sangat dianjurkan untuk mendapatkan hasil yang lebih efektif.


(47)

32

DAFTAR PUSTAKA

Adams, A.J., Tobaias, W.J. 1999. Red Mangrove prop-root Habitat as a Finfih Nursery Area; A Case Study of Salt Rivea Bat, st. Croix, USVI. Proc Gulf Caribb Fish Inst 46: 22-46.

Adawyah, R. 2008. PengolahandanPengawetanIkan. Jakarta: Bumi Aksara. Adoga, I. J., joseph, E and Samuel, O.F. 2010. Storage of Tilapia (Oreochromis

niloticus) in Ice and Ambient Temperature. Researcher 2 (5): 39-43.

Afrianto, E. dan E. Liviawaty, 1991. Pengawetan dan Pengolahan Ikan. Yogyakarta: Kanisius.

Agustini, T.W., Swastawati, F., Fahmi, A.S., dan Susanto, E. 2008. Paket Teknologi Penanganan Ikan Segar dengan Pemanfataan Bahan Alami. Semarang: Universitas Diponegoro. hlm. 6-13.

Agustini, T.W., E. Susanto, I.M., Al-Bulushi and Rahman, M.S. 2012. Effect of Alloe veraand God Fruit (Phaleria macrocarpa) on Sensory, Chemical and Microbiological Attributes of Indian Mackerel (Restrelliger neglectus) During Ice Storage. Int. Food Res. J. 19(1): 119-125.

Albert, V and Ransangan, J. 2013. Antibacterial Potential of Plant Crude Extracts Against Gram Negative Fish Bacterial. Int. J. Of Res. In Pharm and Biosci 3 (2): 21-27.

Amanda, F.R. 2014. Efektivitas Ekstrak Bawang Dayak (Eleutherine palmifolia L. Merr) dalam Menghambat Pertumbuhan Bakteri Escherihia coli. [Skripsi]: UIN Syarif Hidayatullah. Jakarta.

Ankri, S and Mirelman, D. 1999. Antimicrobial Properties of Allicin From Garlic. Microbes and Infect 2: 125-129.

Antara, N.S dan Wartini, M. 2012. Senyawa Aroma dan Citarasa, Tropical Plant Project Udayana University. Bali: Universitas Udayana. hlm. 55-59.

Badan Standardisasi Nasional. 2006. Standar Nasional Indonesia Ikan Segar No.01- 2729.1- 2006. Badan Standarisasi Nasional. Jakarta.

Badan Standardisasi Nasional. 2006. Standar Nasional Indonesia Petunjuk Pengujian Organoleptik dan atau Sensori No. 01-2346-2006. Badan Standardisasi Nasional. Jakarta.


(48)

33

Badan Standardisasi Nasional. 2007. Handbook Standar Nasional Indonesia Pengujian Produk Ikan dan Produk Perikanan Cara Uji Mikrobiologi dan Kimia. Jakarta: Badan Standardisasi Nasional.

Badan Standardisasi Nasional. 2009. Standar Nasional Indonesia Penentuan Kadar Total Volatil Base Nitrogen (TVB-N) pada Produk Perikanan No. 2354.8:2009.

Bah, A. A., F. Wang, Z. Huang, I. H. Shamsi, Q. Zhang, G. Jilani, S. Hussain, N.Hussain, E. Ali. 2012. Phyto-characteristics, Cultivation and Medicinal Prospects of Chinese Jiaotou (Allium chinense). Int. J. of Agricult.& Biol. 14: 650-657.

Bahar, B. 2006. Panduan Praktis Memilih dan Menangani Produk Perikanan. Jakarta: Gramedia Pustaka. Hlm. 150.

Bauer, A.W., Kirby, W.M.M., Sherris, J.C., Turck, M. 1966. Antibiotic Susceptibility Testing by a Standardized Single Disk Method. Am. J. Clinic and Pathol. 36: 493-496.

Benkeblia N. 2000. Phenylalanine Ammonia-Lyase, Peroxidase, Pyruvic Acid And Total Phenolics Variations In Onion Bulbs During Long-Term Storage. Lebensm Wiss Technol. 33: 112-116.

Benkeblia, N and Lanzotti, V. 2007. Allium Thiosulfinates: Chemistry, Biological Properties and Their Potensial Utilization in Food Preservation. Food1 (2): 193-201.

Berkel, B.M., B.V. Boogaard and C. Heijnen, 2004.Preservation of Fish and Meat. Agromisa Foundation, Wageningen, The Netherlands, ISBN: 90-72746-01-9 pp: 78-80.

Bernard, E., Bankole, N.O., Akande, G.R., Adeyemi., and Ayo-Olalusi, C.I. 2010. Organoleptic Characteristics, Length-Weight Relationship and Condition Factor of Oreochromis niloticus in Egah River at Idah State, Nigeria. Internet J. of Food Safety 12: 62-64.

Bomfeh, K. 2011. Risk Assesment For Listeria Monocytogenes in Traditionally Processed Fish from Informal Markets in Acra and Tema. [Thesis]. Legon: University of Ghana.

Boyd, C.E. 2006. Farm-Level Issues in Aquaculture Certification. Alabama. pages. 1-30.

Chebet, L. 2010. Rapid Methods for Evaluation of Fish Freshness and Quality. [Thesis]. University of Akureyri. P. 12.


(49)

34

Clucas, L.J. & A.R. Ward. 1996. Post Harvest Fi SheriesDevelopment: A Guide To Handling, Preservation,Processing, And Quality. Natural Resources Institute, UK.

Cowan, M. M. 1999. Plant Products as Asntimicrobial Agents. Clinical Microbiology Review12 (4):564-560.

David, W dan Kasim, A. 2013. Uji Organoleptik Ikan Nila (Oreochromis niloticus) Asap dengan Suhu Destilasi dan Konsentrasi Berbeda. Prosiding Seminar Nasional PATPI. hlm. 225-227.

Departemen Kelautan dan Perikanan. 2010.

Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Feng, P., Stephen, D.W., Grant, M.A. 2002. Enumeration of Escherichia coli and Coliform Bacteria. Bacteriological Analytical Manual. Chapter 4.

Food and Drug Administration. 2011. Fish and Fishery Product, Hazard and Control Guidance. Gainesville: IFAS Extension Bookstore. P. 211.

Galvez, A.M., Burgos, G., Lopez, L., Pulido, P. 2014. Food Biopreservation. SpringerBriefs in Food, Health and Nutrition: 2-13.

Genisa, A.S. 1999. Pengenalan Jenis - Jenis Ikan Laut Ekonomi Penting Di Indonesia. Oseana 24(1): 17-38.

Ghaly, A.E., Dave, D., Budge, S., Brooks, M.S. 2010. Fish Spoilage Mechanisms and Preservation Techniques. Am. J. Applied Sci. 7 (7): 859-877.

Goulas, A. E., & M.G. Kontominas. 2007. Combined Effect Of Light Salting, Modified Atmosphere PackagingAnd Oregano Essential Oil On The Shelf-Life Of SeaBream (Sparus Aurata): Biochemical And Sensory Attributes. FoodChem. 100: 287-296.

Gram, L. and H.H. Huss, 2000. Fresh and Processed Fish and Shellfish.In: The Microbiological Safety and Quality of Foods. Lund, B.M., A.C. Baird- Parker and G.W. Gould (Eds.). Chapman and Hall, London, ISBN: 10: 0834213230. P: 472-506.

Grigor JM, Theaker JB, Alasalvar C, O’hare WT, Ali Z. 2002. Analysis of Seafood Aroma/ Odour by Electronic Nose Technology and Direct Analysis. Seafood-Quality,Technology and Nutraceutical Applications. Alasalvar C dan Taylor T (eds). New York: Springer.

Harborne, J.B. 1973. Phytochemical Methods: A Guide to Modern Techniques of Plant Analysis. London: Chapman and Hall Inc. pages 34.


(1)

2. Skema Prosedur Pengujian Vibrio choleraedari Produk Perikanan (SNI 01.2332.4-2006)

Preparasi contoh Homogenisasi (25 gr sampel + 225 mL APW)

(selama 2 menit-3 menit)

Pengencerandan Inkubasi pada suhu 36 °C selama 6 jam – 8 jam

Pengkayaan

Selektif agar Inokulasi ke media TCBS agar

(inkubasi pada suhu 36 °C selama 18 jam-24 jam)

Pemurnian Inokulasi koloni tersangka dari TCBS ke TSA 1,5%

(inkubasi pada suhu 36 °C selama 18 jam – 24 jam)

Uji Biokimia Inokulasi ke media uji biokimia

Pendahuluan (inkubasi pada suhu 36 °C selama 18 jam – 24 jam

TSI & KIA Oksidase Sensitifitas OF

Serologi Polyvalent 01, Inaba, Ogawa

Urease Pertumbuhan Arginin, Fermentasi

42 °C Lysine Karbohidrat

Uji Biokimia Ornithin


(2)

4. Uji Kualitas Sampel Air Tambak Ikan Nila 5. (BAM 2002, Chapter 4)

3.

100 mL air tambak

Diambil sebanyak 1 mL air.

Dimasukkan masing-masing ke dalam media LST

Dilakukan pengenceran 5 seri hingga 10-3

Diinkubasi selama 48 jam pada inkubator E. coli

Disinari dengan UV-Lamp 366 nm (jika berpendar, maka air positif tercemar coliform)

Ditetesi dengan reagent Kovacs (jika tebentuk cincin merah, maka air positif tercemar E. coli)


(3)

4.LembarPenilaianOrganoleptikIkanSegar (SNI 01-2346-2006)

Nama Panelis : ……….. Tanggal: ………. • Cantumkan kode contoh pada kolom yang tersediasebelum melakukan pengujian.

• Berilah tanda √pada nilaiyang dipilih sesuai kode contoh yang diuji.

Spesifikasi Nilai

Kode contoh 1 2 3 4 5 A Kenampakan

1 Mata

• Cerah, bolamata menonjol, korneajernih. 9

• Cerah, bolamata rata, kornea jernih. 8

Agakcerah,bolamatarata,pupilagakkeabu-abuan,kornea 7

Bolamataagakcekung,pupilberubahkeabu-abuan,kornea 6

Bolamataagakcekung,pupilkeabu-abuan,korneaagak keruh. 5

Bolamatacekung,pupilmulaiberubahmenjadiputihsus u korneakeruh

3

• Bola mata sangat cekung, kornea agak kuning. 1

2 Insang

• Warna merahcemerlang, tanpa lendir. 9

• Warna merahkurang cemerlang, tanpa lendir. 8

• Warna merahagakkusam,tanpa lendir. 7

• Merah agak kusam,sedikit lendir. 6

• Mulai ada perubahan warna, merah kecoklatan,

sedikit lendir, tanpa lendir. 5

• Warna merahcoklat, lendir tebal. 3

• Warna merahcoklat ada sedikit putih, lendir tebal 1

3 Lendir Permukaan Badan

• Lapisan lendir jernih, transparan, mengkilat cerah. 9

• Lapisan lendir jernih, transparan, cerah, belum

ada 8

• Lapisanlendirmulaiagakkeruh,warnaagakputih,kuran 7 • Lapisanlendirmulaikeruh,warnaputihagakkusam,kura ngtransparan 6

• Lendir tebalmenggumpal, mulai berubah warna 5


(4)

• Lendir tebalmenggumpal, warna kuning kecoklatan

1 2 Daging (warna dan kenampakan).

Sayatandagingsangatcemerlang,spesifikjenis,tidakad apemerahansepanjangtulangbelakang,dindingperutda

i

9 • Sayatan daging cemerlang spesifik jenis, tidak adapemerahan sepanjang tulang belakang, dinding perut utuh.

8 •

Sayatandagingsedikitkurangcemerlang,spesifikjenis,t idaada pemerahan sepanjang tulang belakang, dinding perut daging utuh

7

Sayatandagingmulaipudar,banyakpemerahansepanja ngtulang belakang dinding perut agak lunak

5 •

Sayatandagingkusam,warnamerahjelassekalisepanjan gtulang belakang dinding perut lunak

3 • Sayatan daging kusam sekali, warna merah jelas sekali, sepanjang tulang belakang, dinding perut sangat lunak.

1 3 Bau

• Bau sangat segar, spesifik jenis. 9

• Segar, spesifik jenis. 8

• Netral. 7

• Bau amoniakmulai tercium,sedikit bau asam. 5

• Bau amoniakkuat, ada bauH2S,bau asam jelas 3

• Bau busuk jelas. 1

4 Tekstur

Padat,elastisbiladitekandenganjari,sulitmenyobekdag ingdari t lang belakang

9 •

Agakpadat,elastisbiladitekandenganjari,sulitmenyobe kdaging dari tulang belakang

8 • Agak padat, agak elastis bila ditekan dengan jari,

sulitmenyobek daging dari tulang belakang. 7

• Agak lunak, kurang elastis bila ditekan dengan

jari, agakmudah menyobek dagingdari tulang 5

• Lunak, bekas jari terlihat bila ditekan, mudah

menyobekdaging dari tulang belakang. 3

• Sangat lunak, bekas jari tidak hilang bila ditekan,


(5)

5. Foto Hasil

A. Bawang Lokio/ B. Umbi bawang lokio C. Simplisia

bawang Batak

D. Ekstrak etanol, etil E. Pemurnian E. coli F. Uji Antimikroba

DMSO Tengah: Chloramphenicol

Atas bawah : ekstrak etil

Kiri kanan : ekstrak etanol

G. Uji KHM ekstrak H. Ikan Nila segar I. Ikan sudah disisik

Tengah : DMSO (K-) dan disiangi

J. Penyimpanan ikan K. Penyimpanan ikan L. Ikan jam ke-0


(6)

M. Ikan jam ke-6 N. Ikan jam ke-12 O. Ikan jam ke-18

P. Ikan jam ke-24 Q. ALT jam ke-6 R. ALT jam ke-12

(K+, P, K-) (K+, P, K-)

S. ALT jam ke-18 T. ALT jam ke-24 (P, K-, K+)

(K+, P, K-)

6. Foto Kerja


Dokumen yang terkait

Potensi bakteri saluran pencernaan ikan nila (Oreochromis niloticus) sebagai kandidat probiotik berbasis enzim

26 240 46

Identifikasi Dan Prevalensi Ektoparasit Pada Ikan Nila (Oreochromis niloticus) di Rawa Dan Tambak Paluh Merbau Percut Sei Tuan

9 144 57

Studi Pembudidayaan Ikan Nila (Oreochromis Niloticus) Dalam Air Tawar Dan Dalam Campuran Air Tawar Dan Air Laut

3 92 100

Efektifitas Pertumbuhan Bibit Ikan Nila (Oreochromis niloticus) Terhadap Pengaruh Mineral Fe, Na, Ca, Mg, Dan Cl Pada Akuarium Air Tawar Dan Campuran Air Tawar Dan Air Laut.

4 66 64

Analisis Pembudidayaan Ikan Nila (Oreochromis niloticus) Dalam Kolam Air Tawar Dan Campuran Air Laut Berdasarkan Perubahan Kandungan Mineral

2 52 116

Aktivitas Antimikrob Dan Identifikasi Senyawa Bioaktif Ekstrak Bawang Batak (Allium Chinense G. Don.).

1 13 38

Potensi Esktrak Umbi Bawang Lokio (Allium chinense G. Don) Dalam Menghambat Escherichia coli Dan Meningkatkan Masa Simpan Ikan Nila (Oreochromis niloticus L.)

0 0 6

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Botani Bawang Lokio (Allium chinense G.Don) - Potensi Esktrak Umbi Bawang Lokio (Allium chinense G. Don) Dalam Menghambat Escherichia coli Dan Meningkatkan Masa Simpan Ikan Nila (Oreochromis niloticus L.)

0 0 7

Potensi Esktrak Umbi Bawang Lokio (Allium chinense G. Don) Dalam Menghambat Escherichia coli Dan Meningkatkan Masa Simpan Ikan Nila (Oreochromis niloticus L.)

0 0 13

PENGGUNAAN BAWANG PUTIH (Allium sativum) PADA PAKAN UNTUK MENINGKATKAN RESPONS IMUN NON SPESIFIK IKAN NILA (Oreochromis niloticus)

0 0 16