Perumusan Masalah PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

6 tanaman maupun alat penyuling menyebabkan semakin meningkatnya keuntungan petani Damanik, 2005. d. Peningkatan Produksi Produksi akarwangi tingkat petani masih berkisar 8,5 – 10 ton ha tahun dan kondisi ini masih dapat ditingkatkan dengan pemberian input produksi seperti bibit unggul dan pupuk. Kemudian introduksi bibit unggul salah satu cara untuk peningkatan produksi begitu juga metode yang dapat memperbaiki kondisi pertanaman akarwangi dengan penanaman di lahan miring di atas 20 . Pembentukan guludan maupun tanaman lorong dapat menekan erosi. e. Kelembagaan Petani Dari sisi kelembagaan sangat diperlukan pembentukkan kelompok petani konservasi supaya partisipasi petani dapat ditingkatkan melalui institusi kelompok usaha bersama yang sudah dapat dikembangkan menjadi kelompok petani konservasi. Transfer teknologi dan pemahaman aspek lingkungan dari petugas penyuluhan pertanian dan peneliti diharapkan akan berjalan dengan baik dan efektif melalui institusi petani konservasi.

1.3. Perumusan Masalah

Kondisi pertanaman akar wangi di kabupaten Garut yang diusahakan pada daerah berlereng dan beresiko adanya erosi, maka perlu memperbaiki sistem usahatani pola tanam akar wangi yang dapat meningkatkan produktivitas lahan, produktivitas tanaman, pendapatan petani, pengendalian laju erosi, dan perbaikan lingkungan. Perbaikan sistem usahatani tersebut merupakan introduksi teknologi, yang beraspek konservasi dan lingkungan serta juga solusi pemecahan masalah pengembangan pertanaman akar wangi di kabupaten Garut. Aspek perbaikan teknologi produksi sangat penting karena tanaman akar wangi mempunyai alur produksi dari mulai tingkat usahatani on farm sampai pengolahan dan pemasaran. Artinya produksi berupa akar wangi segar tidak mempunyai nilai apabila tidak dilakukan proses pengolahan hasil untuk memperoleh hasil minyak akar wangi. Khusus aspek produksi ini yang perlu 7 diperhatikan adalah 1 bahan tanaman yaitu varietas yang mempunyai produktivitas yang tinggi, 2 umur panen tanaman akar wangi harus 12-14 bulan sehingga rendemen minyaknya mencapai 1-2 dan 3 tingkat kebersihan dan kekeringan dari akar wangi segar harus baik sebelum dijual ke pabrik penyulingan. Ketiga hal tersebut sangat mendasar untuk diperhatikan petani akar wangi sehingga dapat diperoleh produksi yang optimal untuk diproses menjadi minyak akar wangi . Tanpa memperhatikan bahan tanaman, umur panen dan kebersihan akar wangi maka sangat sulit memperoleh harga yang maksimal dan tetap membuat petani pada posisi yang lemah karena kualitas produknya tidak layak untuk dipasarkan. Sesuai dengan teori dimana pada kemiringan lahan 15-40 sudah harus ada tanaman konservasi dan sistem budidaya lorong. Tingkat bahaya erosi pada tebal solum 30 cm sudah mencapai 15-60 tonhatahun, dengan kriteria sedang sampai berat Hardjowigeno, 2003. Kondisi pertanaman akar wangi yang tradisional belum sepenuhnya memperhatikan kaidah konservasi sehingga bisa menurunkan produktivitas usaha pertanian akarwangi. Teknologi konservasi meliputi pemilihan jenis tanaman, pengaturan sistem pertanaman, pembuatan teras bangku, teras gulud, agroforestry, penggunaan mulsa, penanaman rumput penguat teras dan lain-lain atau kombinasi dari berbagai komponen teknologi tersebut Tasma et al. 1990. Dalam prakteknya teknologi-teknologi tersebut ada yang mampu secara baik mencapai sasaran, tetapi ada pula yang masih jauh dari pencapaian sasaran. Hal ini sangat tergantung pada kondisi wilayah dimana teknologi tersebut diterapkan dan pengelolaan usahatani oleh petani. Penerapan teknologi konservasi pada tanaman akarwangi memerlukan suatu kajian pola usahatani mana yang sesuai di daerah DAS Cimanuk Hulu, apakah pola petani, pola introduksi dan pola usahatani konservasi. Pola petani adalah kondisi pertanaman akarwangi yang berlangsung saat ini dimana aspek faktor produksinya adalah bibit lokal, tanpa ada guludan, pemakaian pupuk anorganik, dan panen sekaligus. Sedangkan pola introduksi yaitu penggunaan faktor produksi dengan bibit komposit, ada guludan, pupuk 8 anorganik, dan panen bertahap. Selanjutnya pola konservasi menanam tanaman lorong, ada guludan, pupuk organik dan bibit lokal. Kegiatan konversi lahan kehutanan di DAS Cimanuk Hulu yang digunakan untuk pertanaman akar wangi, yang semestinya berfungsi sebagai kawasan konservasi, mengakibatkan berkurangnya penutupan coverage lahan. Luas hutan di kawasan DAS Cimanuk hanya 16 persen dari luas wilayah atau masih kekurangan luas hutan sebagai penyangga sebesar 19.531 ha, artinya luasan tersebut masih kurang dari syarat minimal luasan hutan di suatu kawasan yaitu minimal 30 persen dari luas wilayah sesuai dengan Undang-undang No.41 tahun 1999 tentang kehutanan. Kerusakan di hulu juga disebabkan munculnya lahan kritis sebanyak 4.806 ha yang masuk kawasan DAS Cimanuk Hulu. Kerusakan daerah hulu selanjutnya mengakibatkan peningkatan aliran permukaan run off, peningkatan erosi, penurunan kemampuan menyerap dan menyimpan air. Permasalahan yang berhubungan dengan erosi tanah dan material terlarut akibat kerusakan daerah hulu mengakibatkan penurunan kualitas lahan dan pendangkalan aliran sungai sedimentasi. Intensitas dampak kerusakan hulu terhadap hilir akan terus meningkat seiring berlanjutnya kerusakan di hulu. Sedimen yang masuk ke muara Sungai Cimanuk mengakibatkan pendangkalan dan selanjutnya terjadi banjir. Pertanaman padi dan palawija di daerah hilir diperkirakan ± 150 ha tergenang air. Pola usahatani akar wangi yang diterapkan petani di wilayah ini belum mengikuti kaidah-kaidah konservasi, sehingga memperburuk kondisi lahan-lahan kritis tersebut. Tidak diterapkannya kaidah-kaidah konservasi oleh petani akar wangi berkaitan erat dengan rendahnya kemampuan petani dari segi finansial dan ketersediaan teknologi yang spesifik lokasi Puslitbangbun, 2003. Pertanyaan yang diajukan dalam penelitian ini sebagai perumusan masalah adalah : 1. Sejauh mana sistem pola usahatani petani, introduksi, dan pola konservasi pada akar wangi dapat mencegah degradasi lingkungan khususnya erosi lahan ? 2. Sejauh mana aspek ekonomi fungsi produksi usahatani akar wangi pada ketiga pola petani, introduksi, konservasi ? 3. Sejauh mana tingkat respon petani terhadap pola usahatani konservasi ? 9 Strategi penelitian untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut dilakukan dengan merancang penelitian dalam beberapa sub kajian sebagai berikut : a. Kajian ekologis pola usahatani akar wangi untuk melihat pertumbuhan vegetatif dan generatif dari ketiga pola usahatani dan membandingkan mana pola usahatani yang dapat menekan laju erosi. b. Kajian ekonomi pola usahatani akar wangi, untuk melihat kelayakan finansial dan efesiensi usahatani. c. Analisis respon petani, untuk melihat faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi petani untuk dapat merespon pola usahatani konservasi apakah pendapatan, tenaga kerja, pendidikan dan keikutsertaan dalam pelatihan.

1.4. Tujuan