Kelayakan Pengembangan Usaha Akarwangi (Andropogon zizanoid) pada Kondisi Risiko di Kabupaten Garut

(1)

KELAYAKAN PENGEMBANGAN USAHA AKARWANGI (Andropogon Zizanoid) PADA KONDISI RISIKO

DI KABUPATEN GARUT

Oleh: NIA ROSIANA

A14104045

PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008


(2)

RINGKASAN

NIA ROSIANA. Kelayakan Pengembangan Usaha Akarwangi (Andropogon zizanoid) pada Kondisi Risiko di Kabupaten Garut. Di Bawah Bimbingan ANNA FARIYANTI.

Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan mempunyai peranan yang penting dan strategis dalam pembangunan nasional. Hal ini ditunjukkan oeh besarnya kontribusi sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan menurut lapangan usaha terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) yang berada pada urutan ketiga pada tahun 2002 sampai 2006 setelah industri pengolahan dan perdagangan, hotel, dan restoran. Dalam jangka panjang, pengembangan lapangan usaha pertanian difokuskan pada produk-produk olahan hasil pertanian yang memberikan nilai tambah bagi perekonomian nasional. Salah satu lapangan usaha yang memberikan nilai tambah dan kontribusi terhadap PDB yaitu tanaman perkebunan. Salah satu olahan tanaman perkebunan penghasil minyak aromatik adalah minyak atsiri. Tahun 2003 sampai 2006, ekspor minyak atsiri menunjukan trend yang meningkat. Salah satu jenis minyak atsiri yang dapat dikembangkan adalah akarwangi. Hal ini dikarenakan Indonesia menjadi salah satu negara pengekspor utama minyak akarwangi di pasar dunia. Akar wangi sebagai salah satu tanaman perkebunan yang berekonomis tinggi selayaknya terus dikembangkan agar dapat meningkatkan pendapatan petani, peningkatan kesempatan kerja, dan peningkatan penerimaan devisa.

Akarwangi merupakan salah satu komoditas perkebunan unggulan Kabupaten Garut yang memiliki arti penting bagi perekonomian daerah. Hal ini dikarenakan 89 persen produksi minyak akarwangi Indonesia dihasilkan dari Kabupaten Garut (Bappeda Kab.Garut, 2005). Hal ini didukung oleh potensi areal seluas 2.400 Ha sedangkan realisasi luas tanam baru mencapai 1.733 Ha pada tahun 2006 yang tersebar di empat kecamatan yaitu Kecamatan Leles, Kecamatan Samarang, Kecamatan Bayongbong, dan Kecamatan Cilawu. Hal ini mengindikasikan areal penanaman seluas 667 Ha belum termanfaatkan dan masih berpotensi untuk dikembangkan.

Dalam melakukan pengembangan usaha akarwangi diperlukan modal yang besar untuk mendukung kegiatan usaha tersebut. Kendala lain yaitu dalam melakukan budidaya dan penyulingan yaitu adanya fluktuasi harga output dan volume produksi. Fluktuasi produksi akarwangi dan minyak akarwangi diindikasikan oleh adanya risiko dalam kegiatan budidaya dan penyulingan akarwangi. Selain adanya risiko produksi, kegiatan budidaya dan penyulingan dihadapkan pada risiko harga output. Harga akarwangi dan minyak akarwangi pada setiap kondisi berbeda. Hal ini mengindikasikan adanya fluktuasi harga output yang menimbulkan adanya risiko harga output. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kelayakan usaha akarwangi di Kabupaten Garut dan menganalisis dampak adanya risiko volume produksi dan harga output terhadap kelayakan usaha akarwangi di Kabupaten Garut

Berdasarkan hal tersebut, perlu dilakukan kelayakan pengembangan usaha akarwangi dengan memperhatikan risiko Hal ini dilakukan agar menghindari kerugian dalam hal penanaman modal yang terlalu besar dan melihat sasaran dari kebijakan pemerintah Kabupaten Garut dalam pengembangan usaha akar wangi. Berdasarkan uraian tersebut, maka permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Apakah usaha akarwangi di Kabupaten Garut layak diusahakan?, 2) Bagaimana dampak adanya risiko volume produksi dan harga output terhadap kelayakan usaha akarwangi di Kabupaten Garut?.


(3)

Aspek-aspek yang dikaji dalam penelitian ini yaitu aspek teknis, aspek pasar, aspek sosial dan lingkungan serta aspek finansial. Aspek finansial dapat dilihat dari kriteria kelayakan investasi dan penilaian investasi terhadap risiko. Kriteria kelayakan usaha dapat dilihat dari NPV (NetPresent Value), Net B/C (Net Benefit/Cost, IRR (Internal Rate Return, dan PP (Payback period). NPV dari setiap risiko pada kondisi tertinggi, normal, dan terendah akan diperoleh NPV yang diharapkan. Dalam hal ini, pendapatan petani dan penyuling setiap bulannya akan diketahui dari nilai NPV yang diharapkan. Selain NPV yang diharapkan, penilaian dan tingkat risiko yang terjadi pada pengusahaan akarwangi dapat lihat dari standar deviasi dan koefisien variasi kemudian dapat disimpulkan apakah pengusahaan akarwangi layak atau tidak untuk diusahakan.

Analisis aspek teknis dapat dilihat dari keadaan geografis, sumberdaya produksi, letak pasar, fasilitas penunjang, teknik budidaya, teknik penyulingan, dan produk akarwangi. Analisis aspek pasar dapat dilihat dari permintaan, penawaran, pemasaran, dan harga. Sedangkan aspek sosial dan lingkungan dapat dilihat dari manfaat yang secara langsung dan tidak langsung dirasakan oleh stakeholders. Analisis aspek finansial pada kondisi normal baik pada kegiatan budidaya maupun penyulingan layak untuk dijalankan. Hal ini sesuai dengan kriteria kelayakan investasi.. Pendapatan petani dan penyuling per bulannya yaitu Rp.38.727 dan Rp.10.730.399. Hal ini mengindikasikan bahwa pendapatan petani masih rendah dibandingkan dengan penyuling. NPV normal pada kegatan budidaya dan penyulingan akarwangi yaitu Rp.1.394.179 dan Rp.1.030.118.304. Sedangkan IRR, Net B/C, dan payback period pada kegiatan budidaya yaitu 13%, 1,08, dan 2 tahun 5 bulan. IRR, Net B/C, dan payback period pada kegiatan penyulingan yaitu 99%, 4,98, dan 3 tahun 6 bulan. Kegiatan budidaya akarwangi dari ketiga jenis risiko yang mungkin dihadapi yaitu risiko produksi, risiko harga output, dan risiko produksi dan harga output masing- masing menghasilkan NPV yang diharapkan yaitu sebesar Rp.929.040, Rp.590.913, dan Rp.2.220.063. Sedangkan koefisien variasi dari ketiga jenis risiko yaitu 5,65 dan 31,02 serta 10,10. Berdasarkan ketiga jenis risiko pada kegiatan budidaya yang memiliki tingkat risiko paling rendah yaitu risiko harga produksi karena nilai koefisien variasi yang paling rendah. Kegiatan penyulingan akarwangi dari ketiga jenis risiko yang mungkin dihadapi yaitu risiko produksi, risiko harga output, dan risiko produksi dan harga output masing- masing menghasilkan NPV yang diharapkan yaitu sebesar Rp.228.455.638, Rp.1.033.605.013, dan Rp.228.409.575. Sedangkan koefisien variasi dari ketiga jenis risiko yaitu 14,78 dan 0,79 serta 14,81. Berdasarkan ketiga jenis risiko pada kegiatan budidaya yang memiliki tingkat risiko paling rendah yaitu risiko harga output karena nilai koefisien variasi yang paling rendah.

Berdasarkan uraian diatas, rekomendasi yang disarankan dalam penelitian ini yaitu petani akarwangi sebaiknya mengatur waktu dan pola tanam akarwangi sehingga petani tidak mengandalkan pendapatan dari satu musim panen akarwangi. Bagi petani dan penyuling hendaknya mengaktifkan kembali kelompok tani sehingga petani dan penyuling memiliki bargaining position yang tinggi sehingga dapat menentukan harga jual akarwangi dan minyak akarwangi. Bagi pemerintah daerah Kabupaten Garut hendaknya memberikan penyuluhan bagi petani dan penyuling melalui kelompok tani. Selain itu, Pemerintah Daerah Kabupaten Garut hendaknya bekerjasama dengan penyuling dan pengusaha untuk membuka industri pengolahan akarwangi yang menggunakan mesin modern sehingga kualitas akarwangi Kabupaten Garut dapat lebih bersaing dengan produsen utama lainnya. Bagi investor dapat menanamkan modal pada kegiatan budidaya yaitu ketika menghadapi risiko harga output sedangkan pada kegiatan penyulingan investor dapat menanamkan modal ketika menghadapi risiko produksi dan harga output.


(4)

KELAYAKAN PENGEMBANGAN USAHA AKARWANGI (Andropogon zizanoid) PADA KONDISI RISIKO

DI KABUPATEN GARUT

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA PERTANIAN

pada

Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor

Oleh : NIA ROSIANA

A14104045

PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008


(5)

Judul : Kelayakan Pengembangan Usaha Akarwangi (Andropogon zizanoid) pada Kondisi Risiko di Kabupaten Garut

Nama : Nia Rosiana

NRP : A14104045

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Dr.Ir.Anna Fariyanti, MS NIP. 131 918 115

Mengetahui,

Dekan Fakultas Pertanian

Prof.Dr.Ir.Didy Sopandie, M.Agr NIP. 131 124 019


(6)

(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan ke hadapan Illahi Rabb yang selalu memberikan lindungan dan limpahan rahmatNya sehingga penulis akhirnya dapat menyelesaikan skripsi tepat pada waktunya. Shalawat serta salam kita panjatkan kepada Nabi Besar Muhamad SAW, keluarganya, para sahabat, dan semoga sampai kepada kita selaku umatnya.

Skripsi ini merupakan salah satu bukti kepedulian penulis terhadap dunia pertanian Indonesia. Selain itu, skripsi ini merupakan bukti kecintaan penulis terhadap tanah kelahiran penulis yang terus menerus mengalami perkembangan khususnya di dunia pertanian. Skripsi ini berjudul “Kelayakan Pengembangan Usaha Akarwangi (Andropogon zizanoid) pada Kondisi Risiko di Kabupaten Garut”. Skripsi ini berisi mengenai analisis kelayakan pengembangan usaha akarwangi melalui pemanfaatan lahan seluas 667 Ha yang belum digunakan. Hal dilakukan dengan menganalisis kelayakan pengembangan usaha pada kondisi normal dan kondisi adanya risiko.

Hasil akhir dari semua analisis yang dilakukan adalah sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah daerah Kabupaten Garut dalam menetapkan kebijakan pengembangan usaha akarwangi dengan memperhatikan risiko yang mungkin terjadi pada kegiatan pengembangan usaha akarwangi. Bagi masyarakat yang akan melakukan usaha akarwangi dapat mengetahui berapa besar keuntungan yang didapatkan terkait dengan penanaman modal pada usaha ini. Selain itu, melalui penulisan skripsi ini, penulis mampu mengembangkan daya analisis kelayakan uasaha berdasarkan konsep studi kelayakan usaha.

Akhirnya saya sebagai penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu menyelesaikan skripsi ini. Tidak lupa saya memohon


(8)

maaf atas segala kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan adanya kritik dan saran dari semua pihak. Selamat membaca semoga dapat menjadi referensi bagi penelitian selanjutnya serta dapat menambah pengetahuan bagi pembaca.

Bogor, Mei 2008


(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kabupaten Garut pada tanggal 3 September 1986 dari pasangan Tato Sumarto dan Tati Sunarti. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara.

Penulis menyelesaikan pendidikan di Taman Kanak-Kanak Kemala Bhayangkari Kabupaten Garut tahun 1992. Kemudian penulis menyelesaikan studi di SDN 1 Kamojang Kecamatan Ibun Kabupaten Bandung pada tahun 1998. Penulis menempuh pendidikan lanjutan pertama di SLTPN 2 Garut dan menyelesaikan studi tahun 2001. Kemudian menyelesaikan pendidikan menengah atas di SMUN 1 Garut tahun 2004. Penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2004 di Program Studi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian.

Selama menjadi mahasiwa, penulis aktif di berbagai kegiatan dan organisasi kemahasiswaan baik intra maupun ekstra kampus. Di organisasi intra kampus, penulis pernah aktif sebagai Anggota Biro Pers dan Jurnalistik MISETA IPB tahun 2006-2007. selain itu, tahun 2005-2006 menjadi anggota pada Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Merpati Putih. Tahun 2005-2006 menjadi Anggota dalam Marketing Community IPB. Tahun 2006-2007 menjadi Executive Secretary II International Association and Related Science Agriculture of Student (IAAS) IPB.

Organisasi ekstra kampus yang diikuti yaitu anggota Asgar Muda Indonesia Tahun 2006 hingga sekarang. Tahun 2004 – sekarang menjadi anggota di Organisasi Mahasiwa Daerah (OMDA) Kabupaten Garut (HIMAGA). Penulis aktif dalam berbagai


(10)

kegiatan kepanitiaan di lingkar kampus IPB dan menjadi master of ceremony (MC) dalam berbagai kegiatan. Selain itu, penulis aktif mengirimkan berbagai esai ke universitas-universitas di Indonesia.

Prestasi-prestasi yang pernah diraih penulis selama menjadi mahasiswa di IPB yaitu, Co Host Melancong Yuk di SCTV tahun 2007, juara II presenter berita yang diselenggarakan BEM KM IPB bekerjasama dengan SCTV tahun 2007, Juara II presenter berita Tahap Persiapan Bersama (TPB) IPB tahun 2004, Juara III kegiatan presentasi business plan kewirausahaan tahun 2006, Juara III Lomba Karya Ilmiah TPB IPB tahun 2004 dan finalis tahun 2006, Juara VI lomba menulis surat untuk menteri pertanian Indonesia tahun 2007, dan lainnya.

Selain aktif di organisasi dan kegiatan kemahasiswaan, penulis juga menjadi asisten dosen untuk kegiatan praktikum pada mata kuliah kewirausahaan selama satu semester pada tahun 2008. Tahun 2007 penulis mengikuti kegiatan magang di Pasundan TV (STV) Bandung sebagai reporter di departemen news.


(11)

KELAYAKAN PENGEMBANGAN USAHA AKARWANGI (Andropogon Zizanoid) PADA KONDISI RISIKO

DI KABUPATEN GARUT

Oleh: NIA ROSIANA

A14104045

PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008


(12)

RINGKASAN

NIA ROSIANA. Kelayakan Pengembangan Usaha Akarwangi (Andropogon zizanoid) pada Kondisi Risiko di Kabupaten Garut. Di Bawah Bimbingan ANNA FARIYANTI.

Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan mempunyai peranan yang penting dan strategis dalam pembangunan nasional. Hal ini ditunjukkan oeh besarnya kontribusi sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan menurut lapangan usaha terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) yang berada pada urutan ketiga pada tahun 2002 sampai 2006 setelah industri pengolahan dan perdagangan, hotel, dan restoran. Dalam jangka panjang, pengembangan lapangan usaha pertanian difokuskan pada produk-produk olahan hasil pertanian yang memberikan nilai tambah bagi perekonomian nasional. Salah satu lapangan usaha yang memberikan nilai tambah dan kontribusi terhadap PDB yaitu tanaman perkebunan. Salah satu olahan tanaman perkebunan penghasil minyak aromatik adalah minyak atsiri. Tahun 2003 sampai 2006, ekspor minyak atsiri menunjukan trend yang meningkat. Salah satu jenis minyak atsiri yang dapat dikembangkan adalah akarwangi. Hal ini dikarenakan Indonesia menjadi salah satu negara pengekspor utama minyak akarwangi di pasar dunia. Akar wangi sebagai salah satu tanaman perkebunan yang berekonomis tinggi selayaknya terus dikembangkan agar dapat meningkatkan pendapatan petani, peningkatan kesempatan kerja, dan peningkatan penerimaan devisa.

Akarwangi merupakan salah satu komoditas perkebunan unggulan Kabupaten Garut yang memiliki arti penting bagi perekonomian daerah. Hal ini dikarenakan 89 persen produksi minyak akarwangi Indonesia dihasilkan dari Kabupaten Garut (Bappeda Kab.Garut, 2005). Hal ini didukung oleh potensi areal seluas 2.400 Ha sedangkan realisasi luas tanam baru mencapai 1.733 Ha pada tahun 2006 yang tersebar di empat kecamatan yaitu Kecamatan Leles, Kecamatan Samarang, Kecamatan Bayongbong, dan Kecamatan Cilawu. Hal ini mengindikasikan areal penanaman seluas 667 Ha belum termanfaatkan dan masih berpotensi untuk dikembangkan.

Dalam melakukan pengembangan usaha akarwangi diperlukan modal yang besar untuk mendukung kegiatan usaha tersebut. Kendala lain yaitu dalam melakukan budidaya dan penyulingan yaitu adanya fluktuasi harga output dan volume produksi. Fluktuasi produksi akarwangi dan minyak akarwangi diindikasikan oleh adanya risiko dalam kegiatan budidaya dan penyulingan akarwangi. Selain adanya risiko produksi, kegiatan budidaya dan penyulingan dihadapkan pada risiko harga output. Harga akarwangi dan minyak akarwangi pada setiap kondisi berbeda. Hal ini mengindikasikan adanya fluktuasi harga output yang menimbulkan adanya risiko harga output. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kelayakan usaha akarwangi di Kabupaten Garut dan menganalisis dampak adanya risiko volume produksi dan harga output terhadap kelayakan usaha akarwangi di Kabupaten Garut

Berdasarkan hal tersebut, perlu dilakukan kelayakan pengembangan usaha akarwangi dengan memperhatikan risiko Hal ini dilakukan agar menghindari kerugian dalam hal penanaman modal yang terlalu besar dan melihat sasaran dari kebijakan pemerintah Kabupaten Garut dalam pengembangan usaha akar wangi. Berdasarkan uraian tersebut, maka permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Apakah usaha akarwangi di Kabupaten Garut layak diusahakan?, 2) Bagaimana dampak adanya risiko volume produksi dan harga output terhadap kelayakan usaha akarwangi di Kabupaten Garut?.


(13)

Aspek-aspek yang dikaji dalam penelitian ini yaitu aspek teknis, aspek pasar, aspek sosial dan lingkungan serta aspek finansial. Aspek finansial dapat dilihat dari kriteria kelayakan investasi dan penilaian investasi terhadap risiko. Kriteria kelayakan usaha dapat dilihat dari NPV (NetPresent Value), Net B/C (Net Benefit/Cost, IRR (Internal Rate Return, dan PP (Payback period). NPV dari setiap risiko pada kondisi tertinggi, normal, dan terendah akan diperoleh NPV yang diharapkan. Dalam hal ini, pendapatan petani dan penyuling setiap bulannya akan diketahui dari nilai NPV yang diharapkan. Selain NPV yang diharapkan, penilaian dan tingkat risiko yang terjadi pada pengusahaan akarwangi dapat lihat dari standar deviasi dan koefisien variasi kemudian dapat disimpulkan apakah pengusahaan akarwangi layak atau tidak untuk diusahakan.

Analisis aspek teknis dapat dilihat dari keadaan geografis, sumberdaya produksi, letak pasar, fasilitas penunjang, teknik budidaya, teknik penyulingan, dan produk akarwangi. Analisis aspek pasar dapat dilihat dari permintaan, penawaran, pemasaran, dan harga. Sedangkan aspek sosial dan lingkungan dapat dilihat dari manfaat yang secara langsung dan tidak langsung dirasakan oleh stakeholders. Analisis aspek finansial pada kondisi normal baik pada kegiatan budidaya maupun penyulingan layak untuk dijalankan. Hal ini sesuai dengan kriteria kelayakan investasi.. Pendapatan petani dan penyuling per bulannya yaitu Rp.38.727 dan Rp.10.730.399. Hal ini mengindikasikan bahwa pendapatan petani masih rendah dibandingkan dengan penyuling. NPV normal pada kegatan budidaya dan penyulingan akarwangi yaitu Rp.1.394.179 dan Rp.1.030.118.304. Sedangkan IRR, Net B/C, dan payback period pada kegiatan budidaya yaitu 13%, 1,08, dan 2 tahun 5 bulan. IRR, Net B/C, dan payback period pada kegiatan penyulingan yaitu 99%, 4,98, dan 3 tahun 6 bulan. Kegiatan budidaya akarwangi dari ketiga jenis risiko yang mungkin dihadapi yaitu risiko produksi, risiko harga output, dan risiko produksi dan harga output masing- masing menghasilkan NPV yang diharapkan yaitu sebesar Rp.929.040, Rp.590.913, dan Rp.2.220.063. Sedangkan koefisien variasi dari ketiga jenis risiko yaitu 5,65 dan 31,02 serta 10,10. Berdasarkan ketiga jenis risiko pada kegiatan budidaya yang memiliki tingkat risiko paling rendah yaitu risiko harga produksi karena nilai koefisien variasi yang paling rendah. Kegiatan penyulingan akarwangi dari ketiga jenis risiko yang mungkin dihadapi yaitu risiko produksi, risiko harga output, dan risiko produksi dan harga output masing- masing menghasilkan NPV yang diharapkan yaitu sebesar Rp.228.455.638, Rp.1.033.605.013, dan Rp.228.409.575. Sedangkan koefisien variasi dari ketiga jenis risiko yaitu 14,78 dan 0,79 serta 14,81. Berdasarkan ketiga jenis risiko pada kegiatan budidaya yang memiliki tingkat risiko paling rendah yaitu risiko harga output karena nilai koefisien variasi yang paling rendah.

Berdasarkan uraian diatas, rekomendasi yang disarankan dalam penelitian ini yaitu petani akarwangi sebaiknya mengatur waktu dan pola tanam akarwangi sehingga petani tidak mengandalkan pendapatan dari satu musim panen akarwangi. Bagi petani dan penyuling hendaknya mengaktifkan kembali kelompok tani sehingga petani dan penyuling memiliki bargaining position yang tinggi sehingga dapat menentukan harga jual akarwangi dan minyak akarwangi. Bagi pemerintah daerah Kabupaten Garut hendaknya memberikan penyuluhan bagi petani dan penyuling melalui kelompok tani. Selain itu, Pemerintah Daerah Kabupaten Garut hendaknya bekerjasama dengan penyuling dan pengusaha untuk membuka industri pengolahan akarwangi yang menggunakan mesin modern sehingga kualitas akarwangi Kabupaten Garut dapat lebih bersaing dengan produsen utama lainnya. Bagi investor dapat menanamkan modal pada kegiatan budidaya yaitu ketika menghadapi risiko harga output sedangkan pada kegiatan penyulingan investor dapat menanamkan modal ketika menghadapi risiko produksi dan harga output.


(14)

KELAYAKAN PENGEMBANGAN USAHA AKARWANGI (Andropogon zizanoid) PADA KONDISI RISIKO

DI KABUPATEN GARUT

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA PERTANIAN

pada

Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor

Oleh : NIA ROSIANA

A14104045

PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008


(15)

Judul : Kelayakan Pengembangan Usaha Akarwangi (Andropogon zizanoid) pada Kondisi Risiko di Kabupaten Garut

Nama : Nia Rosiana

NRP : A14104045

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Dr.Ir.Anna Fariyanti, MS NIP. 131 918 115

Mengetahui,

Dekan Fakultas Pertanian

Prof.Dr.Ir.Didy Sopandie, M.Agr NIP. 131 124 019


(16)

(17)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan ke hadapan Illahi Rabb yang selalu memberikan lindungan dan limpahan rahmatNya sehingga penulis akhirnya dapat menyelesaikan skripsi tepat pada waktunya. Shalawat serta salam kita panjatkan kepada Nabi Besar Muhamad SAW, keluarganya, para sahabat, dan semoga sampai kepada kita selaku umatnya.

Skripsi ini merupakan salah satu bukti kepedulian penulis terhadap dunia pertanian Indonesia. Selain itu, skripsi ini merupakan bukti kecintaan penulis terhadap tanah kelahiran penulis yang terus menerus mengalami perkembangan khususnya di dunia pertanian. Skripsi ini berjudul “Kelayakan Pengembangan Usaha Akarwangi (Andropogon zizanoid) pada Kondisi Risiko di Kabupaten Garut”. Skripsi ini berisi mengenai analisis kelayakan pengembangan usaha akarwangi melalui pemanfaatan lahan seluas 667 Ha yang belum digunakan. Hal dilakukan dengan menganalisis kelayakan pengembangan usaha pada kondisi normal dan kondisi adanya risiko.

Hasil akhir dari semua analisis yang dilakukan adalah sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah daerah Kabupaten Garut dalam menetapkan kebijakan pengembangan usaha akarwangi dengan memperhatikan risiko yang mungkin terjadi pada kegiatan pengembangan usaha akarwangi. Bagi masyarakat yang akan melakukan usaha akarwangi dapat mengetahui berapa besar keuntungan yang didapatkan terkait dengan penanaman modal pada usaha ini. Selain itu, melalui penulisan skripsi ini, penulis mampu mengembangkan daya analisis kelayakan uasaha berdasarkan konsep studi kelayakan usaha.

Akhirnya saya sebagai penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu menyelesaikan skripsi ini. Tidak lupa saya memohon


(18)

maaf atas segala kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan adanya kritik dan saran dari semua pihak. Selamat membaca semoga dapat menjadi referensi bagi penelitian selanjutnya serta dapat menambah pengetahuan bagi pembaca.

Bogor, Mei 2008


(19)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kabupaten Garut pada tanggal 3 September 1986 dari pasangan Tato Sumarto dan Tati Sunarti. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara.

Penulis menyelesaikan pendidikan di Taman Kanak-Kanak Kemala Bhayangkari Kabupaten Garut tahun 1992. Kemudian penulis menyelesaikan studi di SDN 1 Kamojang Kecamatan Ibun Kabupaten Bandung pada tahun 1998. Penulis menempuh pendidikan lanjutan pertama di SLTPN 2 Garut dan menyelesaikan studi tahun 2001. Kemudian menyelesaikan pendidikan menengah atas di SMUN 1 Garut tahun 2004. Penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2004 di Program Studi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian.

Selama menjadi mahasiwa, penulis aktif di berbagai kegiatan dan organisasi kemahasiswaan baik intra maupun ekstra kampus. Di organisasi intra kampus, penulis pernah aktif sebagai Anggota Biro Pers dan Jurnalistik MISETA IPB tahun 2006-2007. selain itu, tahun 2005-2006 menjadi anggota pada Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Merpati Putih. Tahun 2005-2006 menjadi Anggota dalam Marketing Community IPB. Tahun 2006-2007 menjadi Executive Secretary II International Association and Related Science Agriculture of Student (IAAS) IPB.

Organisasi ekstra kampus yang diikuti yaitu anggota Asgar Muda Indonesia Tahun 2006 hingga sekarang. Tahun 2004 – sekarang menjadi anggota di Organisasi Mahasiwa Daerah (OMDA) Kabupaten Garut (HIMAGA). Penulis aktif dalam berbagai


(20)

kegiatan kepanitiaan di lingkar kampus IPB dan menjadi master of ceremony (MC) dalam berbagai kegiatan. Selain itu, penulis aktif mengirimkan berbagai esai ke universitas-universitas di Indonesia.

Prestasi-prestasi yang pernah diraih penulis selama menjadi mahasiswa di IPB yaitu, Co Host Melancong Yuk di SCTV tahun 2007, juara II presenter berita yang diselenggarakan BEM KM IPB bekerjasama dengan SCTV tahun 2007, Juara II presenter berita Tahap Persiapan Bersama (TPB) IPB tahun 2004, Juara III kegiatan presentasi business plan kewirausahaan tahun 2006, Juara III Lomba Karya Ilmiah TPB IPB tahun 2004 dan finalis tahun 2006, Juara VI lomba menulis surat untuk menteri pertanian Indonesia tahun 2007, dan lainnya.

Selain aktif di organisasi dan kegiatan kemahasiswaan, penulis juga menjadi asisten dosen untuk kegiatan praktikum pada mata kuliah kewirausahaan selama satu semester pada tahun 2008. Tahun 2007 penulis mengikuti kegiatan magang di Pasundan TV (STV) Bandung sebagai reporter di departemen news.


(21)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur selayaknya kita panjatkan ke hadirat Allah SWT. Alhamdulilah akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktunya. Penulis menyadari dalam menyelesaikan skripsi ini banyak pihak yang telah membantu memberikan bantuan, dukungan, dan doa yang akan selalu penulis kenang dan syukuri. Sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah SWT, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Kedua orangtuaku tersayang Bpk. Tato Sumarto dan Ibu Tati Sunarti. Terima kasih atas bimbingan, doa, dan kasih sayang apih dan mamah. Kakakku Dian Kusumasari dan adikku Arief Prasetyo.

2. Dr. Ir. Anna Fariyanti, MS selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan kasih sayang dan kesabarannya dalam membimbing penulis.

3. Tanti Novianti, SP, MSi selaku Dosen Penguji Utama yang telah memberikan bimbingan dan masukannya dalam ujian sidang skripsi penulis

4. Eva Yolynda Aviny, SP, MM selaku Dosen Penguji Wakil Departemen yang telah memberi masukan dan bmbingannya dalam ujian skripsi penulis

5. Feryanto William Karo-Karo, SP atas bimbingan, dukungan, dan perhatiannya selama ini

6. Teman-teman USA (Sriwel. Chiemay, Melly, Ine, dan Icank) atas persahabatan dan kebersamaannya selama ini

7. Bapak Haeruman, Kepala Bidang Tanaman Semusim, Dinas Tanaman Pangan dan Perkebunan Kabupaten Garut yang telah memberikan dukungan serta arahan selama proses penulisan skripsi


(22)

8. H. Ede Kadarusman sebagai key informan dalam pengambilan data akarwangi di Kabupaten Garut

9. Dr. Ir. Bayu Krisnamurthi selaku Pembimbing Akademik yang telah memberikan arahan dan semangat selama penulis menempuh studi di IPB 10.Seluruh Dosen Manajemen Agribisnis yang telah menyumbangkan ilmunya

kepada penulis.

11.Seluruh Staf Manajemen Agribisnis terutama Mba Dian dan Mba Dewi yang telah memberikan kemudahan dalam segala hal yang menyangkut administrasi selama penulis menempuh studi di IPB

12.Sri Maryati yang telah berkenan menjadi pembahas seminar hasil penelitian penulis

13.Taufik dan Doni, terima kasih atas persahabatan kita selama ini.

14.Dinna Sabriani, teman sharing terutama ketika proses penulisan skripsi.

15.Teman-teman satu bimbingan skripsi (Chika Idol, Tedjo, Dinna, Chiemay, Mba Nina, dan Sevia)

16.Teman-teman satu bimbingan akademik (Chiemay, Nunik, Viona, Ichank, Loci, dan Dwita)

17.Teman-teman asrama 388 (Ari Phobe, Marlina, Rahmi Sari, dan Yola)

18.Teman-teman KKP di Desa Tonjong, Kabupaten Brebes (Mira, Citta, Morin, Azis, dan Indah) yang memberi kenangan manis di tempat KKP

19.Nurani, Iwan, Yuli, Irub, dan teman-teman HIMAGA (Himpunan Mahasiswa Garut) lainnya atas kebersamaan dan rasa persaudaraannya

20.Ipunk, Pretty, Nunik, dan Nanik yang telah memberi semangat di akhir-akhir perjuangan kita.


(23)

21.Seluruh teman-teman Manajemen Agrbisnis Angkatan 41 (2004) atas kenangan indah selama penulis menempuh studi di IPB

22.Teman-teman Pondok As-salamah (Niken, Novi, Sri, Venti, Intan, dan Eka) atas rasa persaudaraan dan kebersamaannya

23.Mas Ipul, Mas Yudhi, dan Mas Budi yang telah memberikan pelajaran hidup selama “Melancong” ke Solok Selatan

24.Kang Goris, Kang Ariel, dan teman-teman Asgar Muda lainnya yang telah memberikan informasi mengenai akarwangi dan segala sesuatunya

25.Semua pihak yang telah membantu penulisan skripsi dan dukungan selama penulis menyelesaikan studi di IPB yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat.

Bogor, Mei 2008

Nia Rosiana A14104045


(24)

DAFTAR ISI

Halaman DAFTAR TABEL ...xviii DAFTAR GAMBAR ...xxi DAFTAR LAMPIRAN ...xxii

I. PENDAHULUAN ...1 1.1. Latar Belakang ...1 1.2. Perumusan Masalah ...6 1.3. Tujuan Penelitian ...11 1.4. Kegunaan Penelitian ...11

II. TINJAUAN PUSTAKA ...13 2.1. Gambaran Umum Akarwangi……….…………13

2.1.1. Budidaya Akar Wangi ...14 2.1.2. Penyulingan Akar Wangi ...17 2.2. Studi Kelayakan Proyek... 20 2.3. Hasil Penelitian Terdahulu ...20

III. KERANGKA PEMIKIRAN...24 3.1. Kerangka Teoritis...24

3.1.1. Studi Kelayakan Usaha ...24 3.1.2. Aspek-Aspek Studi Kelayakan ...27 3.1.3. Konsep Nilai waktu Uang... 29 3.1.4. Kriteria Kelayakan Investasi...30 3.1.5. Risiko Dalam Investasi.……….…..32 3.2. Kerangka Operasional ...36


(25)

xv IV. METODOLOGI PENELITIAN ...41

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ...41 4.2 Jenis dan Sumber Data ...41 4.3. Teknik Pengambilan Responden ...42 4.4. Pengolahan dan Analisis Data ...45 4.4.1. Analisis Aspek Teknis ...45 4.4.2. Analisis Aspek Pasar ...45 4.4.3. Analisis Aspek Sosial ...46 4.4.4. Analisis Aspek Finansial ...46 4.4.5. Penilaian Risiko dalam Investasi... .49 4.5. Asumsi Dasar...52

V. GAMBARAN UMUM ... 565.1. Karakteristik Wilayah ... 56

5.1.1. Letak Geografis ... 56 5.1.2. Topografi... 57 5.1.3. Penggunaan Lahan ... 58 5.1.4. Geologi dan Jenis Tanah ... 59 5.1.5. Iklim dan Curah Hujan ... 62 5.1.6. Komoditas Unggulan Kabupaten Garut ... 64 5.1.7. Struktur Perekonomian Kabupaten Garut ... 65 5.2. Karakteristik Responden Petani dan Penyuling... 66 5.2.1. Umur Petani dan Penyuling……… 66 5.2.2. Pendidikan Terakhir……… 66 5.2.3. Jumlah Tanggungan Keluarga……….67 5.2.4. Pekerjaan Petani dan Penyuling....……….…..68 5.2.5. Pengalaman Bertani………....68

5.2.6. Luas Lahan………...69

5.2.7. Status Kepemilikan Lahan………...70 5.2.8. Pola Tanam Akarwangi………....71 Halaman


(26)

xvi 5.3. Risiko Budidaya ...71

5.3.1. Risiko Produksi ...71 5.3.2. Risiko Harga Output ...74 5.4. Risiko Penyulingan ...75 5.4.1. Risiko Produksi ...75 5.4.2. Risiko Harga Output ...77

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 80 6.1. Analisis Aspek Teknis ... 80

6.1.1. Keadaan Geografis ... 80 6.1.2. Sumberdaya Produksi ... 80 6.1.3. Letak Pasar ... 83 6.1.4. Fasilitas Penunjang ... 83 6.1.5. Teknik Budidaya ... 88 6.1.6. Teknik Penyulingan ... 89 6.1.7. Produk akarwangi ... 91 6.2. Analisis Aspek Pasar ... 91 6.2.1. Permintaan ... 91 6.2.2. Penawaran ... 92 6.2.3. Harga ... 93 6.2.4. Pemasaran ... 93 6.3. Analisis Aspek Sosial dan Lingkungan ... 98 6.4. Risiko Usaha ... 99 6.5. Analisis Aspek Finansial ... 100

6.5.1. Analisis Finansial Budidaya Akarwangi Tanpa Risiko ... 101 6.5.2. Analisis Finansial Budidaya Akarwangi Pada Kondisi Risiko ... 109 6.5.3. Kelayakan Finansial Budidaya Akarwangi Pada Kondisi Risiko ... 110 6.5.4. Penilaian dan Perbandingan Risiko Budidaya Akarwangi ... 112 6.5.5. Analisis Finansial Penyulingan Akarwangi Tanpa Risiko... 113 6.5.6. Analisis Finansial Penyulingan Akarwangi Pada Kondisi Risiko ... 121 Halaman


(27)

xvii 6.5.7. Kelayakan Finansial Penyulingan Akarwangi Pada Kondisi Risiko ... 122 6.5.8. Penilaian dan Perbandingan Risiko Penyulingan Akarwangi ... 124

VII. KESIMPULAN DAN SARAN ... 126 7.1. Kesimpulan ... 126 7.2. Saran ... 127

DAFTAR PUSTAKA ...129 LAMPIRAN ...131


(28)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Perkembangan Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Konstan 2000

menurut Lapangan Usaha Tahun 2002-006 ...1 2. Perkembangan Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Konstan 2000

menurut Lapangan Usaha Pertanian, Peternakan, Kehutanan, dan Perikanan

Tahun 2002-2006 ...2 3. Perkembangan Ekspor-Impor Tanaman Perkebunan, Tahun 2003-2006 ...3 4. Perbandingan Ekspor dan Impor Tanaman Perkebunan Penghasil

Minyak Aromatik Indonesia, Tahun 2003-2006 ...4 5. Negara-Negara Pengekspor Minyak Atsiri, Tahun 2002 ...4 6. Negara-Negara Pengimpor Minyak Atsiri, Tahun 2002 ...5 7. Jenis Minyak Atsiri yang Diusahakan di Provinsi Jawa Barat, Tahun 2004...5 8. Perkembangan Luas Lahan dan Produksi Akar Wangi di Jawa Barat,

Tahun 2002-2006 ...6 9. Penyebaran Luas Tanam Akarwangi di Kabupaten Garut ...7 10. Daerah Penanaman Akarwangi di Kabupaten Garut ...41 11. Pembagian Sampel Secara Proporsional di Kabupaten Garut ...43 12. Jumlah dan Persentase Responden Petani/Penyuling Akarwangi ...44 13. Peluang Setiap Kondisi Pada Kegiatan Budidaya dan

Penyulingan Akarwangi ...51 14. Luas Lahan Berdasarkan Ketinggian ...57 15. Luas Tanah Menurut Penggunaannya di Kabupaten Garut Tahun 2004 ...58 16. Jenis Tanah di Kabupaten Garut ...59 17. Komoditas Unggulan Kabupaten Garut ...64 18. Jumlah dan Persentase Responden Petani dan Penyuling Berdasarkan

Umur di Kabupaten Garut ...66 19. Jumlah dan Persentase Responden Petani dan Penyuling Berdasarkan

Tingkat Pendidikan di Kabupaten Garut ...67

20. Jumlah dan Persentase Responden Petani dan Penyuling Berdasarkan

Jumlah Tanggungan Keluarga di Kabupaten Garut ...67 21. Jumlah dan Persentase Responden Petani dan Penyuling Berdasarkan


(29)

xix Nomor Halaman

22. Jumlah dan Persentase Responden Petani dan Penyuling Berdasarkan

Pengalaman Bertani di Kabupaten Garut ...68 23. Jumlah dan Persentase Petani Berdasarkan Luas Lahan yang Digunakan

untuk Penanaman Akarwangi di Kabupaten Garut ...69 24. Jumlah dan Persentase Penyuling Berdasarkan Luas Lahan yang Digunakan

untuk Penyulingan Akarwangi di Kabupaten Garut ...69 25. Jumlah dan Persentase Petani Akarwangi Berdasarkan Status Kepemilikan

Lahan di Kabupaten Garut ...70 26. Jumlah dan Persentase Penyuling Akarwangi Berdasarkan Status Kepemilikan

Lahan di Kabupaten Garut ...70 27. Produksi dan Peluang Produksi Budidaya Akarwangi Pada Setiap Kondisi ...72 28 . Produksi dan Peluang Harga Output Budidaya Akarwangi Pada Setiap

Kondisi ...74 29. Produksi dan Peluang Harga Output penyulingan Akarwangi Pada Setiap

Kondisi ...76 30. Produksi dan Peluang Harga Output Penyulingan Minyak Akarwangi

Pada Setiap Kondisi ...77 31. Input dan Output Budidaya Akarwangi ...88 32. Input dan Output Penyulingan Akarwangi ...90 33. Perkembangan Produksi Akarwangi Provinsi Jawa Barat (ton,

Tahun 2002-2006 ...92 34. Perkembangan Luas Lahan Tanaman Akarwangi (ha) di Jawa Barat,

Tahun 2002-2006 ...92 35. Produksi Akarwangi Dalam 1 Ha dan Minyak Akarwangi

Dalam Satu Penyulingan/Tahun Pada Setiap Kondisi ...100 36. Harga Output Akarwangi dan Minyak Akarwangi Pada Setiap Kondisi ...100 37. Penerimaan Petani Akarwangi Pada Kondisi Tanpa Risiko Per Hektar ...102 38. Nilai Sisa Investasi Budidaya Akarwangi per Hektar...103 39. Biaya Investasi yang Diperlukan Pada Tahun Pertama Dalam

Budidaya Akarwangi per Hektar ...103 40. Biaya Reinvestasi yang Diperlukan Dalam Budidaya Akarwangi per Hektar ...104 41. Biaya Variabel dan Biaya Tetap yang Diperlukan Pada Kegiatan

Budidaya Akarwangi per Hektar ...107 42. Total Penerimaan Petani Akarwangi Pada Kondisi Per Hektar ...109


(30)

xx Nomor Halaman

43. Kriteria Kelayakan Investasi Budidaya Setiap Kondisi Pada Tingkat DF (8%) ...112 44. Perbandingan Risiko Dalam Investasi Budidaya Akarwangi ...113 45. Pendapatan Petani Pada Setiap Kondisi ...113 46. Penerimaan Penyuling Akarwangi Pada Kondisi Tanpa Risiko

Dalam Satu Penyulingan ...114 47. Nilai Sisa Investasi Penyulingan Akarwangi Pada Satu Penyulingan ...115 48. Biaya Investasi yang Diperlukan Dalam Satu Penyulingan Akarwangi

Pada Tahun Pertama ...116 49. Biaya Reinvestasi yang Diperlukan Dalam Budidaya Akarwangi

per Hektar (Rp) ...116 50. Biaya Variabel dan Biaya Tetap yang Diperlukan Pada Kegiatan

Penyulingan Akarwangi Dalam Satu Penyulingan ...120 51. Total Penerimaan Penyuling Akarwangi Pada Kondisi Risiko

Dalam Satu Penyulingan ...121 52. Kriteria Kelayakan Investasi Penyulingan Setiap Kondisi Pada Tingkat DF (8%) .124 53. Perbandingan Risiko Dalam Investasi Pada Satu Penyulingan Akarwangi ...125 54. Pendapatan Penyuling Pada Setiap Kondisi ...125


(31)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Perkembangan Harga Akarwangi di Kabupaten GarutPada

Tahun 1996-2000...8 2. Perkembangan Harga Minyak Akarwangi di Kabupaten Garut

Pada Tahun 1996-2004...8 3. Perkembangan Produksi Akar Wangi di Jawa Barat Tahun 2002-2006...9 3. Tahap-Tahap Analisis Kelayakan Pengembangan Usaha Akarwangi

di Kabupaten Garut ...38 5. Kerangka Pemikiran Operasional ...40 6. Saluran Pemasaran Akarwangi di Kabupaten Garut, BAPPEDA (2005) ...94


(32)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Cashflow Budidaya Akarwangi pada kondisi Normal pada Lahan 1 Ha ...131 2. Cashflow Risiko Produksi Pada Budidaya Akarwangi Kondisi Tertinggi ...132 3. Cashflow Risiko Produksi Pada Budidaya Akarwangi Kondisi Terendah ...133 4. Cashflow Risiko Harga Output Tertinggi Pada Budidaya Akarwangi ...134 5. Cashflow Risiko Harga Output Terendah Pada Budidaya Akarwangi ...135 6. Cashflow Risiko harga Output Terendah Dengan Produksi Terendah ...136 7. Tingkat Risiko Produksi, Harga, dan Gabungan Pada Budidaya Akarwangi ...137 8. Cashflow Penyulingan Kondisi Normal ...138 9. Cashflow Risiko penyulingan Kondisi Produksi Tertinggi ...140 10.Cashflow Risiko penyulingan Kondisi Produksi Terendah ...142 11.Cashflow Risiko Penyulingan Kondisi harga Output Tertinggi ...144 12.Cashflow Risiko Penyulingan Kondisi harga Output Terendah ...146 13.Cashflow Risiko Penyulingan Kondisi Gabungan Tertinggi ...148 14.Cashflow Risiko Penyulingan Kondisi Gabungan Terendah...150 15.Tingkat Risiko Produksi, Harga, dan Gabungan pada Penyulingan


(33)

I. PENDAHULUAN

I. Latar Belakang

Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan mempunyai peranan yang penting dan strategis dalam pembangunan nasional. Salah satunya sebagai sumber penerimaan negara. Hal ini ditunjukkan pada Tabel 1 yaitu besarnya kontribusi sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan menurut lapangan usaha terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) yang berada pada urutan ketiga pada tahun 2002 sampai 2006 setelah industri pengolahan dan perdagangan, hotel, dan restoran.

Tabel 1. Perkembangan Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Konstan 2000 menurut Lapangan Usaha Tahun 2002-2006 (Miliar Rupiah)

Lapangan Usaha 2002 2003 2004 2005 2006

Pertanian, Peternakan, Kehutanan, dan Perikanan 231.613,5 240.387,3 (3,8) 247.163,6 (2,8) 253.726,0 (2,6) 261.296,8 (0,30) Pertambangan dan Penggalian 169.932,0 167.603,8 (-1,4) 160.100,5 (-4,5) 165.085,4 (3,1) 168.729,9 (2,2) Industri Pengolahan 419.387,8 441.754,9

(5,3) 469.952,4 (6,4) 491.421,8 (4,6) 514.192,2 (4,6) Listrik, Gas, dan Air

Bersih

9.868,2 10.349,2 (4,9) 10.897,6 (5,3) 11.584,1 (6,3) 12.263,6 (5,9)

Konstruksi 84.469,8 89.621,8

(6,1) 96.334,4 (7,5) 10.483,7 (-89,1) 112.762,2 (97,57) Perdagangan, Hotel, dan Restoran 243.266,6 256.516,6 (5,4) 271.142,2 (5,7) 293.877,2 (8,4) 311.903,5 (6,1) Pengangkutan dan Komunikasi

76.173,1 85.458,4 (12,2) 96.896,7 (13,4) 109.467,1 (13,0) 124.399,0 (13,6) Keuangan, Real Estate

dan Jasa Perusahaan

131.523,0 140.374,4 (6,7) 151.123,3 (7,7) 161.384,3 (6,8) 170.495,6 (5,6)

Jasa-jasa 138.982,4 145.104,9

(4,4) 152.906,1 (5,4) 160.626,5 (5,0) 170.612,1 (6,2) Keterangan : Angka dalam kurung menunjukkan pertumbuhan (%)


(34)

2

Dalam jangka panjang, pengembangan lapangan usaha pertanian difokuskan pada produk-produk olahan hasil pertanian yang memberikan nilai tambah bagi perekonomian nasional, seperti pengembangan agroindustri. Salah satu lapangan usaha pertanian yang berorientasi ekspor dan mampu memberikan nilai tambah adalah tanaman perkebunan. Hal ini terlihat pada kontribusi tanaman perkebunan menurut lapangan usaha terhadap PDB. Tanaman perkebunan menurut lapangan usaha tahun 2002 sampai 2006 memberikan kontribusi terbesar kedua setelah tanaman bahan makanan setiap tahunnya. Hal ini ditunjukan pada Tabel 2.

Tabel 2. Perkembangan Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Konstan 2000 menurut Lapangan Usaha Pertanian, Peternakan, Kehutanan, dan Perikanan Tahun 2002-2006 (Miliar Dolar)

Lapangan Usaha Pertanian, Peternakan, Kehutanan, dan

Perikanan

2002 2003 2004 2005 2006

Tanaman Bahan Makanan

115.925,5 119.164,8 (2,8) 122.611,7 (2,9) 125.801,8 (2,6) 129.211,2 (2,7) Tanaman Perkebunan 36.585,6 38.693,9

(5,8) 38.849,3 (0,4) 39.810,9 ( 2,5) 41.081,5 (3,2) Peternakan dan

Hasil-hasilnya

29.393,5 30.647,0 (4,3) 31.672,5 (3,3) 32.346,5 (2,1) 33.309,9 (2,9)

Kehutanan 17.986,5 17.213,7

(-4,3) 17.433,8 (1,3) 17.176,9 (-1,4) 16.784,1 (-2,3)

Perikanan 33.082,3 34.667,9

(4,8) 36.596,3 (5,6) 38.589,9 (5,4) 40.909,8 (6,0) Keterangan : Angka dalam kurung menunjukkan pertumbuhan (%)

Sumber : Badan Pusat Statistik, 2007 (Angka diolah)

Persentase nilai PDB tanaman perkebunan berfluktuasi pada kurun waktu 2002 hingga tahun 2006. Hal ini tidak terlepas dari besarnya persentase ekspor pada tanaman tersebut. Pada Tabel 3, menjelaskan bahwa volume ekspor untuk


(35)

3

tanaman perkebunan dari tahun ke tahun mengalami peningkatan dari 11.974.201.918 kg pada tahun 2003 menjadi 18.579.806.335 kg pada tahun 2006.

Tabel 3. Perkembangan Ekspor-Impor Tanaman Perkebunan, Tahun 2003-2006

Tahun Volume (Kg)

Ekspor Impor Neraca

2003 11.974.201.918 2.088.748.566 9.885.453.352

2004 15.556.889.495

(299)

1.353.601.447 (-35,1)

14.203.288.048 (43,6)

2005 18.579.806.335

(19,4)

2.091.654.011 (54,5)

16.488.152.324 (16,0)

2006* 15.150.170.864

(18,5)

1.346.496.425 (53,6)

13.803.674.439 (16,2) Keterangan : Angka dalam kurung menunjukkan pertumbuhan (%)

Sumber : Badan Pusat Statistik, 2007 (Angka diolah) *) Angka Sementara

Minyak aromatik merupakan salah satu olahan tanaman perkebunan. Minyak aromatik memiliki aroma yang kuat karena sifatnya yang mudah menguap pada suhu ruang. Minyak aromatik banyak digunakan untuk bahan dasar wewangian dan minyak gosok. Salah satu olahan tanaman perkebunan penghasil minyak aromatik adalah minyak atsiri dan minyak jarak. Minyak jarak yang dimanfaatkan dalam berbagai industri seperti: sabun, pelumas, minyak rem dan hidrolik, cat, pewarna, plastik tahan dingin, pelindung (coating), tinta, malam dan semir, nilon, farmasi, dan parfum. Tahun 2003 sampai 2006, ekspor minyak atsiri menunjukan trend yang meningkat. Sedangkan volume ekspor minyak jarak menunjukan adanya fluktuasi. Volume ekspor minyak atsiri lebih besar setiap tahunnya dibandingkan dengan minyak jarak. Hal ini menunjukan permintaan minyak atsiri lebih besar dibandingkan dengan minyak jarak. Hal ini dapat dilhat pada Tabel 4.


(36)

4

Tabel 4. Perbandingan Ekspor dan Impor Tanaman Perkebunan Penghasil Minyak Aromatik Indonesia, Tahun 2003-2006 (Kg)

Tahun

Minyak Atsiri Volume (Kg)

Minyak Jarak * Volume (Kg)

Ekspor Impor Ekspor Impor

2003 1.967.736 321.333 200.622 2.489.689

2004 3.230.401

(64,1) 1.596.474 (396,8) 1.019.176 (408,0) 4.504.806 (80,9)

2005 3.767.561

(16,6) 942.860 (-40,9) 16.112 (-98,4) 3.985.890 (11,5)

2006** 2.945.384

(-21,8) 1.233.938 (30,8) 32.856 (103,9) 2.952.866 (-25,9) Keterangan : Angka dalam kurung menunjukkan pertumbuhan (%)

Sumber : Badan Pusat Statistik, 2007 (Angka diolah) *) Termasuk Bahan Baku Minyak Aromatik **) Angka Sementara

Pasar minyak atsiri sangat potensial bagi Indonesia. Indonesia menjadi salah satu negara pengekspor minyak atsiri dunia yang berada pada urutan ketiga di dunia. Ekspor minyak atsiri Indonesia tahun 2002 menghasilkan nilai sebesar US$ 47.940.000 atau 17,6 persen dari total nilai ekspor minyak atsiri di pasar dunia. Hal ini dapat ditunjukkan pada Tabel 5.

Tabel 5. Negara-Negara Pengekspor Minyak Atsiri Dunia, Tahun 2002 Negara pengekspor Nilai (Ribuan US$) (%)

Perancis 93.842 34,5

China 50.517 18,6

Indonesia 47.940 17,6

USA 34.011 12,5

Inggris 24.346 8,9

Singapura 21.090 7,9

Total 271.746 100


(37)

5

Berdasarkan nilai impor tahun 2002, permintaan terhadap minyak atsiri dari semua negara pengimpor cukup tinggi. Indonesia hanya menghasilkan nilai US$ 47.940.000 padahal total nilai impor minyak atsiri dari negara- negara pengimpor mencapai US$ 354.496.000. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Negara-Negara Pengimpor Minyak Atsiri Dunia, Tahun 2002 Negara pengimpor Nilai (Ribuan US$) (%)

USA 120.220 33,9

Perancis 87.573 24,7

Inggris 48.149 13,6

Swiss 36.237 10,2

Jerman 32.906 9,3

Spanyol 29.411 8,6

Total 354.496 100

Sumber: ITC/Comtrade Statistic, 2003

Minyak atsiri dihasilkan dari proses pengolahan secara penyulingan dari tanaman atsiri. Berbagai jenis minyak atsiri dikembangkan di Indonesia salah satunya minyak akarwangi yang dikembangkan di Provinsi Jawa Barat. Tahun 2004, produktivitas tanaman akarwangi paling rendah bila dibandingkan dengan jenis tanaman penghasil minyak atsiri lain. Hal ini dapat ditunjukkan pada Tabel 7.

Tabel 7. Jenis Minyak Atsiri yang Diusahakan di Provinsi Jawa Barat, Tahun 2004

No Komoditas Luas Areal (Ha) Produksi (Ton) Produktivitas(Kg/Ha)

1. Akarwangi 2.250,00 72,00 32,00

2. Cengkeh 32.549,99 12.683,42 606,59

3. Jahe 4.023,01 30.860,43 11.045,25

4. Kayu Manis 74,50 21,78 792,00

5. Kenanga 231,16 25,89 444,23

6. Lada 3.364,53 1.064,35 778,80

7. Nilam 1.442,75 3.283,52 4.082,68

8. Pala 2.658,39 604,06 309,25

9. Sereh Wangi 492,50 776,54 1.584,78


(38)

6

Perkembangan luas lahan di Jawa Barat tahun 2000 hingga 2006 berfluktuatif. Tahun 2004 merupakan tahun yang memiliki luas lahan terbesar yaitu 32 kg/Ha dan 2.250 Ha. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 8. Akar wangi sebagai salah satu tanaman perkebunan yang bernllai ekonomis tinggi selayaknya terus dikembangkan agar dapat meningkatkan pendapatan petani, peningkatan kesempatan kerja, dan peningkatan penerimaan devisa.

Tabel 8. Perkembangan Luas Lahan Akar Wangi di Jawa Barat, Tahun 2002-2006

Tahun Luas Lahan (Ha) (%)

2002 1.253 -

2003 1.917 52,9

2004 2.250 17,3

2005 2.035 -9,5

2006 2.045 0,49

Sumber: Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Barat, 2006

1.2. Perumusan Masalah

Akarwangi merupakan salah satu komoditas perkebunan unggulan Kabupaten Garut yang memiliki arti penting bagi perekonomian daerah. Sekitar 89 persen produksi minyak akarwangi Indonesia dihasilkan dari Kabupaten Garut (Bappeda Kabupaten Garut, 2005). Hal ini didukung oleh potensi areal seluas 2.400 Ha dan realisasi luas tanam mencapai 1.733 Ha pada tahun 2006 yang tersebar di empat kecamatan. Hal ini ditunjukkan pada Tabel 9.

Tabel 9. Penyebaran Luas Tanam Akarwangi di Kabupaten Garut No Kecamatan Potensi

Areal (Ha)

Realisasi Luas Tanam (Ha)

Produksi (Ton)

Produktivitas (Ton/Ha)

1. Leles 750 683 8.196 12

2. Samarang 1.200 850 10.200 12

3. Bayongbong 250 85 1.020 12

4. Cilawu 200 115 1.380 12

Jumlah 2.400 1.733 20.796 12


(39)

7

Penanaman akarwangi dan pemberian izin usaha penyulingan minyak akarwangi diatur dalam Surat Keputusan (SK) Gubernur Jawa Barat No.249/A.II/5/SK/1974 dan SK Bupati Garut No.125/HK.021.1?SK/1978 jo. SK Bupati Garut No.191/HK.021.1/SK/1978. Berdasarkan SK tersebut, luas lahan penanaman akarwangi di Kabupaten Garut tidak boleh melebihi 2.400 Ha. Namun, pada tahun 2006 realisasi luas lahan yang digunakan untuk menanam akarwangi baru mencapai 1.733 Ha. Oleh karena itu, masih tersedia potensi lahan yang dapat dikembangkan sesuai dengan SK.Bupati KDH Garut No.520/SK.196-HUK/90 tentang penanaman dan penyulingan akarwangi di Kabupaten Garut seluas 2.400 Ha yang tersebar di empat kecamatan.

Meskipun prospek akarwangi cukup cerah, namun pada kenyataannya di lapangan upaya pengembangan usaha akarwangi masih mengalami kendala. Pengusahaan budidaya akarwangi masih dijalankan secara sederhana/tradisional oleh petani dan luas lahan yang diusahakan baru mencapai 1.733 Ha. Padahal potensi areal mencapai 2.400 Ha sesuai dengan SK Bupati KDH Garut No.520/SK.196-HUK/90. Hal ini mengindikasikan areal penanaman seluas 667 Ha belum termanfaatkan dan masih berpotensi untuk dikembangkan. Selain itu, dibutuhkan modal yang besar dalam melakukan pengembangan usaha akarwangi. Kendala lain yaitu dalam melakukan budidaya dan penyulingan yaitu adanya fluktuasi harga dan produksi. Gambar 1 merupakan gambar yang menunjukkan adanya fluktuasi harga akarwangi di Kabupaten Garut tahun 1996 hingga 2000.


(40)

8

Gambar 1. Perkembangan Harga Akarwangi di Kabupaten Garut Pada Tahun 1996-2000

Selain fluktuasi harga akarwangi, adanya fluktuasi harga minyak akarwangi tahun 1996 hingga 2000 menyebabkan adanya risiko produksi. Hal ini dapat dilihat pada tabel 2. Selama kurun waktu 1996 hingga 1998 terjadi peningkatan harga minyak akarwangi, namun tahun 1996 hingga tahun 1999 terdapat penurunan akarwangi. Tahun 1999 hingga tahun 2000 terdapat kenaikan harga minyak akarwangi hingga mencapai Rp.220.000/kg.

Gambar 2. Perkembangan Harga Minyak Akarwangi di Kabupaten Garut Pada Tahun 1996-2004

Y e a r

H a rg a A k a rw a n g i (R p / k g ) 20 00 199 9 1998 1997 19 96 450 400 350 300 250 200

Y e a r

H a rg a M in y a k A k a rw a n g i (R p / lt r)

2 0 0 0 1 9 9 9

1 9 9 8 1 9 9 7

1 9 9 6 2 2 0 0 0 0

2 0 0 0 0 0

1 8 0 0 0 0

1 6 0 0 0 0

1 4 0 0 0 0

1 2 0 0 0 0

1 0 0 0 0 0


(41)

9

Selain adanya risiko harga, terdapat risiko produksi yang menyebabkan berfluktuasinya produksi akarwangi dan minyak akarwangi. Gambar 3 menunjukkan bahwa terdapat risiko produksi akarwangi. Tahun 2002 hingga tahun 2004 terjadi peningkatan produksi akarwangi. Namun, tahun 2004 hingga 2005 terdapat penurunan produksi. Tahun 2005 hingga tahun 2006 terdapat peningkatan produksi meskipun peningkatannya cenderung kecil.

Gambar 3. Perkembangan Produksi Akar Wangi di Jawa Barat, Tahun 2002-2006

Perkembangan harga akarwangi dan minyak akarwangi, pada dasarnya menunjukkan berfluktuasinya harga dari tahun ke tahun. Harga akarwangi tertinggi sebesar Rp.425/kg dan terendah Rp. 175/kg Sedangkan harga minyak akarwangi tertinggi sebesar yaitu Rp. 220.000/kg dan harga minyak akarwangi terendah sebesar Rp. 105.000/kg harga terendah. Data terakhir yang diperoleh dari kegiatan survei diperoleh informasi bahwa harga tertinggi pada tahun 2007 yang

Year P ro d u k s i A k a rw a n g i (t o n / h a ) 2006 2005 2004 2003 2002 70 60 50 40 30 20 10


(42)

10

diterima oleh penyuling adalah sebesar Rp.582.000/kg dan terendah Rp. 466.923/kg.

Kendala-kendala yang dihadapi menjadi tantangan bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Garut untuk berupaya mengembangkan tanaman akarwangi. Hal ini dikarenakan akarwangi menjadi salah satu komoditas unggulan tanaman perkebunan di Kabupaten Garut. Pengembangan usaha akarwangi merupakan bagian dari strategi pembangunan pertanian yang berwawasan agribisnis dan agroindustri (Bappeda Kabupaten Garut,1994).

Berdasarkan latar belakang dan permasalahan diatas, maka pengembangan usaha akarwangi, yang terdiri dari kegiatan budidaya dan penyulingan di Kabupaten Garut dilakukan dengan memanfaatkan lahan yang belum diusahakan seluas 667 Ha. Hal ini sesuai dengan kebijakan Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan Kabupaten Garut yaitu luas areal penanaman maksimal 2.400 Ha yang baru termanfaatkan seluas 1.733 Ha. Lahan yang belum diusahakan tersebut diharapkan dapat digunakan secara optimal. Oleh karena itu, perlu dilakukan studi kelayakan pengembangan usaha yang memperhatikan aspek budidaya dan pasca panen yakni kegiatan penyulingan. Penyulingan dapat dikatakan sebagai kegiatan yang tidak terpisahkan dari kegiatan usaha akarwangi. tanaman akar wangi akan diolah lebih lanjut menjadi minyak akar wangi yang dilakukan oleh beberapa petani penyuling yang memiliki modal yang relatif besar bila dibandingkan dengan petani lainnya. Perhitungan atau penilaian dilakukan agar menghindari kerugian dalam penanaman modal yang terlalu besar dan melihat sasaran dari kebijakan pemerintah dalam pengembangan usaha akar


(43)

11

wangi. Selain itu, studi kelayakan usaha akarwangi di Kabupaten Garut diperlukan untuk meminimalkan risiko dalam pengembangan usaha.

Dengan melakukan analisis kelayakan usaha maka dapat membandingkan antara tingkat keuntungan yang diperoleh pada kondisi normal dengan kondisi risiko. Dengan demikian, diharapkan hasil studi kelayakan usaha ini dapat memberikan informasi kepada investor untuk menarik minatnya menanamkan modal pada usaha akarwangi.

Berdasarkan uraian diatas, maka permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Apakah usaha akarwangi di Kabupaten Garut layak diusahakan?

2. Bagaimana dampak adanya risiko volume produksi dan harga output terhadap kelayakan usaha akarwangi?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan: 1. Menganalisis kelayakan usaha akarwangi di Kabupaten Garut

2. Menganalisis dampak adanya risiko volume produksi dan harga output terhadap kelayakan usaha akarwangi di Kabupaten Garut.

1.4. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi serta masukan bagi berbagai pihak yang berkepentingan, yaitu :

1. Bagi petani dan penyuling akarwangi, penelitian ini memberikan alternatif dalam meminimalkan risiko yang terjadi dalam pengembangan usaha akarwangi.


(44)

12

2. Bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Garut, hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam menetapkan kebijakan yang terkait dengan pengembangan usaha akarwangi.

3. Bagi investor/masyarakat, hasil penelitian ini diharapkan menjadi salah satu referensi dalam mempertimbangkan penanaman modal di usaha akarwangi. 4. Bagi penulis, penelitian ini berguna untuk mengembangkan daya analisis


(45)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Gambaran Umum Akarwangi

Tanaman akarwangi (Vetiveria zizanioides) termasuk keluarga graminae, berumpun lebat, akar tinggal, bercabang banyak, dan berwarna kuning pucat atau abu-abu sampai merah tua. Tanaman ini ditemukan tumbuh secara liar, setengah liar, dan sengaja ditanam di berbagai negara yang beriklim tropis dan subtropics (Kanisius, 1995).

Tanaman akarwangi diproses melalui penyulingan yang akan menghasilkan minyak akarwangi (minyak atsiri). Minyak atsiri merupakan salah satu bahan pewangi yang potensial. Biasanya dipakai secara luas untuk pembuatan parfum, bahan kosmetika, dan sebagai bahan pewangi sabun. Minyak atsiri selain berfungsi sebagai zat pengikat (fiksatif), juga memberikan wangi menyenangkan, tahan lama, dan keras. Pemakaiannya harus memperhatikan dosis karena baunya yang keras. Jika dosisnya berlebihan akan memberikan kesan bau yang tidak enak. Oleh karena itu, penggunaan minyak akar wangi ini dicampur dengan nilam, minyak mawar, dan minyak “sandalwood”.

Seiring dengan peningkatan kebutuhan terhadap produk-produk wewangian, maka kebutuhan terhadap minyak akarwangi pun cenderung bertambah. Penghasil utama minyak akarwangi di Indonesia adalah Kabupaten Garut. Minyak akarwangi Indonesia di luar negeri dikenal dengan nama “Java Vetiver Oil”. Tanaman ini biasanya diusahakan di hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) Cimanuk dan di lereng-lereng berbukit dan bergelombang. Akarwangi dapat tumbuh pada ketinggian sekitar 300-2.000 meter di atas permukaan laut.


(46)

14

Akan tetapi, ketinggian optimum yang menghasilkan produktivitas tertinggi adalah sekitar 600-1.500 meter di atas permukaan laut.

Tanah yang sesuai untuk menanam akarwangi adalah di tanah yang berpasir atau pada tanah abu vulkanik. Pada tanah tersebut akar tanaman akan menjadi lebat dan panjang. Selain itu, tanaman akarwangi masih dapat tumbuh di tanah-tanah liat yang mengandung air. Namun kelemahan tanah ini adalah sulit dicabut dan pertumbuhan akar menjadi terhambat.

Derajat kemasaman tanah (pH) yang cocok bagi pertumbuhan tanaman akarwangi sekitar 6-7. Tanah yang terlalu masam atau dibawah 5,5 akan menyebabkan tanaman akarwangi menjadi kerdil sehingga akarnya akan berbentuk kurus dan berukuran kecil. Penanaman akarwangi sekaligus dapat berfungsi sebagai usaha konservasi tanah dan air, karena kelebatan akarnya mencapai + 50 cm. maka akarwangi dapat ditanam di pematang-pematang sawah untuk menghindari atau mengendalikan kerusakan pematang-pematang sawah.

Pertumbuhan tanaman akarwangi pun didukung oleh adanya sinar matahari yang jatuh secara langsung. Maka, bila tanaman akarwangi ditanam ditempat yang teduh akan berpengaruh tidak baik terhadap pertumbuhan sistem akar dan mutu minyak pun akan menurun.

2.1.1. Budidaya Akar Wangi 2.1.1.1. Pembibitan

Tanaman akarwangi dapat diperbanyak secara vegetatif, yaitu menggunakan bonggol-bonggol akarnya. Bonggol tersebut didapatkan dari tanaman dalam rumpun yang tidak berbunga, lalu dipecah-pecah sehingga setiap


(47)

15

pecahan bonggol memiliki mata tunas. Kemudian bonggol dapat langsung ditanam di kebun (Kanisius, 1995).

Kebutuhan bonggol bibit untuk lahan satu hektar sekitar dua ton dengan jarak tanam antara 0,75 x 0,75 meter atau 1 x 1 meter tergantung tingkat kesuburan tanah. Satu lubang tanam dibutuhkan 2-3 bonggol bibit.

2.1.1.2. Penanaman

Tahap pertama yang perlu diperhatikan adalah persiapan lahan. Meskipun akar wangi pada dasarnya kurang membutuhkan pengolahan tanah, namun tanah yang menjadi media tanam akarwangi perlu diolah terlebih dahulu. Pengolahan tanah tersebut dilakukan dengan pencangkulan. Dengan cara ini, tanah yang semula berada di bagian bawah akan berada di permukaan dan mendapat cahaya matahari, sekaligus rumput dan tumbuhan pengganggu lainnya akan mati.

Pada fase awal pertumbuhan, tanaman akarwangi membutuhkan air yang cukup. Oleh karena itu, waktu tanam sebaiknya diusahakan pada permulaan musim hujan, yaitu bulan Oktober-November Penanaman bibit akarwangi dilakukan dengan cara memasukkan bonggol siap tanam ke dalam lubang tanam yang telah dibuat, kemudian ditutup kembali dan tanah di sekitarnya agak dipadatkan. Jarak tanam pada tanah yang subur adalah 1 x 1 meter, sedangkan pada tanah yang kurang subur 0,76 x 0,75 meter. Lokasi penanaman akar wangi pada lahan miring perlu dibuat terasering.

2.1.1.3. Pemeliharaan

Pemeliharaan akarwangi meliputi: penyulaman, penyiangan, pembumbunan, pemupukan, pemangkasan, dan pengendalian hama. Sekitar 2-3


(48)

16

minggu setelah tanam, hendaknya diadakan pemeriksaan ke kebun akarwangi. Hal ini untuk melihat akar wangi yang tidak tumbuh atau bahkan mati agar dilakukan penyulaman. Kegiatan ini untuk mengetahui jumlah tanaman yang sesungguhnya dan akan digunakan untuk memprediksi produk yang dihasilkan (Kanisius, 1995).

Kegiatan yang dilakukan dalam pemeliharaan akarwangi yaitu penyiangan. Kegiatan ini bertujuan untuk mencegah datangnya hama yang biasanya menjadikan gulma lain sebagai tempat persembunyian, sekaligus untuk memutus daur hidup hama. Tindakan penyiangan dilakukan pada umur tiga bulan sejak tanam dan pada awal maupun akhir musim penghujan.

Tanaman akarwangi tidak tahan terhadap tanah yang tergenang air. Oleh karena itu, perlu dilakukan pembumbunan agar aerasi dan drainase dapat diatur dengan baik. Kegiatan ini dilakukan bersamaan dengan kegiatan penyiangan. Setelah dilakukan kegiatan penyiangan, yang perlu diperhatikan adalah kegiatan pemupukan. Pertumbuhan akarwangi akan terganggu apabila kondisi tanah tidak subur. Pemupukan dilakukan biasanya dilakukan dua kali dalam satu tahun. Pada umur tiga bulan, pupuk yang diberikan untuk lahan seluas satu hektar adalah lima ton pupuk kandang, 100 kg urea, 50 kg TSP, dan 50 kg KCL. Sedangkan pada bulan ke sembilan dilakukan pemupukan dengan dosis yang berbeda yaitu lima ton pupuk kandang, 50 kg urea, 25 kg TSP, dan 25 kg KCL. Cara pemberian pupuk adalah dengan memasukan pupuk ke dalam lubang melingkar sedalam 10 cm dan ditutup kembali oleh tanah.


(49)

17

Setelah tanaman berumur + 6 bulan dilakukan pemangkasan daun untuk mendapatkan akar yang rimbun dan panjang. Pemangkasan ini dilakukan tga bulan atau enam bulan sekali pada daerah dataran tinggi. Sedangkan pada dataran rendah tidak perlu dilakukan pemangkasan karena akan menurunkan hasil produksi.

2.1.1.4. Pemanenan

Waktu pemanenan akar wangi bergantung pada musim dan penggunaan tanah. Kondisi tanaman dan kandungan minyak masih sedikit apabila dipanen terlalu dini. Namun apabila panen terlambat akan mengakibatkan akar layu dan mengering sehingga sebagian minyak akan hilang. Oleh karena itu, umur yang paling baik untuk melakukan pemanenan adalah antara 1,5 -2 tahun (Kanisius, 1995).

Pemanenan dilakukan dengan menggunakan cangkul. Pencabutan tanaman harus dilakukan secara hati-hati agar akar tidak putus dan tertinggal di dalam tanah. Akar yang baru dipanen harus dibersihkan dari tanah yang masih melekat dan dipotong di bawah bonggolnya. Sedangkan daun akar wangi dapat dijadikan kompos dan bonggolnya sendiri dapat dijadikan bibit untuk penanaman masa berikutnya kemudian hasil panen tersebut disuling.

2.1.2. Penyulingan Akar Wangi

Minyak atsiri yang berasal dari tanaman akar wangi dapat diperoleh melalui tiga cara, yaitu: pengempaan, ekstraksi menggunakan pelarut, dan penyulingan. Dari ketiga cara tersebut, yang erat kaitannya untuk mendapatkan minyak akar wangi (vetiver oil) adalah cara penyulingan (Kanisius, 1995).


(50)

18

Penyulingan merupakan salah satu cara untuk mendapatkan minyak atsiri dengan cara mendidihkan bahan baku yang dimasukkan ke dalam suatu ketel dan mengalirkan uap jenuh dari ketel pendidih air ke dalam ketel penyulingan. Dalam hal ini terdapat tiga jens penyulingan yaitu: 1) penyulingan dengan air, 2)penyulingan dengan air dan uap, 3) penyulingan dengan uap

2.1.2.1. Penyulingan dengan air

Prinsip kerja penyulingan dengan air dimulai dengan pengisian air pada ketel penyulingan kemudian dipanaskan. Sebelum air mendidih, bahan baku dimasukkan ke dalam ketel penyulingan. Dengan demikian penguapan air dan minyak atsiri berlangsung secara bersamaan. Penyulingan ini disebut penyulingan langsung. Penyulingan ini merupakan cara tertua dan sangat mudah dilaksanakan. Namun, kualitas minyak atsiri yang dihasilkan cukup rendah (Kanisius, 1995)..

2.1.2.2. Penyulingan dengan air dan uap

Penyulingan ini relatif lebih maju dibandingkan penyulingan dengan air. Prinsip kerja yang dilakukan adalah dimulai dengan ketel penyulingan diisi air sampai batas saringan. Bahan baku diletakkan di atas saringan sehingga tidak berhubungan langsung dengan air yang mendidih, tetapi akan berhubungan dengan uap air. Penyulingan ini disebut penyulingan tidak langsung. Air yang menguap akan membawa partikel-partikel minyak atsiri dan dialirkan melalui pipa ke alat pendingan sehingga terjadi pengembunan dan uap air yang bercampur minyak atsiri tersebut akan mencair kembali. Selanjutnya dialirkan ke alat pemisah untuk memisahkan minyak atsiri dari air. Kualitas yang dihasilkan cukup baik (Kanisius, 1995)..


(51)

19

2.1.2.3. Penyulingan dengan uap

Penyulingan dengan cara ini memerlukan modal yang relatif besar dibandingkan cara-cara yang sebelumnya. Namun, kualitas minyak atsiri yang dihasilkan jauh lebih sempurna. Prinsip kerja penyulingan seperti ini hampir sama dengan cara menyuling dengan air dan uap tetapi antara ketel uap dan ketel penyulingan harus terpisah. Ketel uap yang berisi air dipanaskan, lalu uap tersebut dialirkan ke ketel penyulingan yang berisi bahan baku, partikel-partikel minyak pada bahan baku terbawa bersama uap dan dialirkan ke alat pendingin. Di dalam alat pendingin itulah terjadi proses pengembunan, sehingga uap air yang bercampur minyak akan mengembun dan mencair kembali. Selanjutnya dialirkan ke alat pemisah yang akan memisahkan minyak atsiri dari air (Kanisius, 1995)..

Mengingat produksi minyak akarwangi di Indonesia hampir seluruhnya diekspor, maka pemerintah telah menetapkan persyaratan ekspor. Warna akarwangi yang didayaratkan yaitu kecoklat-coklatan sampai kemerah merahan. berat jenis pada suhu 25 derajat celcius,bilangan ester antara 5-25

Umumnya minyak akarwangi yang baik ditandai oleh berat jenis dan putaran optik yang tinggi. Komponen penting lainnya adalah vetiverol. Menurut Santoso (1993), peningkatan kadar vetiverol di dalam minyak akar wangi akan sekaligus meningkatkan mutu minyak tersebut.


(52)

20

2.2. Studi Kelayakan Proyek

Tahapan pertama dalam kegiatan proyek adalah identifikasi gagasan proyek, yaitu menganalisis gagasan, ide, atau saran-saran mengenai rencana proyek yang akan dilaksanakan. Setelah analisis pendahuluan dilakukan, maka analisis lebih rinci dilakukan yang disebut dengan istilah studi kelayakan. Studi kelayakan akan memberikan informasi yang cukup untuk melaksanakan proyek tersebut. Studi kelayakan akan memberikan kesempatan untuk menyusun proyek agar bias sesuai dengan lingkungan fisik dan sosialnya, serta dapat memastikan bahwa proyek tersebut akan memberikan hasil yang optimal (Herjanto, 1999).

2.3. Hasil Penelitian Terdahulu

Penelitian yang dilakukan Damanik (2003) di Kecamatan Samarang, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Data aspek sosial ekonomi diambil dari 120 petani akarwangi dan 22 pabrik penyuling akarwangi. Percobaan lapangan dilaksanakan pada lahan seluas tiga hektar. Metode penelitian yang digunakan yaitu rancangan acak kelompok dengan tiga pola tanam dan dua ulangan. Perlakuan yang dicoba adalah pola tanam petani, pola tanam introduksi, dan pola tanam konservasi. Parameter yang diamati adalah berat akar, kadar minyak, tingkat erosi, tingkat produktivitas, dan kelayakan ekonomi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari ketiga pola yang diteliti ternyata pola konservasi mempunyai berat akar yang lebih tinggi yaitu 0,74 kg, sedangkan pola petani 0,60 kg dan pola introduksi 0,50 kg. Hasil analisis kadar minyak ketiga pola menunjukkan bahwa kadar minyak pola konservasi dan pola petani tidak berbeda nyata yaitu 2,60 persen dan 2,25 persen, sedangkan pola introduksi hanya 1,25 persen. Dari kedua parameter di atas (berat akar dan kadar minyak) dapat disimpulkan bahwa pola konservasi lebih baik


(53)

21

dibandingkan dengan pola lainnya. Tingkat erosi yang terjadi di pertanaman akarwangi adalah: (a) pola petani 26,20 ton/ha, (b) pola introduksi 19,40 ton/ha, dan (c) pola konservasi 17,80 ton/ha. Tingkat produktivitas yang dicapai dari ketiga pola usahatani tersebut yaitu (a) pola petani sebesar 16.000 kg/ ha/tahun, (b) pola introduksi 15.000kg/ha/tahun, dan (c) pola konservasi 18.000kg/ha/tahun. Dari ketiga pola tersebut yang tertinggi adalah pola konservasi, tetapi analisis kelayakan ekonomi pada ketiga pola adalah : Pola konservasi : B/C ratio 3,26, NPV Rp 7.852.000, dan IRR 18,75 persen; Pola introduksi : B/C ratio 2,03, NPV Rp 5.089.000, dan IRR 18,75 persen; Pola petani : B/C ratio 3,60, NPV Rp7.130.000, dan IRR 18,50 persen. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa usaha tersebut layak untuk dilaksanakan.

Penelitian yang dilakukan oleh Khairunnisa (2004) mengenai perencanaan kelayakan pengembangan usaha budidaya lebah madu (Apis mellifera) di Jawa Timur dilihat tingkat kelayakannya berdasarkan aspek-aspek kelayakan usaha. Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa pengembangan usaha tersebut layak untuk dikembangkan berdasarkan aspek teknis, aspek manajemen, aspek sosial dan lingkungan, dan aspek finansial.

Pola pengembangan usaha yang dilakukan adalah dengan menetapkan empat skenario. Skenario pertama yaitu pengembangan usaha menggunakan pakan lebah tanaman sepanjang tahun (12 bulan) dan menggunakan pengemasan madu. Skenario kedua yaitu pengembangan usaha menggunakan pakan lebah tanaman sepanjang tahun (12 bulan) dan tanpa menggunakan pengemasan madu. Skenario ketiga yaitu pengembangan usaha menggunakan pakan lebah tanaman semusim (7 bulan), stimulasi pada saat paceklik (5 bulan), dan pengemasan madu.


(54)

22

Skenario keempat yaitu pengembangan usaha menggunakan pakan lebah tanaman semusim (7 bulan), stimulasi pada saat paceklik (5 bulan), dan tanpa pengemasan madu. Berdasarkan keempat skenario tersebut, skenario pertama paling layak untuk dijalankan karena NPV bernilai positif, nilai Net B/C > 1, IRR lebih dari tingkat diskonto (60%), dan payback period paling cepat yaitu 1 tahun 10 bulan 6 hari. Selain itu, adanya perubahan tingkat diskonto sebesar 14 persen dari keempat skenario tidak didapatkan NPV negative sehingga keempat skenario tersebut dapat dijalankan.

Penelitian yang dilakukan oleh Dolly (2006) mengenai analisis kelayakan investasi pengusahaan pembibitan duria (Durio zibhetinus) di CV.Milad Perkasa Rancamaya Bogor menghasilkan beberapa kesimpulan. Analisis dilakukan pada ketiga pola. Pola pertama bahwa bibit dijual seluruhnya untuk proyek gerakan nasional rehabilitasi hutan dan lahan (GNRHL). Pola kedua bibit dijual langsung ke konsumen. Pola ketiga bahwa bibit 50 persen dijual ke GNRHL dan 50 persen dijual langsung ke konsumen. Dari ketiga pola tersebut, pola kedua paling layak untuk dijalankan karena NPV bernilai positif, Net B/C > 1, IRR > discount rate, pay back periode paling cepat. Selain itu, switching value dengan parameter penurunan penjualan dan peningkatan biaya dilakuakn pada ketiga pola. Pola kedua paling sensitif terhadap kedua parameter yang digunakan.

Penelitian yang dilakukan Sukarman (2007) mengenai risk management, suatu kebutuhan bagi pengelolaan perbankan yang sehat menghasilkan beberapa kesimpulan. Bagi perbankan, penerapan pengelolaan risiko menyebabkan bertambahnya biaya, jumlahn pegawai, waktu, dan mengurangi inisiatif untuk membuat keputusan. Hal ini banyak dikeluhkan oleh para bankir yang pada


(55)

23

gilirannya akan mempengaruhi performanya. Krisis tahun 1997 yang berdampak hingga sekarang dan berbagai kecurangan menyebabkan trauma akan berulangnya krisis ini. Namun, penerapan berbagai peraturan termasuk pengelolaan risiko perbankan dan perekonomian nasional akan segera membaik sehingga risiko bisnis juga berkurang. Hal ini akan mendorong perbankan untuk melanjutkan intermediasinya karena pertumbuhan suatu ekonomi suatu negara memerlukan kelancaran pemberian kredit bank.


(56)

III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Kerangka Teoritis

Pada bagian ini dijelaskan tentang konsep dan teori yang berhubungan dengan penelitian kelayakan pengembangan usaha akarwangi (Andropogon zizanoid) pada kondisi risiko di Kabupaten Garut yaitu studi kelayakan usaha, aspek-aspek studi kelayakan, konsep nilai waktu uang, kriteria kelayakan investasi, dan risiko dalam investasi.

3.1.1 Studi Kelayakan Usaha

Proyek ialah suatu keseluruhan aktivitas yang menggunakan sumber-sumber untuk mendapatkan kemanfaatan (benefit) atau suatu aktivitas yang mengeluarkan uang dengan harapan untuk menghasilkan hasil (returns) di waktu yang akan datang, yang dapat direncanakan, dibiayai, dan dilaksanakan sebagai satu unit (Kadariah et al, 1999). Studi kelayakan proyek adalah penelitian tentang dapat atau tidaknya suatu proyek (biasanya merupakan proyek investasi) dilaksanakan dengan berhasil (Husnan dan Muhamad.2000).

Menurut Kadariah et al (1999), tujuan analisis suatu usaha adalah untuk memperbaiki pemilihan investasi karena sumber-sumber yang tersedia bagi pembangunan terbatas. Oleh karena itu, perlu diadakan pemilihan antara berbagai macam proyek. Kesalahan dalam memilih proyek dapat mengakibatkan pengorbanan terhadap sumber-sumber yang langka. Studi kelayakan usaha sangat perlu dilakukan untuk menentukan apakah dan sampai berapa jauhkah proyek tersebut dapat memberikan benefit yang lebih besar dari biaya yang dikeluarkan. Sejumlah sumber dapat dinikmati pada saat ini dan masa yang akan datang.


(57)

25

Sumber tersebut dapat ditingkatkan dengan cara menginvestasikan sebagian sumber yang tersedia pada saat ini. Melalui investasi tersebut, sumber-sumber itu menjadi modal yang merupakan salah satu faktor produksi yang menghasilkan barang dan jasa untuk dikonsumsi di waktu yang akan datang.

Secara umum studi kelayakan mencakup aspek pasar, aspek teknik, aspek manajemen, aspek ekonomi dan sosial (Husnan dan Muhamad.2000). Menurut Kadariah et al (1999), bahwa setiap aspek tersebut terdapat suatu macam analisis yang menitikberatkan aspek itu. Tetapi dalam rangka ilmu evaluasi proyek biasanya hanya ditekankan dua macam analisis yaitu analisis finansial dan analisis ekonomis. Analisis finansial merupakan analisis dimana proyek dilihat dari sudut badan-badan atau orang-orang yang menanam modalnya dalam proyek atau yang berkepentingan langsung dalam proyek. Analisis ekonomis merupakan analisis dimana proyek dilihat dari sudut perkonomian secara keseluruhan. Dalam penelitian ini, analisis yang digunakan adalah analisis finansial.

Menurut Kadariah et al (1999), benefit proyek dapat dibagi menjadi tiga, yaitu: direct benefit, indirect benefit, dan intangible benefit. Direct benefit dapat berupa kenaikan dalam output fisik atau kenaikan nilai output yang disebabkan oleh adanya perbaikan kualitas, perubahan lokasi, perubahan dalam waktu penjualan, penurunan kerugian, dan penurunan biaya. Kenaikan dalam nilai output dapat disebabkan oleh kenaikan produk fisik, perbaikan mutu produk, perbaikan dalam lokasi dan waktu penjualan, dan perubahan dalam bentuk. Sedangkan penurunan biaya dapat berupa keuntungan dari mekanisasi, penurunan biaya pengangkutan, dan penurunan kerugian. Indirect benefit merupakan benefit yang dirasakan di luar proyek karena adanya realisasi suatu proyek. Indirect benefit


(58)

26

terdiri dari multiplier effect dari proyek, benefit yang disebabkan karena adanya economic of scale, dari benefit yang ditimbulkan karena adanya dynamic secondary effects berupa perubahan dalam produktivitas tenaga kerja yang disebabkan oleh perbaikan kesehatan atau keahlian. Intangible benefit suatu proyek adalah benefit yang sulit dinilai dengan uang, seperti: perbaikan lingkungan hidup, perbaikan pemandangan karena adanya suatu taman, perbaikan distribusi pendapatan, integrasi nasional, pertahanan nasional, dan lain sebagainya.

Biaya dan manfaat yang dirasakan dalam menjalankan suatu proyek ditentukan oleh laju inflasi. Semakin cepat laju inflasi maka semakin besar pula ukuran benefit yang dinyatakan dalam uang atas dasar harga yang berlaku. Di lain pihak, terjadinya inflasi akan mempengaruhi ukuran biaya. Namun, biasanya benefit dari suatu proyek lebih besar daripada biayanya. Jika tidak, maka proyek tersebut harus ditolak. Oleh karena itu, inflasi akan membesarkan benefit bersih yang diukur atas dasar harga yang berlaku. Selain itu, terdapat beberapa pedoman untuk menentukan panjangnya umur proyek (Kadariah et al, 1999), antara lain: a. Ukuran umum yang dapat diambil suatu periode (jangka waktu) yaitu sama

dengan umur ekonomis dari proyek. Umur ekonomis suatu aset ialah jumlah tahun selama pemakaian aset tersebut dapat meminimumkan biaya.

b. Proyek-proyek yang mempunyai investasi modal yang besar lebih mudah untuk menggunakan umur teknis daripada umur-umur pokok investasi. Dalam hal ini untuk proyek-proyek tertentu umur teknis dari unsur-unsur pokok investasi adalah lama tetapi umur ekonomisnya dapat jauh lebih pendek karena obsolescence (ketinggalan zaman karena penemuan teknologi baru


(59)

27

yang jauh lebih efisien). Keadaan ini banyak terdapat dalam proyek-proyek pertanian.

c. Proyek-proyek yang umurnya lebih lama daripada 25 tahun dapat diambil 25 tahun. Hal tersebut dikarenakan tahun-tahun setelah itu jika di discount dengan discount rate sebesar 10 persen ke atas maka present value nya akan kecil.

3.1.2. Aspek-Aspek Studi Kelayakan

Dalam studi kelayakan usaha terdapat aspek-aspek yang perlu dianalisis. Aspek-aspek tersebut antara lain aspek pasar, teknis, keuangan, manajemen, hukum, ekonomi dan sosial (Husnan dan Muhamad, 2000).

1. Aspek Pasar

Aspek ini mempelajari tentang permintaan dan proyeksinya baik secara total ataupun diperinci menurut daerah, jenis, konsumen, perusahaan besar pemakai. Selain itu, aspek pasar mempelajari tentang penawaran baik yang berasal dari dalam negeri maupun dari luar negeri. Bagaimana perkembangan di masa lalu dan bagaimana perkiraan di masa yang akan datang. Harga, program pemasaran, dan perkiraan penjualan yang bisa dicapai perusahaan menjadi hal yang penting untuk dianalisis.

2. Aspek Teknis

Aspek teknis mencakup studi dan pengujian pendahuluan, skala produksi, proses produksi, mesin-mesin dan perlengkapan, perlengkapan-perlengkapan tambahan dan pekerjaan-pekerjaan teknis tambahan, penanganan limbah produksi, tata letak produksi, pemilihan lokasi, jadwal kerja, dan teknologi yang akan digunakan.


(60)

28

3. Aspek Keuangan

Aspek keuangan mencakup dana yang diperlukan untuk investasi baik untuk aktiva tetap maupun modal kerja, sumber-sumber pembelanjaan yang akan digunakan, taksiran penghasilan, biaya, rugi laba pada berbagai tingkat operasi, manfaat dan biaya dalam arti finansial, dan proyeksi keuangan.

4. Aspek Manajemen

Aspek manajemen mempelajari tentang manajemen dalam masa pembangunan proyek dan manajemen dalam masa operasi. Dalam masa pembangunan proyek, hal yang dipelajari adalah siapa pelaksana proyek tersebut, bagaimana jadwal penyelesaian proyek tersebut, dan siapa yang melakukan studi masing-masing aspek kelayakan usaha.

5. Aspek Hukum

Aspek hukum mempelajari tentang bentuk badan usaha yang akan digunakan, jaminan-jaminan yang bisa disediakan bila akan menggunakan sumber dana yang berupa pinjaman, berbagai akta, sertifikat, dan izin.

6. Aspek Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan

Pada aspek ini yang dipelajari adalah pengaruh proyek tersebut terhadap peningkatan pendapatan negara, devisa yang bisa dihemat dan yang bisa diperoleh. Selain itu, hal yang dipelajari adalah penambahan dan pemerataan kesempatan kerja, bagaimana pengaruh proyek tersebut terhadap industri lain, dan aspek yang bersifat sosial. Aspek yang bersifat sosial seperti semakin ramainya daerah tersebut, lalu lintas yang semakin lancar, adanya penerangan listrik, dan lain sebagainya. Aspek sosial merupakan manfaat dan pengorbanan sosial yang


(1)

Biaya Bahan Bakar/suling 375906888 379193505.6 379193505.6 379193505.6 379193505.6 379193505.6 379193505.6 375906888 Biaya Bahan Baku/Suling 1650456567 1803777669 1803777669 1803777669 1803777669 1803777669 1803777669 1650456567

Total Biaya Variabel 2110551198 2267894985 2267894985 2267894985 2267894985 2267894985 2267894985 2110551198

b. Biaya Tetap

Pajak Bumi dan Bangunan 90385 90385 90385 90385 90385 90385 90385 14250

Biaya Listrik/tahun 692308 692308 692308 692308 692308 692308 692308 579286

Total Biaya Tetap 782692 782692 782692 782692 782692 782692 782692 593536

Total Biaya Operasional 2111333890 2268677677 2268677677 2268677677 2268677677 2268677677 2268677677 2111144733 TOTAL OUTFLOW 2617394424 2268677677 2268954677 2269988100 2268954677 2521694062 2270265100 2111144733 Net Benefit 438795246 1071420323 1071143323 1070109900 1071143323 818403938 1069832900 1136535552

Discount factor (8%) 0.93 0.86 0.79 0.74 0.68 0.63 0.58 0.54

PV/ tahun 406291894 918570235.7 850308104.5 786562722.2 729002147.2 515733304.5 624237221.6 614034795 PV benefit (+)

5,444,740,424.78

PV biaya (-)

NPV

5,444,740,424.78

IRR

Net B/C


(2)

Lampiran 14. Penyulingan Kondisi Gabungan Rendah

No

Keterangan

Tahun

1

2

3

4

5

6

7

8

A INFLOW

1 Penjualan Minyak Akarwangi 1105255768 1207929801 1207929801 1207929801 1207929801 1207929801 1207929801 1105255768

2 Nilai Sisa 191490615

TOTAL INFLOW 1105255768 1207929801 1207929801 1207929801 1207929801 1207929801 1207929801 1296746383

B OUTFLOW

1 Investasi

a. Tanah (1 Ha)

Milik 10281600

b. Bangunan

Pabrik 34000000

Gudang 17153846

c. Alat Transportasi

Mobil 56428600

Motor 14823450

e. Baut 1864038 1864038

f. Ketel Stainless 110769231

h. Bak Pendingin 4500000

i. Blander 248461538 248461538

k.Tungku 3500000

l. Tangki 2092308 2092308

m. Pipa 1310423 1310423 1310423

n. Timbangan 598500 598500

o. Drum 50 Kg 277000 277000 277000 277000

Total Investasi 506060535 277000 1310423 277000 253016385 1587423

2 Biaya Operasional


(3)

Biaya Bahan Bakar/suling 375906888 379193505.6 379193505.6 379193505.6 379193505.6 379193505.6 379193505.6 375906888 Biaya Bahan Baku/Suling 1650456567 1803777669 1803777669 1803777669 1803777669 1803777669 1803777669 1650456567

Total Biaya Variabel 2110551198 2267894985 2267894985 2267894985 2267894985 2267894985 2267894985 2110551198

b. Biaya Tetap

Pajak Bumi dan Bangunan 90385 90385 90385 90385 90385 90385 90385 14250

Biaya Listrik/tahun 692308 692308 692308 692308 692308 692308 692308 579286

Total Biaya Tetap 782692 782692 782692 782692 782692 782692 782692 593536

Total Biaya Operasional 2111333890 2268677677 2268677677 2268677677 2268677677 2268677677 2268677677 2111144733 TOTAL OUTFLOW 2617394424 2268677677 2268954677 2269988100 2268954677 2521694062 2270265100 2111144733 Net Benefit -1512138657 -1060747876 -1061024876 -1062058299 -1061024876 -1313764261 -1062335299 -814398350

Discount factor (8%) 0.93 0.86 0.79 0.74 0.68 0.63 0.58 0.54

PV/ tahun -1400128386 -909420332.7 -842275755.1 -780644555.3 -722115702.3 -827894333.9 -619862443.6 -439994088

PV benefit (+)

PV biaya (-)

(6,542,335,596.56)

NPV

(6,542,335,596.56)

IRR

Net B/C 0.00


(4)

(5)

(6)

Penyulingan

a. Risiko Produksi Probability NPV

Tertinggi 0.11 5444347783 598878256.2

Normal 0.72 1030118305 741685179.2

Terendah 0.17 -6541810587 -1112107800

NPV yang diharapkan 228455635.6

Deviasi Standar 0.11 5215892148 5215892148 2.72055E+18

0.72 801662669 801662669 4.62717E+17

0.17 -6770266223 -6770266223 8.25057E+18

1.14338E+19

3376388603

Koefisien Variasi 14.77918719

b. Risiko Harga Probability NPV

Tertinggi 0.11 3003820064 330420207

Normal 0.72 1030118305 741685179

Terendah 0.17 -226472782 -38500373

NPV yang diharapkan 1033605013

Deviasi Standar 0.11 1970215050 1970215050 3.88175E+17

0.72 -3486708.764 -3486708.764 8.75314E+12

0.17 -1260077795 -1260077795 2.85803E+17

6.73987E+17

820365772

Koefisien Variasi 0.793693685

c. Risiko produksi dan harga output Probability NPV

Tertinggi 0.11 5444740425 598921447

Normal 0.72 1030118305 741685179

Terendah 0.17 -6542335597 -1112197051

NPV yang diharapkan 228409575

Deviasi Standar 0.11 5216330850 5216330850 2.72101E+18

0.72 801708730 801708730 4.62771E+17

0.17 -6770745171 -6770745171 8.25174E+18

1.14355E+19

3382306905