73.469.531. Hal ini disebabkan karena nilai tukar rupiah yang mengalami depresiasi sehingga harga barang impor menjadi relatif lebih mahal. Tetapi di
tahun 2010 saat nilai tukar mulai membaik nilai impor juga meningkat menjadi US 102.020.592.
4.2. Analisis dan Pembahasan
4.2.1. Periode Krisis di Indonesia
Penentuan periode krisis bertujuan untuk menentukan nilai 0 atau 1 pada variabel independen, dimana nilai 0 untuk periode tidak krisis dan nilai 1 untuk
periode krisis. Untuk menentukan hal tersebut digunakan metode Exchange Market Pressure
EMP. Rumus EMP tersebut dapat dilihat pada persamaan 3.1 yang merupakan perhitungan pembobotan dari pertumbuhan nilai tukar dan
pertumbuhan cadangan devisa.
Gambar 4.7 Nilai EMP Indonesia Tahun 1995-2011
Sumber : SEKI Bank Indonesia, data diolah
-0,60 -0,40
-0,20 0,00
0,20 0,40
0,60 0,80
1,00 1,20
Ja n
-9 5
Ju l-
9 5
Ja n
-9 6
Ju l-
9 6
Ja n
-9 7
Ju l-
9 7
Ja n
-9 8
Ju l-
9 8
Ja n
-9 9
Ju l-
9 9
Ja n
-0 Ju
l- Ja
n -0
1 Ju
l- 1
Ja n
-0 2
Ju l-
2 Ja
n -0
3 Ju
l- 3
Ja n
-0 4
Ju l-
4 Ja
n -0
5 Ju
l- 5
Ja n
-0 6
Ju l-
6 Ja
n -0
7 Ju
l- 7
Ja n
-0 8
Ju l-
8 Ja
n -0
9 Ju
l- 9
Ja n
-1 Ju
l- 1
Ja n
-1 1
Ju l-
1 1
ambang batas, m=1,5 EMP
ambang batas, m=1 ambang batas, m=2
ambang batas, m=2,5 ambang batas, m=3
Perekonomian dikatakan krisis jika EMP pada periode tersebut melebihi rata-ratanya ditambah dengan standar deviasi yang ditentukan, katakanlah sebesar
m. Secara formal dikatakan krisis mata uang jika
��� µ
���
+ m �
���
. Dimana
µ
EMP
merupakan rata-rata dari indeks EMP dan
�
���
menunjukkan standar deviasi dari indeks EMP-nya. Nilai m adalah ambang batas dengan nilai
1 - 3. Berdasarkan perhitungan menggunankan EMP, untuk nilai m=1 terdapat
17 bulan yang mengalami krisis nilai tukar. Periode krisis yang dialami Indonesia untuk m=1 terjadi pada tahun 1997 Agustus, Oktober, Desember, tahun 1998
Januari, Februari, Juni, tahun 1999 pada bulan Juli, tahun 2004 pada bulan Juni, tahun 2005 Mei, Juli, Agustus, tahun 2006 Juni dan Oktober, pada tahun 2008
Oktober dan November, tahun 2010 pada bulan Mei, dan tahun 2011 pada bulan September.
Untuk nilai m=1,5 terdapat 10 bulan yang mengalami krisis nilai tukar. Periode krisis yang dialami Indonesia dengan penggunaan nilai m tersebut terjadi
pada tahun 1997 Agustus, Oktober, Desember, tahun 1998 Januari, Februari, Juni, tahun 1999 pada bulan Juli, tahun 2006 pada bulan Juni, pada tahun 2008
pada bulan Oktober, dan tahun 2011 pada bulan September. Terdapat 8 bulan periode krisis yang dialami Indonesia untuk nilai m=2
yaitu terjadi pada tahun 1997 Agustus, Oktober, Desember, tahun 1998 Januari, Februari, Juni, tahun 1999 pada bulan Juli, dan pada tahun 2008 pada bulan
Oktober.
Periode krisis yang dialami Indonesia untuk nilai m=2,5 terjadi pada tahun 1997 Oktober, Desember, tahun 1998 Januari, Juni, dan pada tahun 2008 pada
bulan Oktober. Dan untuk penggunaan nilai m=3, hanya terdapat 4 bulan periode krisis yaitu pada tahun 1997 pada bulan Desember, tahun 1998 Januari, Juni,
dan pada tahun 2008 pada bulan Oktober. Dalam penelitian ini besarnya m yang digunakan adalah 1,5. Hal ini
mengikuti model yang digunakan oleh Bank Dunia yaitu dengan menggunakan 1,5 kali standar deviasi. Pada beberapa penelitian tentang early warning system,
nilai m yang digunakan berbeda-beda. Tidak ada aturan yang jelas mengenai nilai m
yang digunakan contohnya pada model KLR menggunakan 3 kali standar deviasi. Semakin kecil nilai m yang digunakan, berarti semakin hati-hati dalam
melihat potensi krisis dan akan menyebabkan lebih banyak lagi periode yang terindikasi krisis nilai tukar yang terdeteksi.
4.2.2. Uji Statistik