Orientasi Sosial Budaya Remaja

pada remaja, secara garis besar seksualitas remaja merupakan suatu proses pematangan biologis saat pubertas dan pematangan psikoseksual. Selama masa remaja, perubahan tubuh ini akan semakin mencapai keseimbangan yang sifatnya individual. Di akhir masa remaja, ukuran tubuh remaja sudah mencapai bentuk akhirnya dan sistem reproduksi sudah mencapai kematangan secara fisiologis, sebelum akhirnya nanti mengalami penurunan fungsi pada saat awal masa lanjut usia. Sebagai akibat proses kematangan sistem reproduksi ini, seorang remaja sudah dapat menjalankan fungsi prokreasinya, artinya sudah dapat mempunyai keturunan. Meskipun demikian, hal ini tidak berarti bahwa remaja sudah mampu bereproduksi dengan aman secara fisik.

2.1.5 Orientasi Sosial Budaya Remaja

Remaja berkembang sesuai dengan yang diharapkan oleh lingkungan budayanya. Kepribadiannya dibentuk oleh gagasan-gagasan kepercayaan- kepercayaan, nilai-nilai, dan norma yang diajarkan kepada remaja oleh lingkungan budayanya. Proses pembentukan kepribadian oleh lingkungan dinamakan “sosialisasi” oleh Davis dalam Sarwono 2011: 44. Perkembangan sosial pada masa remaja merupakan puncak dari perkembangan sosial dari fase-fase perkembangan. Bahkan, terkadang, perkembangan sosial remaja lebih mementingkan kehidupan sosialnya di luar dari pada ikatan sosialnya dalam keluarga. Perkembangan sosial remaja pada fase ini merupakan titik balik pusat perhatian. Lingkungan sosialnya sebagai perhatian utama. Muss dalam Sarwono 2011:45 berpendapat bahwa setiap masyarakat punya idenya sendiri tentang yang baik dan yang buruk untuk remaja, dan pada gilirannya akan terjadi remaja-remaja yang berbeda-beda pola tingkah lakunya antara satu masyarakat ke masyarakat yang lain dan antara waktu-waktu yang berbeda. Kebudayaan memiliki jumlah yang tak terhitung, kebudayaan merupakan gaya hidup atau cara hidup yang dimiliki sekelompok orang atau masyarakat yang diwariskan dan ditindaklanjuti dari generasi ke generasi. Menurut Coleman dalam Sarwono 2011: 46 para remaja sadar akan pentingnya kebudayan sebagai tolak ukur terhadap tingkah laku sendiri. Kebudayaan memberikan pedoman, arah, persetujuan, dukungan, kasih saying, dan perasaan aman pada remaja. Remaja juga memiliki keinginan untuk mandiri dan berotonomi. Hal ini menyebabkan remaja kebudayaan sendiri yang berbeda dari kebudayaan masyarakat pada umumnya. Kebudayaan yang menyimpang dikenal sebagai “kebudayaan anak muda” youth culture. Pleck dalam Santrock 2007:239 berpendapat bahwa pengertian mengenai remaja tradisional di berbagai dudaya barat melibatkan berbagai perilaku yang tidak dapat diterima oleh masyarakat. Dalam budaya remaja laki-laki, mereka akan dianggap lebih maskulin apabila mereka pernah melakukan hubungan seks pranikah, mengonsumsi alkohol, dan memperlihatkan perilaku membandel. Budaya luar yang mempengaruhi disatu sisi ternyata menimbulkan pengaruh yang negatif bagi kebudayaan remaja. Norma-norma yang terkandung dalam kebudayaan bangsa perlahan-lahan akan mulai pudar jika remaja tidak menyaring budaya yang masuk dan melestarikan budaya bangsanya sendiri. Dengan tertanamnya jati diri bangsa pada tiap remaja akan mampu menjadi filter bagi kebudayaan asing yang bisa masuk kapan saja dan dimana saja. Menurut Muss dalam Sarwono 2011: 47 nilai-nilai dominan dalam budaya anak muda ini menyangkut banyak hal. Nilai-nilai yang dominan itu adalah keunggulan dalam olahraga, pandai berdansa, memiliki mobil, disenangi banyak teman, senang hura-hura, senang pesta-pesta, jadi teman yang baik, untuk laki-laki tidak dianggap pengecut. Akan tetapi ada beberapa kelompok remaja yang menekankan prestasi akademik seperti nilai ulangan. Hal ini menunjukan bahwa budaya anak muda tidak selalu terkait dengan budaya lain, termasuk dengan lingkungan budaya anak muda lain pada umumnya.

2.2 Pemerkosaan