Studi Komparatif Khat Diwani Dengan Khat Diwani Jali “Ditinjau Dari Bentuk Penulisan”

(1)

CITRA MANUSIA DENGAN ALAM DALAM TEKS MISTIK

MASYARAKAT MELAYU BATUBARA

SKRIPSI SARJANA

DIKERJAKAN

O L E H

EPAN HASYIM SIREGAR NIM 030 702 007

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS SASTRA

PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA

JURUSAN SASTRA MELAYU

MEDAN

2008


(2)

CITRA MANUSIA DENGAN ALAM DALAM TEKS MISTIK

MASYARAKAT MELAYU BATUBARA

SKRIPSI SARJANA

DIKERJAKAN O

L E H

EPAN HASYIM SIREGAR NIM 030 702 007

PEMBIMBING I PEMBIMBING II

Drs. Syaifuddin. M.A. Ph, D Drs. Baharuddin, M. Hum

NIP. 132 098 531 NIP. 131 785 647

Skripsi ini diajukan kepada panitia ujian Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara untuk melengkapi salah satu syarat ujian Sarjana Sastra dalam bidang ilmu Bahasa dan Sastra Daerah Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara Medan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS SASTRA

PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA

JURUSAN SASTRA MELAYU

MEDAN

2008


(3)

PENGESAHAN

Diterima oleh :

Panitia ujian Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara untuk melengkapi salah satu syarat ujian Sarjana Sastra dalam bidang ilmu Bahasa dan Sastra Daerah Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara medan.

Pada,

Tanggal :

Hari :

Fakultas Sastra

Universitas Sumatera Utara Dekan,

Drs. Syaifuddin. M.A. Ph, D NIP. 132 098 531

Panitia ujian :

No. Nama Tanda tangan.

01 Drs. Syaifuddin, M.A. Ph.D ( )

02 Drs. Baharuddin, M.Hum ( )

03 Drs. Warisman Sinaga, M.Hum ( )

04 Drs. Yose Rizal, Msi ( )


(4)

KATA PENGANTAR

Bismillahirahmanirrahiim.

Benar Engkau Ya Allah dari segala Maha Kebenaran, kepada-Mu jualah kami haturkan syukur segala puja dan puji yang telah menciptakan alam kehidupan ini. Benar jualah Ya Allah, bahwa Nabi Muhammad itu adalah utusan-Mu untuk semua insan di dunia ini. Seiring dengan itu, tidak lupa kami mengucapkan Salawat dan Salam kepadanya.

Sudah merupakan persyaratan bagi setiap mahasiswa Fakultas Sastra Program Studi Sastra Melayu Universitas Sumatera Utara Medan, diberi kewajiban menyusun dan menyelesaikan sebuah Skripsi. Dalam rangka itulah, penulis memberanikan diri untuk menyusun Skripsi dengan mengemukakan judul: “Citra Manusia dengan Alam dalam Teks Mistik Masyarakat Melayu di Batu Bara”.

Masalah yang hendak dibahas cukup luas dan pelik, maka sudah tentu pula dalam tulisan ini terdapat kelemahan dan kekurangan dalam cara penyampaiannya; baik dari segi informasi maupun dari segi analisa ilmiahnya. Untuk itulah, penulis mengharapkan kerelaan dan petunjuk dari pihak-pihak yang berkompeten, untuk dapat mengembangkan dan menyajikan tulisan-tulisan lain di hari esok, demi penyempurnaan analisa bahasan maupun penyempurnaan manfaat ilmiahnya.

Dalam penyelesaian karya tulis ini, penulis banyak mendapat bantuan fikiran dan dorongan moril dari orang-orang yang sangat penulis hormati. Dengan kesempatan baik ini pula, penulis banyak mengucapkan terima kasih


(5)

dengan hati yang tulus kepada:

1. Dekan dan Dekanat Fakultas Sastra USU, Bapak: - Dekan : Drs. Syaifuddin, M.A. Ph.D.

2. - Pudek I : Drs. Aminullah, M.Hum 3. - Pudek II : Drs. Samsul Tarigan 4. - Pudek III : Drs. Parlaungan

5. Bapak Drs. Baharuddin, M.Hum. Selaku Ketua Program Studi Sastra Daerah Fakultas Sastra USU Medan, sekaligus Dosen Pembimbing yang telah berjerih-payah membimbing dan mengoreksi skripsi penulis hingga selesai.

6. Para Dosen Pengajar yang telah memberikan buah pikirannya kepada penulis, dalam mempelajari ilmu dan pengetahuan di bangku perkuliahan.

7. Ibu Emmy yang telah banyak memberikan kemudahan pada penulis dalam melalui proses birokrasi di Fakultas Sastra USU.

8. Rekan-rekan mahasiswa Jurusan Sastra dan Bahasa Daerah Angkatan 2003; Afrina, Anda, Armen, Christ, Dedi ‘Oniel’, Eko, Fitri, Ihsan, Lizen, Martha, Marzuki, Risdo, Risna, Suri, Tama, Yulia, yang telah menemani penulis selama 4 tahun. Dan yang ter-istimewa buat Adinda Lilis Yuanita Suseno, yang selalu memberikan semangat, keceriaan, senyuman, kesabaran, dan motivasi terhadap penulis. 9. Aktivis kampus Sastra USU / kawan-kawan di HMI, kader-kader

koma_titik, dan pengurus Pema)


(6)

11. Sahabat penulis; Amril Hidayat, Anshor, Abdul Azis, Baim, Habiby, Muhardi, Iwan, Daru, Fara, Ira, Shelli, Lidya, Noprizal Pane, Purnama Sari, Rama, Salem, Sandra, Arif, yang selalu menemani penulis dalam suka dan duka.

Sembah sujud kepada orang tua penulis yang telah membesarkan serta menyekolahkan penulis sampai ke Universitas. Buat Ayahanda; Parningotan Siregar; buat Ibunda Terkasih; Elida Br Tarigan, serta buat Abangda; Zefry Wahyudi Siregar, Kakanda Lisa Adriana Siregar; dan Adinda Delfi Aulia Siregar, yang telah sepenuh hati mendukung perkuliahan penulis.

Teristimewa penulis haturkan ucapan terima kasih yang tulus buat Neneknda Mariana Br Damanik (alm); Pamanda dan Bibinda Terhormat; Rosmaini Br Tarigan; Buyung Tarigan; Yusnaidah Br Tarigan; Irwansyah Tarigan SH, yang telah sudi merawat dan mendidik penulis sejak kecil sampai remaja.

Semoga tulisan ini dapat membawa kemanfaatan untuk perkembangan ilmu pengetahuan pada umumnya, serta disiplin ilmu Sastra pada khususnya untuk Nusa, Bangsa maupun Agama. Akhirnya, kepada


(7)

Engkau jualah segala Kesempurnaan, Kami mohon segala ridha-Mu Ya Allah. Amiin.

Alhamdulillahirabbil’alamiin.

Medan, Juli 2008 Penulis;

Epan Hasyim Siregar NIM. 030 702 007


(8)

Motto.

Kebenaran selalu menuntut hakekat. Meskipun kenyataan Bertindih-tindih dari buah cita. Kebenaran berganding kenyataan Hanya sesuatu kehampaan Seperti; malam dalam gelapnya.

Malam, 10 Dzulqa’dah 1428 H Pam-pam.


(9)

ABSTRAK

Skripsi ini berjudul

Citra Manusia dengan Alam dalam Teks Mistik Masyarakat Melayu Batubara” objek penelitiannya adalah mistik dan citra masyarakat Melayu terhadap keberadaan mistik. Dapat diketahui bahwa pembahasan mistik tidak hanya berdasarkan tekstual, akan tetapi mencakup seluruh aspek dari kegiatan mistik, sehingga itu yang dapat membedakannya dengan kajian mantra.

Alam sebagai tempat yang sering dilakukannya kegiatan mistik, seperti malam, siang, bulan, matahari, pohon, laut dan lain-lain tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Manusia dan alam berada dalam kesatuan yang memberikan imej kepada masyarakat Melayu, khususnya di Batubara. Oleh karena itu, untuk dapat terus mempertahankan kebudayaan yang ada pada masyarakat Melayu Batubara, penulis mencoba meneliti masalah tersebut.


(10)

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ………...

Abstrak ………..

Daftar Isi ………

BAB I Pendahuluan

1.1 Latar Belakang Penelitian... 1

1.2 Masalah... 4

1.3 Tujuan Penelitian ...………... 4

1.4 Manfaat Penelitian ...…………... 4

1.5 Tinjauan Pustaka ...…………... 5

1.6 Ruang Lingkup ...…………... 5

1.7 Landasan Teori ...…………... 6

1.8 Metodologi ...………... 7

1.8.1 Metode Analisis Data ………... 8

1.8.2 Metode Pengumpulan Data ………... 8

BAB II Kosmologi dan Sosio Budaya Masyarakat Melayu Batubara 2.1 Geografi Wilayah Penelitian ………. 10

2.2 Sejarah Masyarakat Melayu Batubara ……… 12

2.3 Sistem Sosial Masyarakat Batubara ……… 14

2.4 Zaman Kedatangan Islam ………. 17

BAB III Mistik 3.1 Pengertian Mistik ……… 20

3.2 Jenis-jenis Mistik ……… 24

3.2.1 Hubungan dengan Kekuatan Diri ……… 25

3.2.2 Hubungan dengan Pekerjaan ……….. 28

3.2.3 Hubungan dengan Keselamatan Kampung ………... 30

3.3 Waktu dan Tempat Dilakukan ……….. 37


(11)

BAB IV Citra Manusia Menurut Mistik

4.1 Manusia dengan Dirinya Sendiri ……….. 42

4.2 Manusia dengan Seni ……… 45

4.3 Manusia dengan Alam ……….. 46

4.4 Manusia dengan Tuhan ……….………... 47

BAB V Kesimpulan dan Saran 5.1 Kesimpulan ……….. 49

5.2 Saran ………. 51

Daftar Pustaka ………

Lampiran ………..

Data Informan ……….


(12)

ABSTRAK

Skripsi ini berjudul

Citra Manusia dengan Alam dalam Teks Mistik Masyarakat Melayu Batubara” objek penelitiannya adalah mistik dan citra masyarakat Melayu terhadap keberadaan mistik. Dapat diketahui bahwa pembahasan mistik tidak hanya berdasarkan tekstual, akan tetapi mencakup seluruh aspek dari kegiatan mistik, sehingga itu yang dapat membedakannya dengan kajian mantra.

Alam sebagai tempat yang sering dilakukannya kegiatan mistik, seperti malam, siang, bulan, matahari, pohon, laut dan lain-lain tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Manusia dan alam berada dalam kesatuan yang memberikan imej kepada masyarakat Melayu, khususnya di Batubara. Oleh karena itu, untuk dapat terus mempertahankan kebudayaan yang ada pada masyarakat Melayu Batubara, penulis mencoba meneliti masalah tersebut.


(13)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Seorang manusia sebagai bagian dari sebuah komunitas yang bernama masyarakat, senantiasa terlibat dengan berbagai aktifitas sosial yang berlaku dan berlangsung dalam kehidupan masyarakat disekitarnya. Setiap aktifitas sosial yang dilakukan maupun yang di lihat manusia akan menumbuhkan pengalaman bagi manusia. Pengalaman itu tentu ada yang cukup menarik untuk diekspresikan atau direfleksikan menjadi sebuah karya sastra. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Sohaimi (1992: 1) sastra tidak diilhamkan dalam kekosongan sosial. Pendapat Sohaimi menunjukkan bahwa sastra memiliki hubungan dengan manusia. Sebab karya sastra adalah hasil dari pemikiran dari seorang pengarang. Dengan demikian, manusia telah mengambil suatu sikap kreatif dengan menampilkan hasil pengamatannya terhadap lingkungan dan waktu menjadi sebuah karya sastra.

Karya sastra yang dihasilkan pengarang tersebut banyak jenisnya, salah satunya adalah mistik. Mistik ada sejak manusia Melayu ada di bumi ini. Mistik merupakan jawaban terhadap segala fenomena alam jauh sebelum peradaban Islam masuk ke Melayu. Pada masa itu masyarakat Melayu masih berkehidupan serba subjektif, abstrak, dan spekulatif sesuai dengan kedudukan sosialnya. Di antara masyarakat Melayu masih ada yang berusaha merasionalkan paham mistik yang dianutnya dan ada pula yang tegas-tegas lepas sama sekali dari tuntutan kemajuan zaman ini.


(14)

Dalam khasanah kesusastraan Melayu mistik tergolong dalam sastra tradisi. Mistik yang terdapat dalam kesusastraan masyarakat Melayu Batubara di kemas dalam upacara ritual. Upacara ritual ini berlangsung dihadapan para sanak keluarga dan masyarakat kampung. Kondisi masyarakat Melayu pada saat upacara ritual yang menjadikan mistik memiliki keunikan tersendiri. Karena suatu kejadian yang tidak mungkin menurut orang awam, menjadikan mistik menjadi suatu yang istimewa. Keunikan di sini adalah bahwa mistik ini bukan saja merupakan suatu upacara ritual untuk pengobatan dan keselamatan kampung, tetapi lebih dari itu. Mistik ini juga merupakan media penyampaian nasihat dari seorang yang dituakan, dihormati atau biasa disebut Datuk, agar masyarakat Melayu lebih mendekatkan diri kepada Tuhan sebagai pencipta alam di bumi ini.

Paham mistik atau mistisisme merupakan paham yang memberikan ajaran yang serba mistis (misal, ajarannya berbentuk rahasia, tersembunyi, gelap atau terselubung dalam kekelaman) sehingga hanya dikenal, diketahui atau dipahami oleh orang-orang tertentu saja, terutama sekali penganutnya.

Selain serba mistis, ajarannya juga serba subyektif, tidak objektif. Tidak ada pedoman dasar yang universal dan yang otentik. Bersumber dari masyarakat dan pribadi tokoh utamanya sehingga paham mistik itu berbeda satu sama lain. Sehingga pembahasan dan pengalaman ajarannya tidak mungkin dikendalikan dalam arti yang semestinya.

Salah satu bagian dari kegiatan Mistik berkaitan dengan keadaan alam. Sebab alam dengan berbagai fenomena dapat memberikan hikmah untuk kelangsungan hidup manusia. Unsur-unsur alam seperti malam, siang,


(15)

bulan, matahari, pohon, laut dan lain-lain tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Manusia dan alam berada dalam kesatuan yang harmoni dan saling melengkapi. Manusia harus dapat menjaga perlakuan dan tata susila kepada makhluk Allah SWT yang lain. Manfaat alam untuk manusia adalah menjadikan manusia lebih beriman dan bertanggung jawab akan alam. Karena yang menciptakan alam dan manusia adalah Allah SWT. dan manusia menggunakan alam untuk memudahkan sebuah kehidupan.

Masyarakat Melayu walaupun telah beratus tahun memeluk agama Islam dan menjalankan syariat Islam, namun masih juga ada penyimpangan kepercayaan dengan memberi tambahan perwujudan syariat, yaitu mempelajari serta mengamalkan mistik. Secara gamblang mistik merupakan suatu bentuk karya sastra yang berkaitan erat dengan kepercayaan atau religiositas. Karena mistik membutuhkan kepercayaan.

Mistik sudah ada sejak manusia Melayu itu ada. Mistik merupakan jawaban terhadap segala fenomena alam, jauh sebelum peradaban Islam masuk ke ras Melayu. Hal ini tidak berarti bahwa mereka telah meninggalkan sama sekali kepercayaan dan tradisi lama. Sebagaimana dengan suku bangsa lainnya, masyarakat Melayu juga melaksanakan upacara-upacara ritual pada saat-saat tertentu.

Keadaan inilah yang mendorong penulis untuk mengangkat teks-teks mistik tersebut untuk dijadikan bahan kajian penulisan skripsi ini. Selama ini penulis ketahui, belum ada pembicaraan secara ilmiah tentang teks mistik ini. Oleh sebab itu, penulis ingin mengungkapkan nilai-nilai apa saja yang terdapat dalam teks-teks mistik tersebut.

1.2 Masalah

Berdasasarkan hal-hal di atas secara ringkas masalah penelitian ini adalah sebagai berikut :


(16)

1 Bagaimana mistik dapat diterima oleh masyarakat Melayu Batubara. 2 Nilai-nilai apa saja yang terkandung dalam teks mistik

3 Bagaimana pengaruh mistik terhadap alam dalam pengembangan masyarakat Melayu Batubara.

1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan :

1. Mengetahui fenomena masyarakat Melayu yang percaya kepada mistik.

2. Mengetahui citra masyarakat akan nilai-nilai yang terkandung dalam mistik.

3. Mengetahui pengaruh mistik terhadap alam dalam pengembangan masyarakat Melayu Batubara.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :

1 Masyarakat dapat mengetahui dan memahami sastra tradisi yang terdapat di Batubara, khususnya tentang teks-teks Mistik.

2 Masyarakat dapat mengetahui dan memahami nilai-nilai religius yang terdapat di dalam teks-teks mistik.

3 Dapat dijadikan sumber acuan bagi para peneliti sastra Melayu dan juga dapat membantu para pengajar dalam bidang kajian teks-teks Melayu.


(17)

1.5 Tinjauan Pustaka

Tinjauan pustaka merupakan sebuah referensi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Penulis yakin belum ada yang meneliti tentang judul skripsi ini secara signifikan. Namun, agar skripsi ini mempunyai dasar dan landasan yang kuat, selain melakukan penelitian, penulis juga menggunakan buku yang menyangkut daerah, analisis, dan objek kajian. Adapun yang pernah meneliti adalah, Ruslani (2004), “Tabir Mistik Alam Gaib dan Perdukunan” dalam pembahasannya mengatakan, apapun yang dipelajari oleh ahli mistik atau dukun itu selalu berasal dari dukun lain, yang demikian menjadi gurunya. Dan apapun yang dia pelajari, dia dan orang-orang lain menyebut itu sebagai ilmunya. Kemudian Maniyamin Bin Haji Ibrahim (2005), “Citra Takmilah, Analisis Terhadap Kumpulan Puisi Islam” beliau juga mengupas secara ilmiah tentang citra manusia dalam puisi-puisi Melayu, khususnya puisi yang berunsur Islam.

1.6 Ruang Lingkup

Pembatasan masalah sangat penting di dalam suatu pengkajian. Hal ini bertujuan agar pembahasannya lebih terarah. Citra manusia dengan alam dalam teks mistik masyarakat Melayu ini penulis batasi hanya pada nilai religi, moral, kerukunan, dan kesejahteraan.

1.7 Landasan Teori

Teori merupakan suatu prinsip dasar yang terwujud di dalam bentuk dan berlaku secara umum yang akan mempermudah seorang penulis dalam memecahkan suatu masalah. Teori yang diperlukan untuk membimbing dan


(18)

memberi arah, sehingga dapat menjadi penuntun kerja bagi penulis. Teori yang penulis gunakan untuk mengkaji nilai-nilai teks mistik ini adalah teori Shafie Abu Bakar, yang berdasarkan sifat ketuhanan, sifat kesempurnaan Tuhan, sifat Tuhan dalam hubungannya dengan makhluk-Nya. Sifat ini melambangkan kesempurnaan sikap pengarang. Dan pendekatan citra menggabungkan semuanya, dan hasilnya terdapat empat citra manusia yang terpancar dalam mistik, yaitu manusia dengan dirinya sendiri, manusia dengan seni sastra, manusia dengan alam, dan manusia dengan Tuhan.

Sempurna terlihat pada segala ciptaan Tuhan, sempurna yang mencerminkan Tuhan, manakala indah adalah melihat segala ciptaan Tuhan, indah yang mencerminkan keindahan Tuhan yang juga sempurna, termasuk yang melihat seni sastra berpaut pada aspek indah, tidak lain daripada manifestasi sempurna.

Dalam penelitian ini penulis juga menggunakan pendekatan didaktis,

Pendekatan didaktis adalah suatu pendekatan yang berusaha menemukan dan memahami gagasan, tanggapan, evaluatif maupun sikap seseorang terhadap kehidupan. Gagasan, tanggapan maupun sikap dalam hal ini akan mampu terwujud dalam suatu pandangan etis, filosofis maupun organis, sehingga akan mengandung nilai-nilai yang mampu memperkaya kehidupan rohaniah pembaca.

Dari pendapat di atas, bahwa karya sastra merupakan wadah yang cukup dapat diandalkan untuk menanamkan nilai-nilai moral dalam jiwa

masyarakat, sehingga segala sesuatu perbuatan yang akan dilakukan akan dipertimbangkan baik buruknya dari segi moral. Nilai-nilai didaktis yang terkandung oleh sebuah karya sastra dapat berupa ajaran religius dan kepercayaan.


(19)

Penulis juga menggunakan teori Safian Hussain et al.,. (1988: 107) yang mengatakan,

Citra atau imej adalah salah satu unsur yang tersendiri dalam ‘bahasa seni’ yaitu sebagai satu cara mengemukakan pengalaman dan penggolakan emosi. Ini berbeda dengan proses-proses menyederhanakan dan mengkonsepsikan sesuatu dalam ilmu sains dan falsafah. Meskipun dalam penggunaan yang lebih kritis, pada dasarnya pengertiannya masih tetap sama yaitu citra atau imej merupakan suatu gambaran yang literal dan konkrit daripada satu pengalaman pancaindera atau dari sesuatu objek yang pengertiannya boleh dipahami oleh seseorang atau oleh umum.”

Dari pendapat di atas bahwa, budaya mencerminkan karakter masyarakat pada zamannya. Imej atau sifat melambangkan kesempurnaan sikap dari pengarang. Gambaran atau tanggapan kreatifitas oleh pengarang dan ketepatan menggunakan kata-kata dalam karya sastra. Oleh karena itu citra dapat dipahami sebagai gambaran atau tanggapan pembaca atau pendengar yang terkesan hasil daripada kejayaan deskripsi objek oleh pengarang dalam karya ciptaannya.

1.8 Metodologi

Metode kerja memang mutlak diperlukan dalam mengadakan suatu penelitian, apalagi pada bidang kerja yang bersifat ilmiah. Metode kerja merupakan salah satu prosedur yang harus ditempuh. Sehubungan dengan itu Fuad Hasan (dalam Koentjaraningrat, 1991 : 7) mengatakan,

bahwa selaku hal lain dalam dunia keilmuan segera dilekatkan pada masalah sistem adalah metode. Dalam arti kata yang sesungguhnya, maka metode (Yunani : Methodos) adalah cara atau jalan. Sehubungan dengan upaya ilmiah maka metode menyangkut masalah cara kerja, cara kerja itu dapat memahami objek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan.


(20)

1.8.1 Metode Analisis Data

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

Metode survey yaitu mengamati daerah untuk mencari keterangan-keterangan secara faktual, demi mencapai proses pembedahan terhadap keadaan yang sedang berlangsung. Menurut Nazir, (1988 : 65)

Metode survey adalah penyelidikan yang diadakan untuk memperoleh fakta-fakta dari gejala yang ada dan mencari keterangan-keterangan secara faktual, baik tentang institusi sosial, ekonomi, budaya, politik dari suatu kelompok dan dari suatu daerah.

Metode deskriptif yaitu pemusatan diri pada pemecahan masalah-masalah yang sifatnya faktual. Menurut Nawawi (1991 : 63) menjelaskan,

metode deskriptif dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan / melukiskan keadaan subjek / objek penelitian (seseorang, lembaga, masyarakat dan lain-lain) pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya.

Melalui metode kerja deskriptif ini akan digambarkan seluruh fakta yang terdapat dalam teks mistik masyarakat Melayu Batu Bara, baik mengenai unsur intrinsiknya maupun unsur ekstrinsiknya.

1.8.2 Metode Pengumpulan Data

Suksesnya suatu penelitian tergantung kepada kemampuan memilih serta menyusun data yang relevan. Sehubungan dengan hal tersebut, maka dalam menganalisa teks mistik masyarakat Melayu Batu Bara digunakan langkah-langkah sebagai berikut :

1. Mengumpulkan data dengan mencari sumber yang dapat dipercaya. Dalam hal ini penulis menggunakan teknik catat, rekam dan wawancara langsung. Agar mendukung dan membantu mengarahkan


(21)

ke arah pemecahan masalah. Penulis menambah dengan mencari buku-buku yang relevan ke perpustakaan atau menggunakan teknik penelitian studi dokumenter. Menurut Hadari Nawawi (1991 : 55) bahwa, Teknik penelitian dokumenter merupakan cara mengumpulkan data yang dilakukan dengan kategori dan klasifikasi bahan-bahan tertulis yang berhubungan dengan masalah penelitian, baik dari sumber dokumen, buku, koran, majalah dan lain-lain.

2. Mengevaluasi data dan menganalisis data. Data yang dikumpulkan dievaluasi dengan melakukan kritik eksternal maupun internal. Lalu dilakukan analisis dengan arahan sesuai dengan tujuan penelitian.


(22)

BAB II

Kosmologi dan Sosio Budaya Masyarakat Melayu

2.1 Geografi Wilayah Penelitian

Batubara adalah sebuah kota yang dahulunya terdiri atas beberapa

kepenghuluan, terletak di pantai timur Pulau Sumatera, dahulunya adalah daerah Kabupaten Asahan, dan sekarang sudah menjadi Kabupaten Batubara. Pada zaman dahulu pemerintahannya bersifat kerajaan, terdiri atas kepenghuluan yang dipimpin oleh seorang Datuk. Batubara

merupakan bagian dari wilayah Deli. Adapun kedatukannya adalah Lima laras, Lima Puluh atau Simpang Dolok, Pesisir, dan Tanah Datar. Tanah Datar sendiri terdiri dari beberapa desa, salah satunya adalah desa Pahang. Desa Pahang merupakan salah satu desa yang berada di Kecamatan Talawi Kabupaten Batubara. Desa Pahang terletak di pesisir pantai Timur Sumatera pada ketinggian lebih kurang 3 meter di atas permukaan laut. Suhu maksimal di desa Pahang 33,2 derajat celcius dan suhu minimal 21,5 derajat celcius.

Desa Pahang memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut : 1. Sebelah Utara berbatasan dengan desa Mesjid Lama 2. Sebelah Selatan berbatasan dengan desa Sei-Muka 3. Sebelah Timur berbatasan dengan desa Panjang 4. Sebelah Barat berbatasan dengan desa Labuhan Ruku


(23)

Luas desa Pahang lebih kurang 200.000 Ha, yang memanjang dan

mengarah ke Selatan 3.5 km. Jumlah penduduk desa Pahang pada tahun 2004/2005 lebih kurang 4854 jiwa, yang terdiri dari VII dusun. Desa

Pahang rata-rata penduduknya beretnis Melayu, sedangkan lebihnya bersuku Batak, Padang dan Jawa.

Jarak antara pusat kota pemerintahan, yaitu kota Batubara menuju Kecamatan Talawi sejauh 1 km, dan dari pemerintahan kota sejauh 27 km, dan jarak dari Ibukota Dati II sejauh 27 km, sedangkan jarak dari Ibukota Dati I sejauh 160 km. Mata pencaharian utama penduduk desa adalah nelayan. Hampir seluruh laki-laki yang berada di desa ini

menggantungkan hidupnya dengan hasil laut, meskipun penduduknya mempunyai mata pencaharian tanbahan dengan berladang, buruh, dan jasa. Usaha kaum perempuannya bersifat industri rumah tangga, seperti membuat kain songket, membuat jaring ikan, dan berjualan di depan rumah.

Tingkat pendidikan penduduk di desa ini tergolong sudah meningkat, terbukti dengan banyaknya anak-anak yang bersekolah Tsanawiah (SMP) dan Aliyah (SMA), serta ada juga yang bersekolah di luar negeri, seperti Libya, Mesir, Malasyia, dan Arab Saudi.

Mayoritas penduduk Batubara memeluk agama Islam, dan selebihnya memeluk agama Kristen Protestan dan Kristen Katholik. Di desa ini banyak sarana tempat ibadah, seperti mesjid, langgar, musholla, serta tempat-tempat yang dianggap keramat, seperti Kubah Sabun, Langgar


(24)

Dusun VII, Istana Air Putih, dan kuburan-kuburan datuk-datuk zaman dahulu yang dianggap keramat oleh masyarakat setempat.

2.2 Sejarah Masyarakat Melayu Batubara

Cerita singkat sejarah masyarakat Melayu Batubara berawal dari seorang raja yang memiliki seorang putri yang cantik jelita. Dan pada saat itu raja yakin bahwa usianya tidak akan lama lagi. Lalu raja berkehendak ada seorang yang bakal menjadi penerus untuk menggantikannya menjadi raja kelak. Kemudian raja mengadakan Sayembara ke seluruh negeri. bagi pemuda yang ingin mempersunting anak perempuannya yang cantik jelita tersebut. Dan beberapa hari kemudian, datanglah Empat pemuda yang ingin mempersunting anak gadis raja tersebut. Keempat pemuda itu datang dari daerah yang berbeda. Pemuda-pemuda tersebut datang dari daerah Lima Laras, Pesisir, Lima Puluh, dan Tanah Datar. Oleh karena seorang raja harus berlaku adil, maka keempat pinangan pemuda tersebut diterima oleh raja dan ditetapkan hari pernikahan putrinya. Pada saat pernikahan akan dilaksanakan, raja bingung karena putrinya hanya satu orang, sementara Ia harus bersikap adil. Keempat pemuda itu membawa rombongan yang sangat banyak sekali. Raja memanggil datuk empat suku untuk membicarakan agar menunda pernikahan selama satu hari. Keempat datuk ini menyetujuinya.

Permaisuri meminta agar raja memberinya tiga ekor binatang, yaitu: anjing betina, monyet, dan kambing. Permaisuri mengurung ketiga binatang itu di dalam kamar dan menutupinya dengan sehelai kain putih.


(25)

Siang malam permaisuri berdoa kepada Yang Maha Kuasa agar tidak malu. Dan keesokan harinya terjadi keajaiban ketika permaisuri membuka kain putih. Ia mendapatkan tiga orang putri yang berwajah sama dengan dirinya. Lalu dilaksanakanlah pesta pernikahan itu dengan sangat meriah. Setelah pesta keempat putri raja dibawa oleh suaminya masing-masing. Putri monyet dibawa ke Lima Laras, putri anjing dibawa ke Simpang Dolok, putri kambing dibawa ke Pesisir, dan putri raja yang asli tetap di Tanah Datar. Masyarakat Melayu Batubara mempercayai bahwa sifat ketiga binatang tersebut mempengaruhi citra masyarakatnya masing-masing, terkecuali masyarakat Tanah Datar yang memiliki ketiga-tiga sifat binatang tersebut. Seperti monyet yang suka makan buah-buahan,

kambing yang suka makan sayur-sayuran, dan anjing yang suka makan ikan atau daging.

Dari cerita sejarah singkat masyarakat Batubara ini dapat diambil hikmah bahwa pada zaman dahulu sistem pemerintahan di Batubara merupakan kerajaan. Terdiri atas kepenghuluanyang dipimpin oleh seorang Datuk. Batubara merupakan bagian dari wilayah kerajaan Deli. Adapun wilayah kedatukannya dibagi atas wilayah Simpang Dolok, atau Lima Puluh, Lima Laras, Pesisir, dan Tanah Datar.

Dalam sejarah silsilah atau keturunan, Datuk-datuknya berasal dari Pagaruyung. Pada zaman kerajaan, pemimpin masyarakatnya adalah datuk dan di bawah kekuasaan kesultanan Deli. Dan sekarang berada dalam pemerintahan Indonesia. Masyarakatnya di bawah Bupati dan Camat. Masing-masing wilayah masyarakat Batubara memiliki kelebihan


(26)

dan kekurangan. oleh sebab itu masyarakat Batubara saat ini masih menjunjung tinggi nilai-nilai kesopanan, nilai adat-istiadat, serta bertutur kata lemah lembut. Hal ini membuat masyarakat Batubara baik didalam berkata maupun berbuat.

Masyarakat Melayu Batubara hingga saat ini masih mempunyai budaya yang nilai dan norma-normanya masih dipatuhi di tengah-tengah

khalayaknya. seperti adat bersopan santun dan bertutur kata lemah lembut. Masyarakat Melayu Batubara khususnya daerah Lima Laras, Pesisir, Lima Puluh, dan Tanah Datar masih ada yang percaya dengan mistik. Karena daerah-daerah tersebut masih mempunyai beberapa fenomena yang serba mistisme. Hal ini juga dapat dilihat dalam setiap jamuan atau pesta yang diadakan di Batubara sampai saat ini. Tradisi hidangan yang berasal dari daging, ikan, sayur-sayuran, dan buah-buahan yang di masak harus ada, disantap sebagai lauk nasi. Hidangan ini

dikenal juga sebagai hidangan penghormatan terhadap leluhur, nenek moyang yang ada pada zaman dahulu.

2.3 Sistem Sosial Masyarakat Melayu Batubara

Mistik mempunyai hubungan yang erat dalam kehidupan sosial

masyarakat. Hal ini dikarenakan, ahli mistik atau seorang datuk dapat mudah dikenal oleh masyarakat. Akan tetapi seorang Datuk atau ahli mistik, belum tentu mengenal seluruh masyarakat Melayu Batubara. Walaupun demikian, satu sama lainnya saling menghargai. Karena masyarakat Melayu Batubara masih menjunjung nilai-nilai kesopanan.


(27)

Kuatnya tali silaturahmi masyarakat Melayu Batubara, menjadikan

masyarakat tersebut berguna bagi siapa saja, sehingga orang asing yang ingin mencari datuk tersebut mudah menemukannya. Dalam tradisi lisan, penyampaian dari penduduk biasanya menggunakan bahasa daerah setempat atau bahasa Melayu. Kerukunan dalam masyarakat Melayu Batubara biasanya dapat terlihat pada acara perkawinan, syukuran, dan upacara-upacara ritual. Masyarakat Batubara saat ini masih menjunjung tinggi nilai-nilai kesopanan, nilai adat-istiadatnya, serta bertutur kata lemah lembut, baik di dalam berkata maupun berbuat, sehingga memperkuat tali silaturahmi masyarakatnya.

Dalam masyarakat Melayu Batubara pernah dipakai sistem pemerintahan yang bersifat kerajaan, dan sejak kemerdekaan Indonesia berlaku sistem sosial yang sudah diatur dalam UUD 1945 dan Ideologi yang ada di Indonesia. Pada zaman kerajaan, pimpinan tertinggi dipegang oleh seorang Datuk dan di bawah kekuasaan kesultanan Deli. Dan sekarang berada dalam pemerintahan Indonesia, masyarakatnya di bawah

pimpinan Camat dan Bupati.

Untuk mengangkat citra manusia dengan alam yang terdapat dalam mistik masyarakat Melayu Batubara, terlebih dahulu harus dicari barometer atau pendapat tentang kepercayaan atau konsep religiositas dari masyarakat Melayu itu sendiri. Untuk menjelaskan konsep religiositas masyarakat Melayu tersebut, akan dipaparkan beberapa pendapat agar jelas kita gambarkan tentang kepercayaan masyarakat Melayu tersebut. Daud (1994 : 74-75) mengatakan,


(28)

…kepercayaan mereka daripada Animisme, Hindu-Budha hingga Islam melahirkan corak pemikiran-pemikiran yang seolah-olah menggabungkan tiga unsur kepercayaan tersebut. Kuasa gaib pada peringkat Animisme dapat dilihat pada kepercayaan tentang

penunggu dan hantu. Hindu-Budha menampilkan para Dewa, dan Islam melahirkan kepercayaan terhadap Allah, Malaikat dan Rasul. Namun begitu tidaklah berarti masyarakat Melayu mengamalkan ketiga corak kepercayaan tersebut. Mereka tetap berpegang pada ajaran agama Islam. Pengaruh Animisme dan Hindu-Budha yang ada itu cuma menjadi unsur sampingan yang mewarnai kepercayaan mereka.

Sejalan dengan hal tersebut, Abbas (dalam Safrin, dkk.., 1996 : 26) menjelaskan,

Cara hidup orang Melayu masih dipengaruhi oleh tiga unsur

kepercayaan, yaitu kepercayaan Animisme, Hinduisme-Budhaisme, dan Islam. Serta sedikit-sedikit pengaruh Barat. Setelah menerima agama Islam, orang Melayu masih juga mengamalkan cara hidup tradisional mereka dengan unsur-unsur Animisme dan Hinduisme-Budhaisme.

Dalam teks mistik ini pengaruh Hindu-Budha tidaklah begitu tampak. Tapi dalam upaya dan upacara turun tanah (pengambilan ilmu) banyak sekali dijumpai warna kepercayaan Hindu-Budha, seperti : tepung tawar, sesajen untuk jamuan, sperti ayam, pulut kuning, air jeruk purut, dan penebus mistik atau mahar mistik. seperti pisau, jarum, kain putih, mangkuk, benang tiga warna, dan lain-lain.

Sedangkan pada teks mistik pengungkapan yang masih menggambarkan suasana zaman Hindu-Budha. Seperti kalimat ‘mambang yang menjaga tujuh penjuru alam’. Kata mambang dalam kalimat tersebut bukanlah


(29)

berupa hantu atau jembalang melainkan gambaran wujud penguasa yang memiliki kekuasaan menjaga tujuh penjuru alam.

Seperti kata pepatah ‘kalau diturut nasehat guru, air laut boleh diminum’. Pepatah ini menandakan konsekwensi seorang murid kepada sang guru. Apapun yang diajarkan seorang guru merupakan hal yang harus diterima dan diyakini serta diamalkan. Dalam hal ini unsur-unsur pengaruh Hindu-Budha dan Animisme tidak lagi menjadi suatu masalah yang nyata dan urgent. Sebab semua telah membaur ke dalam tradisi atau ajaran itu sendiri. Namun walaupun demikian benang merah pembatas antara kepercayaan Hindu-Budha, Animisme, dan Islam masih terlihat jelas. Yang pasti ajaran Islam merupakan pondasi dan barometer dari setiap tradisi dan bergeraknya masyarakat Melayu.

2.4 Zaman Kedatangan Islam

Taylor (dalam Hamid, 1991 : 29) mengatakan, “kepercayaan yang mula-mula tumbuh dalam alam pikiran manusia primitif, adalah kepercayaan Animisme”.

Hamid (1988 : 56) menjelaskan,

Islam mulai tersebar di alam Melayu sejak abad ketiga belas Masehi. Agama Islam bertapak di Pasai, kira-kira sekitar tahun 1297 Masehi dan di Trengganu pada tahun 1303 Masehi. Kedatangan Islam ke daerah ini telah membawa perubahan yang dinamik dalam kehidupan orang Melayu. Sama ada dari segi luaran dan dalaman seperti yang ditegaskan oleh S.M Naguib al-Attas, bahwa agama Islam telah merubah jiwa dan fizikal masyarakat Melayu Indonesia.


(30)

Selanjutnya Taib (dalam Ismail, 1988 : 56) menegaskan,

Kedatangan Islam ke Nusantara telah membawa perubahan sehingga menjadikannya sebagian dari pada dunia Islam. Perubahan yang dimaksudkan itu meliputi semua aspek kehidupan orang Melayu. Seperti dalam bidang-bidang bahasa, sastra, intelektual, undang-undang, kepercayaan, politik, adat istiadat, kesenian, dan lain-lain.

Selanjutnya Hamid (1988 : 56) lebih memperjelaskan lagi secara spesifik tentang kepercayaan orang Melayu. Beliau mengemukakan bahwa,

Islam mengubah pandangan dunia orang Melayu dari pada

mempercayai dewa-dewa. Seperti yang mereka anut pada zaman Hindu kepada kepercayaan Tuhan Yang Maha Esa (Allah). Disamping itu mereka mempercayai Nabi dan Rasul, Malaikat, kitab-kitab suci, seperti Injil, Taurat, Zabur, dan Al-Qur’an. Percaya kepada hari kiamat dan kepada Qadha dan Qadar. Keimanan mereka diikuti dengan amal ibadah, seperti yang tersebut dalam rukun Islam yang berbentuk. solat, puasa, zakat, dan rukun Haji. Walaupun kepercayaan lama tidak dapat dihapuskan sepenuhnya, namun kepercayaan Islam telah berjaya mempengaruhi bentuk-bentuk kepercayaan Melayu lama dengan memperkenalkan konsep Allah sebagai Tuhan Yang Maha Esa. Dan Muhammad sebagai Rasul-Nya. Misalnya dalam sihir atau mistik dimasukkan konsep Islam sebagai menggantikan paham ketuhanan Animisme dan Hinduisme. Walaupun unsur dewa-dewa masih lagi diwarisi dalam sastra dan tradisi lisan Melayu. Namun fungsi mereka tidak lagi sebagai Tuhan, tetapi hanya sebagai

makhluk-makhluk alam gaib seperti hantu dan jembalang yang masih lagi mempengaruhi alam pemikiran orang Melayu hingga dewasa ini.

Dari keterangan pendapat para pakar di atas, bahwa kepercayaan yang latarbelakangnya agama pada orang Melayu dapat diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu. Islam, Hindu-Budha dan Animisme. Dan perlu dipertegas pula bahwa Islam merupakan yang utama. Sedangkan Animisme dan Hindu-Budha merupakan sampiran atau pewarna saja.


(31)

Manusia pada zaman Animisme dan Dinamisme jelas sekali memiliki nilai religiositas. Hal ini dapat dilihat dengan adanya semacam pengakuan dan kepercayaan akan alam gaib serta kekuatan gaib. Dan mereka

mempercayai itu semua dan membuat semacam tradisi kepercayaan tersendiri dengan jalan mereka sendiri pula. Apakah itu berupa pemujaan akan roh yang sudah mati, pohon besar, gunung, laut, dan sebagainya.

Menurut kamus Latin-Indonesia, susunan K. Prent, Adisubrata dan Poerwadarminta (penerbit Kanisius 1969). Istilah religio datang dari kata latin relego, yang berarti, memeriksa lagi, menimbang-nimbang,

merenungkan keberatan hati nurani. Walaupun demikian arti yang persis dari kata religio orang hanya dapat menduga. sebab ada yang

berpendapat, bahwa kata religio, berasal dari kata re-ligio = menambah kembali. Namun kita dengan ikhlas mengatakan bahwa manusia religiosus adalah manusia yang berhati nurani serius, saleh, teliti dalam

pertimbangan batin dan sebagainya. Agama secara wajar harus terikat dengan yang namanya religiositas. Tapi religositas tidak harus tertumpu dan memiliki wadah yang bernama agama.

Mangunwijaya (1988 :17) mengatakan “religiositas tidak bekerja dalam pengertian (otak) tetapi dalam pengalaman, penghayatan (totalitas diri) yang mendahului analisa atau konseptualisasi”. Kiranya religius

merupakan denyut bathin atau iman. Manusia religius pada dasarnya ingin hidup dalam suasana kekudusan, ini merupakan suatu hal yang realitas objektif. Hal ini sejalan dengan pernyataan Mircea (dalam Mangunwijaya,


(32)

1988 : 17) yang mengatakan “Tuhan tidak meminta manusia agar menjadi kaum teolog, tetapi menjadi manusia yang beriman. Bagi manusia religius, ada sesuatu yang dihayati keramat, suci, kudus, adi-kodrati”.

Berdasarkan pendapat pakar tersebut, bisa kiranya kita jalin

kebijaksanaan pendapat serta pemikiran bahwasannya nilai-nilai religius itu merupakan sesuatu yang lahir dari dalam batin setelah ada sesuatu yang berupa pengalaman atau perenungan lalu keluar melalui sikap dan perbuatan. Sebagai contoh. Manusia beragama harus percaya akan ajaran agamanya dan melaksanakan ajaran agama tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Tingkat kepercayaan tersebutlah yang kita namai nilai-nilai religius, jadi bukan agama itu sendiri.


(33)

BAB III Mistik 3.1 Pengertian Mistik

Berbicara adat-istiadat di Batubara dikaitkan dengan zaman modernisasi, mistik masih kuat dan berakar di hati masyarakat Melayu Batubara. Mistik adalah suatu ilmu yang diturunkan oleh Tuhan Yang Maha Esa.

Fungsinya biasanya sebagai pengobatan, kekuatan diri, keselamatan diri maupun masyarakat kampung, penglaris, dan lain-lain. di Batubara, mistik dikenal masyarakat luas sejak zaman dahulu.

Mistik adalah pengalaman di luar kemampuan penyerapan panca indera manusia. Alam mistik merupakan wadah pengungkapan pengalaman di luar kejadian nyata. Di situ tertampung pengalaman, kisah, kejadian mistik yang membangun kesadaran masyarakat Melayu Batubara. Pengaruh mistik biasanya didasari oleh individu manusia yang sering kali membuat kesalahan-kesalahan, baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja. Seperti contoh, ketika seseorang mengalami sakit, yang tidak kunjung sembuh dalam waktu yang cukup lama dan kita sebagai makhluk awam menganggap penyakit tersebut dapat disembuhkan melalui jasa seorang dokter. Namun tidak juga sembuh. Maka orang tersebut diyakini

masyarakat Melayu Batubara dapat sembuh melalui jasa orang tua, orang pintar, atau datuk.

Mistik juga dapat digunakan secara negatif dan positif. Ilmu mistik secara negatif yang dikenal beraliran ilmu hitam dianggap tidak benar dalam


(34)

ajaran agama, karena dapat membunuh manusia dalam waktu yang relatif singkat. Ilmu ini juga menyebabkan manusia mati secara perlahan yang dapat menimbulkan penderitaan yang hebat dan berkepanjangan. Ilmu ini biasanya digunakan untuk mengganggu orang lain. dan kebalikannya dengan orang-orang yang menuntut ilmu mistik yang beraliran positif. Dalam menggunakan ilmu mistik biasanya terdapat ramuan atau sesajen dan tulisan-tulisan yang dianggap saklar.

Penjelasan Mistik Berdasarkan Pendapat Sarjana.

• Kepercayaan tentang adanya kontak antara manusia bumi (aardse mens) dan tuhan (Dr. C.B. Van Haeringen, Nederlands Woordenboek, 1948).

• Kepercayaan tentang persatuan mesra (innige vereneging) ruh manusia (ziel) dengan Tuhan (Dr. C.B. Van Haeringen, Nederlands Woordenboek, 1948).

• Kepercayaan kepada suatu kemungkinan terjadinya persatuan langsung (onmiddelijke vereneging) manusia dengan Dzat Ketuhanan (goddelijke wezen) dan perjuanagn bergairah kepada persatuan itu (Algemeene Kunstwoordentolk, J. Kramers. Jz).

• Kepercayaan kepada hal-hal yang rahasia (geheimnissen) dan hal-hal yang tersembunyi (verborgenheden). (J. Kramers. Jz).

• Kecenderungan hati (neiging) kepada kepercayaan yang menakjubkan (wondergeloof) atau kepada ilmu yang rahasia


(35)

(geheime wetenschap). (Algemeene Kunstwoordentolk, J. Kramers. Jz).

Menurut asal katanya, kata mistik berasal dari bahasa Yunani mystikos yang artinya rahasia (geheim), serba rahasia (geheimzinnig), tersembunyi (verborgen), gelap (donker) atau terselubung dalam kekelaman (in het duister gehuld).

Menurut buku De Kleine W.P. Encylopaedie (1950, Mr. G.B.J. Hiltermann dan Prof.Dr.P. Van De Woestijne halaman 971 di bawah kata mystiek) kata mistik berasal dari bahasa Yunani myein yang artinya menutup mata (de ogen sluiten) dan musterion yang artinya suatu rahasia (geheimnis).

Dapat dilihat bahwa pendapat mistik terhadap kehidupan pada umumnya membentuk dasar-dasar pola-pikir pengobatan supranatural. Ini karena dari pendapat orang yang berbudaya mistik, setiap tindakan yang dilakukan manusia saling berpengaruh. Yaitu, kalau satu orang berprilaku yang jahat lalu ini dapat menyebabkan akibat buruk untuk orang lain.

Manusia harus memelihara prilakunya dan tindakannya agar diantara manusia itu menjadi rukun dan damai dalam bermasyarakat. Seperti halnya, seseorang dapat mengontrol dirinya kalau mendapatkan keseimbangan lahir dan batin. Kemudian tidak ada kekacauan dalam masyarakat maka tidak ada alasan untuk kekacauan di dunia lain. Paham mistik dianggap serba abstrak dan spekulatif, karena pembicaraannya serba menduga-duga, mencari-cari, memungkin-mungkinkan, berlebihan, dalam arti melebihi kewajaran atau melebihi


(36)

pengetahuan dan pengertiannya sendiri. Meski sudah tidak tahu, masih saja mencoba dan memungkin-mungkinkan. Oleh karena itu di kalangan penganut paham mistik tidak dikenal pembahasan disiplin mengenai ajarannya.

Kelompok penganut paham mistik tidak terlalu sulit digunakan oleh orang-orang yang mempunyai tujuan tertentu dan yang perlu dirahasiakan

karena menyalahi atau bertentangan dengan opini masyarakat dan hukum yang berlaku sebagai tempat sembunyi.

Menurut pandangan Mahmuzar, biasanya tokoh penganut mistik sangat dikenal, diagungkan, dimuliakan oleh masyarakat. Karena dianggap memiliki keistimewaan pribadi yang disebut kharisma. Anggapan adanya keistimewaan itu dapat disebabkan oleh:

1. Pernah melakukan kegiatan yang istimewa

2. Pernah mengatasi kesulitan, penderitaan, bencana atau bahaya yang mengancam dirinya dan masyarakat umum.

3. Masih keturunan atau ada hubungan darah, bekas murid, atau kawan dengan atau dari orang yang memiliki kharisma.

4. Pernah meramalkan dengan tepat suatu kejadian besar atau penting.

Sedangkan bagaimana sang tokoh itu menerima ilmu atau pengertian tentang paham mistik, biasanya melalui kesucian diri, petualangan batin, pengasingan diri, bertapa, bersemedi, dan lain-lain. Jadi ilmunya diperoleh melalui pengalaman pribadi tokoh itu sendiri dan penerimaannya itu tidak


(37)

mungkin dibuktikannya sendiri. Dengan demikian, penerimaan ajarannya hampir-hampir hanya berdasarkan kepercayaan belaka, bukan pemikiran. Alasan masyarakat yang menggunakan paham mistik biasanya, kurang puas yang berlebihan, bagi orang-orang yang hidup beragama secara bersungguh-sungguh merasa kurang puas dengan hidup menghamba kepada Tuhan menurut ajaran agamanya yang ada saja. Dan rasa kecewa yang berlebihan, masyarakat yang hidupnya kurang bersungguh-sungguh dalam beragama atau masyarakat yang tidak beragama merasa kecewa sekali melihat hasil usaha umat manusia yang tidak dapat

mendatangkan ketertiban, ketentraman dan kebahagiaan hidup. Malah mendatangkan hal-hal yang sebaliknya.

3.2 Jenis-jenis Mistik

Hampir sebagian masyarakat Melayu Batubara pernah mendatangi dukun atau orang pintar, baik untuk tujuan penyembuhan suatu penyakit,

menanyakan sesuatu yang mistik, mencari perlindungan diri, penangkal agar tidak terserang orang lain secara gaib, bahkan untuk mendapatkan penglaris. Adapun tujuan masyarakat Melayu Batubara mendatangi dukun atau orang pintar, dan apapun kemampuan dukun, tampaknya tidak

mudah bagi masyarakat untuk menghindari kepercayaan dunia mistik. Yang kita terjemahkan secara sederhana dan sempit, yakni dunia gaib. Apa yang dapat dilakukan manusia dengan ilmunya sedikit banyak bergantung kepada jenis-jenis ilmunya itu sendiri. Beberapa ilmu mistik


(38)

sangat spesifik, ada ilmu yang dapat membuat orang yang berada di dalam rumah yang akan dirampok, menjadi tertidur lelap. Atau biasa disebut dengan hipnotis. Ada ilmu untuk menemukan barang-barang berharga yang hilang. Ada ilmu yang dapat membuat orang menjadi kaya, atau biasa disebut orang jawa pesugihan. Ada juga ilmu pengasih, yang biasa disebut ilmu pelet. Di samping itu ada juga ilmu yang dapat menjaga kekuatan diri atau ilmu susuk. Ilmu pengobatan, ilmu untuk keselamatan keluarga atau keselamatan kampung, dan lain-lain.

3.2.1 Berhubungan dengan Kekuatan Diri dan Pengobatan

Kepercayaan mistik menyediakan persamaan dalam dasar pola pikir untuk semua jenis pengobatan yang terkait hal gaib. Posmo mengatakan bahwa “sakit misterius hanya ditolong secara mistik pula”. Maka ahli pengobatan yang berdasarkan metafisikal atau paranormal pada umumnya

mempercayai mistik. (Posmo, untitled 26.05.01:). Memang dasar-dasar pola pikir masyarakat Melayu Batubara sangat berbau kepercayaan ini juga. Kepercayaan mistik termasuk sebagian dari identitas orang Melayu, karena sudah ada sejak zaman dahulu. Bahkan presiden-presiden

sepanjang sejarah Indonesia yang merdeka memakai kepercayaan mistik untuk menguasai. Misalnya presiden Soekarno sering melakukan ritual mistik yang terlibat dengan dunia supranatural. Presiden Soeharto juga pernah menggunakan hal-hal mistik dalam segala kebijakan politiknya. Kalau semua aspek kehidupan dipengaruhi kepercayaan mistik dan


(39)

tujuannya adalah untuk menjadi rukun dan damai dalam kehidupan bermasyarakat. Rukun dan damai ini dapat tercapai karena adanya keseimbangan antara yang baik dan yang jahat. Kalau tidak ada

keseimbangan, dan tidak rukun, maka akan terlihat pengaruh jahat dari dunia gaib. Situasi yang ideal ini adalah situasi yang berimbang antara mistik yang jahat dan yang baik. Sehingga hubungan di antara dunia supranatural dan dunia manusia saling berhubungan. Manusia yang pokok dalam proses ini dapat menentukan apakah situasi dapat hidup atau tidak lewat perilakunya. Akan tetapi manusia harus mengakui bahwa ada yang lebih kuasa dari pada manusia dalam dunia itu, yaitu Tuhan Yang Maha Esa.

Dalam kepercayaan permanen itu, suatu penyakit atau musibah selalu dikaitkan dengan gejala ketidak-harmonisan hubungan kita dengan sesama manusia dengan alam gaib yang menyebabkan timbulnya suatu penyakit dan musibah, karena itu kita memerlukan bantuan pihak lain, yang dianggap memahami dan dapat mengendalikan kekuatan gaib yang mengganggu kesehatan hidup kita. Kekuatan gaib itu menyebabkan penyakit yang dapat mendatangkan musibah.

Dalam kehidupan sehari-hari kita tidak dapat menggunakan nalar secara penuh, walaupun tingkat pendidikan masyarakat Melayu Batubara

umumnya telah mencapai tingkat yang dapat dianggap telah menjauhi dunia gaib dan mistik dalam artinya yang negatif itu, lalu seharusnya menggunakan nalar atau akal sehat dalam mengambil suatu keputusan atau tindakan. Dalam mendampingi anggota keluarga yang sakit juga


(40)

tidak mudah berpikir dan bertindak secara nalar dalam memperoleh solusi yang tepat agar yang sakit dapat disembuhkan secara medis, karena memang seharusnya demikian tindakan orang modren. Akan tetapi, sekalipun anggota keluarga kita terkena penyakit kanker stadium empat dan para dokter ahli telah menyatakan sangat kecil kemungkinannya sembuh, harapan masih ditumpukan kepada sang dukun.

Bahkan, sejak gejala-gejala penyakit itu muncul masyarakat Melayu Batubara sering memilih untuk membawa yang sakit ke dukun, tidak ke dokter ahli atau rumah sakit. Meskipun diagnosis secara medis

mengatakan gejala demikian mengarah ke penyakit kanker, masih saja masyarakat beranggapan bahwa penyakit yang diderita itu merupakan hasil pekerjaan seseorang yang tidak menyukai kita.

Untuk melakukan sebuah pengobatan, sang dukun cenderung menggunakan mantra, jimat, tumbuh-tumbuhan, dan ramuan obat. Beberapa jenis persiapan spritual memang diperlukan dalam setiap masalah yang berhubungan dengan mistik. Dan biasanya jimat dan tumbuh-tumbuhan yang sudah diolah menjadi ramuan itu dapat

diminumkan, dipakaikan, disemburkan, dan ditanam pada bagian tertentu. Pemahaman tradisional kita mengenai penyakit berkaitan dengan

penyembuhan, obat, dan dukun. Pada umumnya mistik mengelompokkan penyakit menjadi tiga jenis, yaitu penyakit panas, dingin, dan panas dingin. Obat juga dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu ada obat yang berkhasiat hangat, sejuk, dan sedang. Tiga jenis penyakit dan obat tersebut berhubungan dengan fungsi dan kesaktian seorang dukun.


(41)

Seperti kegunaan obat hangat itu untuk penyakit yang berbahaya, atau penyakit yang sudah parah. Obat yang sejuk biasanya digunakan untuk anak-anak di bawah umur. Dan obat yang sedang digunakan untuk mengobati penyakit yang umum diderita oleh masyarakat. Sehingga tiap-tiap dukun punya keahlian dalam mengobati suatu penyakit.

Alat yang dipakai seorang dukun biasanya berupa tanaman, dan dijadikan ramuan untuk mengobati suatu penyakit. Bagaimana menentukan khasiat obat tersebut belum ditemukan jawabannya. Secara tidak langsung alam menjadi media untuk pengobatan ini.

3.2.2 Berhubungan dengan Pekerjaan

Mata pencaharian utama masyarakat Melayu Batubara adalah nelayan. Hampir seluruh laki-laki yang berada di desa ini menggantungkan hidupnya dengan hasil laut, meskipun penduduknya mempunyai mata pencaharian tambahan dengan berladang, buruh, dan di bidang jasa. Usaha kaum perempuannya bersifat industri rumah tangga, seperti membuat kain songket, membuat jaring ikan, dan berjualan di depan rumah.

Di kalangan pelaut dan nelayan pesisir, yang terdapat di Batubara, ritual dan mistik merupakan bagian penting dalam teknologi pembuatan dan pelayaran perahu yang mereka praktekkan. Dengan kata lain, teknologi dan ritual serta mistik merupakan satu kesatuan. Ritual adalah aturan tradisional yang berhubungan erat dengan aturan sosial dan motivasi. Dan motivasi


(42)

sangat berkaitan dengan latar belakang budaya yang ada. Karenanya pada masyarakat Melayu Batubara sangatlah sulit untuk memisahkan batasan tradisional dengan modern dalam kegiatan pelayaran, khususnya untuk saat ini.

Walaupun sebuah perahu telah menggunakan mesin, kompas, dan alat tangkap yang modern lainnya, itu bukan berarti bahwa nilai-nilai tradisional ditinggalkan. Kesemuanya itu hanya ‘berpindah tempat’. Jika dulunya ritual tersebut dipraktekkan untuk benda-benda yang mereka kembangkan sendiri, sekarang tetap dilakukan tetapi dengan beberapa penyesuaian. Mereka tetap mengadakan ritual adat untuk ‘meresmikan’ mesin yang mereka baru beli, misalnya. Meski telah terjadi degradasi praktek (dan kualitas) ritual dan mistik di kalangan pelaut serta nelayan sekarang ini, namun serangkaian kegiatan terkait kepercayaan dan mitos tetap mewarnai kehidupan pelaut masyarakat Batubara.

Di dalam pekerjaan masyarakat Melayu Batubara pasti pernah mengalami pasang surut dalam mendapatkan keuntungan dan keselamatan. Hal-hal yang terjadi, Seperti saat gagal panen akibat hama, hujan yang

membanjiri lahan para petani. Sebelum hal tersebut terjadi masyarakat percaya harus melakukan upacara ritual saat ladang mulai dapat dipanen, bagi para petani. Masyarakat yakin hal tersebut harus dilakukan untuk menghormati alam sebagai tempat mereka mencari rezeki. Sedangkan bagi masyarakat yang bekerja sebagai nelayan, juga melakukan ritual di laut. Gunanya agar bencana alam tidak datang pada saat masyarakat


(43)

sedang melakukan aktifitasnya sebagai nelayan. Biasanya para nelayan melaksanakan ritual dengan memberikan sesajen ke dalam laut dan membacakan mantra-mantra yang dilakukan oleh sang dukun.

3.2.3 Berhubungan dengan keselamatan Kampung

Meski berada dalam arus pusaran gaya hidup kota, desa yang terdapat di Batubara tetap mempertahankan berbagai keunikan dan kekhasan

daerahnya. Salah satunya adalah mempertahankan adat-istiadat

budayanya. Mistik merupakan salah satu budaya yang masih ada pada masyarakat Melayu Batubara. dan keberadaannya tidak sulit untuk ditemukan, karena sebagian masyarakat mengetahui tradisi tersebut. Sebagian masyarakat Melayu di Batubara pernah mendapat reaksi negatif dari lingkungan agama yang telah menyatu dengan nilai-nilai budaya dan tradisi setempat. Dan di zaman yang serba modern ini, mistik dianggap masyarakat dapat menimbulkan Syirik atau menduakan Tuhan. Namun tidak dapat dipungkiri, bahwa tradisi ini dapat menyelamatkan kampung bagi orang yang fanatik terhadap mistik.

Dunia mistik dan alam gaib memang lekat dengan kehidupan kita sehari-hari, bahkan mendapat tempat yang sangat luas di televisi, melalui sinetron dan reality-show. reporter M. Aan Mansyur merangkum pengalaman dan referensinya seputar tahayul, alam gaib dan dunia mistik dalam tulisan berikut ini.


(44)

Pelajar dan buruh yang kesurupan massal menjadi berita hangat media massa sepanjang tahun lalu. Masyarakat heboh mengaitkannya dengan kepercayaan dan hal gaib. Di Sumatera Utara, sejumlah dokter spesialis penyakit jiwa mengambil inisiatif melakukan jumpa pers, yang menjelaskan bahwa fenomena kesurupan massal adalah gangguan kejiwaan dan tekanan alam bawah sadar, bukannya gangguan makhluk halus. Langkah ini diambil karena masyarakat dan beberapa media cenderung lebih senang mengkaitkan peristiwa ini dengan kepercayaan masyarakat, tahayul dan hantu gaib, ketimbang penjelasan medis.

Tahayul dan hal gaib memang lekat dengan keseharian. Dalam bahasa Arab, kata ‘takhayul’ berarti ‘hanya hayalan belaka’—sesuatu yang hanya ada di angan-angan, yang sesungguhnya tidak ada. Tahayul berpadanan dengan kata ‘supertition’ dalam bahasa Inggris. Istilah ini berasal dari bahasa Latin, ‘superstitio’, punya makna tak jauh berlainan: terlalu takut kepada dewa-dewa—yang mahluk-mahluk gaib juga.

Oleh para ahli folklore moderen, penggunaan kata ‘tahayul’ untuk mewakilkan hal-hal yang berada di luar jangkauan akal dianggap mengandung makna merendahkan sehingga mereka lebih senang menggunakan istilah ‘kepercayaan rakyat’ atau folk belief. Meskipun orang punya pandangan merendahkan, anehnya, hampir tak ada orang yang sungguh-sungguh lepas dari tahayul. Kota yang dianggap mewakili wilayah moderenitas juga tak pernah bisa betul-betul bebas dari tahayul. Media massa bahkan menjadikan tahayul dan kawan-kawannya sebagai pipa-pipa


(45)

besar tempat mengalirnya uang milyaran rupiah. Itu adalah sedikit bukti nyata bahwa tahayul tak pernah berhenti gentayangan.

Ada satu klasifikasi tahayul yang pernah dibuat oleh seorang bernama Wayland D. Hand,. Ia membagi tahayul ke dalam empat golongan besar: tahayul di sekitar lingkungan hidup manusia, tahayul mengenai alam gaib, tahayul mengenai terciptanya alam semesta, tahayul lain-lain.

Membaca penjelasan Hand ini, hampir sama dengan di desa Pahang Kabupaten Batubara, anak-anak kecil tak sepenuhnya bebas bermain karena banyak larangan yang harus dipatuhi.

Misalnya, keluar saat magrib atau bermain-main saat turun hujan orang mati sangat berbahaya. Keduanya dipercaya sebagai waktu mahluk-mahluk halus menyebar penyakit. Itulah mengapa disebut, arwah-arwah orang mati itu menyebar penyakit saat turun hujan seperti itu. Selain itu, magrib dipercaya pula sebagai waktu bergentayangannya, mahluk halus yang tinggi sekali. Mahluk halus ini sangat berbahaya menurut kepercayaan masyarakat di Batubara. Orang yang pernah melihatnya atau berpapasan meskipun tak melihatnya akan terkena sakit keras dan bahkan meninggal.

Banyak peristiwa di kampung Batubara seperti kehamilan, kelahiran, jatuh sakit dan kematian, yang senantiasa dikaitkan dengan tahayul atau kepercayaan masyarakat. Ada pantangan makan atau perbuatan tertentu bagi perempuan hamil, ada pantangan untuk keluar rumah di waktu-waktu tertentu, dan banyak lagi. Kata “pamali” sangat akrab di telinga masyarakat.

Alam roh orang Melayu dan hubungan yang ada di antara dunia roh dan dunia fisik, dijelaskan melalui ramalan. Dalam mistik dilukiskan berbagai


(46)

macam roh dan hantu menurut kepercayaan orang Melayu, praktek-praktek ilmu gaib, ramalan dan pertanda.

Sebagaimana masyarakat lainnya, dalam kehidupan orang-orang Melayu sehari-hari, hantu juga merupakan salah satu bagian yang cukup penting. Ada berbagai nama hantu yang mereka kenal, masing-masing memiliki fungsi tersendiri, di antaranya: pontianak, jembalang, mambang, pelesit, harimau jadian, tuyol, bajang, sijundai, hantu air, hantu laut, hantu suluh, jerangkung, orang bunian, penunggu, hantu kubur, pucong dan lain sebagainya. Sebagian sisi kehidupan mereka diwarnai dengan hantu. Sebagai contoh, ketika orang Melayu berada di air, mereka diingatkan oleh pengetahuan lokal mereka yang mengatakan ada hantu air; ketika berada di atas tanah, mereka ingat dengan jembalang tanah; ketika berada di dekat pohon besar, mereka ingat dengan hantu puake dan penunggu; ketika di dekat kuburan, ada hantu kubur dan pucong; ketika melihat binatang, mereka ingat dengan binatang (seperti harimau, srigala dsb) jadian; ketika berada di daerah yang asing dan seram, mereka ingat dengan orang bunian; di saat perempuan sedang hamil dan anak-anak sedang bermain, di sana hadir ingatan tentang pontianak (kuntilanak).

Demikianlah, hantu ini hadir atau dihadirkan di daerah tertentu dan pada momen atau keadaan tertentu dalam kehidupan sehari-hari. Dalam teori budaya dikatakan bahwa, sesuatu yang ada dan berkembang di tengah kehidupan masyarakat, pasti memiliki fungsi tertentu; jika fungsi tersebut memudar, maka eksistensi ‘sesuatu‘ tersebut juga akan hilang dengan sendirinya. Dalam kehidupan masyarakat Melayu saat ini, hantu-hantu


(47)

tersebut masih tetap eksis sebagai bagian dari pengetahuan lokal masyarakat. Masih eksisnya hantu-hantu ini menandakan bahwa, hantu tersebut masih memiliki fungsi dan peran tersendiri dalam masyarakat Melayu.

Dalam tataran tertentu, mungkin hantu ini bagian dari cara orang Melayu untuk menjelaskan atau memahami lingkungan sekitarnya. Dapat juga digunakan sebagai bagian dari alat kontrol moral, baik dalam kehidupan keluarga ataupun masyarakat. Sebagai contoh, ketika seseorang sakit demam kuning, maka pengetahuan lokal mereka mengatakan bahwa, penyebabnya adalah mambang kuning. Dalam konteks lain, ketika seorang anak bermain dan berenang terlalu lama di sungai, maka ibunya akan menakut-nakuti dengan hantu air. Dalam hal ini, keberadaan hantu air berfungsi sebagai pengontrol perilaku anak. Secara umum, keberadaan hantu-hantu ini lebih banyak untuk dijauhi dan ditakuti daripada didekati dan di pelihara. Dalam pengertian ini, bisa dilihat bahwa hantu-hantu tersebut sebenarnya representasi dari sisi negatif. Dalam konteks moralitas, sisi negatif ini sering disimbolisasi dengan warna ‘hitam‘, lawannya adalah ‘putih‘. Maka, orang yang dekat dan memelihara hantu-hantu ini sering disebut memiliki ilmu hitam. Akhirnya, keberadaan hantu-hantu tersebut ternyata juga berkaitan dengan aspek nilai (aksiologis) dalam kehidupan orang Melayu.

Dalam konteks orang bunian ataupun penunggu, sebenarnya juga terkandung pandangan mengenai pembagian kawasan/teritorial: ini adalah kawasan manusia, dan di sana adalah daerah ‘lain‘. Dan dalam tataran


(48)

terdalam, spasialisasi ini boleh jadi juga merupakan bagian dari upaya menjaga keseimbangan alam; manusia tidak boleh seenaknya mengeksploitasi alam, karena disana juga ada makhluk lain yang memiliki hak terhadap alam tersebut. Jika manusia terpaksa masuk ke dalam teritorial hantu, maka diperlukan perlakuan khusus (special treatment) untuk meminta izin, agar keseimbangan tetap terjaga. Dalam hal ini, kemudian muncullah berbagai upacara dan mantra sebagai media komunikasi. Demikianlah, hantu tetap hidup dan menempati sisi tersendiri dalam kehidupan orang Melayu. Untuk itu, perlu uraian yang lebih komprehensif mengenai berbagai macam hantu ini.

Seperti yang disebutkan Geertz bahwa golongan mahluk halus di Sumatera Utara, juga sebenarnya dipercaya ada mahluk yang suka merasuki orang sehingga membuatnya sakit, gila, atau meninggal. Dan orang yang kesurupan biasanya dimasuki roh mahluk halus, melalui ubun-ubun atau jari kaki. Itulah mengapa jika ada orang yang kesurupan orang menolongnya dengan memijit jari kakinya atau membacakan baca-baca (mantera) dan meniupkannya di ubun-ubun orang kesurupan.

Selain kesurupan, jika seorang anak kecil tiba-tiba berubah nakal atau bertingkah aneh juga sering dipercaya masyarakat Melayu Batubara sebagai kemasukan roh jahat. Jika terjadi hal seperti itu, anak

bersangkutan dibawa oleh orangtuanya ke orang pintar, biasanya ustaz atau dukun untuk disembuhkan.

Selain memasuki tubuh orang, ada juga kelakukan lain mahluk halus golongan ini, yakni menyembunyikan orang, biasanya anak-anak.


(49)

Anak-anak akan diubah menjadi sangat kecil sehingga saking kecilnya Anak-anak tersebut bisa disembunyikan di sela-sela rumput. Jika ada anak yang mengalami hal seperti ini, orang menyebutnya disembunyikan oleh setan. Orang percaya bahwa anak yang pernah disembunyikan setan akan menjadi bodoh. Sebenarnya apa fungsi tahayul-tahayul itu sehingga dipelihara oleh orang sampai bertahun-tahun?

Menurut Geertz, Salah satu fungsi tahayul dan atau kepercayaan kepada mahluk-mahluk halus adalah untuk memberi sebuah perangkat penjelasan kepada para penganut sebuah kepercayaan. Juga untuk menerangkan pengalaman yang aneh-aneh serta di luar akal sehat manusia..

Penjelasan itu berupa gambaran simbolis hayalan. Pada wilayah hayalan, hal-hal paling menyimpang pun bisa disahkan. Seorang penjual sayur, yang misalnya, tiba-tiba menjadi kaya raya, oleh orang-orang dikatakan bahwa penjual sayur itu ikut tareka sala (tarekat salah), ia sembahyang telanjang menghadap ke pintu setiap malam Jumat dan uang datang padanya.

Fungsi lain tahayul adalah sebagai penebal emosi keagamaan atau kepercayaan. Karena manusia yakin adanya mahluk-mahluk gaib yang menempati alam sekeliling dan yang berasal dari jiwa-jiwa orang mati. Bisa pula disebabkan karena manusia takut akan berbagai krisis terjadi pada hidupnya atau karena manusia yakin akan adanya gejala-gejala yang tidak mampu dikuasai oleh akalnya.


(50)

Masih banyak fungsi lainnya, yaitu; sebagai metode mendidik anak-anak dan remaja agar menjadi anak yang lebih hati-hati, sopan dam

sebagainya; dapat juga menghibur orang yang kena musibah, contohnya jika ada orang disatroni maling, ia akan menghibur diri dengan

mengatakan bahwa itu hanya buang sial.

Masyarakat Melayu Batubara memang menyimpan banyak tahayul, penduduknya sangat percaya pada berbagai kekuatan gaib. Dan saya sadar bahwa masyarakat Melayu Batubara, adalah potret nyata sebagian masyarakat kita, yang sangat percaya pada kekuatan di luar nalar, logika dan akal sehat. Di kampung dan di kota, orang-orang memang tak lepas (dan ada juga yang tak hendak melepaskan diri) dari tahayul dan semacamnya.

3.3 Waktu dan Tempat Dilakukan Mistik

Mistik merupakan ritual yang ‘wajib’ dilakukan oleh para nelayan di Batubara. Dalam prakteknya, mistik dilaksanakan ketika akan “meresmikan” sesuatu, baik benda maupun kegiatan, misalnya: meresmikan perahu, alat tangkap (jala dan gae) dan ketika memulai kegiatan penangkapan.

Para nelayan meyakini, jika tidak melakukan ritual ketika akan memulai turun ke laut (pelayaran pertama), maka boleh jadi akan ada sesuatu hal yang merisaukan hati di dalam pelayaran. Dalam prakteknya, ritual mistik dilaksanakan ketika akan ‘meresmikan’ sesuatu, baik benda maupun kegiatan, misalnya: meresmikan perahu, alat tangkap dan ketika memulai kegiatan penangkapan (setelah lama tidak melaut). Nelayan biasa juga


(51)

melakukan ritual mistik dalam pertengahan musim, ketika pada beberapa operasi pertama mereka tidak memperoleh hasil.

Ritual mistik dilaksanakan di kediaman atau rumah sang dukun, yang dipimpin oleh seorang pemuka agama (panrita) dan dihadiri oleh awak kapal. Jika meresmikan perahu, acara ritual (pembacaan) dilaksanakan di atas perahu. Demikian juga ketika meresmikan yang telah selesai dibuat, Acara inti dalam kegiatan ritual mistik adalah pembacaan mantra yang dipimpin oleh seorang pemuka agama. Selesai membaca mantra, dilanjutkan dengan pembacaan do’a kepada Allah SWT untuk memohon keselamatan dan rezeki. Kemudian acara dilanjutkan dengan menyantap hidangan yang telah disediakan.

Bahan yang diperlukan dalam ritual mistik biasanya adalah: hasil dari tangkapan dari nelayan, seperti minyak, beras, pisang, dan makanan yang manis (kue). Dan untuk peralatannya adalah, tampah, piring, baskom, wajan, dan dupa.

Tahapannya adalah: nelayan atau pelaut menyiapkan bahan-bahan tersebut; kumpulan bahan tersebut yang sudah dilumuri minyak diletakkan di atas piring secara bergantian dimasukkan ke dalam wajan tanah yang panas karena pengaruh panas, bahan-bahan hasil nelayan itu akan “meledak”, jika daya semburannya lemah maka itu pertanda ada masalah yang dihadapi oleh nelayan nantinya, demikian pula sebaliknya jika kuat tandanya tidak ada masalah. beras yang telah masak dikembalikan ke posisi semula di atas piring selanjutnya bahan-bahan tersebut di bawa ke rumah panitia untuk dido’akan meminta keselamatan. Khusus pisang, dan kue dibagi dua:


(52)

ditinggal di rumah ulama (panrita) dan dibawa kembali ke rumah. Sebelum berangkat ke rumah ulama, bahan-bahan yang berada di atas tampah tersebut diasapi dengan dupa di dekat arang. Sekembalinya, bahan-bahan tersebut diletakkan di dekat arang sampai nelayan kembali dari laut.

Ritual ini dilaksanakan setelah selesai shalat shubuh pada hari Jum’at. Umumnya dipraktekkan oleh para nelayan. Ritual mistik dilaksanakan hanya untuk kegiatan melaut yang memakan waktu lama. Pembelian bahan untuk ritual mistik dimasukkan ke dalam ongkos melaut yang ditanggung para nelayan.

3.4 Konteks Sosial dan Simbol-simbol Mistik

Adapun kepercayaan dari masyarakat Melayu Batubara adalah mereka percaya terhadap sebuah pengharapan keberhasilan lewat penggunaan simbol-simbol, baik berupa benda maupun perilaku. Simbol ini digunakan hampir ada pada semua kegiatan nelayan, mulai dari pembuatan perahu, tata cara pengerjaannya, pembuatan jaring, susunan bambu di dalam perahu, posisi ketika menurunkan alat tangkap, kejadian yang ditemui sebelum turun ke laut, bahan yang digunakan pada alat tangkap, dan lain sebagainya.

Pengetahuan tentang simbol-simbol diperoleh secara turun temurun, baik dari saudara, menuntut ilmu dari seorang guru, maupun melihat prilaku nelayan lain. Salah satu contoh simbol-simbol yang ada di pembuatan jaring adalah posisi mata di dua atau tiga yang ada di bagian paling luar haruslah menghadap ke dalam, tidak boleh menghadap ke bawah. Diyakini


(53)

kegunaannya adalah nantinya akan “mengawasi dan menjaga” ikan yang sudah ada di bawah bambu agar tidak lari. Dari posisi mata sudah dapat diketahui (bagi orang-orang tertentu) bahwa jaring tersebut nantinya akan memberi hasil yang banyak atau tidak terhadap nelayan.

Hubungan mistik dengan pengaruh simbol-simbol ada yang bersifat larangan atau pantangan. Ada juga yang dapat mencakup semuanya, baik yang bersifat larangan maupun praktek-praktek yang harus dilakukan. Simbol-simbol tersebut dapat saja berbeda antara para nelayan. Pengertian simbol ada dua, yang bersimbolkan benda dan yang bersimbolkan praktek. Contoh di atas adalah simbolnya berupa benda, sedangkan contoh simbol praktek adalah ketika berangkat dari rumah untuk pergi ke laut kaki kanan lebih dulu.

Sejumlah bentuk simbol yang umum dipraktekkan dengan sangat ketat oleh nelayan atau pelaut pada masyarakat Melayu Batubara. simbol yang dipercaya antara lain: dilarang menyebut nama langsung binatang berkaki empat (misalnya kerbau, kuda) atau binatang darat yang umum lainnya sewaktu melaut. Ini adalah larangan yang paling keras. Dan bila dilanggar diyakini akan membawa malapetaka di laut. Simbol lainnya adalah dilarang mencuci peralatan masak dan makan secara langsung di dalam laut; keluarga nelayan dilarang bertengkar saat anggota keluarga laki-laki berangkat menuju laut.

Sementara kepercayaan yang dipegang antara lain, Isteri jangan membelakangi dapur ketika suami akan berangkat melaut. Kepercayaannya adalah dapur merupakan tempat diolahnya rezeki, dan tujuan suami pergi


(54)

melaut adalah untuk mencari rezeki rumah tangga. Juga ada kepercayaan bahwa sangat baik ketika berpapasan dengan ibu hamil atau orang yang membawa air minum dengan memanggulnya ketika akan berangkat melaut. kepercayaanya adalah bahwa ibu hamil atau orang yang membawa air adalah simbol keberuntungan dan nasib baik di laut.

Kepercayaan simbol berupa benda juga sering digunakan oleh masyarakat Melayu Batubara. Dari simbol-simbol yang digunakan. Kadang sebagai kalung, gelang atau sekadar menyimpan di dalam kamar atau diletakkan di tempat tertentu.


(55)

BAB IV

Citra Manusia Menurut Mistik 4.1 Manusia dengan Dirinya Sendiri

Sebagai makhluk lemah yang mempunyai perasaan dan pikiran, manusia tidak dapat menghindar dari berbagai keinginan dan keterbatasan. Sikap, pemikiran, tanggapan dan perlakuan manusia itu menjadi jati diri dari manusia tersebut. Manusia juga dapat menjadi sumber teladan bagi manusia lainnya. Hati akan menggambarkan sikap, pemikiran dan seterusnya perlakuan manusia.

Citra manusia dengan dirinya sendiri adalah berhubungan dengan sikap, pemikiran, tanggapan dan permasalahan manusia itu sendiri. Hal ini karena manusia terpaksa mengadakan interaksi dengan berbagai lapisan makhluk. Dalam interaksi berbagai rasa akan lahir. Rasa yang timbul itu akan mempengaruhi tindakan, pendirian dan membentuk citra diri. Sehingga dalam mistik manusia dapat merenung, mencari, insaf, dan menaruh harapan.

Pythagoras, seorang ahli matematika zaman Yunani, memanfaatkan masa sebelum tidur dengan merenung kembali segala tindakan pada siang hari. Tujuannya adalah untuk tidak melakukan kesalahan yang berulang-ulang. Perbuatan ini juga dilakukan para ahli mistik agar untuk melaksanakan ritual itu harus bersungguh-sungguh. Ada hikmah di dalam manusia itu merenung. Dengan membuat renungan manusia dapat mengerti sesuatu bisikan. Dan dengan membuat renungan juga akan dapat memberi


(56)

keinsafan kepada diri manusia itu. Dengan merenung sesuatu yang tidak dapat ditangkap oleh akal dapat diselesaikan melalui gerak hati manusia. Dan dengan renungan juga membuat manusia insyaf.

Salah satu makna dari teks mistik : “Rabbi..

Jangan Kau-rahasiakan kebesaran Bukakan mata batinku yang rindu Melihat kehebatan-Mu

Dan kelemahanku”

Baris ‘…melihat kehebatan-Mu / dan kelemahanku ’ merupakan gambaran hati manusia perenung. Oleh sebab itu kehebatan yang ingin diketahui ialah kehebatan Tuhan dan kelemahan yang ingin diketahui ialah kelemahan dirinya. Maka gambaran tersebut merupakan usaha

penyempurnaan diri manusia kepada Tuhannya. Nilai estetika daripada ungkapan tersebut adalah wujud antara perkataan kehebatan dan

kelemahan. Dua perkataan tersebut dapat digolongkan ke dalam estetika tauhid, karena kehebatan yang ingin dilihat adalah kehebatan Tuhan, dan kelemahan yang ingin dilihat adalah kelemahan manusia. Hal ini

memperlihatkan hubungan vertikal antara manusia dengan Tuhannya, yaitu status manusia yang berada di bawah status Tuhannya. Salah satu contoh teks mistik lainnya,

“ya Allah jadikanlah aku penyayang di hati orang-orang mu’min. Dan tolonglah aku menjadi pemuda sampai 120 tahun, maka Allah

diantaranya.

Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Dan segala puji bagi llah, Tuhan sekalian alam.


(57)

Allah menahan orang-orang kafir, kembali kepada yang maha ada, maha hidup, maha berdiri, tuli, bisu, buta maka mereka tidak melihat. Tuli, bisu, buta, maka mereka tidak berkata-kata.

Tuli, bisu, buta, maka mereka tidak kembali. Allah tidak dapat di lihat dengan mata

Dan Dia maha lembut lagi baik

Katakanlah sesungguhnya keutamaan hanya pada Allah.

Allah senantiasa menghendaki setiap orang dan Allah maha besar, mencintai, memberi. Tiada Tuhan selain Allah, Muhammad

Rasulullah.”

Selamatan sering diadakan untuk menghormati dan sebagai rasa terima kasih kepada roh leluhur misal upacara Bersih Desa. Setiap 1 Suro

beberapa masyarakat gunung sering memberi sesaji keselamatan berupa kepala kerbau yang ditanam di puncak atau di kawah. Sesaji kepada roh leluhur masyarakat Melayu Batubara terkenal dengan upacara ritualnya.

Manusia juga sering memberi sesaji kepada mahkluk halus agar terhindar dari berbagai gangguan, sesaji pada umumnya berupa

makanan, minuman, bunga, uang, rokok, kadang pakaian, ada juga yang memberi sesaji minuman keras yang memabokkan. Untuk menghindari gangguan Makhluk Halus kadang manusia membuat rintangan dengan membuang buah-buahan yang berbau busuk atau bau-bauan lain yang tajam.

Manusia juga sering minta pertolongan mahluk halus di gunung-gunung tertentu, untuk berbagai keperluan misal minta keselamatan, kekayaan, kenaikan pangkat, penglarisan, jodoh, dll. Makhluk halus yang baik sering memberi pertolongan kepada pendaki gunung yang tersesat


(58)

Keinginan manusia tidak terbatas walaupun kemampuannya terbatas. Mereka ingin sesuatu yang terbaik. Oleh sebab keinginan yang tidak terbatas menyebabkan banyak yang mencari jati diri, mencari

meningkatkan ekonomi keluarga, mencari ilmu, mencari ketakwaan kepada Tuhan. Semuanya tergantung kepada tujuan manusia itu.

Berbeda dengan mistik, mistik tidak dapat dicari secara langsung, karena mistik hanya diketahui oleh manusia-manusia tertentu dan sifatnya

rahasia.

4.2 Manusia dengan Seni

Manusia juga dapat mencari hikmah di balik karya seni dalam

masyarakatnya. Sebagai contoh, pengharaman persembahan Makyong di Kelantan adalah dipercayai bahwa permainan tersebut bertolak belakang dengan ajaran Islam. Hal ini disebabkan kegiatan seni sastra, seni

budaya, seni rupa dan seni persembahan tidak seharusnya dilihat dari aspek seni semata-mata. Seni juga harus dapat memberi kebaikan dan menunjukkan kebesaran Pencipta. Betapa indah hasil suatu hasil karya seni jika tidak memberi manfaat untuk kesejahteraan manusia, baik di dunia dan di akhirat. Maka dari segi ajaran agama Islam hasil seni itu dianggap tidak bernilai. Seni yang dikenal Islam adalah seni yang tidak berlawanan dengan ajaran Islam.

Aspek utama yang dicari dalam sebuah karya ialah maknanya dan makna itu dapat memberi hikmah. Dengan adanya hikmah, maka karya itu dapat dianggap dapat melahirkan keindahan yang sempurna.


(59)

Menurut Zakaria Osman (1997 : 68) terdapat lima nilai yang dapat membina estetika dari pandangan Islam, yaitu nilai haram, nilai wajib, nilai harus, nilai sunat dan netral. Lima nilai tersebut dapat meningkatkan dan membuktikan kesempurnaan tauhid manusia, pengarang dan pembaca sebagai hamba Allah.

Manusia sebagai makhluk berakal akan menciptakan ekspresi hidupnya. Salah satu hasil ciptaan manusia adalah karya kesusastraan. Manusia menjadikan karya kesusastraan sebagai perantara

mengungkapkan isi hati. Dalam mistik, manusia membangunkan karya sastra berlandaskan Islam. Hal ini terdapat dalam teks mistik yang masih bertuliskan aksara Arab.

Ilmu mistik yang didapat oleh manusia terkadang bertolak belakang dengan ajaran Islam, sehingga dapat mendekati Syirik. Untuk menghindar dari hal yang demikian, para ahli mistik harus merasa yakin bahwa semua kejadian yang dilakukan karena Allah semata.

4.3 Manusia dengan Alam

Seperti makhluk Tuhan yang lain, alam juga merupakan sebagian dari kehidupan manusia. Unsur-unsur seperti siang, malam, matahari, bulan, bintang, tanah, laut, air, angin, pohon-pohon dan sebagainya tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Tuhan menciptakan alam untuk membantu manusia melangsungkan hidupnya. Alam dengan seribu unsur, estetika dan fenomena akan memberi pengertian tersendiri kepada


(60)

manusia yang berfikir. Manusia dapat mengambil hikmah dari kejadian-kejadian alam, dan manusia juga dapat mengenali dirinya dan sifat-sifat Tuhan dengan melihat rahasia alam. Manusia juga dapat hidup damai, aman, tentram, dan sejahtera dengan menggunakan alam. Alam dapat membuat manusia menjadi sadar akan kebesaran Tuhan Yang Maha Esa.

Mahkluk halus yang jahat sering kali mengganggu manusia, menculik manusia, membuat orang sakit, bahkan bisa membuat orang meninggal. Kehadiran Mahluk halus biasanya ditandai dengan adanya bau misalnya; campuran bau badeg, bacin dan langu; bau rebusan kentang bercampur bawang merah busuk; atau bau wangi yang merangsang hidung.

Kehadiran Mahkluk Halus kadang ditandai dengan bertiupnya udara dingin yang membuat bulu kuduk berdiri atau udara berasap semacam kabut. Gejala alam yang muncul kadang menjadi tanda kehadiran mahkluk halus, seperti angin kencang, petir, cahaya, bayangan, api, dll. Seringkali mahkluk halus hanya kedengaran suaranya tanpa wujud.

Di dalam mistik alam sering digunakan masyarakat Melayu Batubara menjadi media atau tempat dilaksanakannya sebuah ritual mistik. Hal ini dikarenakan ketaqwaan masyarakat Melayu terhadap Tuhan, karena Tuhan adalah pencipta alam semesta.

4.4 Manusia dengan Tuhan

Sebagai makhluk beragama, seorang dukun sering menggambarkan hubungan manusia dengan Tuhan. Hubungan berlaku secara vertikal,


(61)

artinya manusia sebagai makhluk dan Tuhan sebagai penciptanya. Dukun sering menjadikan mistik sebagai alat untuk melakukan sebuah ritual. Hal tersebut terbukti dengan teks mistik yang terdapat pada masyarakat Melayu Batubara, dan teks mistik tersebut biasanya bertuliskan bahasa Arab. Landasan dari teks mistik tersebut biasanya adalah Al-Qur’an dan Hadist.

Tuhan tidak hanya menciptakan manusia di dunia ini, Tuhan juga menciptakan malaikat, iblis, dan makhluk lainnya. Selain percaya akan adanya Tuhan sebagai manusia yang beriman, manusia juga percaya akan adanya Nabi-nabi yang menjadi Khalifah di muka bumi ini. Nabi bagi ummat Islam, pernah mengalami yang namanya mistik, dalam bahasa sederhananya kita sebut dengan mukjijat.


(62)

BAB V

Kesimpulan dan Saran 5.1 Kesimpulan

Setelah menulis menyelesaikan pembahasan dalam skripsi ini, kiranya dapat diambil kesimpulan. Masyarakat Melayu Batubara masih percaya dengan keberadaan mistik. Hal ini sudah menjadi turun temurun sejak zaman dahulu. Ada yang menggunakannya untuk kebaikan, dan ada yang menggunakannya untuk kejahatan. karena sebagai makhluk lemah yang mempunyai perasaan dan pikiran, manusia tidak dapat menghindar dari berbagai keinginan dan keterbatasan.

Dalam hal kepercayaan, masyarakat juga masih banyak yang menganggap gaib atau mistik itu jalan menuju perbuatan syirik (menduakan Tuhan). Hal ini karena sulit sekali orang percaya dengan sesuatu yang tidak nampak. Walaupun ada kepercayaan umum bahwa Tuhan juga menciptakan jin dan setan di muka bumi, tetapi masih ada yang belum yakin pengaruh yang tidak nampak. Oleh karena itu dalam mengerjakannya harus dibarengi dengan ibadah sholat. Sebab menurut masyarakat Melayu Batubara, siapa yang taat beragama dirinya tidak akan pernah tersentuh dengan hal-hal yang gaib. Bahkan sekuat apapun ilmu mistik seseorang tidak akan terkena dengan orang yang taat beragama. Hal ini yang membuat imej atau citra masyarakat Melayu di Batubara menjadi baik.

Dalam hal proses pengobatan, masyarakat Melayu Batubara percaya dengan pengobatan tumbuh-tumbuhan dari pada pengobatan yang terkait hal ghaib. Ini dikarenakan jenis pengobatan yang gaib hasilnya tidak


(63)

nampak, maka sulit untuk dibuktikan. Bisa diamati bahwa itu khususnya sulit untuk orang yang tidak percaya dengan mistik dan perpola-pikir yang logika. Memang kalau tidak percaya, sulit sekali untuk disembuhi karena tidak terbuka terhadap pengobatannya.

Dalam masyarakat yang menghadapi kemiskinan jenis pengobatan yang bisa menawar pilihan yang murah adalah pengobatan yang paling menarik atau pengobatan secara gaib. Disamping lebih murah, pengobatan juga sering memakai sistem biaya sukarela dan proses menyembuhkan agak cepat. Ada kecenderungan menciptakan pola kerukunan untuk masyarakat Melayu Batubara.

Hasilnya juga menyajikan bahwa ritual mistik dilihat sebagai hal yang khusus selain yang umum atau modern. Fakta bahwa kebanyakan responden biasanya tidak mempercayai mistik karena takut dikatakan syirik (menduakan Tuhan). Hal ini karena sulit sekali orang percaya dengan sesuatu yang tidak nampak. Walaupun ada kepercayaan umum bahwa Tuhan juga menciptakan jin dan setan di muka bumi, tetapi masih ada yang belum yakin pengaruh yang tidak nampak. Pada pihak yang lain orang yang yakin, berpikir bahwa resiko dari ritual mistik lebih ringan atau kemungkinan terjadi sesuatu, tergantung dengan sang dukun.

5.2 Saran

Ada kesadaran oleh dukun serta masyarakat bahwa hal-hal yang gaib dengan yang tidak gaib dibutuhkan. Hubungan di antara kedua-duannya bukan hubungan yang bersaing malahan saling pengertian saja. Ada tren


(64)

menurut pendapat para resonden bahwa masyarakat yang lebih menilai atau bersifat modern untuk tidak menganggap pola-pikir yang tidak logika, seperti kepercayaan mistik. Kalau tren ini menjadi semakin populer di masa depan lalu ada kecenderungan bahwa mistik yang terkait hal ghaib akan sulit diterima masyarakat tertentu ini. Walaupun, sejauh-jauhnya kepercayaan mistik masih kuat dalam budaya Melayu selalu ada tempat untuk melakukan kegiatan mistik pada masyarakat Melayu Batubara. Pada akhirnya kelestarian budaya Melayu pada masa depan terutama ditentukan kaum muda sekarang.

Apabila nilai mistik sebagai budaya memiliki nilai positif dalam arti memiliki keuntungan ekonomis sehingga berbentuk mitos dan kepercayaan masyarakat lokal dan pada akhirnya dapat dilindungi melalui perlindungan hukum terhadap folklore, maka keberadaan mistik masih tetap dapat dipertahankan.

Persoalannya menjadi pelik, apabila mistik sebagai suatu budaya tersebut setelah melalui prosesnya menjadi budaya hukum, terlalu dominan sehingga mempengaruhi pola pikir masyarakat, seperti dalam menentukan pilihan hukumnya pada pemilihan umum, atau wakil rakyat dalam menentukan ketentuan hukum apa yang perlu diatur. Hal ini dapat menjadi penghambat perkembangan hukum dalam beradaptasi pada perubahan dan kemajuan dunia. Oleh karenanya, keberadaan mistik sebagai suatu budaya hukum, harus ditempatkan pada posisi yang tepat, seperti hanya sebagai alat untuk mempengaruhi menjelang adanya pilihan hukum, tidak pada saat melakukan pilihan hukum dalam pemilihan umum ataupun harus disertai


(65)

dengan upaya pembuktian hukum yang tepat jika akan menjadi bagian ketentuan tertulis, seperti pengaturan mengenai santet dalam KUHPidana.


(66)

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Mohammad Daud, Hukum Islam : Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam di Indonesia : Jakarta, P.T Raja Grafindo Persada. 1994.

Alimuddin Ridwan, Development of Cultural Exchange Program Through Sailing Experience and Wooden Boatbuilding Technology in Sulawesi, Makassar, 2006.

Aminuddin. 1987. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung : Sinar Baru.

Eliade, Mircea. Mitos. (2002) : Gerak Kembali yang Abadi Kosmos dan Sejarah : Penerjemah, Cuk Ananta. Yogyakarta : Ikon Tera Litera.

Hadari Nawawi. 1991. Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta : Gadjahmada University Press.

Hasan, Fuad. Stadium General. Jakarta. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1998

H.B. Yasin. 1985. Tifa Penyair dan Daerahnya. Jakarta, Gunung Agung.

Koentjaraningrat. 1991. Metode-metode Penelitian Masyarakat Jakarta, Gramedia.


(1)

dengan upaya pembuktian hukum yang tepat jika akan menjadi bagian ketentuan tertulis, seperti pengaturan mengenai santet dalam KUHPidana.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Mohammad Daud, Hukum Islam : Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam di Indonesia : Jakarta, P.T Raja Grafindo Persada. 1994.

Alimuddin Ridwan, Development of Cultural Exchange Program Through Sailing Experience and Wooden Boatbuilding Technology in Sulawesi, Makassar, 2006.

Aminuddin. 1987. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung : Sinar Baru.

Eliade, Mircea. Mitos. (2002) : Gerak Kembali yang Abadi Kosmos dan Sejarah : Penerjemah, Cuk Ananta. Yogyakarta : Ikon Tera Litera.

Hadari Nawawi. 1991. Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta : Gadjahmada University Press.

Hasan, Fuad. Stadium General. Jakarta. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1998

H.B. Yasin. 1985. Tifa Penyair dan Daerahnya. Jakarta, Gunung Agung.

Koentjaraningrat. 1991. Metode-metode Penelitian Masyarakat Jakarta, Gramedia.


(3)

Mangunwijaya, Y.B Teknologi dan Dampak Kebudayaannya. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia 1987.

Maniyamin Bin Haji Ibrahim, 2005. Analisis Terhadap Kumpulan Puisi Islam. Karisma Publication, SDN BHD.

MH Amien Jaiz, Masalah Mistik Tasawuf & Kebatinan (PT Alma'arif, Bandung, Cetakan 1980)

Nazir, Mohammad. Metode Penelitian. Jakarta : Ghalia Indonesia, 1988

Osman, Mohd Taib, 1987. Pengajian Tinggi dan Isu-isu Lain. Jabatan Pengajian Melayu

Prent C.M. K. Kamus Latin-Indonesia. / K. Prent C.M.,Adisubrata (AM) W.J.S. Poerwadarminta Yogyakarta : Kanisius. 1969.

Prof. Dr. Hazairin SH almarhum dalam suatu tulisannya mengenai Ilmu Jagat Raya dalam bukunya Ajjamui Qur’an.

Ruslani. Tabir Mistik Alam Gaib dan Perdukunan. Yogyakarta, Qalam. 2004

Safian Hussain et . al. 1988. Glosari Istilah Kesusastraan. Kuala Lumpur, Dewan Bahasa dan Pustaka.

Shahnon Ahmad. 1991. Sastra Sebagai Seismograf Kehidupan. Kuala Lumpur, Dewan Bahasa dan Pustaka.


(4)

Shafie Abu Bakar. 1995, Takmilah : ‘Teori Sastra Islam’. S.Jaafar Husin. Ketaqwaan Melalui Kreativiti. Dewan Bahasa dan Pustaka.

Sohaimi Abdul Azis, 1992. Mobiliti Sosial Perspektif Barat dan Islam dalam Novel Terpilih Shahnon Ahmad. Kuala Lumpur Dewan Bahasa dan Pustaka.

Sukapiring, Peraturen. 1989. Pedoman Penulisan karya Ilmiah. Medan : Fakultas Sastra USU.

Sutan Takdir Alisjahbana. 1966. Puisi Baru. Petaling Jaya : Zaman Baru Limited.

Tim Penyusun ‘Citra’. 1994. Citra Manusia dalam Puisi Indonesia Modern. 1920-1960. Jakarta : Balai Pustaka.

Tuanku Luckman Sinar Basyarsyah II, S.H dan Drs. Syaifuddin, M.A, 2003, Jati Diri Melayu, Kebudayaan Melayu Sumatera Timur.

Wayland D. Hand,. 1985. The Brown Collection of North Carolina Folklore Jilid VI dan VI 1 Redaktur Bab Superstitious


(5)

Data Informan

Nama : Drs. Rizal Mahmuzar Umur : 38 tahun

Alamat : Kampung Panjang Pekerjaan : Pegawai

Nama : Ibrahim Somat Umur : 48 Tahun

Alamat : Prupuk Teluk Piai Pekerjaan : Pegawai

Nama : Niar Umur : 60 Tahun

Alamat : Prupuk Teluk Piai Pekerjaan : Petani

Nama : Pak Zaenal Umur : 63 Tahun

Alamat : Prupuk Dsn. II Binjai Pekerjaan : Nelayan


(6)

Nama : M. Cengkunek Umur : 56 Tahun

Alamat : Pantai Sejarah. Kampung Tengah Pekerjaan : Nelayan

Nama : Suroto Umur : 65 Tahun Alamat : Desa Pahang Pekerjaan : Pawang / penghulu

Nama : Chaidir Umur : 51 Tahun Alamat : Desa Pahang Pekerjaan : Berdagang

Nama : Pak Kipek Umur : 68 Tahun

Alamat : Nana Siam, dekat Titi Merah Pekerjaan : Beladang

Nama : Nur’aidah Umur : 72 Tahun Alamat : Desa Pahang Pekerjaan : Bertenun