LANDASAN TEORI ANALISIS EFISIENSI PENGELUARAN PEMERINTAH SEKTOR KESEHATAN DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2012 2014

15

BAB II LANDASAN TEORI

2.1 Pengeluaran Pemerintah

Pengeluaran pemerintah merupakan hal yang sangat penting karena menyangkut output yang dihasilkan untuk kepentingan hajat hidup orang banyak. Apabila pemerintah telah menetapkan kebijakan untuk membeli barang dan jasa, pengeluaran pemerintah mencerminkan biaya yang harus dikeluarkan untuk melaksanakan kebijakan tersebut Mangkoesoebroto, 1995:144. Perekonomian memerlukan regulasi atau campur tangan pemerintah untuk mengatur kegiatan ekonomi. Sejalan teori Keynes yang menyatakan bahwa sektor publik sebaiknya turut berperan dalam proses peningkatan perekonomian secara umum. Menurut Keynes, dalam sistem perekonomian, pihak swasta tidak boleh sepenuhnya diberi kewenangan untuk mengelola perekonomian. Secara umum peran pemerintah dalam perekonomian dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok Mangkoesoebroto, 1999:2, yaitu : a. Fungsi alokasi, yaitu mengalokasikan sumber daya yang digunakan dalam memproduksi barang yang berasal dari barang swasta atau barang publik. b. Fungsi distribusi, yaitu peran pemerintah dalam melakukan distribusi sumber daya bagi masyarakat. c. Fungsi stabilisasi, yaitu peran pemerintah dalam menjaga kestabilan penyerapan tenaga kerja, stabilitas harga, serta tingkat pertumbuhan ekonomi 16 yang tepat yang berdampak pada neraca perdagangan dan neraca pembayaran. Pengeluaran pemerintah merupakan alokasi anggaran yang disusun dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah APBD setiap tahunnya dengan tujuan untuk mensejahterakan masyarakat. Kebijakan pengeluaran pemerintah merupakan bagian dari kebijakan fiskal yang mencerminkan salah satu wujud intervensi pemerintah untuk mengatasi market failure dalam suatu perekonomian Kemenkeu, 2011. Pengeluaran pemerintah tercermin dalam anggaran belanja yang tertuang dalam APBD setiap tahunnya. Berdasarkan Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 dan Amandemen Permendagri Nomor 59 Tahun 2007, serta Permendagri Nomor 21 Tahun 2011, belanja pemerintah daerah adalah kewajiban pemerintah daerah yang diakui sebagai pengurangan kekayaan bersih bersih dalam periode tahun anggaran bersangkutan. Pemerintah daerah harus mengalokasikan belanja secara adil dan merata agar dapat menghasilkan peningkatan pelayanan dan kesejahteraan yang maksimal bagi masyarakat. Belanja daerah digunakan untuk pelaksanaan urusan pemerintah daerah yang menjadi kewenangan provinsi atau kabupatenkota yang terdiri dari urusan wajib dan urusan pilihan yang ditetapkan dengan ketentuan undang-undang Belanja penyelenggaraan urusan wajib diprioritaskan untuk melindungi dan meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat dalam upaya memenuhi kewajiban daerah yang diwujudkan dalam bentuk peningkatan pelayanan dasar, pendidikan, kesehatan, fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak serta mengembangkan sistem jaminan sosial. 17 Pengklasifikasian belanja daerah menurut fungsi yang digunakan untuk tujuan tujuan nasional terdiri dari : a pelayanan umum; b ketertiban dan ketentraman; c ekonomi; d lingkungan hidup; e perumahan dan fasilitas umum; f kesehatan; g pariwisata dan budaya; h pendidikan; dan i perlindungan sosial. Dalam mengalokasikan pengeluaran, pemerintah harus melakukan banyak pertimbangan, karena pemerintah tidak cukup hanya meraih tujuan akhir dari setiap kebijaksanaan pengeluarannya. Tetapi harus mempertimbangkan sasaran antara yang akan menikmati kebijaksanaan tersebut. Banyaknya pos-pos anggaran, sehingga pemerintah harus memprioritaskan alokasi anggaran untuk sektor-sektor yang menyangkut kebutuhan masyarakat luas. Menurut Mangkoesoebroto 1999:169, perkembangan teori makro mengenai pengeluaran pemerintah dapat dikelompokkan menjadi :

2.1.1 Model

Pembangunan tentang Perkembangan Pengeluaran Pemerintah Mangkoesoebroto 1999:169, model ini dikembangkan oleh Rostow dan Musgrave yang menghubungkan perkembangan pengeluaran pemerintah dengan tahapan pembangunan ekonomi. Pada tahap awal dari perkembangan ekonomi, persentase investasi yang dikeluarkan pemerintah dari total investasi sangat besar, hal ini disebabkan pada tahap ini pemerintah harus menyediakan prasarana, pendidikan, kesehatan, dan sebagainya. Pada tahap menengah pembangunan ekonomi, investasi pemerintah tetap diperlukan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, namun pada tahap ini peranan investasi swasta sudah semakin 18 membesar. Peranan pemerintah tetap besar pada tahap ini, untuk mengatasi kegagalan pasar yang ditimbulkan peran swasta. Sehingga pemerintah harus menyediakan barang dan jasa publik dalam jumlah yang lebih besar. Selain itu, pada tahap ini pembangunan ekonomi menyebabkan terjadinya hubungan antar sektor yang semakin rumit complicated. Pada tingkat ekonomi yang lebih lanjut, Rostow menjelaskan bahwa dalam pembangunan ekonomi, aktivitas pemerintah beralih dari penyediaan sarana dan prasarana menjadi pengeluaran-pengeluaran yang bersifat sosial seperti halnya, kesejahteraan hari tua program pelayanan masyarakat dan program bantuan yang bersifat sosial lainnya. Teori Rostow dan Musgrave merupakan suatu pandangan yang muncul dari pengamatan berdasarkan pembangunan ekonomi yang dialami oleh banyak negara, tetapi tidak didasarkan oleh suatu teori tertentu. Selain itu tidak jelas apakah tahap pertumbuhan ekonomi terjadi dalam tahap demi tahap, ataukah beberapa tahap dapat terjadi secara stimulan.

2.1.2 Hukum Wagner Tentang Perkembangan Pengeluaran Pemerintah

Wagner mengemukakan suatu teori mengenai perkembangan pengeluaran pemerintah yang semakin besar proporsinya terhadap GNP yang didasarkan pada pengamatan di negara maju. Hukum Wagner menyatakan bahwa dalam suatu perekonomian apabila pendapatan per kapita meningkat, secara relatif pengeluaran pemerintah pun akan meningkat. Dalam hal ini Wagner menerangkan mengapa peranan pemerintah semakin besar, yang terutama disebabkan karena pemerintah harus mengatur hubungan yang timbul dalam masyarakat, hukum pendidikan, rekreasi, kebudayaan, dan sebagainya. 19 Hukum Wagner menjelaskan tentang perkembangan pengeluaran pemerintah ditunjukkan dalam gambar berikut, dimana kenaikan pengeluaran pemerintah mempunyai bentuk eksponensial yang ditunjukkan oleh kurva 1, dan bukan seperti yang ditunjukkin oleh kurva 2. Proses eksponensial menunjukkan bahwa pengeluaran pemerintah akan terus meningkat dari waktu ke waktu. Gambar 2.1 Kurva Hukum Aktivitas Pemerintah yang Selalu Meningkat Sumber : Mangkoesoebroto 1999:172

2.1.3 Teori Peacock dan Wiseman

Teori Peacock dan Wiseman didasarkan pada suatu analisa bahwa pemerintah senantiasa berusaha untuk memperbesar pengeluaran dan sebaliknya, Masyarakat tidak suka membayar pajak yang semakin besar untuk membiayai pengeluaran pemerintah yang semakin besar tersebut. Oleh karena itu, teori Peacock dan Wiseman merupakan dasar dari teori pemungutan suara. Peacock dan Wiseman mendasarkan teori mereka pada suatu teori bahwa masyarakat jsPengeluaran PemerintahGDP Kurve 1 Kurve 2 Z = Kurve perkembangan pengeluaran pemerintah Waktu 1 2 3 4 5 20 mempunyai suatu tingkat toleransi pajak, yaitu suatu tingkat dimana masyarakat dapat memahami besarnya pungutan pajak yang dibutuhkan oleh pemerintah untuk membiayai pengeluaran pemerintah. Perkembangan ekonomi menyebabkan pemungutan pajak yang semakin meningkat, meskipun tarif pajak tidak berubah, dan meningkatnya penerimaan pajak menyebabkan pengeluaran pemerintah juga semakin meningkat. Perkembangan pengeluaran pemerintah tidak hanya dari teori makro, tetapi ada juga teori mikro. Tujuan teori mikro mengenai perkembangan pengeluaran pemerintah adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang menimbulkan permintaan akan barang publik dan faktor-faktor yang menimbulkan tersedianya barang publik. Interaksi antara permintaan dan penawaran untuk barang publik menentukan jumlah barang publik yang akan disediakan melalui anggaran belanja. Jumlah barang publik tersebut selanjutnya akan menimbulkan permintaan akan barang lain. Sebagai contoh, pemerintah menetapkan akan membuat sebuah kapal, maka ini akan menimbulkan permintaan akan barang lain yang dihasilkan oleh sektor swasta, seperti semen, baja, alat-alat pengangkutan dan seagainya. Teori mikro mengenai pengeluaran pemerintah dapat dirumuskan sebagai berikut: Penentuan Permintaan; Keterangan : G = Vektor dari barang publik X = Vektor barang swasta 21 I = individu; i = 1, …, m U = fungsi utilitas. Permintaan akan barang-barang publik dan barang-barang swasta tergantung pada kendala anggaran bugjet constraints. Perkembangan pengeluaran pemerintah dapat dijelaskan dengan faktor-faktor di bawah ini : 1. Perubahan permintaan akan barang publik; 2. Perubahan dari aktivitas pemerintah dalam menghasilkan barang publik, dan juga perubahan dari kombinasi faktor produksi yang digunakan dalam proses produksi; 3. Perubahan kualitas barang publik; 4. Perubahan harga-harga faktor-faktor produksi.

2.2 Klasifikasi Pengeluaran Pemerintah

Menurut Suparmoko 1996, Pengeluaran pemerintah dapat dinilai dari berbagai segi sehingga dapat dibedakan menjadi empat klasifikasi sebagai berikut: a. Pengeluaran pemerintah merupakan investasi untuk menambah kekuatan dan ketahanan ekonomi di masa yang akan datang. b. Pengeluaran pemerintah langsung memberikan kesejahteraan bagi masyarakat. c. Pengeluaran pemerintah merupakan pengeluaran yang akan datang. d. Pengeluaran pemerintah merupakan sarana penyedia kesempatan kerja lebih banyak dan penyebaran daya beli yang lebih luas. Berdasarkan penilaian tersebut, pengeluaran pemerintah dapat dibedakan menjadi sebagai sebagai berikut : 22 a. Pengeluaran yang self liquiditing atau seluruhnya, artinya pengeluaran pemerintah mendapatkan pembayaran kembali dari masyarakat yang menerima jasa atau barang yang bersangkutan. Contohnya, pengeluaran untuk jasa negara, atau untuk proyek-proyek produktif barang ekspor. b. Pengeluaran yang reproduktif, artinya mewujudkan keuntungan-keuntungan ekonomi bagi masyarakat, dimana dengan naiknya tingkat penghasilan dan sasaran pajak yang lain pada akhirnya akan menaikkan penerimaan pemerintah. Misalnya, pengeluaran untuk bidang pengairan, pertanian, pendidikan, dan kesehatan masyarakat publik health. c. Pengeluaran yang tidak self liquiditing maupun yang tidak produktif, yaitu pengeluaran yang langsung menambah kegembiraan dan kesejahteraan masyarakat. Misalnya, untuk bidang rekreasi, pendirian monument, objek- objek pariwisata dan sebagainya. Hal ini dapat juga menaikkan penghasilan dalam kaitannya jasa-jasa tadi. d. Pengeluaran yang secara langsung tidak produktif dan merupakan pemborosan, misalnya untuk pembiayaan pertahanan atau perang meskipun pada saat pengeluaran terjadi penghasilan yang menerimanya akan naik. e. Pengeluaran yang merupakan penghematan di masa yang akan datang. Misalnya pengeluaran untuk anak-anak yatim piatu. Jika hal ini tidak dijalankan sekarang, kebutuhan-kebutuhan pemeliharaan bagi mereka dimasa yang akan datang pasti akan lebih besar. Berdasarkan tujuannya pengeluaran pemerintah dibedakan dalam dua klasifikasi, yaitu : 23 a. Pengeluaran rutin adalah anggaran yang disediakan untuk menyelenggarakan tugas umum pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan. Pengeluaran ini meliputi belanja pegawai, belanja barang, berbagai macam subsidi subsidi daerah dan subsidi harga barang, angsuran dan bunga utang pemerintah, serta jumlah pengeluaran lain. Anggaran pengeluaran rutin memegang peran penting untuk menunjang kelancaran mekanisme sistem pemerintahan serta upaya peningkatan efisiensi dan produktifitas, yang pada gilirannya akan menunjang tercapainya sasaran dan tugas setiap tahap pembangunan. Penghematan dan efisiensi tersebut antara lain diupayakan malalui pinjaman alokasi pengeluaran rutin, pengendalian dan koordinasi pelaksanaan pembelian barang dan jasa kebutuhan departemennon lembaganon departemen, dan pengurangan berbagai macam subsidi secara bertahap. b. Pengeluaran pembangunan merupakan pengeluaran yang betujuan untuk pembiayaan proses perubahan, yang merupakan kemajuan dan perbaikan menuju arah yang ingin dicapai. Pengeluaran pembangunan bersifat menambah modal masyarakat baik dalam bentuk pembangunan fisik maupun non fisik. Di samping itu, pengeluaran pembangunan juga ditujukan untuk membiayai program-program pembangunan sehingga anggarannya selalu disesuaikan dengan dana yang berhasil dimobilisasi. Dana tersebut kemudian dialokasikan pada berbagai bidang sesuai dengan prioritas yang telah direncanakan. Berdasarkan kajian teori yang telah dikemukakan di atas yang dimaksud pengeluaran pemerintah dalam penelitian ini adalah pengeluaran pemerintah 24 sektor kesehatan. Pemerintah memegang peranan penting dalam menetapkan alokasi pengeluaran sektor kesehatan melalui penyediaan sarana dan prasarana kesehatan yang dibutuhkan masyarakat. Pengeluaran pemerintah sektor kesehatan pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui penyediaan sarana dan prasarana serta kualitas dan pelayanan kesehatan yang optimal. Selain itu di dukung dari teori Peacock dan Wiseman yang serupa dengan teori Wagner yaitu pemerintah senantiasa berusaha memperbesar pengeluarannya atau sebaliknya. Berdasarkan data periode penelitian tahun 2012- 2014, pengeluaran pemerintah sektor kesehatan menunjukkan peningkatan setiap tahunnya. Hal ini mengindikasikan bahwa sektor kesehatan menjadi prioritas utama dalam pembangunan ekonomi.

2.3 Pengeluaran Pemerintah Sektor Kesehatan

Kesehatan merupakan salah satu kebutuhan dasar bagi masyarakat, oleh karena itu kesehatan adalah hak bagi setiap warga masyarakat yang dilindungi Undang-Undang Dasar. Menurut UU No. 36 Tahun 2006, kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik mental, spiritual, maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Perbaikan pelayanan kesehatan pada dasarnya merupakan suatu investasi sumber daya manusia untuk mencapai masyarakat yang sejahtera. Dengan demikian, kesehatan menjadi perhatian utama pemerintah sebagai penyelenggara pelayanan publik. Pengeluaran sektor kesehatan termasuk dalam klasifikasi belanja menurut fungsi. Belanja kesehatan adalah belanja daerah yang dikeluarkan untuk 25 meningkatkan kualitas kesehatan dan pelayanan seperti pembelian obat, fasilitas kesehatan, dan gedung kesehatan. Mill dan Gilson 1990:125, membatasi ruang lingkup sektor kesehatan ke dalam lima aspek, yaitu : a. Pelayanan kesehatan, jasa-jasa sanitasi lingkungan air, sanitasi, pengawasan polusi, keselamatan kerja, dan lain-lain; b. Rumah sakit, institusi kesejahteraan sosial; c. Pendidikan, pelatihan-pelatihan, penelitian medis murni; d. Pekerjaan medis-sosial, kerja sosial; e. Praktis medis yang mendapat pendidikan formal, penyedia pelayanan kesehatan tradisional; Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, menyebutkan bahwa anggaran kesehatan pemerintah dialokasikan minimal 5 lima persen dari APBN di luar gaji. Adapun untuk anggaran kesehatan pemerintah daerah provinsi dan kabupatenkota dialokasikan minimal 10 sepuluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja daerah di luar gaji. Anggaran kesehatan diprioritaskan untuk kepentingan pelayanan publik yang besarannya sekurang-kurangnya 23 dua pertiga dari anggaran kesehatan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara dan anggaran pendapatan dan belanja daerah. Pada dasarnya tujuan pembangunan kesehatan adalah untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang baik. Salah satu faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya pencapaian derajat kesehatan adalah seberapa besar tingkat pembiayaan untuk sektor kesehatan Atmawikarta, 2005. Semakin besar belanja 26 sektor kesehatan, maka semakin baik derajat kesehatan masyarakat. Indikator yang dapat digunakan untuk mengukur derajat kesehatan masyarakat pada umumnya tercermin dalam kondisi angka kematian, angka kesakitan dan status gizi Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, 2016. Hasil dari pembiayaan untuk sektor kesehatan bertujuan untuk meningkatkan derajat dan status kesehatan masyarakat melalui ketersediaan dan keterjangkauan fasilitas dan layanan kesehatan. Penyediaan fasilitas kesehatan yang terjangkau dan memadai menjadi salah satu tugas pemerintah dalam rangka menciptakan pembangunan menusia. Pengeluaran pemerintah sektor kesehatan ini dianggarkan setiap tahunnya dalam APBD dan digunakan untuk meningkatkan kualitas dan pelayanan kesehatan seperti pembelian obat, fasilitas dan gedung kesehatan Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. Anggaran belanja fungsi kesehatan diklasifikasikan menjadi subfungsi: 1 obat dan peralatan kesehatan; 2 pelayanan kesehatan perorangan; 3 pelayanan kesehatan masyarakat; 4 keluarga berencana; 5 penelitian dan pengembangan kesehatan. Menurut Tjiptoherijanto dan Soesetyo 1994:101, menyebutkan bahwa secara umum sumber pembiayaan untuk upaya kesehatan dapat digolongkan sebagai sumber pemerintah dan sumber non-pemerintah masyarakat dan swasta. Sumber pemerintah dapat berasal dari pemerintah dalam negeri dan luar negeri. Sumber pembiayaan bisa berasal dari perpajakan, pembiayaan dari defisit anggaran pemerintah, pembebanan cukai, serta asuransi kesehatan. Adapun sumber biaya masyarakat atau swasta dapat berasal dari pengeluaran rumah 27 tangga atau perorangan out of pocket, perusahaan swastaBUMN, badan penyelenggara beberapa jenis jaminan pembiayaan kesehatan termasuk asuransi kesehatan untuk membiayai pesertanya, dan lembaga non-pemerintah yang umumnya digunakan untuk kegiatan kesehatan yang bersifat sosial dan kemasyarakatan.

2.4 Aspek Kesehatan dalam Kajian Ilmu Ekonomi

Ilmu ekonomi pada dasarnya adalah mengkaji tentang alternatif penggunaan sumberdaya yang langka dan terbatas secara efisien. Pertimbangan ekonomi memegang peran penting hampir di semua aspek kehidupan manausia, seperti di sektor pertanian, perumahan, perindustrian, perdagangan, dan juga kesehatan. Menurut Mills dan Gilson 1990:2 mendefinisikan ekonomi kesehatan sebagai penerapan teori, konsep dan teknik ilmu ekonomi pada sektor kesehatan, sehingga dengan demikian ekonomi kesehatan berkaitan erat dengan hal-hal sebagai berikut: a. Alokasi sumber daya diantara berbagai upaya kesehatan; b. Jumlah sumber daya yang digunakan dalam pelayanan kesehatan; c. Pengorganisasian dan pembiayaan dari berbagai pelayanan kesehatan; d. Efisiensi pengalokasian dan penggunaan berbagai sumber daya; e. Dampak upaya pencegahan, pengobatan, dan pemulihan kesehatan pada individu dan masyarakat. Beberapa ekonom menganggap bahwa kesehatan merupakan fenomena ekonomi baik jika dinilai dari stok maupun sebagai investasi. Sehingga fenomena kesehatan menjadi variabel yang nantinya dapat dianggap sebagai faktor produksi 28 untuk meningkatkan nilai tambah barang dan jasa, atau sebagai suatu sasaran dari tujuan-tujuan yang ingin dicapai baik oleh indinvidu, rumah tangga maupun masyarakat, yang dikenal sebagai tujuan kesejahteraan “welfare objective”. Oleh karena itu kesehatan dianggap sebagai modal dan memiliki tingkat pengembalian yang positif baik untuk individu maupun untuk masayarakat.

2.5 Pengukuran Kinerja, Hasil, dan Indikator dalam Kesehatan

Mardiasmo 2002:121 menyatakan pengukuran kinerja sangat penting untuk menilai akuntabilitas organisasi dan manager dalam menghasilkan pelayanan publik yang lebih baik. Akuntabilitas bukan sekedar kemampuan menunjukkan bagaimana uang publik dibelanjakan, akan tetapi meliputi kemampuan menunjukkan bagaimana uang publik dibelanjakan secara ekonomis, efisien, dan efektif. Pengukuran kinerja sektor publik adalah suatu sistem yang bertujuan untuk membantu manajer publik menilai pencapaian suatu strategi melalui alat ukur finansial dan nonfinansial. Pengukuran kinerja sektor publik dilakukan untuk memenuhi tiga tujuan, yaitu: 1. Pengukuran kinerja sektor publik dimaksudkan untuk membantu memperbaiki kinerja pemerintah. Ukuran kinerja ini berfokus pada tujuan dan sasaran program unit kerja. Sehingga akan meningkatkan efisiensi dan efektifitas organisasi sektor publik dalam pemberian pelayanan publik. 2. Pengukuran kinerja sektor publik digunakan untuk pengalokasian sumber daya dan pembuatan keputusan. 3. Pengukuran kinerja sektor publik digunakan untuk mewujudkan pertanggungjawaban publik dan memperbaiki komunikasi kelembagaan. 29 Pengukuran kinerja pada organisasi pemerintah tidak dapat dinilai dari sisi output yang dihasilkan saja, akan tetapi harus mempertimbangkan input, output, dan outcome secara bersama-sama. Bahkan, untuk beberapa hal perlu ditambahkan pengukuran distribusi dan cakupan layanan equity and service coverage. Permasalahan yang sering dihadapi oleh pemerintah dalam melakukan pengukuran kinerja adalah sulitnya mengukur output, karena output yang dihasilkan tidak selalu berupa output yang berwujud, akan tetapi lebih banyak berupa intangible output. Permasalahan teknis yang dihadapi pada saat pengukuran ekonomi, efisiensi, dan efektifitas value for money organisasi adalah bagaimana membandingkan input dengan output untuk menghasilkan ukuran efisiensi yang memuaskan jika output yang dihasilkan tidak dapat dinilai dengan harga pasar. Solusi praktis atas masalah tersebut adalah dengan cara membandingkan input finansial biaya dengan output nonfinansial, misalnya biaya unit unit cost statistics. Berdasarkan kajian teori diatas dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya kegaiatan operasional dikatakan ekonomis bila dapat mengurangi biaya yang tidak perlu efisiensi. Dalam hal ini, peningkatan pengeluaran pemerintah sektor kesehatan mestinya dapat memberikan peningkatan manfaat yang lebih besar untuk output dan outcome nya. Sama halnya ilmu ekonomi, sektor kesehatan berkaitan erat dengan pengalokasian, pembiayaan, dan penggunaan sumber daya yang sering disebut ekonomi kesehatan. Oleh karena itu sektor kesehatan perlu adanya pengukuran hasil kesehatan untuk membandingkan nilai masukan dan 30 keluaran guna mengevaluasi efisiensi ekonominya. Hasil dari pengukuran kesehatan ini diwujudkan dalam status kesehatan yang akan dicapai. Rencana Strategis Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2013- 2018, telah menetapkan indikator-indikator yang mengacu pada Indonesia Sehat, yaitu: 1. Indikator proses dan masukan input, indikator ini terdiri dari pelayanan kesehatan, sumber daya kesehatan, manajemen kesehatan, dan indikator- indikator kontribusi terkait sektor tersebut. 2. Indikator hasil antara intermediate output, indikator ini yang akan mempengaruhi hasil akhir, seperti keadaan lingkungan, perilaku hidup masyarakat, serta indikator-indikator akses dan mutu pelayanan kesehatan. 3. Indikator hasil akhir outcomes, yaitu derajat kesehatan. Indikator ini terdiri dari indikator mortalitas kematian, yang dipengaruhi oleh indikator- indikator mordibitas kesakitan dan status gizi.

2.6 Konsep Efisiensi

Kawedar et al. 2008:133 menyatakan mengukur efisiensi dapat dilihat dari dua sisi yaitu biaya yang dikeluarkan per satuan produk input ke output atau produk yang dihasilkan per satuan sumber daya output ke input. Efisiensi merupakan perbandingan output dibagi input sehingga diperoleh formula sebagai berikut : Menurut Mardiasmo 2002:132-134, pengukuran efisiensi dilakukan dengan menggunakan perbandingan antara output yang dihasilkan terhadap input 31 yang digunakan. Semakin besar output dibanding input, maka semakin tinggi tingkat efisiensi. Proses kegiatan operasional dapat dikatakan efisien apabila suatu produk atau hasil kerja tertentu dapat dicapai dengan penggunaan sumber daya dan dana yang serendah-rendahnya spending well. Rasio efisiensi tidak dinyatakan dalam bentuk absolut tetapi dalam bentuk relatif. Unit A adalah lebih efisien dibanding unit B, unit A lebih efisien tahun ini dibanding tahun lalu, dan seterusnya. Karena efisiensi diukur dengan membandingkan keluaran dan masukan maka perbaikan efisiensi dapat dilakukan dengan cara : a. Meningkatnya output pada tingkat input yang sama; b. Meningkatkan output dalam proporsi yang lebih besar daripada proporsi peningkatan input; c. Menurunkan input pada tingkatan output yang sama; d. Menurunkan input dalam proporsi yang lebih besar daripada proporsi penurunan output. Efisiensi dapat dibagi menjadi dua yaitu efisiensi alokasi dan efisiensi teknis manajerial. Efisiensi alokasi terkait dengan kemampuan untuk mendayagunakan sumber daya input pada tingkat kapasitas optimal. Efisiensi teknis manajerial terkait dengan kemampuan mendayagunakan sumber daya input pada tingkat ouput tertentu Mardiasmo, 2002:134. Nicholson dalam Supiati, 2014, menyatakan bahwa efisiensi dibagi menjadi dua, yaitu efisiensi teknis fechnical efficiency dan efisiensi ekonomi cost efficiency. Efisiensi teknis adalah pilihan proses produksi yang menghasilkan output tertentu dengan meminimalisasi sumber daya. Kondisi 32 efisiensi teknis ini digambarkan oleh titik-titik di sepanjang kurva isoquan. Efisien ekonomi adalah bahwa pilihan apapun teknik yang digunakan dalam kegiatan produksi haruslah yang meminimumkan biaya. Pada efisiensi ekonomis, kegiatan perusahaan akan dibatasi oleh garis anggaran yang dimiliki oleh perusahaan tersebut isocost. Jafarov dan Gunnarson 2008 menyatakan bahwa pada dasarnya kinerja suatu perusahaan diukur dengan menggunakan efisiensi ekonomi. Efisiensi ekonomi terdiri atas efisiensi teknis technical efficiency dan efisiensi alokasi allocative efficiency. Efisiensi teknis adalah kombinasi antara kapasitas dan kemampuan unit ekonomi untuk memproduksi sampai tingkat output maksimum dari sejumlah input yang digunakan. Sedangkan efisiensi alokasi adalah kemampuan dan kesediaan unit ekonomi yang digunakan dalam proses produksi pada tingkat harga relatif. Pengukuran efisiensi sektor publik khususnya dalam pengeluaran belanja pemerintah didefinisikan sebagai suatu kondisi ketika tidak mungkin lagi realokasi sumber daya yang dilakukan mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dengan kata lain, efisiensi pengeluaran belanja pemerintah daerah diartikan ketika setiap rupiah yang dibelanjakan oleh pemerintah daerah menghasilkan kesejahteraan mesyarakat yang paling optimal. Ketika kondisi tersebut terpenuhi, maka dikatakan belanja pemerintah telah mencapai tingkat yang efisien Kurnia, 2006. Berkaitan dengan efisiensi pengeluaran pemerintah menurut Guritno dalam Balitbangda dan Trimitra 2008: 178, peranan pemerintah untuk 33 mengalokasikan anggaran dan sekaligus menjamin tercapainya penggunaan anggaran sumber daya secara efisien. Pada suatu sisi pengeluaran pemerintah bersifat included, dan pada sisi lain terdapat kendala kemampuan finansial budget constraint karena itu efisiensi diukur dari apakah pengeluaran pemerintah telah sesuai dengan kenaikan anggaran yang tersedia. Penelitian serupa yang dilakukan oleh Jafarov dan Gunnarsson 2008 mengukur efisiensi sektor publik maka digunakan pengukuran efisiensi teknis dimana nilai efisiensi diukur dengan menggunakan sejumlah input yang digunakan untuk menghasilkan sejumlah output tertentu. Lebih lanjut dalam pengukuran efisiensi sektor publik, efisiensi teknis dapat dibagi ke dalam tiga jenis, yaitu efisiensi teknis biaya technical cost efficiency, efisiensi teknis sistem technical system efficiency, dan efisiensi keseluruhan over all efficiency. Efisiensi teknis biaya merupakan pengukuran tingkat penggunaan sarana ekonomi sejumlah input berupa besarnya nilai nominal belanja kesehatan yang dikeluarkan oleh pemerintah untuk menghasilkan sejumlah output berupa indikator output hasil antara ouput intermediate yang terdiri dari fasilitas dan layanan kesehatan. Kondisi efisien akan tercapai ketika sejumlah nominal belanja kesehatan yang dikeluarkan dalam jumlah tertentu dapat menghasilkan output berupa fasilitas dan layanan kesehatan yang maksimum. Efisiensi teknis sistem merupakan pengukuran tingkat penggunaan sejumlah input berupa indikator ouput intermediate untuk menghasilkan sejumlah output berupa indikator hasil akhir outcomes yaitu derajat kesehatan masyarakat. Kondisi efisien akan tercapai jika penggunaan sejumlah input berupa fasilitas dan 34 layanan kesehatan dalam jumlah tertentu akan menghasilkan output berupa derajat kesehatan yang maksimum. Pengukuran efisiensi keseluruhan dilakukan dengan cara menghubungkan secara langsung penggunaan indikator input berupa belanja kesehatan dengan hasil outcome kesehatan berupa derajat kesehatan masyarakat sebagai ouputnya. Kondisi yang efisien akan terjadi jika dengan besarnya belanja kesehatan sejumlah tertentu dapat menghasilkan derajat kesehatan masyarakat yang optimum.

2.7 Pengukuran Efisiensi dengan Metode

Data Envelopment Analysis DEA Menurut Prajanti 2013:12, dalam mengukur efisiensi produksi dapat dilakukan dengan pendekatan non-parametrik dengan Data Envelopment Analysis DEA. Data Envelopment Analysis DEA adalah suatu metode yang digunakan untuk mengevaluasi tingkat efisiensi suatu unit kerja dengan variabel multiple output dan multiple input melalui pendekatan linear programming. DEA bekerja dengan langkah mengidentifikasi unit-unit yang akan dievaluasi, input serta output unit tertentu. Kemudian dihitung nilai produktivitas dan mengidentifikasi unit mana yang tidak menggunakan input secara efisien atau tidak menghasilkan output secara efektif. Produktivitas yang diukur bersifat relatif, karena hanya membandingkan antar unit pengukuran dari 1 set data yang sama. DEA adalah model analisis faktor produksi untuk mengukur tingkat efisiensi relatif dari set unit kegiatan ekonomi UKE. Skor efisiensi dari banyak faktor input dan output dirumuskan sebagai berikut : 35 Efficiency = Selain itu, unit-unit yang melibatkan dalam perhitungan dari gabungan UKE dapat digunakan sebagai acuan untuk meningkatkan UKE yang tidak efisien. DEA juga mempertimbangkan menghitung perbaikan yang diperlukan di dalam masukan input yang tidak efisien agar menjadi efisien Prajanti, 2013:24. DEA merupakan sebuah metode optimasi matematika yang mengukur efisiensi teknik suatu unit kegiatan ekonomi UKE, dan membandingkan secara relatif terhadap UKE yang lain Rusydiana, 2013:26. Efisiensi relatif UKE dalam DEA, adalah rasio dari total output tertimbang dibagi total input tertimbang total weighted outputtotal weighted input. Inti dari DEA adalah menentukan bobot weighted atau timbangan untuk setiap variabel-variabel input maupun output yang ada, asalkan mampu memenuhi dua kondisi yang disyaratkan. Adapun kedua kondisi yang disyaratkan yaitu: a. Bobot tidak boleh negatif; b. Bobot harus bersifat universal. Hal ini berarti setiap UKE dalam sampel harus dapat menggunakan seperangkat bobot yang sama untuk mengevaluasi rasionya total weighted outputtotal weighted input dan rasio tersevut tidak lebih dari 1 total weighted outputtotal weighted input ≤ 1. Unit kegiatan ekonomi UKE dikatakan efisien secara relatif apabila nilai dualnya sama dengan 1 nilai efisiensi 100 persen, sebaliknya apabila nilai dualnya kurang dari 1 maka UKE bersangkutan dianggap tidak efisien secara relatif Rusydiana, 2013:28. 36 Efisiensi yang diukur oleh analisis DEA memiliki karakter berbeda dengan konsep efisiensi umumnya : 1. Efisiensi yang diukur adalah bersifat teknis, bukan ekonomis. Artinya analisis DEA hanya memperhitungkan nilai absolute dari suatu variabel. Satuan dasar pengukuran yang mencerminkan nilai ekonomis dari tiap-tiap variabel seperti harga, berat, panjang, isi, dan lainnya tidak dipertimbangkan. Oleh karenanya dimungkinkan suatu pola perhitungan kombinasi berbagai variabel dengan satuan yang berbeda-beda. 2. Nilai efisiensi yang dihasilkan bersifat relatif atau hanya berlaku dalam sekumpulan Unit Kegiatan Ekonomi UKE yang diperbandingkan Nugroho, 2003. Analisis DEA memiliki dua model orientasi yaitu berorientasi input Input-Oriented Measures dan berorientasi output Output-Oriented Measures Rusydiana, 2013:16. Pengukuran berorientasi input Input-Oriented Measures menunjukkan untuk penekanan sejumlah input dapat dikurangi secara proporsional tanpa mengubah jumlah output yang dihasilkan. Selanjutnya, pengukuran berorientsi output Output-Oriented Measures mengukur bilamana sejumlah output dapat ditingkatkan secara proporsional tanpa mengubah jumlah input yang digunakan. Kedua oreintasi ini dapat berasumsi constant return to scale CRS dan variable return scale VRS. Menurut Rusdydiana 2013:22, dalam perkembangannya pendekatan DEA ada dua model yang digunakan yaitu model constant return to scale CRS yang dikembangkan oleh Charness, Cooper dan Rhodes Model CCR dan model 37 variable return scale VRS yang dikembangkan oleh Banker, Charnes, dan Cooper Model BCC. Bentuk dasar DEA berasumsi adanya Constan Return to Scale CRS, model ini mengasumsikan bahwa rasio antara penambahan input dan output adalah sama. Artinya jika ada tambahan input sebesar x kali, maka output akan meningkat sebesar x kali juga. Asumsi yang lain yang digunakan dalam model ini adalah bahwa setiap perusahaan atau unit kegiatan ekonomi UKE beroperasi pada skala optimal. Nilai efisiensi selalu kurang atau sama dengan 1, UKE yang nilai efisiensinya kurang dari 1 berarti inefisiensi sedangkan UKE yang nilai efisiensinya sama dengan 1 berarti UKE tersebut efisien. Model Variable Return to Scale VRS merupakan pengembangan dari model CCR. Model ini beranggapan bahwa perusahaan tidak atau belum beroperasi pada skala yang optimal. Asumsi dari model ini adalah bahwa rasio antara penambahan input dan output tidak sama. Artinya, penambahan input sebesar x kali tidak akan menyebabkan output meningkat sebesar x kali, bisa lebih kecil atau lebih besar dari x kali. Secara singkat, pada umumnya metode DEA memiliki keunggulan dan kelemahan sebagai berikut : 1. Keunggulan DEA a. Dapat menangani banyak input dan output; b. Tidak perlu asumsi hubungan fungsional antara variabel input dan output; c. Unit kegiatan ekonomi UKE dibandingkan secara langsung dengan sesamanya; 38 d. Input dan output dapat memiliki satuan pengukuran yang berbeda. Sebagai contoh X1 dapat dalam unit dan X2 dapat dalam dollar tanpa apriori keduanya. 2. Keterbatasan DEA a. Bersifat simple spesifik; b. Merupakan extreme point technique, kesalahan pengukuran dapat bersifat fatal; c. DEA sangat bagus untuk estimasi efisiensi relatif UKE unit kegiatan ekonomi tetapi sangat lambat untuk mengukur efisiensi absolut, dengan kata lain bisa membandingkan sesama UKE tetapi bukan membandingkan maksimisasi secara teori; d. Uji hipotesis secara statistik atas hasil DEA sulit dilakukan; e. Menggunakan perumusan linear programming terpisah untuk tiap UKE; f. Bobot dan input yang dihasilkan oleh DEA tidak dapat ditafsirkan dalam nilai ekonomi. g. Hanya mengukur produktivitas relatif dari unit kegiatan ekonomi bukan produktivitas absolut.

2.8 Penelitian Terdahulu

Penelitian terhadap efisiensi pengeluaran pemerintah ini bersifat universal. Terdapat beberapa literatur yang telah membahas efisiensi belanja publik di berbagai negara. Berikut beberapa penelitian terdahulu yang menunjang serta menjadi acuan dalam penelitian ini. 39 Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu No Judul dan Nama Peneliti Variabel dan Teknik Alat Analisis Hasil Penelitian 1. Analisis Efisiensi Belanja Daerah di Kabupaten Sumbawa Studi Kasus Bidang Pendidikan dan Kesehatan Indriati, Neneng Erlina,2014 Variabel input: belanja pendidikan dan belanja kesehatan. Variabel Output intermediate: Fasilitas dan layanan pendidikan berupa rasio guru per murid dan rasio kelas per murid Fasilitas dan layanan kesehatan berupa rasio jumlah dokter per 1000 penduduk, rasio tenaga kesehatan per 1000 orang dan imunisasi campak. Variabel outcome: Pendidikan rata-rata nilai UN dan angka kelulusan AL Kesehatan AKB dan AKB Metode Data Envelopment Analysis DEA dengan menggunakan software DEA online software DEAOS. 1. Secara rata-rata terjadi inefisiensi 2. Efisiensi teknis biaya bidang pendidikan : Kecamatan Batu Lanteh, sedangkan efisiensi teknis sistem : Kecamatan Sumbawa, Kecamatan Rhee, Kecamatan Maronge. 3. Efisiensi teknis biaya bidang kesehatan : Kecamatan Lantung. Sedangkan efisiensi teknis sistem : Kecamatan Maronge, Kecamatan Sumbawa, Kecamatan Utan, dan Kecamatan Alas Barat. 2. Efisiensi Pengeluaran Pemerintah Daerah di Provinsi Jawa Tengah Lela Dina Pertiwi, 2007 Variabel Input: pengeluaran pemerintah sektor pendidikan dan kesehatan. Variabel Output: Sektor pendidikan berupa angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah penduduk 15 tahun ke atas. Sektor kesehatan berupa AHH. Metode penelitian menggunakan Hasil penelitian: 1. Tahun 1999, pengeluaran pendidikan belum efisien. 2. Tahun 2002, pengeluaran pendidikan meningkat, namun masih kategori 40 No Judul dan Nama Peneliti Variabel dan Teknik Alat Analisis Hasil Penelitian analisis Data Envelopment Analysis DEA belum efisien. 3. Tahun 1999, pengeluaran sektor kesehatan mayoritas belum efisien. 4. Tahun 2002, pengeluaran sektor kesehatan terjadi peningkatan dan membaik. 5. Peningkatan tingkat efisiensi tahun 2002. 3. Model Pengukuran Kinerja dan Efisiensi Sektor Publik Metode Free Disposable Hull FDH Akhmad Syakir Kurnia, 2006. Untuk menaksir PSP, penelitian ini menggunakan 5 sub indikator kinerja yang terdiri dari indikator sosioekonomi dan Musgravia indicators, yaitu kesehatan, pendidikan, distribusi, stabilitas, dan kinerja ekonomi. Analisis Free Disposible Hull FDH Metode: publik sector performance PSP dan Publik sektor efficiency. Hasil penelitian menunjukkan 2 daerah kabupaten kota yang relatif lebih efisisen dibandingkan lainnya pada tahun 2002, yaitu Kabupaten Cilacap dan Kabupaten Grobogan. Dari PSP Indikator, terlihat bahwa kabupaten kota yang proporsi pengeluaran pemerintah terhadap PDRBnya tinggi tidak serta merta memiliki indikator yang tinggi. 4. Government Spending on Health Care and Education in Crotia : Efficiency and Reform Option. Jafarov dan Victoria Gunnarson, Variabel Input : Kesehatan berupa besaran anggaran kesehatan yang dikeluarkan pemerintah Kroasia. Variabel Output : Angka Harapan Hidup, Angka Kematian Kasar per 100.000 penduduk, Angka Kematian Bayi per 1000 kelahiran, Angka Kematian Balita per 1000 kelahiran, Angka Kematian Ibu Maternal Hasil penelitian menunjukkan telah terjadi inefisiensi yang signifikan dalam teknis biaya pengeluaran kesehatan di Negara Kroasia pada tahun 2007. Hal tersebut berkaitan dengan adanya 41 No Judul dan Nama Peneliti Variabel dan Teknik Alat Analisis Hasil Penelitian IMF Working Paper 2008. per 100.000 kelahiran dan kasus tuberkolosis per 100.000 penduduk. Mengkaji tingkat efisiensi relatif dari pengeluaran pemerintah di Negara Kroasia dengan metode analisis Data Envelopment Analysis DEA. ketidak cukupan dalam me-recovery biaya, mekanisme pembiayaan dan penyelenggaraan institusi yang buruk, serta kelemahan dalam penetapan sasaran subsidi kesehatan. 5. Education and Health in G7 Countries: Achieving Better Outcomes with Less Spending. Marijn Verhoeven, dkk. IMF Working Paper, 2007. Variabel input : pengeluaran pemerintah sektor kesehatan. Variabel Intermediate: jumlah tempat tidur di rumah sakit, jumlah dokter per kapita, jumlah imunisasi, dan jumlah konsultasi dokter. Variabel Outcome : Angka Harapan Hidup, Angka Kematian Kasar, Angka Kematian bayi per 1000 penduduk, Angka Kematian Anak per 1000 penduduk, dan Angka Kematian Maternal per 1000 penduduk. Dalam mengukur tingkat efisiensipengeluaran pemerintah, penelitian ini menggunakan metode analisis statistic non parametrik berupa Data Envelopment AnalysisDEA. Inefisiensi pengeluaran pemerintah untuk sektor publik yang terjadi pada negara-negara G7 disebabkan karena kurangnya efektifitas dalam memperoleh sumberdaya, seperti guru dan tenaga medis dokter Penelitian ini memiliki beberapa perbedaan dan persamaan dengan beberapa penelitian terdahulu yang sudah dijelaskan diatas. Persamaan dalam penelitian ini adalah penggunaan metode Data Envelopment Analysis DEA 42 untuk mengukur efisiensi teknis. Sedangkan perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah terletak pada variabel output intermediate yang digunakan berupa rasio jumlah puskesmas per 100.000 penduduk dan rasio jumlah tenaga bidan per 100.000 penduduk. Selain itu perbedaan juga terdapat pada lokasi, tahun, dan variabel penelitian yang digunakan.

2.9 Kerangka Berpikir

Kesehatan merupakan salah satu faktor penting dalam pembangunan ekonomi suatu negara. Berkaitan dengan hal tersebut, Pemerintah telah mengatur anggaran kesehatan minimal 10 persen dari seluruh anggaran belanja daerah yang tersedia. Anggaran ini terdiri dari anggaran kesehatan pemerintah pusat yang dialokasikan minimal 5 dari APBN diluar gaji, sementara besar anggaran kesehatan pemerintah daerah provinsi dan kabupatenkota dialokasikan minimal 10 persen dari APBD di luar gaji. Besarnya belanja kesehatan ini akan berhubungan positif dengan pencapaian derajat kesehatan masyarakat. Namun kenyataannya belanja kesehatan yang meningkat belum mampu diimbangi dengan pencapaian derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Kerangka pemikiran dalam penelitian ini menjelaskan hubungan penggunaan biaya dalam mencapai output melalui efisiensi teknis biaya dan efisiensi teknis sistem. Dalam perhitungan nilai efisiensi teknis dilakukan dengan tiga variabel yaitu variabel input, variabel output intermediate, dan variabel output. Variabel input dibandingkan dengan variabel output intermediate sehingga akan menghasilkan nilai efisiensi teknis biaya. Efisiensi teknis biaya merupakan efisiensi dalam penggunaaan input berupa belanja kesehatan untuk menghasilkan 43 output berupa fasilitas dan layanan kesehatan. Selanjutnya, variabel output intermediate akan dibandingkan dengan variabel output sehingga menghasilkan nilai efisiensi teknis sistem. Berdasarkan uraian di atas, maka kerangka pemikiran dari analisis efisiensi pengeluaran pemerintah sektor kesehatan dapat digambarkan sebagai berikut : Gambar 2.2 Kerangka Berpikir Pengeluaran Pemerintah Sektor Kesehatan tidak diimbangi dengan Peningkatan Derajat Kesehatan Masyarakat di Jawa Tengah Analisis Efisiensi Efisiensi Teknis Biaya Efisiensi Teknis Sistem Variabel Input  Pengeluaran Pemerintah untuk sektor kesehatan Variabel Output Intermediate  Rasio jumlah puskesmas per 100.000 penduduk  Rasio jumlah tenaga bidan per 100.000 penduduk  Rasio jumlah tempat tidur tersedia di rumah sakit per 100.00 penduduk Variabel Output  Angka Kematian Bayi  Angka Kematian Ibu  Angka Harapan Hidup Efisien Inefisien Target Perbaikan 44 Efisiensi teknis sistem adalah efisiensi dalam penggunaan input berupa fasilitas dan layanan kesehatan untuk menghasilkan output berupa derajat kesehatan. Kedua nilai efisiensi tersebut akan terbagi ke dalam dua kondisi, yaitu efisien dan tidak efisien inefisien. Pada kondisi yang tidak efisien akan dilakukan analisis lebih lanjut mengenai besarnya target perbaikan untuk menjadi efisien. 45

BAB III METODE PENELITIAN

Dokumen yang terkait

ANALISIS EFISIENSI PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH DI PROVINSI JAWA TIMUR DENGAN PENDEKATAN DATA ENVELOPMENT ANALYSIS (DEA)

4 11 70

Analisis pengaruh pengeluaran pemerintah sektor kesehatan, sektor pendidikan dan jumlah penduduk miskin terhadap IPM di Provinsi Lampung (Periode 2003-2012)

4 60 86

EVALUASI PROGRAM KESEHATAN IBU DI DINAS KESEHATAN PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2014.

0 3 11

PENDAHULUAN Analisis Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi,Pengangguran, Pendidikan, UMR Dan Pengeluaran Pemerintah Terhadap Tingkat Kemiskinan Di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011-2014.

0 4 8

ANALISIS EFISIENSI PERTAMBAHAN INVESTASIPROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2000 - 2013 Analisis Efisiensi Pertambahan Investasi Provinsi Jawa Tengah Tahun 2000 - 2013.

0 2 14

ANALISIS EFISIENSI PERTAMBAHAN INVESTASI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2000 - 2013 Analisis Efisiensi Pertambahan Investasi Provinsi Jawa Tengah Tahun 2000 - 2013.

0 1 19

ANALISIS SEKTOR UNGGULAN PROVINSI JAWA TENGAH ANALISIS SEKTOR UNGGULAN PROVINSI JAWA TENGAH ANALISIS INPUT OUTPUT (I-O) TAHUN 2004.

0 2 15

ANALISIS SEKTOR UNGGULAN PROVINSI JAWA TENGAH Analisis Sektor Unggulan Provinsi Jawa Tengah Analisis Input-Output Tahun 2008.

0 0 12

ANALISIS EFISIENSI BELANJA KESEHATAN PEMERINTAH DAERAH DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2005 – 2007 - Diponegoro University | Institutional Repository (UNDIP-IR)

0 0 125

PENGUKURAN TINGKAT EFISIENSI PENGELUARAN PEMERINTAH DI PROVINSI JAWA TENGAH - Diponegoro University | Institutional Repository (UNDIP-IR)

0 0 35