Manfaat Terapi Sinema Tahapan Terapi Sinema

7

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Terapi Sinema 2.1.1 Definisi Olivia 2010 menjelaskan bahwa terapi sinema adalah proses menggunakan film bioskop atau televisi yang dapat memberi efek positif bagi banyak orang untuk tujuan penyembuhan, kecuali orang-orang yang mengalami gangguan psikotik. Film yang merupakan alat kebudayaan yang populer menyingkapkan dan menyiarkan nilai-nilai, konflik dan juga tujuan akhir dalam cerita yang dapat dibagikan dalam terapi sinema Jones, 2007 dalam Goldberg, 2007. Terapi sinema adalah sebuah intervensi terapeutik yang membiarkan klien secara visual mengkaji interaksi antarkarakter, lingkungan-lingkungan dan isu-isu personal dalam sebuah film yang bertujuan mendorong perkembangan terapeutik secara positif Tyson, et al., 2000; Caron, 2005 dalam Goldberg, 2007.

2.1.2 Manfaat Terapi Sinema

Olivia 2010 mengatakan bahwa terapi sinema dapat membantu memperbaiki kondisi emosi dan mental dengan jalan memberikan efek untuk berimajinasi dengan plot, karakter, musik dan sebagainya yang membuat pikiran seseorang mendapat ilham, terinspirasi, pelepasan emosional atau kelegaan dan perubahan alami. Terapi sinema dapat menjadi katalis yang sangat kuat untuk penyembuhan dan pertumbuhan untuk siapa saja yang mau membuka diri dan Universitas Sumatera Utara 8 belajar bagaimana film dapat memengaruhinya serta menonton beberapa film dengan kesadaran dan kewaspadaan diri. Wolz 2011 juga menerangkan bahwa film dalam terapi sinema dapat memberikan peningkatan kesehatan emosional yang dapat dijelaskan dengan penelitian medis mengenai tertawa dan menangis. Tertawa mendorong sistem imun dan menurunkan hormon stress sedangkan menangis melepaskan neurotransmitter yang mengurangi nyeri.

2.1.3 Jenis Terapi Sinema

Wolz 2011 memadukan pengalaman menonton film dalam terapi sinema dengan metode terapeutik tradisional yang efektif dan membedakannya menjadi tiga cara, yaitu cara evokatif yang tidak membutuhkan rekomendasi film secara spesifik, cara preskriptif yang menyarankan film tertentu dan cara katartik yang merekomendasikan film ataupun jenis film secara spesifik.

2.1.3.1 Cara Evokatif

Wolz 2011 mengatakan bahwa respon emosional terhadap beberapa jenis film dapat mengajarkan klien untuk memahami dirinya dengan lebih baik lagi. Ketika film-film tertentu menggetarkan klien, film tersebut menyentuh sampai ke dalam jiwa alam bawah sadarnya. Sebuah film mampu menggerakkan klien secara mendalam. Karakter maupun adegan dalam film mungkin juga menjadi sangat mengecewakan baginya. Pemahaman terhadap respon emosional klien pada film membantu membuka akses menuju alam bawah sadar. Cara evokatif membantu membawa dunia tidak sadar klien kepada tingkat kesadarannya. Universitas Sumatera Utara 9 Klien mengerti reaksi-reaksi yang ditimbulkannya terhadap karakter- karakter dalam film sehingga ia akan tahu sendiri bagian dalam dirinya yang tidak disadari sebelumnya. Akibatnya reaksi-reaksi tersebut akan mengajarkannya bagaimana mencapai peningkatan kesehatan. Hal ini mungkin terjadi karena timbulnya kesadaran sendiri akan membantu melepaskan pola yang tidak sehat dan membangkitkan kembali dirinya yang sebenarnya Wolz, 2011. Reaksi negatif terhadap sebuah karakter dalam film penting untuk ditelusuri. Reaksi ini dapat membantu menemukan bagian yang selama ini ditekan ke dalam jiwa dan dipungkiri oleh klien sehingga klien dapat melepaskan pola hidup yang tidak sehat akibat bagian-bagian tersebut dan kembali pada diri yang sebenarnya Wolz, 2011.

2.1.3.2 Cara Preskriptif

Wolz 2011 memandang cara preskriptif sebagai cara yang didasarkan pada asumsi bahwa menonton film dapat menempatkan klien pada area tidak sadar. Area kerja keadaan tidak sadar ini dirancang untuk membantu menghubungkan klien dengan bagian yang dewasa dan bijaksana dalam dirinya yang dapat membantunya keluar dari masalah dan memperkuat kualitas positifnya. Film tertentu dipilih sebagai model perilaku penyelesaian masalah secara spesifik ataupun untuk mengakses dan mengembangkan potensi diri klien sehingga melalui cara preskriptif, klien dapat belajar oleh wali yaitu tokoh dalam film untuk tidak melakukan sesuatu karena telah melihat konsekuensi buruk dari tindakan tokoh tersebut. Salomon, 2011 dalam Wolz, 2011. Universitas Sumatera Utara 10

2.1.3.3 Cara Katartik

Nichols dan Bierenbaum 1978 dalam Wolz, 2011 mengatakan bahwa teknik terapeutik katartik membantu terapis dalam mengakses emosi-emosi klien yang terpendam dan membebaskannya. Metode ini didasarkan pada asumsi bahwa semakin banyak pengalaman katartik klien, semakin cepat pula proses penyembuhannya. Perasaan yang menyedihkan tidak hanya dapat menyebabkan klien menangis tetapi juga terbukti dapat menghasilkan bahan kimiawi penyebab stress pada tubuh manusia. Cara katarsis dapat membantu menetralkannya dengan jalan melepaskan perasaan-perasaan terpendam. Pada dasarnya, manusia telah diberikan proses katartik alami seperti tertawa dan menangis untuk melepaskan diri dari rasa sedih yang menyakitkan Wolz, 2011. Wolz 2011 menjelaskan bahwa film pada umumnya lebih banyak menyebarkan gagasan-gagasannya melalui emosi dari pada melalui intelektual sehingga dapat menetralisir naluri untuk menekan perasaan dan mencetuskan pelepasan emosi. Film membantu menyalurkan perasaan klien dengan menimbulkan emosi-emosi yang selama ini tertahan di dalam dirinya dengan lebih mudah dari pada menuangkan perasaan tersebut pada kehidupan nyata dengan orang yang sebenarnya. Klien juga dapat merasakan pengalaman emosional yang tersembunyi dari kesadaran mereka melalui identifikasi karakter tertentu dan keadaan-keadaan sulit para tokoh dalam film. Wolz 2011 menerangkan teori Aristoteles yang menyatakan bahwa permainan sandiwara tragis memiliki kemampuan membersihkan jiwa dan Universitas Sumatera Utara 11 menolong untuk memilih koping terhadap aspek-aspek kehidupan yang tidak dapat didamaikan dengan pemikiran rasional. Tragedi memiliki kekuatan katartik karena hal itu membersihkan gangguan-gangguan emosi dan menyembuhkan truma Murnaghan, 1951 dalam Wolz, 2011. Air mata dapat mengalir melalui sebuah film yang menyentuh perasaan, namun dalam beberapa kondisi tidak terjadi pada kehidupan nyata, terutama ketika berada dibawah tekanan atau ancaman. Proses menonton dan berempati dengan sebuah karakter film yang mengalami tragedi dapat menstimulasi keinginan pelepasan emosional. Pelepasan tersebut biasanya meningkatkan semangat dalam jiwa klien sementara waktu karena emosi yang meluap-luap. Energi yang dialirkan oleh depresi dapat saja muncul kembali sewaktu-waktu. Kesempatan ini dapat digunakan untuk mulai menelusuri dan menyembuhkan alasan mendasar atas depresi yang dialami, termasuk dukacita Wolz, 2011.

2.1.4 Area Terapi Sinema

Wolz 2011 membagi beberapa area terapi sinema berdasarkan lingkungan terapeutiknya. Area tersebut yaitu terapi individual, terapi pasangan atau keluarga, terapi kelompok dan konseling sekolah.

2.1.4.1 Terapi Sinema Individual

Wolz 2011 mengatakan bahwa pengalaman menonton film pada klien secara individu dapat dilakukan dengan beberapa pendekatan terapeutik yaitu: Universitas Sumatera Utara 12 1. Psikoterapi Mendalam Wolz 2011 menjelaskan bahwa menonton film menjadi jalan menuju alam bawah sadar klien. Alam bawah sadar mengkomunikasikan isinya lewat simbol-simbol. Komunikasi seperti itu biasanya dapat kita sadari lewat mimpi dan imajinasi aktif yang menjadi celah menuju alam bawah sadar. Keduanya mengubah bentuk visual dari yang tidak disadari menjadi gambar-gambar yang dapat diterima pikiran sadar klien. Oleh karena itu, terapis psikologi mendalam dapat menggunakan respon terhadap film seperti mengunakan mimpi maupun imajinasi aktif. Respon yang ditimbulkan sering menjadi tanda bahwa jalan menuju alam bawah sadar telah diaktifkan. Pikiran tidak sadar kita sering mengalami konflik dengan gagasan, maksud dan tujuan yang berasal dari pikiran sadar. Keingintahuan terhadap simbolisasi dan pengaruh sebuah film dapat menerobos penghalang diantara kedua tingkat psikologis tersebut dan mengatur aliran komunikasi yang sejati antara keduanya sehingga materi dalam alam bawah sadar menjadi lebih disadari Wolz, 2011. 2. Terapi Kognitif Film mendukung pemahaman model kognitif dimana seseorang akan memikirkan dan menginterpretasikan situasi yang menentukan perasaannya. Terapis mengajarkan model kognitif untuk memberikan klien sebuah gambaran dan mengajak mereka mengendalian reaksi emosionalnya. Film sangat berguna untuk membantu proses pengajaran hal-hal tersebut Wolz, 2011. Wolz 2011 mengatakan bahwa film yang berisikan karakter dengan penyimpangan kognitif membuat klien dengan hal yang sama merasa tidak Universitas Sumatera Utara 13 sendirian dan mengurangi perasaan menghakimi diri sendiri. Contohnya pada pasien depresi biasanya memiliki penyimpangan kognitif dan kecenderungan untuk membenci diri sendiri, sehingga dalam menjalani terapi kognitif film dapat membantu untuk menerangkannya. 3. Terapi Modifikasi Perilaku Wolz 2011 mengatakan bahwa film membantu latihan asertif dengan jalan pemodelan yang jelas. Contoh dari perilaku asertif yang tepat ditunjukkan kepada klien, kemudian mereka diminta untuk meniru perilaku tersebut. Hal ini disebut latihan pengulangan perilaku. Film atau klip-klip film yang ditunjukkan menyajikan contoh yang sangat baik. Wolz 2011 menerangkan bahwa teknik pemodelan tersembunyi dapat dilakukan dengan cara mewajibkan klien untuk membayangkan berespon asertif. Terapis mengarahkan klien kepada suasana dan pemandangan yang disarankan. Imajinasi ini dapat juga menggunakan gambaran karakter-karakter dalam film yang telah disaksikan klien. Film sebagai metode paparan membantu mempersiapkan desensitisasi sistematis. Desensitisasi sistematis didasarkan pada pengkondisian yang berlawanan dari keadaan yang ada dan melibatkan upaya untuk mengganti respon rasa takut terhadap rangsangan fobia dengan respon baru yang tidak sesuai dengan rasa takut. Klien mulanya diberi latihan relaksasi. Gambar-gambar di dalam film seperti tempat yang nyaman atau sebuah panduan batin dapat mendukung relaksasi Wolz, 2011. Universitas Sumatera Utara 14 Film juga membantu mempersiapkan Flooding and Implosion. Flooding and Implosion adalah terapi induksi kecemasan untuk memadamkan respon fobia. Flooding dilakukan dengan membiarkan klien terpajan objek yang ditakuti tanpa memiliki kesempatan untuk melarikan diri atau menghindar. Terapi implosion mewajibkan klien untuk membayangkan hal yang tidak nyata, berlebihan atau peristiwa berbahaya yang berkaitan dengan reaksi fobia Wolz, 2011. Kecemasan merupakan hal yang ditekan selama terapi ini sehingga klien perlu mengakses kekuatan dan keberanian batinnya. Klien perlu mengingat dan mengidentifikasi karakter dalam film yang memodelkan kekuatan dalam menghadapi kesulitan agar dapat membantu dalam usaha ini Wolz, 2011. Ketika klien dipaparkan sebuah situasi yang menakutkan, mereka sepenuhnya berinteraksi dengan rangsangan tersebut, seperti menyentuh gagang pintu, lantai dan kursi toilet dimana pada titik ini klien merasa takut mereka timbul. Pencegahan respon berarti bahwa mereka harus memblokir setiap kegiatan yang digunakan untuk mencegah bahaya yang merupakan konsekuensi paparan, misalnya mencuci tangan. Klien harus bersedia mentoleransi ketidaknyamanan yang ditimbulkan sampai mereka terbiasa dengan stimulus. Identifikasi film membantu mengakses kekuatan dan keberanian jiwa seseorang sehingga menolongnya dalam mentoleransi rasa takutnya Wolz, 2011. 4. Hipnoterapi Wolz 2011 mengatakan bahwa hipnoterapi dan terapi sinema memiliki persamaan dimana keduanya menjadi pengalaman yang merasuki penontonnya konsentrasi difokuskan dan pesan yang disampaikan melalui kiasan dalam film Universitas Sumatera Utara 15 juga dapat melewati pikiran bawah sadar. Klien merasa memasuki sebuah film dalam sebuah adegan tertentu sebagai karakter tertentu atau dalam sebuah hubungan dengan karakter yang penting menurut mereka. Kemudian klien membiarkan kisah mereka sendiri terungkap dengan bimbingan dari terapis. Biasanya pada saat ini hal-hal yang bahkan tidak disadari klien akan terungkap Wolz, 2011. Klien dipandu untuk menjadi sebuah karakter yang perilaku dan keterampilannya telah dimodelkan. Cara ini membantu mereka memperoleh atribut karakter yang diinginkan dalam sebuah film Wolz, 2011. Film dalam hipnoterapi juga dapat berguna untuk menciptakan tempat yang aman melalui adegan-adegan film yang menenangkan. Adegan-adegan ini dapat membantu terapis yang biasanya akan membimbing klien untuk membayangkan tempat yang nyaman sesuai pilihan mereka untuk memperdalam klien memasuki terapi. Klien akan masuk dalam tempat nyaman mereka dengan cara masuk dalam adegan film yang didalamnya terdapat tempat yang aman dan menenangkan Wolz, 2011. 5. Terapi Naratif Terapi naratif didasarkan pada asumsi bahwa sebagian orang memaknai hari-hari hidup mereka dengan cara menyusun kehidupan mereka dalam bentuk narasi atau cerita yang dibentuk dalam pola dan urutan yang sesuai perasaan oleh diri sendiri. Klien membentuk kembali persepsinya melalui terapi naratif tentang diri, hubungan dan kehidupan dengan merekonstruksi narasi tersebut. Film dalam terapi ini membantu klien mengalami apa yang mereka tolak sebelumnya karena Universitas Sumatera Utara 16 mereka merasa tidak cocok dengan pandangan dominan mereka sendiri. Pengalaman-pengalaman yang luar biasa ini menghubungkan kembali klien kepada sumber informasi yang mereka lupakan Wolz, 2011.

2.1.4.2 Terapi Pasangan dan Keluarga

Wolz 2011 mengatakan bahwa terapi pasangan dan keluarga berorientasi pada sistem dan pelatihan komunikasi yang dikombinasikan dengan menonton film yang bertujuan menunjukkan dinamika dalam keluarga. Hal ini membantu klien untuk memahami masalah mereka sebagai fungsi dari bagian sistem yang lebih besar, mengidentifikasi dan membandingkan apa yang dirasakan telah memuaskan dan belum memuaskan sesuai dengan sistem mereka, menkomunikasikan konsep yang tidak lazim pada pasangan mereka melalui film yang memperkenalkannya pada mereka dalam gambar-gambar yang mudah dipahami, serta berguna untuk menghubungkan atau memperbaiki hubungan mereka melalui peningkatan komunikasi. Solusi dicari dengan menonton film yang berisi perjuangan tokoh dalam masalah yang sama ketika salah satu anggota keluarga menolak terapi, sehingga akan membantu klien untuk lebih bersifat terbuka karena tidak lagi terintimidasi oleh proses terapi dan tidak takut untuk disalahkan Wolz, 2011.

2.1.4.3 Terapi Sinema Kelompok

Wolz 2011 menjelaskan bahwa dalam terapi dengan grup pendukung, anggota kelompok sering mengalami penyembuhan dan transformasi karena orang lain juga hadir untuk berbagi dan berempati. Dampak dari film sebagai katalis Universitas Sumatera Utara 17 untuk proses psikologis sejalan dengan efek terapi dari dinamika kelompok. Refleksi anggota kelompok mengenai respon emosional pada film adalah komponen utama yang memperkaya terapi kelompok. Peserta memperoleh alat yang efektif untuk mengenal diri mereka sendiri dan orang lain melalui pemahaman dan saling berbagi tentang adegan atau karakter yang menyentuh. Suasana hati yang menyenangkan muncul setelah menonton film yang lucu dan menggembirakan, sedangkan suasana hati yang lebih berat dirasakan setelah menonton film yang membahas hubungan dan kehidupan yang penuh masalah Wolz, 2011. Hal ini membuktikan bahwa manusia rentan terhadap pengaruh dari luar. Film yang bahkan bukanlah sebuah kenyataan melainkan merupakan cahaya yang diproyeksikan melalui layar juga dapat mempengaruhi manusia. Pengalaman batin seseorang dibentuk oleh proyeksi terhadap lingkungan disekitarnya Wolz, 2011.

2.1.5 Tahapan Terapi Sinema

Olivia 2010 memberikan kiat agar efek terapi sinema bisa berjalan lebih efektif dengan langkah-langkah yaitu: 1 memilih tema film sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Misalnya jika hanya ingin rileks, dapat menonton film komedi. Jika ingin mendapat inspirasi maka dapat menonton film yang inspiratif; 2 memilih film yang bermutu dimana jalan cerita film tersebut realistis, diambil dengan sudut pengambilan gambar, tata cahaya, serta tata suara yang baik dan mencerminkan pengalaman pribadi; 3 saat menonton film dianjurkan untuk duduk senyaman mungkin dan bernapas dengan teratur. Menonton film dapat dimulai setelah merasa tenang dan fokus; 5 terapi sinema dilakukan dengan Universitas Sumatera Utara 18 memperhatikan bagaimana jalan cerita film tersebut, karakter tokohnya, percakapan demi percakapannya tanpa berkomentar atau mengkritiknya; 6 film bisa ditonton sendiri atau juga berkelompok yang berisi tiga sampai delapan orang apabila ingin menonton bersama, berdiskusi dan saling berbagi; 7 setelah menonton film maka kondisi dalam film dapat dikaitkan dengan kondisi pribadi. Cara ini memiliki tiga fungsi yaitu kreatif menempatkan satu keadaan dalam berbagai kondisi, adaptif sudah menghadapinya, lalu apa tindakan selanjutnya, akomodatif jika belum terjadi bagaimana cara mencegahnya.

2.1.6 Sinema pada Anak