Strategi Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan Dan Kekayaan Daerah (DPPKKD) Dalam Meningkatkan Pajak Hotel Di Kabupaten Toba Samosir
STRATEGI DINAS PENDAPATAN PENGELOLAAN
KEUANGAN DAN KEKAYAAN DAERAH (DPPKKD)
DALAM MENINGKATKAN PAJAK HOTEL
DI KABUPATEN TOBA SAMOSIR
TESIS
Oleh
SAMUEL A.H. LUMBANRAJA
087024034/SP
PROGRAM STUDI MAGISTER STUDI PEMBANGUNAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
(2)
STRATEGI DINAS PENDAPATAN PENGELOLAAN
KEUANGAN DAN KEKAYAAN DAERAH (DPPKKD)
DALAM MENINGKATKAN PAJAK HOTEL
DI KABUPATEN TOBA SAMOSIR
TESIS
Diajukan sebagai Salah Satu Syarat
untuk Memperoleh Gelar Magister Studi Pembangunan (MSP) dalam Program Studi Pembangunan pada
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara
Oleh
SAMUEL A.H. LUMBANRAJA
087024034/SP
PROGRAM STUDI MAGISTER STUDI PEMBANGUNAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
(3)
Telah diuji pada
Tanggal 05 Juli 2010
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Drs. Kariono, M.Si
Anggota : 1. Drs. Kariono Sitorus, MA 2. Drs. Agus Suriadi, M.Si
3. M. Arifin Nasution, S.Sos, MSP 4. Prof. DR. M. Arif Nasution, MA
(4)
PERNYATAAN
PARTISIPASI MASYARAKAT
DALAM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI PERDESAAN (PNPM-MP)
DI KECAMATAN TARUTUNG KABUPATEN TAPANULI UTARA
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang sepengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam Daftar Pustaka.
Medan, Juli 2010
(5)
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menemukan dan menganalisis kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman serta strategi DPPKKD dalam meningkatkan PAD melalui Pajak Hotel. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif, melalui pengolahan data-data yang diperoleh dari hasil wawancara kepada informan yang relevan dengan tujuan penelitian.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa Kekuatan DPPKKD dalam meningkatkan PAD melalui pajak hotel di Kabupaten Toba Samosir adalah: Tingkat pendidikan pegawai yang memadai, jumlah pegawai yang mencukupi, tersedianya anggaran yang cukup, sarana dan prasarana yang memadai, adanya insentif pegawai. Kelemahannya yaitu: kurangnya penegakan sanksi, sikap mental, disiplin, motivasi kerja yang masih rendah, patologi birokrasi. Peluang adalah: Kabupaten Toba Samosir merupakan salah satu daerah tujuan wisata di Sumatera Utara, jumlah wisatawan yang datang berkunjung cenderung meningkat setiap tahun, kemajuan ilmu dan teknologi, potensi ekonomi dan lokasi Kabupaten Toba Samosir sebagai jalur lintas, otonomi daerah. Sedangkan ancamannya adalah: situasi politik yang tidak kondusif, krisis kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah daerah, kesadaran wajib pajak dalam membayar pajak masih rendah.
Strategi DPPKKD dalam meningkatkan PAD melalui penerimaan pajak hotel di Kabupaten Toba Samosir adalah: pertama; optimalisasi pegawai, tingkat pendidikan pegawai yang memadai serta anggaran yang cukup dengan memanfaatkan kemajuan ilmu dan teknologi untuk menggali dan mengelola sumber-sumber pajak hotel baik yang sudah ada maupun yang belum tergali, didasarkan pada potensi ekonomi serta posisi Kabupaten Toba Samosir yang merupakan salah satu tujuan wisata di Propinsi Sumatera Utara dan memanfaatkan jumlah wisatawan yang berkunjung ke Kabupaten Toba Samosir yang setiap tahunnya cenderung meningkat untuk meningkatkan penerimaan pajak hotel dengan memaksimalkan sarana dan prasarana yang tersedia. Kedua; melakukan bimbingan dan pembinaan sikap mental, disiplin, dan motivasi kerja serta pengawasan yang melekat terhadap para pegawai yang diikuti dengan keberanian untuk memberikan sanksi terhadap pegawai maupun wajib pajak yang melakukan penyelewengan dengan didukung pemanfaatan teknologi untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas serta meminimalkan terjadinya praktek-praktek Patologi Birokrasi yang akan meningkatkan kepercayaan dan kesadaran wajib pajak dalam melaksanakan kewajibannya. Ketiga; optimalisasi tingkat pendidikan, jumlah pegawai yang memadai serta tersedianya anggaran yang cukup untuk melaksanakan penyuluhan dan sosialisasi kepada masyarakat untuk meningkatkan kesadaran wajib pajak untuk membayar pajak dan kepercayaan masyrakat terhadap pemerintah daerah serta memberikan himbauan dan teguran kepada pegawai yang terlibat dengan politik praktis. Keempat; meningkatkan penegakan sanksi kepada wajib pajak yang terlambat atau pun tidak melaksanakan
(6)
kewajibannya serta melakukan bimbingan dan pembinaan kepada pegawai untuk meningkatkan mental, disiplin, motivasi kerja dan pemahaman terhadap tupoksi yang masih rendah sehingga dapat meminimalkan terjadinya.
Saran yang ditawarkan penelitian ini adalah: perlu dilakukan evaluasi terhadap pengelolaan sumber pajak hotel di Kabupaten Toba Samosir serta langkah-langkah berupa peningkatan mental, disiplin dan motivasi kerja aparatur pengelola pajak hotel, melakukan koordinasi dengan instansi terkait dalam melakukan inventarisasi wajib pajak hotel secara berkala dan berkesinambungan , menyediakan sarana dan prasarana berupa penggunaan teknologi sebagai pelayanan terhadap para wajib pajak sehingga lebih memudahkan pemungut dalam memungut pajak hotel. Untuk memperoleh suatu hasil yang lebih konkrit terhadap peningkatan PAD melalui pajak hotel, maka seyogyanya dilakukan action plan sebagai komitmen pimpinan berupa pelaksanaan pendidikan dan pelatihan terhadap pegawai DPPKKD secara terpadu berkala dan berkesinambungan, melakukan kerja sama dengan pihak-pihak hotel untuk menerapkan teknologi dalam proses pemungutan pajak hotel, melakukan sosialisasi dan penyuluhan terhadap wajib pajak akan pentingnya pajak hotel untuk membiayai kelangsungan pembangunan di Kabupaten Toba Samosir, melakukan pengawasan melekat pada semua lini yang berhubungan dengan proses pemungutan pajak hotel untuk mencegah/menghindari kebocoran-kebocoran pajak hotel serta memberikan penghargaan atau reward kepada wajib pajak yang mampu melakukan pembayaran kewajibannya tepat waktu atau melebihi target.
(7)
ABSTRACT
This study aims to discover and analyze the strengths, weaknesses, opportunities and threats and strategies of DPPKKD to improve PAD through Hotel Tax. This research was descriptive using a qualitative approach, by processing data obtained from interviews with informants that are relevant to research.
The results from this study indicate that the strength of DPPKKD in increasing revenue through hotel taxes in Toba Samosir Regency are: an adequate level of staff education, adequate numbers of staff, availability of sufficient budget, adequate facilities and infrastructure, employee incentives. The weaknesses are: lack of enforcement of sanctions, mental attitude, discipline, motivation is low, bureaucratic pathology. Opportunities are: Toba Samosir regency is one tourist destination in North Sumatra, the number of tourists increase every year, the progress of science and technology, economic potential and the location of Toba Samosir as traffic lane, regional autonomy. While the threats are: the political situation is not conducive, the crisis of confidence community to local government, low of awareness of taxpayer in paying taxes.
DPPKKD strategy to increase revenue through hotel tax in Toba Samosir is: first, optimizing the employees, adequate of staff education and sufficient budget to take advantage of the progress of science and technology to explore and manage the hotel tax, based on economic potential and position of Toba Samosir, which is one tourist destination in the province of North Sumatra and also utilize the amount of tourists visiting the district of Toba Samosir which tend to increase annually to boost hotel tax revenue by maximizing the available facilities and infrastructure. The second, do the guidance and supervision of mental attitude, discipline, and work motivation, and supervision inherent to the officials who followed with the courage to impose sanctions against employees and taxpayers who conduct fraud, supported the use of technology to improve efficiency and effectiveness and minimize the occurrence of the practice- Bureaucracy pathology practices that will increase confidence and awareness of taxpayers in implementing their obligations. The third, optimalization the level of education, inadequate of staff and the availability of sufficient budget to carry out the extension and dissemination to the public to increase awareness of taxpayers to pay taxes and trust society to local government and to provide appeal and the reprimand to employees who are involved with practical politics. The fourth, improve the enforcement of sanctions against taxpayers who did not implement their obligations and to conduct guidance and coaching to employees to improve mental discipline, motivation and understanding of the core duties that are still low in order to minimize the occurrence.
Suggestions offered by this research are: necessary to evaluate the management of hotel tax sources in Toba Samosir regency as well as measures of mental improvement, discipline and motivation of apparatus hotel tax management,
(8)
coordinating with relevant agencies in conducting an inventory of hotel tax payers on a regular basis and sustainable, providing facilities and infrastructure such as the use of technology as a service to the taxpayers so it is more easily collect the tax. To obtain a more concrete result of increased revenue through hotel tax, it should be done as an action plan for implementation of management commitment to employee education and training DPPKKD in an integrated and sustainable basis, cooperate with the hotel to apply the technology in the process of collecting hotel taxes, socializing and extension to taxpayers in the importance of hotel tax to finance sustainable development in Toba Samosir, regular monitoring of all lines attached with hotel tax collection process to prevent / avoid the leaks of hotel tax and reward to the taxpayer who is able to pay its obligations on time or exceed the target.
(9)
KATA PENGANTAR
Puji Tuhan dan ucapan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus yang telah melimpahkan kasih dan berkat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul: “Strategi Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Kekayaan Daerah (DPPKKD) dalam Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah Melalui Pajak Hotel di Kabupaten Toba Samosir Propinsi Sumatera Utara” ini. Penyusunan tesis ini merupakan salah satu syarat kelulusan pada Program Pasca Sarjana Magister Studi Pembangunan Universitas Sumatera Utara.
Dalam penyusunan tesis ini, penulis mendapatkan banyak bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terimakasih secara khusus kepada kedua orang tua saya, serta seluruh keluarga penulis yang telah memberikan dukungan, doa dan semangat bagi saya untuk menyelesaikan tesis ini, serta penghargaan yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTMH, MSc (CTM), SpA(K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara;
2. Bapak Prof Dr. M. Arif Nasution, MA selaku Ketua Program Sekolah Pasca Sarjana Magister Studi Pembangunan Universitas Sumatera Utara;
3. Bapak Drs. Kariono, M.Si dan Drs. Henry Sitorus, MA selaku dosen pembimbing yang senantiasa selalu meluangkan waktu dan memberikan petunjuk, saran, nasehat dan bimbingan yang sangat berguna dalam penulisan tesis ini;
(10)
4. Bapak Agus Suriadi S.Sos, M.Si dan M. Arifin Nasution, S.Sos, MSP selaku dosen penguji yang memberikan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan tesis ini;
5. Bapak Drs. Monang Sitorus, SH., MBA. Selaku Bupati Toba Samosir yang telah memberikan izin tugas belajar kepada penulis;
6. Bapak Ir. Albert Marpaung, M.Si selaku Kepala Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Kekayaan Daerah Kabupaten Toba Samosir yang telah penulis kesempatan untuk melakukan penelitian di instansi yang beliau pimpin serta seluruh pejabat dan staf di DPPKKD yang banyak membantu dalam proses penelitian;
7. Kartini E.C. Nahampun yang selalu setia membantu, memberi dukungan dan semangat bagi penulis dalam menyelesaikan tesis ini;
8. Rekan-rekan seperjuangan Angkatan 13 Magister Studi Pembangunan, atas kebersamaan, dukungan dan berbagai saran sehingg tesis ini dapat terselesaikan;
Penulis menyadari penulisan tesis ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu saran dan kritik dari pembaca sangat penulis harapkan. Akhirnya, semoga tesis ini bermanfaat bagi kita semua.
Medan, Juni 2010
(11)
RIWAYAT HIDUP
Samuel A.H. Lumbanraja, dilahirkan di Medan, 09 April 1983, anak ketiga dari 3 bersaudara yaitu Juliana Lumbanraja, S.Sos, MAP dan Novita Lumbanraja, SE. Dari (Ayahanda) Drs. M. Lumbanraja dan (Ibunda) T. Sijabat.
Pendidikan yang telah dilalui adalah SD St. Petrus Medn lulus tahun 1995, SMP P. Cahaya Medan lulus tahun 1998, dan SMU Cahaya Medan lulus tahun 2001. Pada tahun 2002 diterima kuliah di Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri dan meraih gelar Sarjana Sains Terapan Pemerintahan tahun 2006.
Pada tahun 2008, penulis memperoleh kesempatan mengikuti pendidikan Program S2 di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara pada Program Studi Pembangunan.
(12)
DAFTAR ISI
ABSTRAK………..………. i
ABSTARACT………. iii
KATA PENGANTAR……… v
DAFTAR ISI………..………. vii
DAFTAR TABEL………..………... ix
DAFTAR BAGAN…….………. x
BAB I PENDAHULUAN…... 1
1.1. Latar Belakang Masalah………... 1
1.2. Perumusan Masalah……….. 7
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian………. 8
1.3.1. Tujuan Penelitian... 8
1.3.2. Manfaat Penelitian………... 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA…... 10
2.1. Sumber Keuangan Daerah... 10
2.2. Tinjauan Umum Perpajakan... 14
2.2.1. Pengertian Pajak... 14
2.2.2. Fungsi Pajak... 19
2.2.3. Pembedaan dan Pembagian Jenis Pajak... 20
2.2.4. Pengertian Pajak Daerah... 23
2.2.5. Jenis Pajak Daerah... 25
2.2.6. Pajak Hotel... 26
2.3. Manajemen Strategi... 28
(13)
2.5. Kerangka Pemikiran... 43
BAB III METODE PENELITIAN ... 45
3.1. Jenis/Desain Penelitian………. 45
3.2. Defenisi Konsep………..………. 45
3.3. Informan Penelitian………...………. 47
3.4. Teknik Pengumpulan Data………..………. 48
3.5. Lokasi Penelitian……….………. 49
3.6. Metode Analisis Data………..………. 50
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN…..……..………... 51
4.1. Deskripsi Wilayah Penelitian………..………. 51
4.1.1. Kondisi Geografis………... 51
4.1.2. Pemerintahan………. 52
4.1.3. Penduduk………... 54
4.1.4. Objek Pajak Hotel di Kabupaten Toba Samosir………... 55
4.2. Deskripsi Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan dan Kekayaan Daerah (DPPKKD)………... 57 4.2.1. Organisasi………... 57
4.2.2. Visi, Misi, Tujuan dan Sasaran DPPKKD Kabupaten Toba Samosir... 60 4.2.3. Kepegawaian... 62
4.2.4. Sarana dan Prasarana... 63
4.3. Karakteristik Informan... 65
4.4. Analisis... 82
4.4.1. Lingkungan Internal... 83
4.4.2. Lingkungan Eksternal... 96
4.4.3. Penyusunan Formulasi Strategi SWOT... 112
(14)
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 119
5.1. Kesimpulan……..………...……….. 119
5.2. Saran... 122
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
(15)
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1.1. Target dan Realisasi Pajak Hotel dan Pajak Daerah di
Kabupaten Toba Samosir………. 6
Tabel 4.1. Jumlah Desa/Kelurahan Menurut Kecamatan di Kabupaten Toba Samosir……… 53
Tabel 4.2. Luas Wilayah, Jumlah Penduduk, Jumlah Rumah Tangga, Kepadatan Penduduk Dan Sex Ratio Menurut Kecamatan Di Kabupaten Toba Samosir………. 55
Tabel 4.3. Daftar Hotel di Kabupaten Toba Samosir……...………. 56
Tabel 4.4. Komposisi PNS dan Honorer Menurut Golongan Pada DPPKKD Kabupaten Toba Samosir Tahun 2010……… 62
Tabel 4.5. Jumlah PNS berdasarkan Tingkat Pendidikan dan Jenis Kelamin Tahun 2010……… 63
Tabel 4.6. Sarana dan Prasarana DPPKKD Tahun 2010……….. 64
Tabel 4.7. Besar Insentif Pegawai pada DPPKKD... 91
Tabel 4.8. Formulasi Strategi SWOT... 113
(16)
DAFTAR BAGAN
Halaman
Bagan 2.1. Analisis SWOT……… 41
Bagan 2.2. Kerangka Pemikiran………. 43 Bagan 4.1. Struktur Organisasi DPPKKD Kabupaten Toba Samosir
(Berdasarkan Perda Nomor 2 tahun 2008)………... 59
Bagan 4.2. Karakteristik Informan Berdasarkan Kelompok……….. 65 Bagan 4.3. Karakteristik Informan Berdasarkan Jenis Kelamin………… 66 Bagan 4.4. Karakteristik Informan Menurut Tingkat Pendidikan……….. 68 Bagan 4.5. Jumlah Anggaran DPPKKD Tahun 2008-2010………... 87 Bagan 4.6. Jumlah Hotel di Kabupaten Toba Samosir pada tahun
2004-2008……….
98
Bagan 4.7. Jumlah Wisatawan yang Datang ke Toba Samosir Menurut Jenis Wisatawan pada Tahun 2006 s/d 2008………
100
Bagan 4.8. Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Toba Samosir dari tahun 2005-2008………...
104
(17)
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menemukan dan menganalisis kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman serta strategi DPPKKD dalam meningkatkan PAD melalui Pajak Hotel. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif, melalui pengolahan data-data yang diperoleh dari hasil wawancara kepada informan yang relevan dengan tujuan penelitian.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa Kekuatan DPPKKD dalam meningkatkan PAD melalui pajak hotel di Kabupaten Toba Samosir adalah: Tingkat pendidikan pegawai yang memadai, jumlah pegawai yang mencukupi, tersedianya anggaran yang cukup, sarana dan prasarana yang memadai, adanya insentif pegawai. Kelemahannya yaitu: kurangnya penegakan sanksi, sikap mental, disiplin, motivasi kerja yang masih rendah, patologi birokrasi. Peluang adalah: Kabupaten Toba Samosir merupakan salah satu daerah tujuan wisata di Sumatera Utara, jumlah wisatawan yang datang berkunjung cenderung meningkat setiap tahun, kemajuan ilmu dan teknologi, potensi ekonomi dan lokasi Kabupaten Toba Samosir sebagai jalur lintas, otonomi daerah. Sedangkan ancamannya adalah: situasi politik yang tidak kondusif, krisis kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah daerah, kesadaran wajib pajak dalam membayar pajak masih rendah.
Strategi DPPKKD dalam meningkatkan PAD melalui penerimaan pajak hotel di Kabupaten Toba Samosir adalah: pertama; optimalisasi pegawai, tingkat pendidikan pegawai yang memadai serta anggaran yang cukup dengan memanfaatkan kemajuan ilmu dan teknologi untuk menggali dan mengelola sumber-sumber pajak hotel baik yang sudah ada maupun yang belum tergali, didasarkan pada potensi ekonomi serta posisi Kabupaten Toba Samosir yang merupakan salah satu tujuan wisata di Propinsi Sumatera Utara dan memanfaatkan jumlah wisatawan yang berkunjung ke Kabupaten Toba Samosir yang setiap tahunnya cenderung meningkat untuk meningkatkan penerimaan pajak hotel dengan memaksimalkan sarana dan prasarana yang tersedia. Kedua; melakukan bimbingan dan pembinaan sikap mental, disiplin, dan motivasi kerja serta pengawasan yang melekat terhadap para pegawai yang diikuti dengan keberanian untuk memberikan sanksi terhadap pegawai maupun wajib pajak yang melakukan penyelewengan dengan didukung pemanfaatan teknologi untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas serta meminimalkan terjadinya praktek-praktek Patologi Birokrasi yang akan meningkatkan kepercayaan dan kesadaran wajib pajak dalam melaksanakan kewajibannya. Ketiga; optimalisasi tingkat pendidikan, jumlah pegawai yang memadai serta tersedianya anggaran yang cukup untuk melaksanakan penyuluhan dan sosialisasi kepada masyarakat untuk meningkatkan kesadaran wajib pajak untuk membayar pajak dan kepercayaan masyrakat terhadap pemerintah daerah serta memberikan himbauan dan teguran kepada pegawai yang terlibat dengan politik praktis. Keempat; meningkatkan penegakan sanksi kepada wajib pajak yang terlambat atau pun tidak melaksanakan
(18)
kewajibannya serta melakukan bimbingan dan pembinaan kepada pegawai untuk meningkatkan mental, disiplin, motivasi kerja dan pemahaman terhadap tupoksi yang masih rendah sehingga dapat meminimalkan terjadinya.
Saran yang ditawarkan penelitian ini adalah: perlu dilakukan evaluasi terhadap pengelolaan sumber pajak hotel di Kabupaten Toba Samosir serta langkah-langkah berupa peningkatan mental, disiplin dan motivasi kerja aparatur pengelola pajak hotel, melakukan koordinasi dengan instansi terkait dalam melakukan inventarisasi wajib pajak hotel secara berkala dan berkesinambungan , menyediakan sarana dan prasarana berupa penggunaan teknologi sebagai pelayanan terhadap para wajib pajak sehingga lebih memudahkan pemungut dalam memungut pajak hotel. Untuk memperoleh suatu hasil yang lebih konkrit terhadap peningkatan PAD melalui pajak hotel, maka seyogyanya dilakukan action plan sebagai komitmen pimpinan berupa pelaksanaan pendidikan dan pelatihan terhadap pegawai DPPKKD secara terpadu berkala dan berkesinambungan, melakukan kerja sama dengan pihak-pihak hotel untuk menerapkan teknologi dalam proses pemungutan pajak hotel, melakukan sosialisasi dan penyuluhan terhadap wajib pajak akan pentingnya pajak hotel untuk membiayai kelangsungan pembangunan di Kabupaten Toba Samosir, melakukan pengawasan melekat pada semua lini yang berhubungan dengan proses pemungutan pajak hotel untuk mencegah/menghindari kebocoran-kebocoran pajak hotel serta memberikan penghargaan atau reward kepada wajib pajak yang mampu melakukan pembayaran kewajibannya tepat waktu atau melebihi target.
(19)
ABSTRACT
This study aims to discover and analyze the strengths, weaknesses, opportunities and threats and strategies of DPPKKD to improve PAD through Hotel Tax. This research was descriptive using a qualitative approach, by processing data obtained from interviews with informants that are relevant to research.
The results from this study indicate that the strength of DPPKKD in increasing revenue through hotel taxes in Toba Samosir Regency are: an adequate level of staff education, adequate numbers of staff, availability of sufficient budget, adequate facilities and infrastructure, employee incentives. The weaknesses are: lack of enforcement of sanctions, mental attitude, discipline, motivation is low, bureaucratic pathology. Opportunities are: Toba Samosir regency is one tourist destination in North Sumatra, the number of tourists increase every year, the progress of science and technology, economic potential and the location of Toba Samosir as traffic lane, regional autonomy. While the threats are: the political situation is not conducive, the crisis of confidence community to local government, low of awareness of taxpayer in paying taxes.
DPPKKD strategy to increase revenue through hotel tax in Toba Samosir is: first, optimizing the employees, adequate of staff education and sufficient budget to take advantage of the progress of science and technology to explore and manage the hotel tax, based on economic potential and position of Toba Samosir, which is one tourist destination in the province of North Sumatra and also utilize the amount of tourists visiting the district of Toba Samosir which tend to increase annually to boost hotel tax revenue by maximizing the available facilities and infrastructure. The second, do the guidance and supervision of mental attitude, discipline, and work motivation, and supervision inherent to the officials who followed with the courage to impose sanctions against employees and taxpayers who conduct fraud, supported the use of technology to improve efficiency and effectiveness and minimize the occurrence of the practice- Bureaucracy pathology practices that will increase confidence and awareness of taxpayers in implementing their obligations. The third, optimalization the level of education, inadequate of staff and the availability of sufficient budget to carry out the extension and dissemination to the public to increase awareness of taxpayers to pay taxes and trust society to local government and to provide appeal and the reprimand to employees who are involved with practical politics. The fourth, improve the enforcement of sanctions against taxpayers who did not implement their obligations and to conduct guidance and coaching to employees to improve mental discipline, motivation and understanding of the core duties that are still low in order to minimize the occurrence.
Suggestions offered by this research are: necessary to evaluate the management of hotel tax sources in Toba Samosir regency as well as measures of mental improvement, discipline and motivation of apparatus hotel tax management,
(20)
coordinating with relevant agencies in conducting an inventory of hotel tax payers on a regular basis and sustainable, providing facilities and infrastructure such as the use of technology as a service to the taxpayers so it is more easily collect the tax. To obtain a more concrete result of increased revenue through hotel tax, it should be done as an action plan for implementation of management commitment to employee education and training DPPKKD in an integrated and sustainable basis, cooperate with the hotel to apply the technology in the process of collecting hotel taxes, socializing and extension to taxpayers in the importance of hotel tax to finance sustainable development in Toba Samosir, regular monitoring of all lines attached with hotel tax collection process to prevent / avoid the leaks of hotel tax and reward to the taxpayer who is able to pay its obligations on time or exceed the target.
(21)
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Era reformasi yang telah terjadi ternyata membawa hikmah positif bagi daerah dimana selama ini dominasi pusat terhadap daerah begitu kuat sehingga menimbulkan ketimpangan perekonomian antar daerah. Tuntutan daerah untuk mengarahkan sistem sentralistik kepada sistem desentralisasi menuju otonomi daerah yang kuat. Sejak diberlakukannya era otonomi daerah pada Januari 2001, gema otonomi daerah semakin gencar baik merupakan retorika elit politik maupun para pelaksana daerah yang tidak sabar untuk melaksanakan kebijakan itu. Sesuai dengan undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah yang kemudian diubah menjadi undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan undang-undang 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah, yang menjadi dasar hukum pelaksanaannya, dimana otonomi memberikan kebebasan pada pemerintah daerah kabupaten/kota untuk mengatur dirinya sendiri.
Otonomi merangsang daerah untuk memberdayakan sumber daya baik fisik maupun non fisik yang ada di wilayahnya. Pembagian hasil ekonomi yang tidak merata selama ini memicu tuntutan cepat diberlakukannya otonomi daerah terutama oleh daerah yang kaya akan sumber daya alam. Otonomi juga memberi harapan bagi
(22)
masyarakat untuk dapat menikmati pelayanan publik yang lebih baik dan terciptanya iklim demokrasi di daerah serta memunculkan harapan baru bagi masyarakat untuk memperoleh kebijakan-kebijakan daerah yang lebih mementingkan nasib mereka daripada hanya sekedar mengakomodasi keinginan pemerintah pusat sebagaimana yang telah terjadi di masa lalu.
Otonomi daerah dengan berbagai harapan yang terdapat di dalamnya bukan lagi hanya merupakan suatu retorika belaka namun telah menjadi realita yang harus ditangani dengan semangat untuk semakin memajukan kehidupan masing-masing daerah dalam suatu ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kebijakan otonomi daerah dengan harapan yang ada di dalamnya harus senantiasa disikapi dengan kerja keras agar semua harapan yang diinginkan oleh kebijakan otonomi daerah dapat segera terwujud.
Semangat yang menggebu-gebu dilaksanakannya otonomi daerah dan desentralisasi memaksa daerah untuk mandiri karena pembiayaan/pengeluaran rutin daerah harus ditopang oleh penerimaan daerahnya sendiri, sehingga bagi daerah yang sumber dayanya kurang menunjang, pelaksanaan otonomi akan terasa berat. Untuk membawa daerah pada derajat otonomi yang berarti dan mengarah pada kemandirian daerah, faktor kemampuan keuangan daerah merupakan ciri utama yang menunjukkan suatu daerah otonom mampu berotonomi, self supporting keuangan merupakan salah satu bobot penyelenggaraan otonomi. Ini artinya daerah otonom memiliki kewenangan dan kemampuan untuk menggali sumber keuangan, mengelola dan menggunakan keuangan sendiri yang cukup memadai membiayai
(23)
penyelenggaraan pembangunan daerah. Dukungan keuangan ini ditandai dengan semakin besarnya nilai Pendapatan Asli Daerah yang selanjutnya akan disebut PAD, dan semakin menurunnya dukungan pusat dalam bentuk sumbangan/bantuan.
Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Pasal 5 mengatakan bahwa sumber dari pendapatan daerah berasal dari PAD, Dana Perimbangan dan Lain-lain pendapatan. Ketiga sumber pendapatan daerah tersebut di atas yang berasal dari daerah itu sendiri adalah PAD yang bersumber dari, Pajak Daerah, Retribusi Daerah, hasil pengelolalaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain PAD yang sah.
Di antara beberapa sumber pendapatan daerah di atas, sektor PAD memiliki peranan yang cukup signifikan dalam mengukur tingkat kemandirian daerah dalam membiayai pemerintahan dan pembangunannya. PAD bertujuan untuk memberikan keleluasaan kepada daerah dalam menggali pendanaan dalam pelaksanaan otonomi daerah sebagai perwujudan asas desentralisasi. Indikator keberhasilan suatu daerah dalam mengatur dan mengurus rumah tangga sendiri terletak pada kemampuan dalam bidang keuangan. Kemandirian keuangan menjadi tolak ukur kemampuan pelaksanaan otonomi daerah, terutama dalam pelaksanaan tugas-tugas pelayanan kepada masyarakat serta percepatan dan peningkatan pembangunan dalam berbagai bidang.
Keberhasilan pemerintah daerah juga harus didukung oleh aspek otonomi yang matang khususnya dalam pembiayaan pemerintahan daerah. Di dalam undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah
(24)
Pusat dan Daerah dikatakan bahwa, Penyelenggaraan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah dibiayai dari APBD, sedangkan penyelenggaraan kewenangan pemerintahan yang menjadi tanggung jawab pemerintah dibiayai dari APBN, baik kewenangan pusat yang didekonsentrasikan kepada Gubernur atau ditugaskan kepada Pemerintah Daerah dalam rangka Tugas Pembantuan. Dengan demikian diharapkan penyelenggaraan pemerintahan dapat terlaksana secara efisien dan efektif serta untuk mencegah tumpang tindih ataupun tidak tersedianya pendanaan pada suatu bidang pemerintahan.
Seperti kita ketahui hampir tidak ada kegiatan pemerintahan yang tidak membutuhkan biaya, semakin besar jumlah uang yang tersedia maka semakin banyak pula kemungkinan kegiatan atau program yang dapat dilaksanakan. Begitu juga semakin baiknya pengelolaan suatu kegiatan maka semakin berdaya guna manfaat uang tersebut. Di dalam pengelolaan keuangan tersebut akan mendapat perhatian yang cukup besar karena akan menyangkut masalah peningkatan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan. Oleh karena itu sesuai dengan ketentuan umum undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 dikatakan bahwa, Perimbangan keuangan antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah adalah suatu sistem pembagian keuangan yang adil, proporsional, demokratis, transparan, dan efisien dalam rangka pendanaan penyelenggaraan desentralisasi, dengan mempertimbangkan potensi, kondisi dan kebutuhan daerah, serta besaran pendanaan penyelenggaraan dekonsentrasi dan tugas pembantuan.
(25)
Berdasarkan kepada peraturan perundang-undangan di atas, diketahui bahwa salah satu sumber pendapatan daerah dan termasuk di dalam sumber PAD adalah hasil pajak daerah. Menurut undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Pajak adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pembangunan daerah.
Pajak daerah, sebagai salah satu komponen PAD, merupakan pajak yang dikenakan oleh pemerintah daerah kepada penduduk yang mendiami wilayah yurisdiksinya, tanpa langsung memperoleh kontraprestasi yang diberikan oleh pemerintah daerah yang memungut pajak daerah yang dibayarkannya. Pajak daerah diatur dalam peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah dan disetujui oleh lembaga yang berada di dalam struktur pemerintahan daerah yang bersangkutan.
Jenis-jenis pajak yang dipungut di daerah sangat beragam. Pemungutan pajak daerah ini harus mengindahkan ketentuan bahwa lapangan pajak yang akan dipungut belum diusahakan oleh tingkatan pemerintahan yang ada diatasnya. Ada perbedaan lapangan pajak antara daerah propinsi dan daerah kabupaten/kota. Daerah propinsi memiliki 4 jenis pajak daerah, yaitu Pajak Kendaraan Bermotor dan kendaraan di Atas Air, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air, Pajak atas Bahan Bakar Kendaraan Bermotor, dan Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan. Untuk Daerah Kabupaten/Kota, pajak daerah yang
(26)
dipungut berjumlah 7 jenis, yaitu Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan, Pajak Reklame, Pajak Penerangan Jalan, Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C, dan Pajak Parkir.
Sebagai daerah otonom, Kabupaten Toba Samosir dituntut untuk dapat memiliki kemandirian terutama dalam hal penggalian dan pengelolaan sumber-sumber keuangan daerah. Salah satu komponen PAD yang menjadi andalan adalah penerimaan dari Pajak Hotel, seperti pada tabel 1 memperlihatkan realisasi penerimaan dari Pajak Hotel dan realisasi Pajak Daerah di Kabupaten Toba Samosir:
Tabel 1.1.
Target dan Realisasi Pajak Hotel dan Realisasi Pajak Daerah di Kabupaten Toba Samosir, 2007-2009
Tahun Anggaran
Target Pajak Hotel (Rp)
Realisasi Pajak Hotel (Rp)
Realisasi Pajak Daerah
(Rp) 2007 75.000.000 36.002.901 1.995.467.307 2008 75.000.000 31.832.000 3.074.977.746 2009 75.000.000 16.983.800 2.828.191.424 Sumber: Toba Samosir Dalam Angka 2007-2009
Berdasarkan tabel 1.1. dapat dilihat bahwa pada tiga tahun terakhir terjadi penurunan yang signifikan terhadap penerimaan pajak hotel. Hal ini mengindikasikan bahwa penerimaan Pajak Hotel di Kabupaten Toba Samosir masih belum dikelola secara optimal. Jika dibandingkan dengan target setiap tahunnya, maka masih banyak terdapat sumber-sumber yang belum diolah.
Sehubungan dengan hal itu, maka Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Kekayaan Daerah Kabupaten Toba Samosir yang selanjutnya disebut DPPKKD,
(27)
memegang peranan yang cukup vital karena bertanggung jawab dalam mengkoordinir dan mengembangkan potensi pendapatan daerah. Dengan demikian untuk lebih dapat meningkatkan penerimaan pajak di daerah, salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan lebih meningkatkan kinerja dari SKPD serta menemukan strategi baru dan mengoptmalkan dalam hal penerimaan pendapatan daerah.
1.2. Perumusan Masalah
Di antara berbagai jenis penerimaan daerah yang menjadi sumber daya sepenuhnya dapat dikelola oleh daerah adalah dari PAD, oleh karena itu upaya peningkatan penerimaan dari PAD perlu mendapat perhatian yang serius dari pemerintah daerah baik dengan cara intensifikasi maupun dengan cara ekstensifikasi dengan maksud agar daerah tidak terlalu mengandalkan/menggantungkan harapan pada pemerintah pusat atau pemerintah provinsi tetapi harus mampu mandiri sesuai cita-cita ekonomi yang nyata dan bertanggung jawab.
Sumber PAD diantaranya adalah pajak daerah dan retribusi daerah dimana daerah diberi kewenangan untuk melaksanakan pemungutan berbagai jenis pajak daerah dan retribusi daerah yang berkaitan dengan berbagai aspek kehidupan masyarakat. Hal ini digunakan untuk meningkatkan pendapatan daerah dalam upaya pemenuhan kebutuhan daerah. Perlu dipahami bahwa pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah ini sebagai sumber penerimaan yang dibutuhkan oleh daerah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah.
(28)
Pajak daerah dan retribusi daerah memegang peranan penting dalam pembiayaan otonomi daerah. Kekuatan ekonomi daerah harus didukung oleh sumber keuangan, khususnya pajak daerah dan retribusi daerah sebagai salah satu sumber pendapatan asli daerah yang paling potensial. Pemerintah daerah sebagai penyelenggara pemerintah daerah otonom berkepentingan terhadap penerimaan daerah yang bersumber dari pajak daerah dan retribusi daerah.
Berdasarkan latar belakang masalah dan penjelasan di atas penulis mencoba merumuskan masalah dari pembahasan di atas sebagai berikut:
1. Apa saja faktor kekuatan dan kelemahan DPPKKD dalam meningkatkan PAD melalui pajak hotel di Kabupaten Toba Samosir?
2. Apa saja faktor Peluang dan ancaman DPPKKD dalam meningkatkan PAD melalui pajak hotel di Kabupaten Toba Samosir?
3. Bagaimana strategi DPPKKD dalam peningkatan PAD melalui penerimaan pajak Hotel di Kabupaten Toba Samosir?
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1. Tujuan Penelitian
Sejalan dengan perumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian adalah:
1. Untuk mengetahui dan menganalisis faktor kekuatan dan kelemahan DPPKKD dalam meningkatkan PAD melalui pajak hotel di Kabupaten Toba Samosir.
(29)
2. Untuk mengetahui dan menganalisis faktor peluang dan ancaman DPPKKD dalam meningkatkan PAD melalui pajak hotel di Kabupaten Toba Samosir.
3. Untuk mengetahui strategi DPPKKD dalam meningkatkan PAD melalui pajak hotel di Kabupaten Toba Samosir.
1.3.2. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini antara lain adalah:
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan perbandingan bagi para peneliti yang berminat mengadakan penelitian terhadap Pajak Daerah khususnya Pajak Hotel.
2. Hasil penelitian ini diharapakan berguna bagi Pemerintah Daerah sebagai sumbangan pemikiran dalam upaya meningkatkan pendapatan dari sumber pajak hotel sehingga otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggung jawab berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dapat terwujud. 3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengalaman
(30)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Sumber Keuangan Daerah
Untuk dapat melaksanakan pembangunan daerah dengan baik dan berkelanjutan, setiap daerah memerlukan sejumlah dana yang akan dipergunakan untuk menggerakkan roda usaha dan perekonomian daerah. Pembangunan daerah yang dilakukan secara garis besar terdiri dua jenis yaitu pembangunan fisik dan pembangunan non fisik. Pembangunan fisik merupakan pembangunan sejumlah sarana dan prasarana di daerah, seperti jalan, fasilitas perhubungan, perkantoran, sekolah dan lain-lain. Pembangunan ini membutuhkan dana dalam jumlah yang besar sedangkan penerimaan dari pembangunan tersebut secara langsung akan diperoleh dengan lambat dan pada umumnya tidak langsung.
Pembangunan non fisik adalah pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah bukan dalam bentuk fisik, pada umumnya tidak berwujud. Seperti pengembangan sumber daya manusia, penyertaan modal bagi pengusaha, masyarakat dan yang lainnya. Pembangunan ini dilakukan secara khusus untuk meningkatkan perekonomian dan kualitas masyarakat tersebut, maka pendapatan daerah juga akan meningkat.
Selanjutnya menurut Putong (2002) bahwa: “Pendapatan Daerah adalah nilai barang dan jasa yang diproduksi suatu daerah dalam suatu periode tertentu.”
(31)
Tanggung jawab perencanaan dan perencanaan sumber dana bagi pembangunan ekonomi di daerah berada pada pemerintahan daerah. Oleh karena itu pemerintah daerah harus mampu memanfaatkan berbagai potensi yang ada di wilayahnya, sehingga dapat menjadi sumber pendapatan daerah. Khususnya pada otonomi daerah saat ini, daerah diberikan kekuasaan yang lebih besar dalam pengelolaan keuangan daerah.
Menurut undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, sumber-sumber pendapatan daerah dalam pelaksanaan desentralisasi adalah: 1. Pendapatan Asli Daerah (PAD), yaitu:
a. Hasil Pajak Daerah b. Hasil Retribusi Daerah
c. Hasil Pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan d. Lain-lain PAD yang sah.
2. Dana Perimbangan, yang terdiri dari: a. Dana bagi hasil
b. Dana Alokasi Umum c. Dana Alokasi Khusus
3. Lain-lain pendapatan daerah yang sah.
Dana Bagi Hasil bersumber dari pajak dan sumber daya alam. Dana bagi hasil yang bersumber dari pajak terdiri dari:
1. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sektor perdesaan, perkotaan, perkebunan, pertambangan serta kehutanan.
(32)
2. Bea perolehan atas hak tanah dan bangunan (BPHTB) sektpr perdesaan, perkotaan, perkebunan, pertambangan serta kehutanan.
3. Pajak penghasilan (PPh) Pasal 21, Pasal 25, dan pasal 29 wajib pajak orang pribadi dalam negeri.
Dana bagi hasil yang bersumber dari sumber daya alam berasal dari:
1. Penerimaan kehutanan yang berasal dari iuran Hak Pengusahaan Hutan (IHPH), Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH) dan dana reboisasi yang dihasilkan dari wilayah daerah yang bersangkutan.
2. Penerimaan pertambangan umum yang berasal dari penerimaan iuran tetap (landrent) dan penerimaan iuran ekplorasi (Royalty) yang dihasilkan dari wilayah daerah yang bersangkutan.
3. Penerimaan perikanan yang diterima secara nasional yang dihasilkan dari penerimaan pungutan pengusahaan perikanan dan penerimaan pungutan hasil perikanan.
4. Penerimaan pertambangan minyak yang dihasilkan dari wilayah daerah yang bersangkutan.
5. Penerimaan pertambangan gas alam yang dihasilkan dari wilayah daerah yang bersangkutan.
6. Penerimaan pertambangan panas bumi yang berasal dari penerimaan setoran bagian pemerintah, iuran tetap dan iuran produksi yang dihasilkan dari wilayah daerah yang bersangkutan.
(33)
Dana Alokasi Umum (DAU), dialokasikan berdasarkan persentase tertentu dari pendapatan dalam negeri neto yang ditetapkan dalam APBN. DAU untuk suatu daerah ditetapkan berdasarkan kriteria tertentu yang menekankan pada aspek pemerataan dan keadilan yang selaras dengan penyelenggaraan urusan pemerintahan yang formula dan penghitungan DAU-nya ditetapkan sesuai undang-undang.
Dana Alokasi Khusus (DAK) dialokasikan dari APBN kepada daerah tertentu dalam rangka pendanaan pelaksanaan desentralisasi untuk mendanai kegiatan khusus yang ditentukan pemerintah atas dasar prioritas nasional atau mendanai kegiatan khusus yang diusulkan daerah tertentu. Lain-lain pendapatan daerah yang sah merupakan seluruh pendapatan daerah selain PAD dan dana perimbangan, yang meliputi hibah, dana darurat, dan lain-lain pendapatan yang ditetapkan pemerintah. Hibah merupakan bantuan berupa uang, barang, dan/atau jasa yang berasal dari pemerintah, masyarakat, dan badan usaha dalam negeri atau luar negeri. Pendapatan dana darurat merupakan bantuan pemerintah dari dana APBN kepada pemerintah daerah untuk mendanai keperluan mendesak yang diakibatkan peristiwa tertentu yang tidak dapat ditanggulangi APBD.
Dari hasil analisa trend sumber-sumber pendapatan daerah, proporsi terbesar pendapatan daerah berturut-turut bersumber dari dana perimbangan, Pendapatan Asli Daerah dan lain-lain pendapatan daerah yang sah. Kondisi ini menggambarkan tingkat kemandirian daerah dalam membiayai pembangunan masih sangat tergantung kepada dana pemerintah pusat. Untuk itu strategi yang perlu dioptimalkan adalah meningkatkan koordinasi terhadap sumber-sumber pembiayaan pembangunan yang
(34)
berasal dari departemen-departemen pusat dan pemerintah propinsi atau menggali potensi-potensi PAD yang selama ini masih belum dikelola atau bahkan belum dimanfaatkan oleh pemerintah daerah.
2.2. Tinjauan Umum Perpajakan 2.2.1. Pengertian Pajak
Pajak pada mulanya merupakan suatu upeti (pemberian secara cuma-cuma) namun sifatnya merupakan suatu kewajiban yang dapat dipaksakan yang harus dilaksanakan oleh rakyat (masyarakat) kepada seorang raja atau penguasa. Rakyat ketika itu memberikan upetinya kepada raja atau penguasa berbentuk natura berupa padi, ternak atau hasil tanaman lainnya seperti pisang, kelapa dan lain-lain. Pemberian yang dilakukan rakyat saat itu digunakan untuk keperluan atau kepentingan raja atau penguasa setempat, sedangkan imbalan atau prestasi yang dikembalikan kepada rakyat tidak ada oleh karena memang sifatnya hanya untuk kepentingan sepihak dan seolah-olah ada tekanan secara psikologis karena kedudukan raja yang lebih tinggi status sosialnya dibandingkan rakyat.
Namun, dalam perkembangannya kemudian, sifat upeti yang diberikan oleh rakyat tidak lagi hanya untuk kepentingan raja saja, tetapi sudah mengarah kepada kepentingan rakyat itu sendiri. Artinya pemberian yang dilakukan rakyat kepada raja atau penguasa digunakan untuk kepentingan umum seperti untuk menjaga keamanan rakyat, memelihara jalan, membangun saluran air untuk pengairan sawah, membangun sarana sosial lainnya seperti taman, serta kepentingan umum lainnya.
(35)
Pembayaran dan kewajiban masyarakat kepada pemerintah adalah ibarat darah yang mengalir di urat nadi yang mengalir di tubuh manusia, yang menjadi sumber kehidupan. Hal ini tentu dalam penyelenggaraan pemerintahan erat kaitannya dalam sumber dana yang diperoleh dari rakyat, yang dipungut berupa pajak daerah dan retribusi daerah. Oleh karena itu, sangat signifikan dan sinergi bahwa tanpa adanya sumber dana atau keuangan bagi pemerintah tentu tidak ada program pembangunan yang dapat dilakukan.
Berkat adanya perkembangan suatu masyarakat, maka sifat upeti (pemberian) yang semula dilakukan cuma-cuma dan sifatnya tidak memaksa tersebut, selanjutnya dibuat suatu aturan-aturan yang lebih baik agar sifatnya yang memaksa tetap ada, namun unsur keadilan lebih diperhatikan. Guna memenuhi unsur keadilan inilah maka rakyat diikutsertakan dalam membuat aturan-aturan dalam pemungutan pajak, yang nantinya akan dikembalikan juga hasilnya untuk kepentingan rakyat itu sendiri.
Adanya perkembangan masyarakat yang akhirnya membentuk suatu negara dan dilandasi unsur keadilan dalam pemungutan pajak, maka dibuatlah suatu ketentuan berupa undang-undang yang mengatur mengenai bagaimana tata cara pemungutan pajak, jenis-jenis pajak apa saja yang dapat dipungut, harus membayar pajak, serta berapa besarnya pajak yang harus dibayar. Terlalu banyaknya undang-undang yang dikeluarkan mengakibatkan masyarakat mengalami kesulitan dalam pelaksanaan sehari-hari. Selain itu, undang-undang di atas ternyata dalam perkembangannya tidak memenuhi rasa keadilan, lebih dari itu falsafah undang-undang dimaksud masih dibuat oleh dan untuk kepentingan penjajah Belanda.
(36)
Menyadari kondisi di atas, maka pada tahun 1983 pemerintah bersama dengan Dewan Perwakilan Rakyat sepakat melakukan reformasi undang-undang perpajakan yang ada dengan mencabut semua undang-undang yang ada dan mengundang 5 (lima) paket undang-undang perpajakan yang sifatnya lebih mudah dipelajari dan dipraktikkan serta tidak menimbulkan duplikasi dalam hal pemungutan pajaknya dan unsur keadilan menjadi lebih diutamakan, bahkan sistem perpajakan yang semula
official assessment system dirubah menjadi self assessment sistem.
Istilah pajak muncul pada abad ke XIX di Pulau Jawa, yaitu saat Pulau Jawa dijajah oleh pemerintah Kolonial Inggris tahun 1811-1816. Pada waktu itu diadakan pungutan landrente yang diciptakan oleh Thomas Stafford Raffles, Letnan Gubernur yang diangkat oleh Lord Minto Gubernur Jendral Inggris di India. Pada tahun 1813 dikeluarkan Peraturan Landrente Stelsel bahwa jumlah uang yang harus dibayar oleh pemilik tanah itu tiap tahunnya hampir sama besarnya.
Istilah pajak berasal dari bahasa Jawa, yaitu “ajeg”, yang berarti pungutan teratur pada waktu tertentu. Pa-ajeg berarti pungutan teratur terhadap hasil bumi sebesar 40 persen dari yang dihasilkan petani untuk diserahkan kepada raja dan pengurus desa. Besar kecilnya bagian yang diserahkan tersebut hanyalah berdasarkan adat kebiasaan semata yang berkembang pada saat itu.
Penduduk menanamkan pembayaran landrente itu pa jeg atau duwit pa jeg yang berasal dari bahasa Jawa “a jeg”, artinya tetap. Jadi, duwit pa jeg atau pa jeg diartikan sebagai jumlah uang tetap yang harus dibayar dalam jumlah yang sama tiap tahunnya.
(37)
Pada saat sekarang, istilah pajak digunakan untuk menerjemahkan istilah kata-kata asing, yaitu belasting, fiscal (Belanda), tax, fiscal (Inggris), dan steuer (Jerman). Dalam literatur Indonesia sekarang, “fiscal” telah menjadi istilah populer untuk sebutan pajak, walaupun sebenarnya antara kata fiskal dengan pajak terdapat perbedaan pengertian yang luas.
Istilah fiskal berasal dari bahasa Latin, yaitu fiscus, yang berarti keranjang yang berisi uang atau kantong uang. Pada zaman Kerajaan Romawi masih berkuasa, kata fiscus dimaksudkan untuk “kantong raja”. Fiskal (dalam arti luas) mengandung pengertian segala sesuatu yang ada sangkut-pautnya dengan keuangan negara termasuk pajak, sedangkan fiskal dalam pengertian sempit itulah yang disamakan dengan pajak.
Ada beberapa definisi pajak yang dikemukakan oleh beberapa ahli, namun dari berbagai definisi tersebut mempunyai atau tujuan yang sama. Menurut Kadir (2008), Pajak adalah suatu pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor pemerintah, bukan akibat pelanggaran hukum, namun wajib dilaksanakan, berdasarkan ketentuan yang dilaksanakan, berdasarkan ketentuan yang ditetapkan lebih dahulu, tanpa mendapat imbalan yang langsung dan proporsional, agar pemerintah dapat melaksanakan tugas-tugasnya untuk menjalankan pemerintahan.
Menurut Andriani dalam Kadir (2008:9), Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat
(38)
ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran pemerintah.
Menurut Siahaan (2005), yang dimaksud dengan Pajak adalah pungutan dari masyarakat oleh negara (pemerintah) berdasarkan undang-undang yang bersifat dapat dipaksakan dan terutang oleh yang wajib membayarnya dengan tidak mendapat prestasi kembali (kontra prestasi/balas jasa) secara langsung, yang hasilnya digunakan untuk membiayai pengeluaran negara dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan. Hal ini menunjukkan bahwa pajak adalah pembayaran wajib yang dikenakan berdasarkan undang-undang yang tidak dapat dihindari bagi yang berkewajiban dan bagi mereka yang tidak mau membayar pajak dapat dilakukan paksaan. Dengan demikian, akan terjamin bahwa kas negara selalu berisi uang pajak. Selain itu, pengenaan pajak berdasarkan undang-undang akan menjamin adanya keadilan dan kepastian hukum bagi pembayar pajak sehingga pemerintah tidak dapat sewenang-wenang menetapkan besarnya pajak.
Sedangkan menurut undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yang dimaksud dengan “Pajak adalah kontribusi wajib negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”
Dari beberapa pengertian pajak di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa Pajak adalah pungutan wajib seorang penduduk kepada negara dimana dia tinggal yang
(39)
mana nantinya dana pungutan tersebut akan dipergunakan untuk membiayai administrasi negara dan kemakmuran rakyatnya.
Dari pengertian pajak di atas dapat disimpulkan beberapa unsur, antara lain: 1. A compulsory, merupakan suatu kewajiban yang dikenakan pada rakyat yaitu
kewajiban perpajakan. Jika tidak melaksanakan kewajibannya tersebut, maka dapat dikenakan tindakan hukum berdasarkan undang-undang. Dapat dikatakan bahwa kewajiban ini dapat dipaksakan oleh pemerintah.
2. Contribution, diartikan sebagai iuran yang diberikan oleh rakyat yang memenuhi
kewajiban perpajakan kepada pemerintah dalam satuan moneter.
3. By Individual or Organizational, iuran yang dapat dipaksakan tersebut dibayar
oleh perorangan atau badan yang memenuhi kewajiban perpajakan.
4. Received by the government, iuran yang diberikan tersebut dibayarkan kepada
pemerintah selaku penyelenggara pemerintahan suatu negara.
5. For public purpose, iuran yang diberikan dari rakyat yang dapat dipaksakan yang
merupakan penerimaan bagi pemerintah dijadikan sebagai dana untuk pemenuhan tujuan kesejahteraan rakyat banyak.
2.2.2. Fungsi Pajak
Pengertian “fungsi” dalam fungsi pajak adalah pengertian fungsi sebagai kegunaan suatu hal. Maka fungsi pajak adalah kegunaan pokok, manfaat pokok pajak. Sebagai alat untuk menentukan politik perekonomian, pajak memiliki kegunaan dan manfaat pokok dalam meningkatkan kesejahteraan umum, suatu negara tidak akan
(40)
mungkin menghendaki merosotnya kehidupan ekonomi masyarakatnya. Umumnya dikenal dengan 2 (dua) macam fungsi pajak, yaitu:
1. Fungsi Budgetair
Pajak berfungsi untuk menutup biaya yang harus dikeluarkan pemerintah dalam menjalankan roda pemerintahannya, oleh karena itu pengenaan pajak dipandang dari sudut ekonomi harus diatur seadil-adilnya dan sekali-kali tidak boleh dibelokkan untuk mencapai tujun-tujuan yang menyimpang. Fenomena historis yang selalu hadir adalah bahwa upaya suatu negara dalam menghimpun dana keuangannya merupakan sarana bagi sumber pembiayaan semua tujuannya.
2. Fungsi Regulerend
Fungsi regulerend disebut juga fungsi mengatur, yaitu pajak merupakan alat kebijakan pemerintah untuk mencapai tujuan tertentu. Merupakan fungsi lain dari pajak sebagai fungsi budgetair. Disamping usaha untuk memasukkan uang untuk kegunaan kas negara, pajak dimaksudkan pula sebagai usaha pemerintah untuk ikut andil dalam hal mengatur dan bilamana perlu mengubah susunan pendapatan dan kekayaan dalam sektor swasta. Fungsi regulerend juga disebut fungsi tambahan, karena fungsi regulerend ini hanya sebagai tambahan atas fungsi utama pajak, yaitu fungsi budgetarair.
2.2.3. Pembedaan dan Pembagian Jenis Pajak
Di Indonesia, dewasa ini dikenal berbagai jenis pajak dan diberlakukan meliputi berbagai aspek kehidupan masyarat. Banyak ahli pajak yang
(41)
memberikan/membuat pembagian pajak, yang memiliki perbedaan antara satu ahli dengan ahli lainnya. Pembagian pajak yang berbeda tersebut dikaitkan dengan sudut pandang masing-masing ahli terhadap pajak tersebut. Salah satu pembagian yang umumnya dilakukan adalah berdasarkan lembaga pemungut pajak.
Kadir (2008) menyatakan, ditinjau dari lembaga pemungutnya, pajak dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu:
1. Pajak Pusat
Pajak Pusat (disebut juga pajak negara) adalah pajak yang ditetapkan pemerintah pusat melalui undang-undang, yang wewenang pemungutannya ada pada pemerintah pusat dan hasilnya digunakan untuk membiayai pengeluaran pemerintah pusat dan pembangunan. Pajak pusat dipungut oleh pemerintah pusat yang penyelenggaranya dilaksanakan oleh Departemen Keuangan Republik Indonesia dan hasilnya digunakan untuk pembiayaan rumah tangga negara pada umumnya. Pajak yang termasuk pajak pusat di Indonesia saai ini yaitu:
a. Pajak Penghasilan (PPh),
b. Pajak Pertambahan Nilai atas Barang dan Jasa (PPN), c. Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), d. Pajak Bumi san Bangunan (PBB)
e. Bea Materai,
f. Pajak Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), g. Bea Masuk,
(42)
h. Bea Keluar (Pajak Ekspor) dan Cukai (yang dikelola oleh Direktorat Jendral Bea dan Cukai Departemen Keuangan)
2. Pajak Daerah
Pajak daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh daerah kepada orang pribadi atau badan tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah. Dengan demikian, pajak daerah merupakan pajak yang ditetapkan oleh pemerintah daerah dengan Peraturan Daerah (Perda), yang wewenang pemungutannya dilaksanakan oleh pemerintah daerah dan hasilnya digunakan untuk membiayai pengeluaran pemerintah daerah dalam melaksanakan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan.
Ditinjau dari golongannya, Tjahjono membedakan pajak menjadi 2 (dua), yaitu:
1. Pajak Langsung, yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan pada orang lain. Pajak langsung ini dipungut secara periodik, misalnya sekali dalam setahun. Contoh: Pajak Penghasilan (PPh). 2. Pajak tidak langsung, yaitu pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau
dilimpahkan kepada orang lain. Pemungutan pajak ini tidak mengenal periodisasi, misalnya setiap saat suatu pajak dapat dipungut. Contoh: Pajak Pertambahan Nilai (PPh).
(43)
Menurut sifatnya, Tjahjono membedakan pajak menjadi 2 (dua), yaitu:
1. Pajak Subjektif, yaitu pajak uang pada waktu pengenaannya yang pertama-tama diperhatikan adalah subjeknya, setelah subjeknya ditemukan barulah dicari objeknya. Dengan kata lain, pajak yang pengenaannya memperhatikan keadaan diri wajib pajak. Contoh: Pajak Penghasilan (PPh).
2. Pajak Objektif, yaitu pajak yang pada waktu pengenaannya yang pertama diperhatikan adalah objeknya, setelah objeknya ditemukan barulah dicari subjeknya. Dalam hal ini pengenaan pajak objektif tidak memperhatikan keadaan wajib pajak. Contoh: Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
2.2.4. Pengertian Pajak Daerah
Pajak daerah adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan dibedakan menjadi dua yaitu pajak daerah Pemerintah Propinsi dan Pajak Daerah Pemerintah Kabupaten/Kota. Menurut undang-undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Pajak dan Retribusi Daerah, yang dimaksud dengan Pajak Daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah.
Dengan demikian, pajak daerah merupakan pajak yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah dengan Peraturan Daerah (Perda), yang wewenang pemungutannya dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah dan hasilnya digunakan untuk membiayai pengeluaran pemerintah daerah dalam melaksanakan penyelenggaraan
(44)
pemerintahan dan pembangunan di daerah. Karena pembayar pajak tidak menerima imbalan secara langsung, pajak harus dikelola dengan baik yang pada akhirnya akan dikembalikan kepada masyarakat.
Di Indonesia, dikenal beberapa jenis pajak. Menurut Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Pajak dan Retribusi Daerah, pajak terdiri atas:
1. Pajak Propinsi yang terdiri dari:
a. Pajak Kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air
b. Bea balik nama kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air c. Pajak Bahan baker kendaraan bermotor
d. Pajak pengambilan dan pemanfaatn air bawah tanah dan air permukaan 2. Pajak Kabupaten/kota terdiri dari:
a. Pajak Hotel b. Pajak restoran c. Pajak Hiburan d. Pajak Reklame
e. Pajak Penerangan Jalan
f. Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C g. Pajak Parkir
Menurut Nick Devas dari Ohio University (Financing Local Government in
Indonesia) dalam Sugianto (2007:29), menyebutkan bahwa kriteria suatu pajak
daerah yang baik adalah apabila memenuhi kriteria sebagai berikut: 1. Penghasilan
(45)
Penghasilan adalah mencukupi apa tujuan pajak tersebut dipungut, stabil, dan dapat diprediksi, dapat mengantisipasi gejolak inflasi dan pertumbuhan penduduk.
2. Keadilan
Keadilan adalah mencerminkan dasar pengenaan dan kewajiban bayar yang jelas da tidak semena-mena.
3. Efisiensi
Efisiensi adalah mampu menimbulkan efisiensi dalam alokasi sumber-sumber ekonomi daerah, mencegah distorsi ekonomi, dan mencegah akses dari beban pajak terhadap perekonomian di daerah.
4. Implementasi
Implementasi adalah secara efektif, baik dalam bidang politik, maupun kapasitas administrasi.
5. Sesuai sebagai sumber pendapatan daerah.
2.2.5. Jenis Pajak Daerah
Dalam undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 dibedakan antara jenis pajak daerah yang dipungut oleh provinsi dan pajak daerah yang dipungut oleh kabupaten/kota. Penjelasan secara rinci mengenai mengenai deskripsi umum, cakupan objek, subjek, wajib pajak dan pengecualian dari objek serta tarif dari pajak provinsi dan pajak kabupaten/kota adalah sebagai berikut:
(46)
1. Jenis pajak provinsi terdiri dari:
A. Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air a. Pajak Kendaraan Bermotor
b. Pajak Kendaraan di Atas Air
B. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air (BBNKB & KAA)
a. Balik Nama Kendaraan Bermotor b. Bea Balik Nama Kendaraan di Atas Air
C. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBB-KB)
D. Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan (P3ABT&AP)
2. Jenis pajak kabupaten/kota terdiri dari. A. Pajak Hotel
B. Pajak Restoran C. Pajak Hiburan D. Pajak Reklame
E. Pajak Penerangan Jalan
F. Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C G. Pajak Parkir
(47)
2.2.6. Pajak Hotel
Pajak Hotel adalah “pajak atas pelayanan hotel, termasuk juga rumah penginapan yang memungut bayaran (Siahaan, 2005). Selanjutnya Siahaan menjelaskan bahwa dalam pemungutan Pajak Hotel ada beberapa terminology yang perlu diketahui, yaitu:
a. Hotel adalah bangunan atau kamar yang khusus disediakan bagi orang untuk menginap/istirahat, memperoleh pelayanan atau fasilitas lainnya yang terdapat di Hotel tersebut yang dikenakan bayaran yang dikelola atau dimiliki oleh pihak yang sama.
b. Rumah Penginapan adalah bangunan yang memiliki fasilitas untuk menginap dalam bentuk dan klasifikasi apa pun beserta fasilitas lainnya yang digunakan dan disewakan untuk umum.
c. Pengusaha hotel adalah orang pribadi atau badan hukum yang mengelola atau memiliki suatu usaha dalam bidang jasa penginapan.
d. Pembayaran adalah jumlah yang akan diterima atau seharusnya diterima atas barang atau jasa pelayanan yang diberikan sebagai bayaran kepada pemilik hotel atau penginapan.
e. Bon Penjualan (bill) adalah bukti pembayaran, yang sekaligus sebagai bukti pungutan pajak, yang dibuat oleh wajib pajak pada saat mengajukan pembayaran atas jasa pemakaian kamar atau tempat penginapan beserta fasilitas lainnya yang disedikan oleh hotel/rumah penginapan.
(48)
Objek pajak hotel adalah pelayanan yang disediakan hotel dengan pembayaran. Subjek Pajak Hotel adalah orang pribadi atau badan yang melakukan pembayaran kepada hotel. Wajib Pajak Hotel adalah pengusaha hotel. Tarif pajak Hotel paling tinggi 10%. Daerah dapat menetapkan sendiri tarif pajak hotel sesuai dengan kebijakan daerah sepanjang tidak melebihi 10% dan ditetapkan dalam peraturan daerah. Dasar pengenaan pajak hotel adalah jumlah pembayaran yang dilakukan kepada hotel. Besarnya pokok pajak hotel yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif dasar pengenaan pajak hotel
2.3. Manajemen Strategi
Kata Strategi berasal dari bahasa Yunani yaitu “Strategos” yang diartikan sebagai “komandan militer” pada masa demokrasi di Athena. Pengertian strategi merupakan pendekatan secara keseluruhan yang berkaitan dengan pelaksanaan gagasan, perencanaan, dan eksekusi sebuah aktivitas dalam kurun waktu tertentu . Di dalam strategi yang baik terdapat koordinasi tim kerja, memiliki tema, mengidentifikasi faktor pendukung yang sesuai dengan prinsip-prinsip pelaksanaan gagasan secara rasional, efisien dalam pendanaan, dan memiliki taktik untuk mencapai tujuan secara efektif (Wikipedia, 2009).
Menurut Jatmiko (2003), Strategi adalah suatu cara dimana organisasi akan mencapai tujuan-tujuannya, sesuai dengan peluang-peluang dan ancaman-ancaman lingkungan eksternal yang dihadapi serta sumber daya dan kemampuan internal organisasi. Berdasarkan pada definisi tersebut, terdapat tiga faktor yang mempunyai
(49)
pengaruh penting pada strategi, yaitu lingkungan eksternal, sumberdaya dan kemampuan internal, serta tujuan yang akan dicapai.
Sedang menurut Jauch dan Glueck dalam Jatmiko (2003), strategi adalah rencana yang disatukan, menyeluruh dan terpadu yang mengaitkan keunggulan strategi perusahaan dengan tantangan lingkungan dan yang dirancang untuk memastikan bahwa tujuan utama perusahaan dapat dicapai melalui pelaksanaan yang tepat oleh perusahaan. Berdasarkan pada definisi strategi dan faktor-faktor yang mempengaruhinya strategi, maka Jatmiko mendefinisikan manajemen strategi sebagai suatu proses dimana manajemen puncak menentukan arah jangka panjang dan kinerja atau prestasi organisasi melalui formulasi yang cermat, implementasi yang tepat, dan evaluasi yang terus menerus atas strategi yang telah ditetapkan. Sedangkan Jauch dan Glueck mengartikan manajemen strategi sebagai suatu atau sejumlah keputusan dan tindakan yang mengarah pada penyusunan suatu strategi atau sejumlah strategi yang efektif untuk membantu mencapai sasaran perusahaan.
David (2002:5) mengatakan: Manajemen Strategis dapat didefinisikan sebagai seni dan pengetahuan untuk merumuskan, mengimplementasikan, dan mengevaluasi keputusan lintas fungsional yang membuat organisasi mampu mencapai objektifnya. Seperti yang tersirat dalam definisi, fokus manajemen strategis terletak pada memadukan manajemen, pemasaran, keuangan/akunting, produksi/operasi, penelitian dan pengembangan, serta sistem informasi komputer untuk mencapai keberhasilan organisasi.
(50)
Penting untuk dipahami bahwa, manajemen strategi tidak hanya tentang analisis tentang kekuatan dan kelemahan organisasi, serta analisis tentang peluang dan ancaman organisasi (biasanya disebut analisis SWOT). Karena analisis SWOT hanyalah bagian dari proses manajemen strategi. Selain itu manajemen strategi tidak hanya tentang komunikasi visi top manajemen kepada para bawahannya. Tetapi strategi juga berbicara tentang pemanfaatan kemampuan, kapasitas innovatif, dan mendorong setiap orang untuk berpartisipasi dan berprestasi dalam suatu organisasi. Strategi mencakup nilai-nilai, harapan-harapan dan tujuan-tujuan yang sesuai dengan posisinya untuk mempengaruhi strategi, artinya adalah bahwa setiap orang dalam suatu organisasi mempunyai peran dan perhatian pada proses formulasi dan implementasi strategi.
Berbagai literatur tentang manajemen strategi memberikan sejumlah kriteria untuk melakukan analisis strategi yang secara umum digunakan adalah sebagai berikut:
1. Kesesuaian dengan lingkungan eksternal
Strategi harus konsisten dengan semua unsur-unsur penting lingkungan eksternal, baik eksternal makro maupun eksternal mikro.
2. Kesesuaian dengan lingkungan internal
Satu hal penting yang perlu diketahui adalah apakah strategi konsisten dengan budaya organisasi, kapabilitas, dan sumberdaya organisasi. Contohnya: Suatu perusahaan farmasi akan memasuki bidang usaha kosmetika. Strategi tersebut kelihatannya sangat logis, walau bagaimanapun, tidak hanya industri “kesehatan”
(51)
hampir mirip dengan “kecantikan”, tetapi inputnya juga hampir sama (unsur kimia yang digunakan), serta sistem distribusinya juga hampir sama (lewat ahli kimia dan supermarket). Potensi sinergi kedua bidang tersebut sangat tinggi. Budaya dan minat perusahaan-perusahaan farmasi didasarkan pada ilmu yang mulia, yaitu “menciptakan kesehatan dan mempertahankan hidup”. Budaya tersebut bila dilihat dari aktivitas-aktivitas perusahaan kosmetika agak “sembrono (frivolous)”. Perbedaan budaya, yaitu budaya sehat dan budaya kecantikan, serta tidak adanya konsistensi budaya diantara kedua jenis bidang usaha tersbut mengakibatkan tidak berhasilnya usaha-usaha untuk mengkombinasikan dan mensinergikan dua jenis bidang usaha tersebut.
3. Dapat diukur
Sedapat mungkin, hasil dari suatu strategi harus dapat diukur keberhasilan atau kegagalannya. Namun, untuk strategi-strategi tertentu kadang-kadang sulit untuk dilakukan pengukuran tentang keberhasilan atau kegagalannya. Misalnya strategi yang dirancang untuk menciptakan profil dan citra publik suatu organisasi sulit untuk diukur tingkat keberhasilannya.
4. Konsistensi dengan misi organisasi
Salah satu analisis fundamental setiap strategi adalah konsistensinya dengan nilai-nilai, keyakinan-keyakinan dasar, serta tujuan-tujuan utana organisasi.
5. Cukup tersedia sumber daya
Sumber daya sebaiknya dipertimbangkan baik sumber daya uang, sumberdaya fisik, serta manusia yang terampil. Biasanya uang merupakan sumberdaya yang
(52)
sangat terbatas, khususnya jika diperlukan pinjaman yang banyak dengan tingkat bunga yang relatif tinggi. Namun semua itu dapat mempengaruhi kemampuan organisasi perusahaan untuk berhasil mengimplementasikan strateginya.
6. Keunggulan bersaing
Kebanyakan, tetapi tidak semua, strategi-strategi perusahaan mempunyai unsur persaingan yang kuat. Startegi perusahaan harus mempunyai keunggulan kompetitif yang tidak dimiliki oleh para pesaingnya.
7. Fleksibilitas
Lingkungan (eksternal dan internal) dimana organisasi perusahaan beroperasi selalu mengalami perubahan, bahkan kadanh sangat bergejolak. Kemampuan organisasi perusahaan untuk menanggulangi perubahan lingkungan dengan strategi yang tepat menjdai sangat penting. Strategi harus mampu dimodifikasi sesuai dengan perubahan lingkungan.
8. Motivasi
Apakah strategi akan menghasilkan usaha organisasional pada tingkat yang tinggi? Karyawan jarang dirangsang oleh strategi-strategi konservatif, dan jarang dipersiapkan untuk strategi-strategi mereka yang mereka yakini sebagai sesuatu yang membosankan.
9. Kejelasan
Semua strategi harus tertulis secara eksplisit dan dikomunikasikan ke seluruh bagian dan tingkatan di dalam organisasi. Pendekatan ini akan membantu meningkatkan cara pandang karyawan terhadap keberadaan organisasi perusahaan
(53)
dan akan mengurangi peluang terjadinya sabotase dan pemboikotan oleh karyawan dalm tahap implementasi strategi.
10.Resiko
Organisasi perusahaan mempunyai cukup alasan untuk mengetahui profil resiko dalam struktur manajemennya. Para manajer cenderung merasakan ketidaknyamanan dengan strategi atau proyek-proyek yang tingkat resikonya tinggi, atau tidak termotivasi apabila tingkat resikonya rendah. Resiko biasanya dilihat sebagai suatu fungsi sejumlah sumberdaya untuk melaksanakan strategi, jangka waktu yang diperlukan untuk melaksanakan strategi, serta proporsi atau ukuran keseluruhan sumberdaya untuk menjalankan setiap usaha yang mengandung resiko.
Sedang Bryson (2000), mengelompokkan faktor-faktor yang mempengaruhi suatu strategi hanya pada dua faktor, yaitu internal dan eksternal dengan penjelasan sebagai berikut:
1. Faktor lingkungan eksternal, yaitu semua kondisi, kecenderungan dan pengaruh dari luar institusi yang menentukan keberhasilan pengembangan misi dan pencapaian visi institusi. Semua faktor ini harus diperhitungkan karena dapat menjadi ancaman bagi institusi atau sebaliknya menjadi peluang. Peluang dan ancaman dalam organisasi dapat diketahui dengan memantau berbagai kekuatan dan kecenderungan Politik, Ekonomi, Sosial dan teknologi atau disingkat dengan PESTs. PESTs merupakan akronim yang tepat bagi kekuatan dan kecenderungan ini, karena organisasi biasanya harus berubah sebagai jawaban terhadap kekuatan
(54)
maupun kecenderungan itu dan perubahan boleh jadi sengat menyakitkan. Sayangnya, semua organisasi juga seringkali hanya fokus kepada aspek yang negatif dan mengancam dari perubahan itu, dan tidak fokus kepada peluang yang dimunculkan oleh perubahan tersebut, disamping memantau PESTs. Perencana strategis juga harus memantau kelompok stakeholders yang beragam, termasuk klien, pelanggan, pembayar, pesaing atau kolaborator.
2. Faktor lingkungan internal, yakni semua kondisi yang berasal dari dalam organisasi yang dapat menjadikan kekuatan atau sebaliknya kelemahan. Adapun kondisi tersebut dapat berupa faktor sumber daya yang terdiri dari manusia, ekonomi, informasi dan kemampuan faktor strategi/bagian, dan faktor pelaksana yang berupa hasil (out put) serta sejarah.
Setiap strategi tentunya harus seiring dengan paradigma pembangunan suatu daerah, terlebih yang berkaitan dengan anggaran daerah yang bersangkutan. Hal tersebut perlu dilakukan untuk menghasilkan anggaran daerah yang benar-benar mencerminkan kepentingan dan pengharapan dari masyarakat daerah setempat terhadap pengelolaan daerah secara ekonomis, efisien dan efektif. Karena itulah strategi yang akan diterapkan harus dapat melihat semua hal. Adapun paradigma anggaran daerah yang diperlukan dalam rangka penerapan strategi peningkatan PAD adalah (Mardiasmo, 2002):
a. Anggaran daerah harus bertumpu, bertujuan dan berpihak pada kepentingan publik;
(55)
b. Anggaran daerah harus dikelola dengan baik agar menghasilkan sesuatu yang baik dan berbiaya rendah;
c. Anggaran daerah harus mampu memberikan transparansi dan akuntabilitas secara rasional untuk keseluruhan siklus anggaran;
d. Anggaran daerah harus dikelola dengan pendekatan kinerja untuk seluruh jenis pengeluaran maupun pendapatan;
e. Anggaran daerah harus mampu menumbuhkan profesionalisme kerja di setiap organisasi yang terkait;
f. Anggaran daerah harus dapat memberikan keleluasaan bagi para pelaksananya untuk memaksimalkan pengelolaan dana dengan memperhatikan prinsip value for
money.
Menurut Soekarwo dalam Kadir (2008), Peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dapat dilaksanakan melalui beberapa hal, yaitu:
1. Ekstensifikasi,yaitu suatu kegiatan yang dilakukan melalui penggalian sumber penerimaan baru dengan pemanfaatan potensi daerah yang mampu memberikan keuntungan ekonomis kepada pemerintahan dan masyarakat luas lainnya.
2. Intensifikasi, yaitu kegiatan yang dilakukan mengefektifkan perbaikan dan pembaharuan seluruh data yang berkaitan penerimaan daerah, pembaharuan data dilaksanakan secara berkala, serta dengan menerapkan pengecekan ulang secara acak pada sebahagian sumber pendapatan asli daerah, kegiatan-kegiatan tersebut dapat dilakukan dengan:
(56)
a. Pendataan dan peremajaan objek dan subjek pajak dan retribusi daerah sehingga seluruh sumber-sumber pendapatan asli daerah dapat digali dan disesuaikan dengan peraturan perundang-undangan;
b. Mempelajari dan menelaah kembali pajak-pajak daerah yang dipangkas (dicabut kembali) guna mencari kemungkinan untuk dialihkan menjadi retribusi daerah;
c. Mengintensifikasi penerimaan retribusi daerah;
d. Memperbaiki sarana dan prasarana pungutan yang belum memadai, sehingga seluruh pungutan merupakan pembiayaan berdasarkan sarana dan prasarana yang baik.
3. Peningkatan pelayanan kepada masyarakat.
Menurut Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor: 06/PJ.9/2001, bahwa dalam rangka meningkatkan jumlah penerimaan Pajak, ada dua strategi yang dapat dilaksanakan, yaitu:
a. Ekstensifikasi Wajib Pajak adalah kegiatan yang berkaitan dengan penambahan jumlah Wajib Pajak terdaftar dan perluasan objek pajak dalam administrasi Direktorat Jenderal Pajak (DJP).
b. Intensifikasi pajak adalah kegiatan optimalisasi penggalian penerimaan pajak terhadap objek serta subjek pajak yang telah tercatat atau terdaftar dalam administrasi DJP, dan dari hasil pelaksanaan ekstensifikasi wajib pajak.
(57)
2.4. Analisis SWOT
Analisis SWOT menurut Sumarto (2008:146) adalah singkatan dari Strengths,
Weaknesses, Opportunities dan Threats. Strenghts (kekuatan) dan Weakness
(kelemahan) mengacu pada faktor internal, sedangkan Opportunities (peluang) dan
Threats (ancaman) adalah lingkungan eksternal yang mempengaruhi suatu
komunitas, suatu wilayah, organisasi atau suatu aktivitas. Analisis SWOT dapat digunakan untuk melengkapi teknik-teknik analisis institusi dan analisis stakeholder.
Masih menurut Sumarto, Analisis SWOT adalah teknik partisipasi yang sangat sederhana dan sistematis, yang dapat digunakan di berbagai situasi untuk mengidentifikasi kekuatan dan peluang serta bagaimana mengotimalkannya, selain mengidentifikasi kelemahan dan ancaman untuk mempermudah merumuskan langkah-langkah untuk mengatasinya. Hasil akhir dari analisis SWOT dapat dijadikan basis untuk merumuskan strategi dan atau aksi. Oleh sebab itu, analisis SWOT adalah teknik yang sering digunakan sebagi bagian dari proses penyusunan perencanaan strategis (strategic planning).
Menurut Rangkuti (2005), Analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi perusahaan. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (strengths) dan peluang (opportunities), namun secara bersamaan dapat meminilamkan kelemahan (weaknesses) dan ancaman (threats). Penelitian menunjukkan bahwa kinerja suatu Organisasi dapat ditentukan oleh kombinasi faktor internal dan eksternal. Kedua faktor tersebut harus dipertimbangkan dalam analisis SWOT.
(58)
Penerapan manajemen strategi pada suatu organisasi adalah untuk mengetahui posisi organisasi dalam suatu lingkungan yang bersaing. Organisasi harus dapat menganalisa kekuatan serta kelemahan internal dan eksternal untuk menghadapi tantangan dan peluang yang ada di lingkungan. Penerapan dari analisa SWOT ini adalah untuk memungkinkan organisasi memanfaatkan peluang yang ada di lingkungan sesuai dengan kekuatan organisasi dan menghindari atau memperkecil ancaman dari lingkungan luar yang merugikan. Analisa SWOT juga bermanfaat untuk mengidentifikasi kelemahan-kelemahan yang masih mungkin diperbaiki serta meningkatkan daya guna kekuatan-kekuatan yang masih bisa ditingkatkan. Memadukan informasi menyangkut lingkungan dengan pengetahuan tentang kemampuan organisasi adalah keharusan bagi manajemen untuk memformulasikan strategi yang realistis dalam kerangka pencapaian tujuan dari organisasi.
Sumber daya yang dimiliki organisasi mungkin mengandung kelemahan dan kelebihan. Sumber daya dimaksud meliputi, sumber daya manusia (pengalaman, kemampuan, pengetahuan ketrampilan dan pertimbangan dari seluruh pegawai pada perusahaan), sumber daya organisasi (sistem dan prosedur, struktur, budaya, pengelolaan pembelian/material, operasi dan produksi, kemampuan keuangan, sistem pemasaran, sistem informasi, sistem kontrol dan riset serta pengembangan) dan sumber daya fisik (peralatan, geografi dari lokasi, akses terhadap sumber bahan, jaringan distribusi, dan teknologi yang dikuasai). Untuk menghasilkan kinerja yang optimal ketiga sumber daya tersebut harus terjalin sedemikian rupa untuk menghasilkan perusahaan unggul dalam persaingan yang berkelanjutan.
(59)
SWOT (Strength,Weakness, Opportunity dan Threat atau dalam bahasa Indonesia sebagai Kekuatan, Kelemahan, Kesempatan dan Ancaman) memiliki makna sebagai berikut:
1. Kekuatan, merupakan hal yang positif yang sifatnya dari dalam/internal. 2. Kelemahan, merupakan hal yang negatif yang sifatnya dari dalam/internal. 3. Kesempatan, merupakan hal positif yang sifatnya dari luar/eksternal. 4. Ancaman, merupakan hal negatif yang sifatnya dari luar/eksternal. Analisis SWOT terdiri atas dua jenis yaitu:
1. Model Kuantitatif
Sebuah asumsi dasar dari model ini adalah kondisi yang berpasangan antara
Strength dan Weakness, serta Ooportunity dan Threat. Kondisi berpasangan ini terjadi
karena diasumsikan bahwa dalam setiap kekuatan selalu ada kelemahan yang tersembunyi dan dari setiap kesempatan yang terbuka selalu ada ancaman yang harus diwaspadai. Ini berarti setiap satu rumusan Strength (S), harus selalu memiliki satu pasangan Weakness (W) dan setiap satu rumusan Opportunity (O) harus memiliki satu pasangan satu Threath (T).
Kemudian setelah masing-masing komponen dirumuskan dan dipasangkan, langkah selanjutnya adalah melakukan proses penilaian. Penilaian dilakukan dengan cara memberikan skor pada masing-masing subkomponen, dimana satu subkomponen dibandingkan dengan subkomponen yang lain dalam komponen yang sama atau mengikuti lajur vertikal. Subkomponen yang lebih menentukan dalam jalannya
(60)
organisasi diberikan skor yang lebih besar. Standar penilaian dibuat berdasarkan kesepakatan bersama untuk mengurangi kadar subyektifitas.
2. Model Kualitatif
Urutan dalam membuat Analisis SWOT kualitatif tidak berbeda dengan urutan model kuantitatif, perbedaan besar diantara keduanya adalah pada saat pembuatan subkomponen dari masing-masing komponen. Apabila pada model kuantitatif setiap subkomponen S memiliki pasangan subkomponen W, dan satu subkomponen O memiliki pasangan satu subkomponen T, maka dalam model kualitatif hal ini tidak terjadi. Selain itu, subkomponen pada masing-masing komponen (S-W-O-T) adalah berdiri bebas dan tidak memiliki hubungan satu sama lainn. Ini berarti model kualitatif tidak dapat dibuatkan Diagram Cartesin, karena mungkin saja misalnya, subkomponen S ada sebanyak 10 buah, sementara subkomponen W hanya 6 buah.
Sebagai alat analisa, analisis SWOT berfungsi sebagai panduan pembuatan peta. Ketika telah berhasil membuat peta, langkah tidak boleh berhenti karena peta tidak menunjukkan kemana harus pergi, tetapi peta dapat menggambarkan banyak jalan yang dapat ditempuh jika ingin mencapai tujuan tertentu. Peta baru akan berguna jika tujuan telah ditetapkan.
Proses pengambilan keputusan strategis selalu berkaitan dengan pengembangan misi, tujuan, strategi, dan kebijakan suatu organisasi. Dengan demikian perencana strategi (stretegic planner) harus menganalisis faktor-faktor strategis organisasi (kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman) dalam kondisi yang
(1)
melakukan pengawasan melekat pada semua lini yang berhubungan dengan proses pemungutan pajak hotel untuk mencegah/menghindari kebocoran-kebocoran pajak hotel serta memberikan penghargaan atau reward kepada wajib pajak yang mampu melakukan pembayaran kewajibannya tepat waktu atau melebihi target.
(2)
DAFTAR PUSTAKA
Ansoff I & Mc Donald Eduard. 1994. Implanting Stretegic Management: Prentice Hall.
Arikunto, Suharsimi. 1998. Metode Penelitian; Suatu Pendekatan Praktek: Jakarta: PT. Rineka Cipta
Bryson, Jhon M, 2000, Perencanaan Strategis bagi Organisasi Sosial. Pustaka Pelajar. Yogyakarta
David, Fred R., 2002, Manajemen Strategis, Alih Bahasa : Alexander Sindoro, Prenhallindo, Jakarta.
Kadir, Abdul. 2008. Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Perspektif Otonomi di Indonesia.Fisip USU Press. Medan.
Kadir, Abdul, M. Husni Thamrin dan M. Arifin Nasution. 2008. Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi Fiskal. Fisip USU Press. Medan.
Karim, A.G. 2003. Kompleksitas Persoalan Otonomi Daerah di Indonesia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Manan, Bagir. 1990. Hubungan Antara Pusat dan Daerah Asas Desentralisasi Berdasarkan UUD 1945, Bandung Disertasi, Universitas Padjajaran, Bandung.
Mardiasmo. 2002. Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah, Yogyakarta. Andi Mariana, Dede dan Paskarina. 2008. Demokrasi dan Politik Desentralisasi,
Yogyakarta: Graha Ilmu
Moleong. Lexy J. 2005. Metode Penelitian Kualitatif. PT. Remaja Rosdakarya. Bandung.
Napitupulu, Paimin. 2006. Menakar Urgensi Otonomi Daerah, Solusi atas Ancaman Disintegrasi. Bandung: PT Alumni
(3)
Panggabean, Mutiara S. 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia: Jakarta: PT. Ghalia Indonesia
Putong, Iskandar. 2002. Pengantar Ekonomi Mikro dan Makro. Edisi II, Ghalia Indonesia. Jakarta.
Rangkuti, Freddy. 2006. Analisis SOWT: Teknik Membedah Kasus Bisnis. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta
Siahaan, Marihot. P. 2005. Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Rajawali Pers. Jakarta
Sugianto. 2008. Pajak dan Retribusi Daerah. Grasindo. Jakarta
Sumarto, Hetifah Sj. 2003. Inovasi, Partisipasi, dan Good Governace: 20 Prakarsa Inovatif dan Partisipatif di Indonesia. Yayasan Obor Indonesia. 2009
Tjahjono. Ahmad. 2000. Perpajakan. UPP AMP YKPN. Yogyakarta
Wignosubroto, S, dkk. 2005. Pasang Surut Otonomi Daerah Sketsa Perjalanan 100 Tahun, Jakarta: Institut for Local Development
Internet
Wikipedia, 2009. Strategi, (Online), (http://id.wikipedia.org/wiki/Strategi, diakses 23 Juli 2009)
Dokumen
Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak dan Retribusi Daerah
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
(4)
Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah
Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE – 06/PJ.9/2001 tentang Pelaksanaan Ekstesifikasi Wajib Pajak dan Intensifikasi
(5)
PEDOMAN WAWANCARA
1. Apakah yang menjadi kekuatan DPPKKD menurut Bapak, di dalam strategi peningkatan penerimaan PAD melalui pajak hotel di Kabupaten Toba Samosir? 2. Bagaimanakah Kualitas SDM PNS yang dimiliki oleh DPPKKD Kabupaten
Tobasa?
3. Bagaimanakah menurut Bapak, ketersediaan sarana dan prasarana yang dapat mendukung strategi peningkatan penerimaan PAD melalui pajak hotel?
4. Apakah yang menjadi kendala-kendala yang dihadapi DPPKKD, sehingga menjadi kelemahan di dalam melakukan strategi peningkatan PAD melalui pajak hotel di Kabupaten Toba Samosir?
5. Bagaimanakah penegakan sanksi yang dilakukan DPPKKD untuk menindak para wajib pajak yang tidak taat pajak?
6. Bagaimanakah produktivitas DPPKKD didalam hal penerimaan PAD melalui pajak hotel di Kabupaten Tobasa?
7. Bagaimanakah sikap mental, disiplin, motivasi kerja serta pemahaman tupoksi dari para pegawai DPPKKD?
8. Bagaimanakah menurut Bapak, ketegasan DPPKKD dalam hal penerbitan SKPD? 9. Bagaimanakah kondisi birokrasi di DPPKKD Kabuaten Tobasa?
10.Apa sajakah peluang yang dimiliki oleh DPPKKD di dalam strategi meningkatkan PAD melalui pajak hotel?
11.Bagaimanakah menurut Bapak potensi wisata yang dimiliki oleh Kabupaten Tobasa?
12.Bagaimanakah kondisi jumlah wisatawan yang berkunjung ke Kabupaten Tobasa?
13.Bagaimanakah pemanfaatan ilmu dan teknologi yang mampu mendukung strategi peningkatan PAD melalui pajak hotel di Kabupaten Tobasa?
(6)
14.Bagaimanakah pemanfaatan potensi ekonomi dan lokasi yang strategis Kabupaten Tobasa, untuk dapat menjadi peluang bagi strategi peningkatan PAD melalui pajak hotel di Kabupaten Tobasa?
15.Apa sajakah yang menjadi ancaman bagi DPPKKD dalam meningkatkan PAD melalui pajak hotel di Kabupaten Tobasa?
16.Bagaimanakah menurut Bapak, situasi politik Kabupaten Tobasa dalam kerangka pelaksanaan strategi DPPKKD untuk meningkatkan PAD melalui pajak hotel? 17.Bagaimanakah kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah Kabupaten Tobasa? 18.Bagaimanakah kesadaran wajib pajak hotel di Kabupaten Tobasa dalam