2.4.2.4 Kriteria Perencanaan Las
Ada beberapa ketentuan mengenai perencanaan las pada suatu sambungan, yaitu SNI 03-1729-2002 :
a. Las tumpul
penetrasi penuh :
terdapat penyatuan antara las dan bahan induk
sepanjang kedalaman penuh sambungan.
tebal rencana las adalah ukuran las.
penetrasi sebagian :
kedalaman penetrasi lebih kecil daripada kedalaman penuh sambungan.
Gambar 2.23. Tebal efektif las tumpul
Sumber : Agus Setiawan, 2008
b. Las sudut
ukuran las ditentukan oleh panjang kaki t
w
seperti pada gambar berikut :
Gambar 2.24. Ukuran las sudut
Sumber : Standar Nasional Indonesia SNI 03-1729-2002
ukuran minimum las sesuai dengan tabel berikut :
Tabel 2.6. Ukuran minimum las sudut Tebal bagian paling tebal, t mm
Tebal minimum las sudut, t
w
mm t ≤ 7
3 7 t ≤ 10
4 10 t ≤ 15
5 15 t
6
Sumber : Standar Nasional Indonesia SNI 03-1729-2002
ukuran maksimum las sudut sepanjang tepi komponen yang
disambung adalah :
Gambar 2.25. Ukuran maksimum las sudut
Sumber : Agus Setiawan, 2008
tebal efektif las sudut sesuai dengan gambar berikut :
Gambar 2.26. Tebal efektif las sudut
Sumber : Agus Setiawan, 2008
panjang efektif las paling tidak 4 kali ukuran las; jika kurang,
maka ukuran las perencanaan dianggap sebesar 0,25 dikali panjang efektif.
luas efektif adalah perkalian panjang efektif dengan tebal
rencana las.
jarak melintang antara las yang menerus harus 32 t
p
.
jarak melintang antara las yang tidak menerus, tidak boleh melebihi nilai terkecil dari :
komponen menerima gaya tekan : 16 t
p
dan 300 mm.
komponen menerima gaya tarik : 24 t
p
dan 300 mm.
2.5 Hubungan Sambungan Antara Balok dan Kolom
Sambungan antara balok ke kolom ditujukan untuk memindahkan semua momen dan memperkecil atau meniadakan rotasi batang pada sambungan, seperti
sambungan pada AISC Jenis 1, LRFD Tipe FR, atau ASD Tipe 1 Charles G. Salmon dan John E. Johnson,1997
.
Gambar 2.27. Sambungan balok ke kolom sambungan yang dilas ke sayap kolom
Sumber : Charles G. Salmon dan John E. Johnson, 1995
Kolom dapat berhubungan secara kaku dengan balok-balok pada kedua sayapnya, seperti pada Gambar 2.27.a, b, dan c, atau hanya pada satu sayap
seperti pada Gambar 2.27.d dan Gambar 2.28. Alternatifnya, balok dapat disambung secara kaku ke badan kolom, baik pada satu sisi ataupun kedua sisi,
seperti pada Gambar 2.29.
Gambar 2.28. Sambungan balok ke kolom sambungan baut
Sumber : Charles G. Salmon dan John E. Johnson, 1995
Gambar 2.29. Sambungan balok ke kolom sambungan yang dilas ke badan kolom
Sumber : Charles G. Salmon dan John E. Johnson, 1995
BAB III METODOLOGI PERENCANAAN SAMBUNGAN
3.1 Pendahuluan
Pada bab berikut ini, akan dibahas mengenai kriteria dan langkah-langkah dalam menganalisa suatu sambungan antara balok dan kolom pada struktur baja
dengan menggunakan dua jenis alat sambung baut yaitu baut mutu biasabaut hitam dan baut mutu tinggi, guna melihat perbedaan perilaku dan kebutuhan
sambungan antara keduanya, apakah berupa sambungan jenis Rigid Connection Sambungan Kaku atau Semi-rigid Connection Sambungan Semi-kaku.
Prosedurlangkah-langkah yang akan dilakukan untuk menganalisa sambungan tersebut antara lain :
1. Pemilihan suatu model sambungan yang akan ditinjau,
2. Pemilihan data perencanaan sambungan yang akan ditinjau,
3. Perencanaan dan analisis sambungan antara balok dengan kolom,
menggunakan alat sambung baut hitam, dan baut mutu tinggi.
3.2 Permodelan Sambungan
Sambungan yang ditinjau berupa end-plate connection jenis extended one way, seperti yang terlihat pada gambar di bawah ini.
Gambar 3.1. Permodelan sambungan yang ditinjau
3.3 Data Perencanaan Sambungan
Balok dan kolom yang dianalisa menggunakan mutu baja Bj 37 fy = 2.400 kgcm
2
, dengan profil berupa IWF 350 x 175 x 7 x 11, dimana : -
h = 350
mm -
b = 175
mm -
t
w
= 7 mm
- t
f
= 11 mm
- r
= 14 mm
- A
= 63,14 cm
2
- Ix = 13.600 cm
4
- Iy = 984 cm
4
- Wx = 775
cm
3
- Wy = 112 cm
3
Sambungan antara balok dan kolom tersebut direncanakan memikul suatu momen M sebesar 10 ton.m, beban geser V sebesar 15 ton, dan dianalisa
menggunakan alat sambung : -
Baut hitam A
307
, kuat tarik f
u b
= 350 MPa = 3.500 kgcm
2
t
f
t
w
h
b
r
- Baut mutu tinggi A
325
, kuat tarik f
u b
= 825 MPa = 8.250 kgcm
2
3.4 Analisis Sambungan Antara Balok dan Kolom
3.4.1 Sambungan Baut 3.4.1.1 Filosofi Pendesainan
Model desain sambungan yang digunakan disini berdasarkan distribusi elastis dan plastis dari kekuatan baut, dimana suatu sambungan end plate
menyalurkan momen dari rangkaian tegangan pada baut dengan tekanan pada sayap yang berhadapan. Kecuali disana ada gaya aksial pada balok,
maka kedua gaya tersebut sebanding dan berhadapan, seperti Gambar 3.2 Joints in Steel Construction, Moment Connections, 1995
.
Gambar 3.2. Kekuatan sambungan
Sumber : Joints in Steel Construction, Moment Connections, 1995
3.4.1.2 Tahapan Analisa
Beberapa langkah dalam menganalisa suatu kekuatan sambungan antara balok dan kolom adalah sebagai berikut Joints in Steel Construction,
Moment Connections, 1995 :
a. Langkah 1 : kemampuan perlawanan dari barisan baut pada
daerah tegangan Kekuatan pada masing-masing barisan baut pada daerah tegangan
terbatas oleh bengkokan pada end plate atau sayap kolom, kegagalan baut, atau kegagalan tegangan pada badan balok atau
kolom. Langkah pertama yang dihitung adalah kemampuan perlawanan masing-masing barisan, yaitu : P
ri
Gambar 3.3.
Gambar 3.3. Kemampuan perlawanan dari barisan baut
Sumber : Joints in Steel Construction, Moment Connections, 1995
Nilai dari P
r1
, P
r2
, P
r3
, dan seterusnya, dihitung dari urutan atas
baris 1 hingga ke bawah. Prioritas beban diberikan pada baris 1 dan kemudian baris ke 2, dan seterusnya.
Di setiap tahap, baut di barisan paling bawah diabaikan. Pertama, masing-masing barisan dicek secara terpisah, dan
kemudian secara kombinasi dengan barisan di atasnya, seperti Joints in Steel Construction, Moment Connections, 1995 :
P
r1
= [kapasitas barisan 1 sendiri] P
r2
= nilai minimal dari; [kapasitas barisan 2 sendiri] [kapasitas barisan 2+1
– P
r1
]
Barisan terlemah yang dipersiapkan hanya untuk gaya geser
P
r3
= nilai minimal dari; [kapasitas barisan 3 sendiri] [kapasitas barisan 3+2
– P
r2
] [kapasitas barisan 3+2+1
–P
r2
–P
r1
] Dan pola perhitungan yang sama untuk baris selanjutnya.
Langkah 1A : bengkokan pada end plate atau sayap kolom
atau kelenturan baut Pengecekan ini dilakukan secara terpisah antara sayap
kolom dan end plate. Potensi perlawanan pada tegangan sayap kolom atau end plate, P
r
merupakan nilai minimum yang diperoleh dari tiga persamaan berikut Joints in Steel
Construction, Moment Connections, 1995 :
- Mode 1 : sayap melentur sempurna
………. 3.1
- Mode 2 : kegagalan baut dengan sayap melentur
∑
…. 3.2
- Mode 3 : kegagalan baut
P
r
= ΣP
t
’ ……….. 3.3