Seluruh data sekunder dan data primer yang diperoleh dari pustaka dan penelitian lapangan diklasifikasikan dan disusun secara sistematis, sehingga dapat dijadikan
acuan dalam melakukan analisis. Langkah selanjutnya, dari data sekunder dan data primer yang telah disusun dan ditetapkan sebagai sumber dalam penyusunan
skripsi ini kemudian dianalisis secara kualitatif dengan menggunakan metode deskriptif.
Analisis kualitatif yaitu metode analisis data yang mengelompokkan dan menyeleksi data yang diperoleh dari penelitian lapangan menurut kualitas dan
kebenarannya kemudian dihubungkan dengan teori-teori yuridis normatif yang diperoleh dari studi kepustakaan sehingga diperoleh jawaban atas permasalahan.
Sedangkan metode deksriptif yaitu metode analisis dengan memilih data yang menggambarkan keadaan sebenarnya di lapangan.
17
6. Penarikan Kesimpulan
Sebagai akhir, penarikan kesimpulan dalam penulisan skripsi ini dilakukan dengan metode deduktif, yakni menarik kesimpulan dari suatu permasalahan yang
bersifat umum terhadap permasalahan yang konkret dihadapi.
18
F. Keaslian Penulisan
Berdasarkan hasil pemeriksaan dan hasil penelitian yang ada, penelitian
mengenai Tinjauan Yuridis Terhadap Hak-Hak Anak Yang Diasuh Di Panti Asuhan Di tinjau Dari Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 Tentang
Perlindungan Anak Studi Pada Yayasan Sosial Sai Prema Medan belum
pernah dilakukan dalam topik dan pembahasan yang sama. Penelitian terhadap
17
Ibid, hal. 10.
18
Bambang Sunggono, Op. cit, hal. 71.
judul skripsi ini juga telah diperiksa oleh pihak perpustakaan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara, judul skripsi ini belum pernah dikemukakan dan permasalahan yang diajukan juga belum pernah diteliti.
Adapun beberapa judul yang memiliki sedikit kesamaan di Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara antara lain :
1. Perbandingan Ketentuan Pengangkatan Anak Dalam Staatsblad 1917 No.
129 dan Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. 2.
Pengaruh Lingkungan Terhadap Kenakalan dan Kejahatan Anak Di tinjau dari Aspek Hukum Perlindungan Anak.
3. Kekerasan Seksual Sexual Abuse Terhadap Anak Dalam Perspektif
Hukum Pidana Indonesia dan Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak studi kasus putusan Pengadilan Negeri
Medan No. 3150Pid B2003 . Oleh karena itu, penulisan skripsi ini dapat dikatakan masih “asli” sesuai
dengan asas-asas keilmuan yang jujur, rasional, objektif, serta terbuka sehingga keabsahannya dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
G. Sistematika Penulisan
Suatu karya ilmiah yang baik harus disusun secara sistematis guna mempermudah uraian pembahasan karya ilmiah yang bersangkutan. Sistematika
penulisan skripsi ini dibagi menjadi beberapa bab yang saling berhubungan satu sama lain. Skripsi ini terdiri dari lima bab, yaitu sebagai berikut :
Bab I berisikan pendahuluan yang merupakan pengantar yang di dalamnya terurai mengenai latar belakang penulisan skripsi, permasalahan, kemudian
dilanjutkan dengan tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penelitian, keaslian penulisan, yang kemudian diakhiri oleh sistematika penulisan.
Bab II merupakan bab yang memberikan penjelasan mengenai pengertian anak, asas-asas hukum perlindungan anak, prinsip perlindungan hak-hak anak,
perlindungan anak dalam kedudukan hukum dan ruang lingkup hukum perlindungan anak.
Bab III, Bab ini merupakan bab yang memberikan penjelasan tentang kebijakan pemerintah dalam mensejahterakan anak, menjelaskan tentang peran
yayasan sosial sebagai tempat perlindungan anak, dan melihat kepedulian masyarakat terhadap perlindungan anak.
Bab IV, Bab ini merupakan bab yang memberikan penjelasan tentang pengaturan perlindungan anak ditinjau berdasarkan Undang-Undang No. 23
Tahun 2002 Tentang perlindungan anak, menjelaskan tentang peran lembaga sosial dalam perlindungan hak-hak anak pada Yayasan Sosial Sai Prema Medan,
Menjelaskan tentang implementasi perlindungan terhadap hak-hak anak pada Yayasan Sosial Sai Prema Medan.
Bab V adalah bab terakhir dalam penulisan skripsi ini yang memaparkan garis besar dari karya tulis ilmiah ini dalam bagian kesimpulan dan bagian saran yang
memuat pendapat-pendapat berkaitan dengan “Tinjauan Yuridis Terhadap Hak- Hak Anak Yang Di Asuh Di Panti Asuhan Di Tinjau Dari Undang-Undang No. 23
Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Studi Pada Yayasan Sosial Sai Prema Medan .
BAB II PERLINDUNGAN TERHADAP ANAK BERDASARKAN UNDANG-
UNDANG NO. 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK A.
Pengertian Anak
Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia KBBI, anak adalah keturunan kedua. Dalam konsideran Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak, dikatakan bahwa anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia
seutuhnya. Lebih lanjut dikatakan bahwa anak adalah tunas, potensi, dan generasi muda penerus cita-cita perjuangan bangsa, memiliki peran strategis dan
mempunyai ciri dan sifat khusus yang menjamin kelangsungan eksistensi bangsa dan negara pada masa depan.
Konvensi Hak Anak KHA mendefinisikan “anak” secara umum sebagai manusia yang umurnya belum mencapai 18 delapan belas tahun, namun
diberikan juga pengakuan terhadap batasan umur yang berbeda yang mungkin diterapkan dalam perundangan nasional.
19
19
Unicef, Pengertian Konvensi Hak Anak, Jakarta : PT Enka Parahiyangan, 2003, hal. 3.
Oleh karena itu agar setiap anak kelak mampu memikul tanggung jawab tersebut, maka ia perlu mendapat kesempatan
yang seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang secara optimal, baik fisik, mental maupun sosial, dan berakhlak mulia, perlu dilakukan upaya perlindungan
serta untuk mewujudkan kesejahteraan anak dengan memberikan jaminan terhadap pemenuhan hak-haknya serta adanya perlakuan tanpa diskriminasi.
Dalam berbagai peraturan perundang-undangan Indonesia, tidak terdapat pengaturan yang tegas tentang kriteria anak. Lain peraturan perundang-undangan,
lain pula kriteria anak. Pasal 330 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menentukan bahwa belum dewasa apabila belum mencapai umur 21 dua puluh
satu tahun dan tidak lebih dahulu telah kawin. Pasal 1 ayat 2 Undang-Undang No. 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak menentukan bahwa anak adalah
seorang yang belum mencapai umur 21 dua puluh satu tahun dan belum pernah kawin. Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Pokok Perburuhan Undang-Undang No.
12 Tahun 1948 menentukan bahwa anak adalah orang laki-laki atau perempuan berumur 14 empat belas tahun ke bawah. Menurut Hukum Adat seseorang
dikatakan belum dewasa bilamana seseorang itu belum menikah dan berdiri sendiri belum terlepas dari tanggung jawab orang tua. Hukum Adat menentukan
bahwa ukuran seseorang telah dewasa bukan dari umurnya, tetapi ukuran yang dipakai adalah dapat bekerja sendiri, cakap melakukan yang disyaratkan dalam
kehidupan masyarakat, dapat mengurus kekayaan sendiri.
20
Betapa pentingnya posisi anak bagi bangsa ini, menjadikan kita harus bersikap responsif dan progresif dalam menata peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Untuk menentukan batas usia dalam hal defenisi anak, maka akan terdapat berbagai macam batasan usia anak mengingat beragamnya defenisi
batasan usia anak dalam beberapa undang-undang, misalnya :
20
Maidin Gultom, Perlindungan Hukum Terhadap Anak, Bandung : PT Refika Aditama, 2008, hal 31-32.
1. Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, mensyaratkan
usia perkawinan 16 tahun bagi perempuan dan 19 tahun bagi laki-laki. 2.
Undang-Undang No. 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak mendefenisikan anak berusia 21 tahun dan belum pernah kawin.
3. Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak
mendefenisikan anak adalah orang yang dalam perkara anak nakal telah berusia delapan tahun, tetapi belum mencapai 18 tahun dan belum pernah
kawin. 4.
Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia menyebutkan bahwa anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun
dan belum pernah kawin. 5.
Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan membolehkan usia bekerja 15 tahun.
6. Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
memberlakukan wajib belajar 9 sembilan tahun, yang dikonotasikan menjadi anak berusia 7 sampai 15 tahun.
7. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Burgerlijk Wetboek menyebutkan
bahwa yang belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap dua puluh satu tahun dan tidak kawin sebelumnya.
Berbagai macam defenisi tersebut, menunjukkan adanya disharmonisasi perundang-undangan yang ada. Sehingga pada praktiknya di lapangan akan
banyak kendala yang terjadi akibat dari perbedaan tersebut.
Sementara itu, mengacu pada Konvensi PBB tentang Hak Anak Convention on the Right of the Child, maka defenisi anak : “Anak berarti setiap manusia di
bawah umur 18 tahun, kecuali menurut undang-undang yang berlaku pada anak, kedewasaan dicapai lebih awal”. Untuk itu Undang-Undang No. 23 Tahun 2002
tentang Perlindungan Anak memberikan defenisi anak adalah seseorang yang belum berusia 18 delapan belas tahun, termasuk anak yang masih dalam
kandungan.
21
B. Asas-Asas Hukum Perlindungan Anak