BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Stomatitis Aftosa Rekuren
Stomatitis  aftosa  rekuren,  disebut  juga  cancer  sore,  merupakan  salah  satu ulser  rongga  mulut  yang  sering  ditemukan.  Secara  klinis,  SAR  terasa  sakit  dan
memiliki tampilan red halo. SAR diklasifikasikan dalam tiga gambaran klinis, yaitu: minor, mayor, dan herpetiform.
3
2.1.1 Epidemiologi
SAR  merupakan  suatu  kondisi  ulser  yang  paling  sering  terjadi  pada  rongga mulut  baik  anak  anak  maupun  dewasa.
7
Gangguan  ini  menyerang  sekitar  5-25 populasi  dunia,
1,4
tergantung  etnis  dan  ekonomi  sosial.
8
Sekitar  80  pasien mengalami  SAR  di  bawah  usia  30  tahun.
6
SAR  minor  merupakan  jenis  SAR  yang paling sering terjadi dengan prevalensi 70-87 dari seluruh jenis SAR.
3
SAR paling sering terjadi pada wanita.
2,4,5
2.1.2 Gambaran Klinis
Stomatitis  aftosa  rekuren  SAR  dikarakteristikkan  melalui  ulser  yang  sakit, dikelilingi oleh red halo, berbentuk bulat atau oval, di bagian tengah terdapat jaringan
nekrotik  yang  dangkal  yang  dilapisi  oleh  pseudomembran  kuning  keabuan.
6,11
Ulser dapat  mucul  berupa  lesi  tunggal  ataupun  multiple.
23
Gejala  prodromal  berupa  rasa sakit  atau  rasa  terbakar  dapat  berlangsung  sebelum  terbentuknya  ulser.  Rasa  sakit
dapat berlangsung selama tiga hingga empat hari.
6
2.1.3 Faktor Predisposisi
Etiologi  utama  SAR  belum  diketahui  jelas,  tetapi  beberapa  faktor  disebut sebagai  predisposisi  terjadinya  SAR,  termasuk  faktor  genetik,  penyakit  sistemik,
Universitas Sumatera Utara
alergi  makanan,  trauma  lokal,  perubahan  endorkrin,  stres,  berhenti  merokok,  bahan kimia tertentu, defisiensi nutrisi, dan agen mikrobial.
3,4,7,11
1. Faktor Genetik Faktor genetik merupakan salah satu faktor yang sering dihubungkan dengan
terjadinya  SAR.
6
Sekitar  40  pasien  SAR  memiliki  keluarga  dengan  riwayat  SAR. SAR  dapat  muncul  pada  usia  dini  dan  dengan  gejala  yang  lebih  parah  pada  pasien
yang memiliki keluarga dengan riwayat SAR.
6,11
2. Penyakit Sistemik Beberapa  penyakit  sistemik  diketahui  berhubungan  dengan  munculnya  SAR,
termasuk  Bech et’s  syndrome,  Magic  syndrome  mouth  and  genital  ulcer  with
inflamed cartilage syndrome, PFAPA syndrome, Sweet syndrome, gangguan saluran pencernaan dan defisiensi imun.
4,11
Bechet’s  syndrome  dikarakteristikkan  melalui  adanya  ulser  di  rongga  mulut yang  berulang,  ulser  pada  alat  kelamin,  ulser  pada  kulit,  dan  mempengaruhi  mata,
sendi  serta  sistem  saraf.
6,10
SAR  pada  sindrom  ini  biasanya  muncul  pada  palatum lunak, orofaring dan palatum keras.
10
Periodic  fever,  aphthae,  pharyngitis,  dan  adenitis,  atau  disingkat  PFAPA, merupakan  sindrom  yang  kadang-kadang  terjadi  pada  anak  kecil.
6
Prevalensi  SAR pada sindrom PFAPA awalnya sebesar 70, kemudian dilaporkan berkurang hingga
kurang dari 30. Beberapa pasien dengan sindrom ini memiliki riwayat demam tiga sampai  enam  hari  diikuti  faringitis  dan  SAR.  Gambaran  ulser  rongga  mulut  pada
sindrom ini adalah kecil, dangkal, dan oval. Ulser ini muncul pada mukosa bukal atau permukaan lidah yang dibatasi dengan red halo.
10
Berdasarkan  beberapa  penelitian,  SAR  juga  sering  muncul  pada  pasien dengan  penyakit  gangguan  gastrointestinal,  penyakit  radang  usus  kronik,  dan
penyakit celiac.
1
Lebih dari 4 pasien dengan penyakit celiac memiliki SAR.
6
3. Alergi Makanan Makanan  seperti  coklat,  kopi,  kacang,  sereal,  kacang  kenari,  stoberi,  keju,
tomat  dan  tepung  gandum  yang  mengandung  gluten  dapat  bereaksi  pada  beberapa pasien.  Pada  suatu  studi  pada  beberapa  pasien  dengan  SAR  yang  sebelumnya
Universitas Sumatera Utara
didiagnosa  dengan  uji  tempel  patch  test  sebagai  agen  yang  reaktif  seperti  asam benzoik atau cinnamaldehyde, 50 menunjukkan pengingkatan kondisi klinis ketika
beberapa makanan disingkirkan dari diet.
6
4. Trauma Lokal Trauma dapat menimbulkan SAR pada pasien.
6
Trauma dapat berupa suntikan anestesi,  makanan  tajam,  menyikat  gigi  yang  salah  atau  terlalu  keras,  dan  trauma
selama perawatan gigi.
3
5. Perubahan hormon Beberapa  penelitian  menyebutkan  hubungan  dari  kadar  serum  pada  hormon
seksual  dengan  SAR.
1
Eksaserbasi  diamati  terutama  pada  fase  luteal  pada  siklus menstruasi dan menopause.
1,5,10,11
6. Stres Stres merupakan satu dari beberapa faktor pencetus SAR.
10
Sebuah penelitian oleh  Camile  et  al.  pada  tahun  2009,  menyatakan  bahwa  17  dari  25  pasien  yang
mengalami  SAR  mengaku  adanya  hubungan  SAR  yang  dideritanya  dengan  hal-hal yang membuat stress dalam kehidupan mereka.
24
7. Berhenti Merokok Pasien  yang  menderita  SAR  biasanya  adalah  pasien  bukan  perokok,  dan
prevalensinya lebih kecil serta lebih jarang pada perokok berat dibandingkan perokok sedang.  Beberapa  pasien  mengeluhkan  timbulnya  SAR  secara  tiba-tiba  setelah
berhenti merokok.
6
Hal ini dapat disebabkan karena semakin luasnya mukosa rongga mulut yang terkeranitisasi sebagai respon dari merokok, yang membuat kurang rentan
terhadap  cedera  dan  iritasi.  Nikotin  dan  metabolismenya  mampu  menurunkan  level proinflamatori sitokin dan meningkatkan level antiinflamasi.
1
8. Bahan Kimia Pasta  gigi  mengandung  sodium  lauryl  sulfat  SLS  yang  berhubungan  dalam
meningkatkan  laju  SAR.  Bahan  kimia  ini  merupakan  deterjen  yang  menghasilkan busa pada produk perawatan rongga mulut dengan cara menimbulkan ketidakstabilan
membran  sel  dan  melepaskan  epitel  jaringan  lunak  rongga  mulut  pada  pasien  yang sensitif.
3
Universitas Sumatera Utara
9. Defisiensi Nutrisi Nolan  et  al.  pada  tahun  1991  menyebutkan  bahwa  pasien  dengan  kadar  zat
besi,  folat,  zinc,  atau  vitamin  B
1
,  B
2
,  B
6
,  B
12
yang  rendah  terdapat  pada  sejumlah kecil, yaitu 5 hingga 10 pasien SAR. Selain itu, menurut Ogura  et al. pada tahun
2001, defisiensi kalsium dan vitamin C telah ditemukan pada beberapa pasien SAR.
10
Pengaruh  defisiensi  vitamin  B12  terhadap  SAR  masih  belum  jelas.  Tetapi,  terdapat respon  pada  pemberian  terapi  vitamin  B
12
dan  tingginya  insidens  SAR  pada  pasien yang mengalami defisiensi vitamin B
12
.
25
Pengaruh defisiensi zat besi masih diperdebatkan. Hasil penelitian Porter et al. menyebutkan  terjadinya  penurunan  kadar  serum  ferritin  11,6  secara  signifikan
pada  pasien  SAR  yang  dibandingkan  dengan  grup  kontrol.  Sedangkan,  penelitian Wray  et  al.,  menyebutkan  bahwa  defisiensi  Fe
2+
jarang  ditemukan  pada  pasien SAR.
25
10. Agen Mikrobial Di  antara  seluruh  faktor  yang  berpotensi  dalam  memodifikasi  respon  imun
dan  meningkatkan  predisposisi  SAR,  beberapa  peneliti  menyebutkan  bakteri Streptococcus  oral,  Helicobacter  pylori  dan  antigen  virus  virus  herpes  simpleks,
virus varicella-zoster, cytomegalovirus, adonevirus.
1
Hubungan  antara  SAR  dan  Streptococcus  sanguis  telah  lama  dilaporkan merupakan  suatu  patogenesis  penting  dalam  terbentuknya  SAR.
10,11
Helicobacter pylori telah dideteksi pada ulser rongga mulut yang tidak beraturan dan dengan PCR
hingga 72 dari pemeriksaan SAR.
11
Menurut penelitian Tes et al. pada tahun 2013, penyingkiran H.pylori terbukti bermanfaat dalam kesembuhan pasien yang menderita
SAR.
1
2.1.4 Klasifikasi