30
2.2.5 Bidang Telekomunikasi
Untuk menyamakan kedudukannya dengan dunia Barat, pemerintah Meiji
telah mengadakan pembaharuan dalam segala bidang dengan mencontoh Barat. Demikian juga halnya dengan bidang telekomunikasi. Alat-alat telekomunikasi
yang mempunyai kedudukan penting dalam kehidupan sehari-hari, seperti telegraf, film, dan pers lambat laun mulai dibangun. Pada tahun 1871, pemerintah
mengumumkan untuk membangun fasilitas-fasilitas pengumpulan surat dan penjualan benda pos sepanjang jalan raya Tokaido. Kemudian didirikan kantor
pos yang meniru model Eropa dan Amerika di Tokyo dan Osaka. Telegraf dimulai ketika datangnya Commodore Perry yang mengirim seperangkat alat-alat sebagai
hadiah kepada Shogun. Empat tahun kemudian Shimazu Nariakira, daimyo dari Satsuma memasang
kabel-kabel telegraf di purinya untuk keperluan sendiri yang mulai dipakai pada tahun 1869 ketika diadakan hubungan antara istananya dengan kantor penerangan
di Yokohama yang berjarak tidak lebih dari setengah mil. Ini kemudian segera diikuti oleh pemasangan kabel telegraf antara Tokyo dan Yokohama yang
kemudian pengelolaannya diambil alih oleh pemerinyah. Dengan dimulainya pemasangan kabel telegraf yang menghubungkan Nagasaki dengan Shanghai dan
Vladivostok pada tahun 1871, maka komunikasi telegraf internasional pun dibuka. Alat-alat telekomunikasi tersebut terbukti sangat besar manfaatnya dalam usaha
untuk memacu pembangunan yang dicita-citakan bangsa Jepang. Karena itu pemerintah terus mengembangkan dinas-dinas telekomunikasi tersebut.
Universitas Sumatera Utara
31
2.2.6 Bidang Militer
Tanpa dihalangi oleh pihak oposisi, pemerintah Meiji meneruskan modernisasi negeri dengan membangun jaringan kabel telegraf yang disponsori
pemerintahan ke seluruh kota-kota penting di Jepang dan daratan Asia, konstruksi jalan kereta api, industri pembuatan kapal, pabrik amunisi, tambang, tekstil dan
manufaktur, pabrik-pabrik, dan pusat penelitian agrikultur. Karena banyak yang memikirkan masalah keamanan nasional, pemerintah pun akhirnya membuat
beberapa upaya dalam modernisasi militer, yaitu denagn menciptakan angkatan perang yang kecil, sistem cadangan yang besar, dan wajib militer bagi seluruh
laki-laki dewasa. Sistem militer Barat mereka pelajari, penasihat dari luar negeri, khususnya Perancis, mereka boyong untuk melatih tentara Jepang, dan banyak
kadet dari Jepang dikirim ke Eropa dan Amerika Serikat untuk belajar di sekolah militer dan angkatan laut di sana.
Pada tahun 1854, setelah Komodor Matthew C. Perry memaksa Jepang untuk menandatangani Persetujuan Kanagawa, rakyat Jepang mulai menyadari
bahwa dia harus melakukan modernisasi dalam bidang militer untuk mencegah intimidasi dari pihak Barat. Namun, keshogunan Tokugawa secara tidak resmi
mengemukakan sudut pandang ini, sehingga Gubernur Nagasaki, Shanan Takushima, yang menyuarakan pandangannya perihal reformasi militer dan
modernisasi persenjataan secara frontal pun dipenjara. Tidak sampai awal Zaman Meiji tahun 1868 saat pemerintah Jepang mulai
melakukan modernisasi secara serius. Pada tahun 1868, pemerintah Jepang membangun gudang senjata di Tokyo. Gudang senjata ini bertanggung jawab atas
pengembangan dan manufaktur senjata ringan dan amunisi semacamnya. Pada
Universitas Sumatera Utara
32
tahun yang sama, Masujiro Jepang Omura mendirikan akademi militer pertama di Kyoto. Omura lebih jauh mengusulkan dibangunnya barak-barak militer yang
diisi oleh kalangan masyarakat, termasuk golongan petani dan pedagang. Kalangan shogun, yang tidak senang dengan pandangan Omura perihal
pengerahan itu, akhirnya membunuhnya pada tahun berikutnya. Pada tahun 1870, Jepang memperluas basis produksi militer dengan cara
membuka gudang senjata lain di Osaka. Gudang senjata di Osaka ini bertanggung jawab atas produksi senjata mesin dan amunisi. Selain itu, empat pabrik bubuk
mesiu juga dibuka di tempat ini. Kapasitas produksi Jepang pun meningkat secara bertahap.
Pada tahun 1872, Yamagata Aritomo dan Saigo Tsugumichi, dua orang marsekal militer, mendirikan Korps Pengawal Istana. Korps ini diisi oleh para
pahlawan dari marga Tosa, Satsuma, dan Chusho. Selain itu, pada tahun yang sama, Hyobusho Kementerian Hubungan Militer telah dibubarkan dan diganti
dengan Departemen Urusan Militer dan Departemen Angkatan Laut. Kalangan pemerintahan shogun merasa benar-benar kecewa pada tahun-tahun berikutnya,
saat Konskripsi Hukum 1873 disahkan pada pada bulan Januari. Undang-undang ini memerlukan setiap lelaki Jepang dewasa, dari kelas manapun, untuk
melaksanakan mandat selama tiga tahun pada cadangan pertama dan tambahan dua tahun pada cadangan kedua.
Hukum yang luar biasa ini, yang menandai awal berkhirnya kekuasaan shogun, awalnya menemui hambatan baik dari pihak petani maupun semacam
pejuang. Kalangan petani menafsirkan istilah pelayanan militer, secara literal ketsu-eki pajak darah, dan berusaha untuk menghindari pelayanan yang tentu
Universitas Sumatera Utara
33
saja diperlukan. Metode yang harus dihindari termasuk pelumpuhan, mutilasi diri, dan pemberontakan orang local. Kalangan samurai itu yang umumnya merasa
sebal dengan kalangan militer baru bergaya Barat dan pada awalnya menolak untuk mempertahankan formasi dengan kelas petani yang rendah.
Bersamaan dengan penerapan hukum yang baru, pemerintah Jepang mulai membuat model baru untuk angkatan darat mereka dengan meniru militer Prancis.
Bahkan, tentara Jepang yang baru menggunakan struktur peringkat yang sama seperti Prancis. Peringkat-peringkat calon perwira adalah: tamtama, bintara, dan
perwira. Peringkat-peringkat tentara terdiri dari: jojo-hei atau tentara kelas atas, itto-sottsu atau tentara kelas satu, dan nito-sotsu atau tentara kelas dua. Peringkat-
peringkat kelas bintara terdiri dari: gocho atau kopral, gunso atau sersan, socho atau sersan mayor, dan tokumu-socho atau sersan mayor khusus.
Terakhir, peringkat-peringkat kelas perwira terdiri dari: shoi atau letnan dua, chui atau letnan, tai atau kapten, shosa atau mayor, chusa atau letnan kolonel,
taisa atau kolonel, shosho atau mayor jenderal, chujo atau letnan jenderal, taisho atau jenderal, dan gensui atau panglima tertinggi. Pemerintah Perancis juga sangat
berkontribusi dalam memberikan pelatihan kepada para tentara Jepang. Cukup banyak yang bekerja di akademi militer di Kyoto, dan masih banyak lagi yang
dengan gugup menerjemahkan istilah-istilah bahasa Prancis untuk peringkat- peringkat yang digunakan di Jepang.
Walaupun Konskripsi Hukum 1873, dan semua reformasi serta kemajuannya, militer Jepang yang baru masih belum dapat diuji. Semua menjadi
berubah pada tahun 1877, ketika Takamori Saigo, memimpin pemberontakan terakhir para samurai di Kyushu. Pada bulan Februari 1877, Saigo meninggalkan
Universitas Sumatera Utara
34
Kagoshima dengan rombongan pasukan dalam jumlah kecil menuju Tokyo. Istana Kumamoto adalah tempat pertarunagn besar pertama bagi pasukannya yang
dibakar oleh pasukan karena mereka berusaha untuk menahan perjalanan mereka ke istana. Daripada meninggalkan musuh berada, Saigo melakukan serangan
lanjutan ke istana. Dua hari kemudian, para pemberontak dari Saigo sementara berusaha menutup jalan bagi orang-orang yang lewat gunung, mereka menemui
tentara elemen nasional yang sedang berada dalam perjalanan menuju istana Kumamoto.
Setelah perang yang singkat itu, kedua belah pihak untuk menghimpun kembali diri kekuatan mereka. Beberapa minggu kemudian tentara nasional
terlibat dalam pertarungan langsung melawan para pemberontak dari Saigo yang sekarang disebut Perang Tabaruzuka. Selama delapan hari berperang, pasukan
Saigo yang berjumlah hampir sepuluh ribu orang bertarung secara langsung dengan tentara nasional yang berjumlah hampir sama. Kedua belah pihak
kehilangan hampir empat ribu korban selama pertarungan ini. Namun karena adanya wajib militer, tentara Jepang mampu menghimpun kembali kekuatan
sementara dari pasukan Saigo tidak. Selanjutnya, pasukan yang setia kepada Kaisar pun berhasil menghentikan aksi pemberontakan dan mengakhiri
pengepungan di istana Kumamoto setelah lima puluh empat hari. Pasukan Saigo melarikan diri ke utara, dan dikejar oleh tentara nasional.
Tentara nasional menangkap Saigo di Gunung Edodake. Pasukan Saigo terus berkurang jumlahnya dan memaksa para samurai untuk menyerah. Sisanya lima
ratus samurai yang setia kepada Saigo kabur, melakukan perjalanan ke selatan menuju Kagoshima. Pemberontakan berakhir pada 24 September 1877 diikuti
Universitas Sumatera Utara
35
kematian empat puluh orang samurai yang tersisa dan pemenggalan kepala Takamori Saigo. Kemenangan tentara nasional mengesahkan modernisasi militer
Jepang, serta berakhirnya pada era samurai.
2.2.7 Bidang Hubungan Internasional